Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah hadis yang sesuai adalah

bantuin pls buruh banget buat besok​

sebutkan 3 contoh perilaku yang sesuai dengan surat al-hajj ayat 7!​

sebutkan 3 contoh perilaku yang sesuai dengan ayat tersebut!​

dalam surah al-ma'un dijelaskan bahwa salakalah orang-orang yang....​

Quqiz! Terjemahkanlah Kata kata ini menggunakan bahasa Arab ! " Saya sedang belajar " " Kamu sedang belajar " " Saya lagi mau makan " " Sedang sibuk " … • Rapi ✓ • Jangan Copas web ✓• Jangan ngasal ✓ • pertama Dapet BA ✓ • Selamat mengerjakan :^​​

membaca Alquran sesuai dengan kaidah tajwid hukumnya​

orang yang termasuk Pendusta agama adalah orang yang....​

jika terdapat kata berharakat fathah tanwin jika dibaca dengan cara diwakafkan huruf Akhir kata seolah-olah dibaca mati atau berharakat​

Berikan 2 jawaban yang harus dijawab achmad sebagaimana makna q.s al kafirun

Q..هل تحبني ؟ terjemahkan ke bahasa indonesia..​

Jangan Tolak Pemberian Orang

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah [HR Bukhari (no. 1427) dan Muslim no.1053 (124)].

Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Al-Yadus Sufla (tangan yang dibawah) memiliki beberapa pengertian:

Makna Pertama

Artinya orang yang menerima, jadi maksudnya adalah orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. Namun ini bukan berarti bahwa orang yang diberi tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila seseorang memberikan hadiah kepadanya, maka dia boleh menerimanya, seperti yang terjadi pada Shahabat yang mulia ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu menolak pemberian dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ

Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak (diberikan kepadamu), maka jangan memperturutkan hawa nafsumu (untuk memperolehnya).” [Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 1473) dan Muslim (no. 1045 (110)].

Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia menerimanya.

Makna Kedua

Yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ

Tangan yang di atas lebih  baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta [Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 1429) dan Muslim (no. 1033), dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma].

Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan. Karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya [Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (103)].

Hadis ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika darurat.

Ancaman dalam hadis di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

Barang siapa meminta-minta (kepada orang lain) tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’ [Shahih: HR. Ahmad (IV/165), Ibnu Khuzaimah (no. 2446), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (IV/15, no. 3506-3508). Lihat Shahîh al-Jami’ish Shaghîr (no. 6281), dari Hubsyi bin Junadah Radhiyallahu anhu].

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api. Maka silakan ia meminta sedikit atau banyak [Shahih: HR. Muslim (no. 1041), Ahmad (II/231), Ibnu Majah (no. 1838), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no. 10767), al-Baihaqi (IV/196), Abu Ya’la (no. 6061), dan Ibnu Hibban (no. 3384-at-Ta’lîqatul Hisan)].

Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ

Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuha/93:10]

//almanhaj.or.id/content/4123/slash/0/tangan-di-atas-lebih-baik-dari-tangan-di-bawah/

Dalam sebuah hadits populer yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hanbal, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Rasulullah dalam hadits lain menjelaskan, bahwa “tangan di atas” adalah orang yang bersedekah, dan “tangan di bawah” adalah orang yang menerima pemberian. Kemudian, kebanyakan orang menafsirkan bahwa “orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima.”

Muhammad Fethullah Gulen, seorang ulama asal Turki memiliki penafsiran yang berbeda tentang hadits ini. Dalam bukunya “An-Nur Al-Khalid” yang diajarkan di masjid Al Azhar oleh Syekh Fathi Hijazi, beliau menjelaskan bahwa dalam hadits ini Rasulullah sama sekali tidak menyebutkan bahwa “tangan di bawah” adalah buruk. Hal ini mengisyaratkan bahwa “tangan di bawah” bukanlah sesuatu yang pasti buruk, melainkan hanya kurang baik.

Allah selalu menciptakan sesuatu dengan seimbang. “Tangan di bawah” adalah penyeimbang “tangan di atas.” Coba bayangkan jika dunia ini hanya dihuni oleh pemilik “tangan di atas”, maka siapakah yang akan menerima sedekah. Ganjil bukan?

Baca juga: Kesalahan Memaknai Hadits “Sampaikanlah Dariku Walau Hanya Satu Ayat”

Apakah “tangan di atas” selalu lebih baik daripada “tangan  di bawah”?

Dalam bahasa Arab, orang yang memberi disebut sebagai al-mu’thi, orang yang menerima disebut sebagai al-akhidz. Seandainya Rasulullah menggunakan kedua kata ini dengan maksud untuk menyebutkan apa yang dilakukan oleh “tangan”, maka kalimat yang muncul akan berbunyi “tangan yang memberi lebih baik daripada tangan yang menerima.”

Padahal di dalam hadits ini beliau hanya menggunakan kata “di atas” dan “di bawah”. Maka bisa dipahami bahwa tidak selamanya tangan yang memberi lebih baik daripada tangan yang menerima.

Dalam beberapa kasus, “tangan di bawah” lebih baik daripada “tangan di atas”. Contohnya adalah seseorang yang terpaksa menerima pemberian dari temannya, demi menjaga perasaan temannya tersebut. Dalam kondisi seperti ini, meski “tangan di atas” lebih baik secara lahir, tapi sebenarnya “tangan yang di bawah” itulah yang berada di atas.

Contoh lain adalah orang yang menerima bantuan untuk disalurkannya kembali kepada orang yang membutuhkan. Dalam kondisi seperti ini, “tangan di bawah” berbalik menjadi “tangan di atas”.

Seringkali ditemukan orang-orang miskin yang sabar dalam menghadapi ujian duniawi. Tubuh mereka lusuh dan tidak banyak pintu rejeki yang terbuka untuk mereka. Secara lahir orang-orang seperti ini adalah “tangan di bawah.” Namun Rasulullah mengomentari sisi lain mereka dengan bersabda: “Seandainya mereka bersumpah (bermunajat) atas nama Allah, maka pasti Allah akan mengabulkan munajat mereka.”

Contohnya adalah Sahabat Barra’ bin Malik radhiyallahu anhu. Beliau termasuk golongan “tangan di bawah”. Namun setiap kali kaum muslimin sedang menghadapi kesulitan dalam pertempuran, mereka selalu meminta Barra’ untuk memintakan kemenangan kepada Allah, dan doanya selalu dikabulkan.

Demikian pula halnya dengan sahabat Tsauban radhiyallahu anhu yang menjadi salah satu dari golongan “tangan di bawah”. Rasulullah menasihati Tsauban agar tidak meminta-minta sesuatu kepada orang lain, meski terkadang ada saja manusia yang memberi sedekah kepada Tsauban, bahkan Malaikat Jibril pernah menyambar sebagai manusia untuk bersedekah kepadanya.

Baca juga: Memaknai Hakikat Rumah Tuhan yang Sering Terabaikan

Tentu saja derajat orang-orang seperti Barra’ dan Tsauban tidak mesti di bawah orang-orang yang suka berderma, karena dengan kesabaran dan ketawakkalan mereka, sedekah yang diterima seolah-oleh datang langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Dari pemaparan di atas, Fethullah Gulen menyimpulkan bahwa tidak semua "tangan di atas" yang memberi lebih baik daripada tangan yang menerima. Adapun maksud dari hadits tersebut adalah bahwa Rasulullah berpesan kepada umat Islam supaya menjadi orang-orang yang terhormat dengan tidak meminta-minta kepada orang lain.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA