Tata cara atau rangkaian pelaksanaan suatu yajña disebut

menagap bedahulu bisa menjadi seorang raja dari kerajaan Bali?​

raja bedahulu dari kerajaan bali merupakan keturunan siapa??​

profil, perjuangan Al - Malik AZ -zahir Ruknuddin baybars Al - bunduq​

Ceritakan Sejarah singkat tentang bunker jepang di kendariBantu ya kak.. Butuh 2 jam lg mau di bahas ke kerja kelompok​.. Nti aku kasih love,dan binta … ng...

maksud dari ucapan bung karno Perjuanganku lebih mudah melawan penjajah namun Perjuanganmu lebih sulit melawan bangsa sendiri​

Quiz pertama (Sejarah) Jelaskanlah pengaruh dan peninggalan kerajaan Islam di Indonesia yang masih ada hingga sekarang! #SelamatMengerjakan

Q. Colourz!Isilah titik-titik di bawah ini!Douwes Dekker menulis buku berjudul ... dan menggunakan nama samaran ... yang artinya ....Momo kok kamu gem … es sih?​

1.Tulislah biografi salah satu tokoh cendekiawan atau ilmuwan muslim pada masa daulah umayyah dan pada masa daulah abbasiyah.

1. Hati nurani berperan sesudah tindakan maka akan ... bila perbuatan kita tidak baik 2.Hati nurani adalah hukum yang ditanam oleh Allah sendiri dalam … hati ... 3.Membina hati nurani salah satunya dengan cara membaca ... 4.Hati nurani akan menjadi tajam apabila berbuat salah , secepatnya untuk ... 5.Seseorang yang selalu berbuat baik sesuai dengan hati nuraninya maka hati nuraninya akan semakin terang ... dan berwibawa 6.Suara hati yang baik dan benar berasal pdari ... 7.Sumber kebaikan kita berasal dari ... 8.Hati nurani akan menjadi tumpul apabila selalu berbuat ... dan tidak teratasi 9.Hati nurani akan tampil sebagai Hakim yang baik dan ... 10.Hati nurani yang dibina maka akan selalu menjadikan manusia untuk berbuat yang ... dan ... ​

Tuhan sudah memberikan ... untuk melihat keindahan ciptaannya​

HomeMateri Hindu kls XIPengertian dan Hakekat Yadnya (Yajña dalam Mahabharata) Materi Hindu kls XI

Yajña dalam Mahabharata


“Sahayajñāh prajāh sṛṣtvā puro ‘vāsa prajāpatiá, anena prasavisyadhvam eṣa vo ‘iṣtakhamadhuk”. Terjemahannya: ”Pada zaman dahulu kala Prajapati (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan manusia dengan yajna dan bersabda; dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu ”. (Bhagavad Gita, III.10). Setiap tindakan tanpa dilandasi keyakinan yang mantap, akan sia-sia. Demikian pula keyakinan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sraddha apnoti brahma apnoti, mereka yang memiliki iman yang mantap dapat mencapai dan bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa, demikian pula dalam melaksanakan yajna, mutlak dilandasi Sraddha (keimanan atau keyakinan) yang mantap. A.    Pengertian dan Hakikat Yajña
“Ojaṡce me, sahaṡca me, ātmā ca me, tanūṡca me, ṡarma ca me, varma came, yajñena kalpantām.” Terjemahannya adalah.

“Dengan sarana persembahan (yajña), semoga kami memperoleh sifat-sifat  yang berikut ini: kemuliaan, kejayaan, kekuatan rohaniah, kekuatan jasmaniah, kesejahteraan dan perlindungan.”  (Yajur Veda XVIII.3)

Kata yajña berasal dari bahasa Sansekerta, dengan akar kata ”yaj” berarti memuja, mempersembahkan, korban. Dalam kamus bahasa Sansekerta, kata yajña diartikan; upacara korban, orang yang berkorban yang berhubungan dengan korban (yajña). Dalam kitab Bhagavad Gita dijelaskan, yajña artinya suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada Tuhan.
Yadnya - sembahyang di pura melanting
Yajña berarti upacara persembahan kurban suci. Pemujaan yang dilakukan menggunakan kurban suci memerlukan dukungan sikap dan mental yang suci juga. Sarana yang diperlukan sebagai perlengkapan sebuah yajña disebut dengan istilah upakara. Upakara yang tertata dalam bentuk tertentu yang difungsikan sebagai sarana memuja keagungan Tuhan disebut sesajen. Upakara dapat diartikan memberikan pelayanan yang ramah tamah atau kebaikan hati. Dengan demikian sudah semestinya setiap upakara yang dipersembahkan hendaknya dilandasi dengan kemantapan, ketulusan dan kesucian hati, yang diwujudkan dengan sikap dan perilaku ramah tamah bersumber dari hati yang hening dan suci. Tata cara atau rangkaian pelaksanaan suatu yajña disebut upacara. Kata upacara dalam kamus Sansekerta diartikan mendekati, kelakuan, sikap, pelaksanaan, kecukupan, pelayanan sopan santun, perhatian, penghormatan, hiasan, upacara, pengobatan. Kegiatan upacara dapat memberikan ciri-ciri tersendiri bagi agama- agama tertentu, sekaligus membedakannya dengan agama-agama yang lainnya. Setiap agama memiliki tatanan tersendiri dalam melaksanakan upacaranya. Di dalam pelaksanaan upacara diharapkan terjadinya suatu upaya untuk mendekatkan diri ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta prabhawanya, kepada alam lingkungannya, para pitara, para rsi atau maha rsi dan manusia sebagai sesamanya. Wujud dari pendekatan itu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk persembahan maupun tata pelaksanaan sebagaimana yang ditentukan dalam berbagai sastra yang memuat ajaran agama Hindu. Kesucian itu adalah sifat dari  Tuhan  Yang  Maha Esa. Siapa pun orangnya bila berkeinginan mendekatkan diri dan berdoa ke hadapan Tuhan Yang Maha Suci, hendaknya menyucikan diri secara lahiriah dan bathiniah. Secara alamiah dunia beserta isinya harus bergerak harmonis, selaras, seimbang, dan saling mendukung. Agama Hindu mengajarkan umatnya selalu hidup harmonis, seimbang, selaras, dan saling mendukung. Tidak dibenarkan sama sekali oleh ajaran suci Veda hanya meminta saja dari alam, tetapi memberi kepada alam juga menjadi sebuah kewajiban dalam rangka menjaga keseimbangan alam. Katakanlah dengan bunga, kata orang bijak yang masih relevan dilakukan sepanjang zaman. Ketika memberi, tak boleh mengharapkan pengembalian, itu merupakan ajaran Veda tentang ketulusikhlasan. Saling memberi adalah satu-satunya cara untuk menjaga keteraturan sosial. Jangan heran bila di masyarakat dalam setiap upacara adat keagamaan selalu saling memberikan makanan. Alam semesta ini diciptakan oleh Brahman dengan kekuatan-Nya sebagai Dewa Brahma. Isi alam yang kita nikmati untuk kesehatan lahir dan batin. Makanan yang disediakan oleh alam harus disyukuri dan dinikmati secara seimbang. Kitab suci Veda mengajarkan umat hindu dalam menyampaikan rasa syukur dengan memakai isi alam, yaitu bunga, daun, cahaya, air, dan buah. Isi alam ini dikemas, ditata dalam aturan tertentu sehingga menjadi sesajen persembahan (banten).Sesajen ini dipakai sebagai media persembahan kepada Brahman. Sesajen atau banten bukan makanan para dewa atau Tuhan, melainkan sarana umat dalam menyampaikan dan mewujudkan rasa bakti dan syukur kepada Brahman, Sang Hyang Widhi. Di dalam ajaran suci Veda, Santi Parwa atau Bhagavad Gita disebutkan, mereka yang makan sebelum memberikan yajña disebut pencuri. Veda mengajarkan tentang etika sopan santun, mengingat semua yang ada di dunia ini berasal dari Sang Hyang Widhi, maka tentu sangat sopan apabila sebelum makan diwajibkan mengadakan penghormatan dengan persembahan kepada pemilik makanan sesungguhnya, yaitu Sang Hyang Widhi. Dengan demikian, yajña itu adalah kurban suci yang tulus ikhlas untuk menjaga keseimbangan alam dan keteraturan sosial. Pada hakekatnya Yadnya dilaksanakan atas dasar 3 (tiga) hutang yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang disebut dengan Tri Rna yang mana dibagi menjadi tiga yaitu Dewa rna, Pitra rna dan Rsi rna.
Baca juga:
Bagian-bagian panca yadnya (yajna dalam mahabharata) materi kelas XI
Yajña berarti persembahan, pemujaan, penghormatan, dan kurban suci. Yajña adalah korban suci yang tulus ikhlas tanpa pamrih.

Pekerjaan yang dilaksanakan sebagai dan untuk korban suci (yajña) harus dijalankan. Karena itulah wahai Putra Kunti (Arjuna), lakukanlah tugas dan kewajibanmu sebagai suatu laku yajña, sehingga dengan demikian akan tetap bebas dari ikatan.

Bhagavad Gīta, III.9

Pekerjaan yang dilakukan apabila dijadikan sebuah korban suci (yajña) maka pekerjaan itu akan membebaskan manusia dari belenggu kebodohan. Dengan menjadikan pekerjaan yang dilakukan sebagai korban suci (yajña) maka manusia menjadi suci. Kesucian itu adalah sifat dari Tuhan Yang Maha Esa. Siapa pun orangnya bila berkeinginan mendekatkan diri dan berdoa ke hadapan Tuhan Yang Maha Suci, hendaknya menyucikan diri secara lahiriah dan bathiniah. Secara alamiah dunia beserta isinya harus bergerak harmonis, selaras, seimbang, dan saling mendukung. Agama Hindu mengajarkan umatnya selalu hidup harmonis, seimbang, selaras, dan saling mendukung.

Tata cara atau rangkaian pelaksanaan suatu yajña disebut upacara yajña. Secara etimologi upacara berasal dari dua suku kata “upa” dan “cara. “Upa” artinya dekat/mendekati dan “cara” berakar kata “car” yang memiliki arti harmonis, seimbang, dan selaras. Jadi upacara artinya upaya mendekatkan diri untuk mencapai suatu keharmonisan, keseimbangan atau keselarasan.

Kegiatan upacara dapat memberikan ciri-ciri tersendiri bagi agama-agama, sekaligus membedakannya dengan agama-agama yang lainnya. Setiap agama memiliki tatanan tersendiri dalam melaksanakan upacaranya. Di dalam pelaksanaan upacara diharapkan terjadinya suatu upaya untuk mendekatkan diri ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta prabhawanya, kepada alam lingkungannya, para pitara, para rsi atau maha rsi dan manusia sebagai sesamanya. Sarana yang diperlukan sebagai perlengkapan sebuah upacara yajña disebut dengan istilah upakara. Upakara sering dikenal dengan sebutan banten atau sesajen. upakara berasal dari kata “Upa” dan “Kara”, yaitu Upa berarti dekat/ mendekati, sedangkan Kara berarti perbuatan/pekerjaan (tangan). Upakara berarti mendekatkan diri dengan Tuhan (Idha Sang Hyang Widhi Wasa) yang diwujudkan dari hasil kegiatan kerja berupa materi yang dipersembahkan atau dikurbankan dalam suatu upacara keagamaan. Dengan demikian sudah semestinya setiap upakara yang dipersembahkan hendaknya dilandasi dengan kemantapan, ketulusan dan kesucian hati, yang diwujudkan dengan sikap dan perilaku Rāma h tamah bersumber dari hati yang hening dan suci.

Ajaran suci Veda tidak membenarkan manusia hanya meminta saja dari alam, tetapi memberi kepada alam juga menjadi sebuah kewajiban dalam rangka menjaga keseimbangan alam. Seperti misalnya apabila manusia mengambil kayu dari alam, maka manusia sudah seharusnya memikirkan kelestarian dari pohon dengan cara menanam. Begitu juga apabila manusia mengambil air dari alam maka manusia haruslah menjaga dan merawat sumber-sumber mata air agar tetap lestari. Banyak sekali upacara yajña yang dilakukan oleh umat Hindu sebagai perwujudan menghormati alam. Hal ini sangat beralasan karena pada dasarnya umat Hindu sangat menghormati alam. Dalam susastra Hindu baghkan dikatakan bahwa alam semesta ini merupakan tubuhnya Tuhan. Dalam Yajur Veda XXX. 1 dinyatakan Isvasyam idam sarvam jagat. Artinya seluruh alam semesta ini adalah sthana Tuhan. Artinya tidak ada bagian dari alam ini tanpa kehadiran Tuhan.

Alam semesta menyediakan segala bentuk keperluan manusia untuk keperluan hidup dan kesehatan lahir maupun batin. Makanan yang disediakan oleh alam harus disyukuri dan dinikmati secara seimbang. Kitab suci Veda mengajarkan umat Hindu dalam menyampaikan rasa syukur dengan memakai isi alam, yaitu bunga, daun, cahaya, air, dan buah. Isi alam ini dikemas, ditata dalam aturan tertentu sehingga menjadi sesajen persembahan (banten). Sesajen ini dipakai sebagai media persembahan kepada Brahman. Sesajen atau banten bukan makanan para dewa atau Tuhan, melainkan sarana umat dalam menyampaikan dan mewujudkan rasa bakti dan syukur kepada Brahman, Sang Hyang Widhi. Di dalam Bhagavad Gita disebutkan, mereka yang makan sebelum memberikan yajña disebut pencuri. Veda mengajarkan tentang etika sopan santun, mengingat semua yang ada di dunia ini berasal dari Sang Hyang Widhi, maka tentu sangat sopan apabila sebelum makan diwajibkan mengadakan penghormatan dengan persembahan kepada pemilik makanan sesungguhnya, yaitu Sang Hyang Widhi. Dengan demikian, yajña itu adalah kurban suci yang tulus ikhlas untuk menjaga keseimbangan alam dan keteraturan sosial.

Memahami Teks

Yadnya pada Hakikatnya adalah persembahan suci yang tulus dan ilklas tanpa mengharapkan hasil dari persembahan yang dilakukan.  Keikhlasan dan kesucian diri adalah dasar yang utama dalam pelaksanaan suatu yajña. Kesucian diri dicerminkan dalam hidup yang benar, memiliki kesiapan rohani dan jasmanai sepeti mantapnya sraddha, rasa bhakti, keimanan, kesucian hati maupun kehidupan yang suci, yaitu kehidupan yang sesuai dengan ketentuan moral dan spiritual. Berdasarkan sasaran yang akan diberikan yajña, maka diberikan yajña ini dibedakan menjadi lima jenis sebagai berikut.

Was this article helpful?

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA