Tahun berapa gunung krakatau meletus

Indonesiabaik.id - Bumi berguncang keras disusul dengan letusan yang menggelegar. Letusan Krakatau tahun 535 Masehi itu berlangsung 10 hari, dengan letusan puncaknya selama 34 jam. Debu halus, pasir, krikil, hingga bom sebanyak 200 km3, dilontarkan ke stratosfer, menutupi cahaya matahari, sehingga hampir seluruh langit gelap gulita. Di khatulistiwa, suhu turun 10 derajat Celcius, telah menyebabkan terjadinya perubahan peradaban secara global. Karena begitu banyaknya material yang diledakkan, terjadilah kekosongan di dalam, menyebabkan tubuh gunung ini ambruk, menghasilkan kaldera 40 km x 60 km dan membentuk Selat Sunda.

Ya, itu adalah sekelumit sejarah letusan Gunung Krakatau yang ditulis geomagz.geologi.esdm.go.id. Nah, setelah meletus hebat kembali pada 1883, Gunung Krakatau menghilang ditelan ledakan dahsyat, di mana bongkahan lavanya menyeruak ke atas permukaan laut Selat Sunda. Ia mengering dan membentuk kubah kecil. Pada tahun itu (1930), Krakatau kembali menyapa matahari. Penduduk menamainya Anak Krakatau.

Sejak dekade 1950-an, gunung api berusia muda ini tumbuh pesat, mencapai 13cm per pekan atau mencapai tujuh meter per tahun. Penyebabnya adalah geliat magma yang tak henti-henti di perut Bumi. Karena Krakatau terletak di atas zona subduksi yang ketika aktif melumerkan batuan menjadi lava. Fenomena inilah yang memompa pertumbuhan Anak Krakatau.

Lalu mulai 1950-an juga, Anak Krakatau meletus dalam rentang satu hingga maksimal dua tahun. Hanya antara 1988-1992 dan 2001-2007 gunung api yang kini mencapai ketinggian 300-an meter di atas permukaan laut tersebut membisu untuk waktu yang relatif panjang. Namun sejak 2015 Anak Krakatau kembali memasuki periode aktif.

Ilmuwan sempat meyakini Anak Krakatau hanya akan kembali mengancam jika mencapai ketinggian serupa sang ibu, yakni 800-an meter di atas permukaan laut. Namun erupsi pada 22 Desember 2018 tercatat sebagai yang paling mematikan dalam sejarah Anak Krakatau. Serupa seperti letusan Krakatau pada 1883, geliat vulkanik Anak Krakatau menciptakan gelombang tsunami yang menewaskan hampir 500 orang di Banten dan Lampung. Gelombang air itu tercipta ketika punggung gunung seluas 44 hektar tersebut amblas ke dalam laut.

tirto.id - Sejarah meletusnya Gunung Krakatau punya riwayat panjang. Ada beberapa peristiwa bersejarah terkait kronologi erupsi gunung di perairan Selat Sunda ini, dari Gunung Krakatau Purba, letusan dahsyat tahun 1883, hingga letupan-letupan kecil di masa kini dalam wujud Gunung Anak Krakatau.

Gunung Krakatau yang kerap disebut juga sebagai Rakata merupakan kepulauan vulkanik yang masih aktif hingga saat ini. Gunung yang ada saat ini merupakan "generasi" ketiga dari Gunung Krakatau Purba, Gunung Krakatau, dan kini Gunung Anak Krakatau yang masih aktif.

Lokasi gunung ini terletak di perairan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Namun, pada zaman dahulu kala, dua pulau besar di Nusantara itu konon masih menyatu. Penyebab terpisahnya dua pulau tersebut tidak lain adalah letusan Gunung Krakatau Purba.

Saat ini, kawasan Gunung Krakatau merupakan cagar alam yang memiliki 4 pulau kecil, yakni Pulau Rakata, Pulau Anak Krakatau, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang atau Pulau Rakata Kecil, dengan puncak tertinggi 813 meter atau 2.667 kaki. Seluruh pulau ini muncul sebagai dampak dari letusan Gunung Krakatau di masa silam.

Setidaknya ada dua peristiwa besar yang patut dicatat dalam sejarah meletusnya Gunung Krakatau, yakni letusan Gunung Krakatau Purba dan erupsi dahsyat yang terjadi pada 1883, meskipun rangkaian letupan di kawasan gunung ini masih terus terjadi hingga kini.

Sejarah Meletusnya Gunung Krakatau Purba

Referensi mengenai meletusnya Gunung Krakatau Purba sangat terbatas, termasuk kapan tepatnya peristiwa tersebut terjadi. Namun, suasana kejadian saat Gunung Krakatau Purba meletus tercatat dalam naskah Jawa kuno bertajuk Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan ditulis pada awal abad ke-5 Masehi.

“Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datang badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia,” demikian yang tercatat dalam Pustaka Raja Parwa.

“Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula. Ketika air menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau Sumatera,” lanjut catatan naskah kuno tersebut.

Baca juga:

  • Sejarah Gunung Lawu, Legenda Brawijaya V, dan Misteri Pendakian
  • Sejarah Gunung Merapi Meletus pada 1872: Erupsi Mirip Letusan 2010
  • Semeru Gunung Tertinggi di Pulau Jawa: Lokasi, Erupsi, & Ketinggian

Gunung Batuwara yang disebut dalam naskah kuno Pustaka Raja Parwa oleh Berend George Escher, ahli geologi Belanda sekaligus Guru Besar Universitas Leiden, disimpulkan sebagai Gunung Krakatau Purba.

Diperkirakan, tinggi Gunung Krakatau Purba mencapai lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut dan memiliki lingkaran pantai hingga 11 kilometer.

Letusan pada abad ke-5 M itu berlangsung sekitar 10 hari dan memuntahkan material erupsi mencapai 1 juta ton per detik. Kala itu, Selat Sunda belum ada dan Gunung Krakatau Purba masih berdiri di Pulau Jawa.

Riset David Keys berjudul “Catastrophe: An Investigation Into the Origins of the Modern World” (2000), menarik beberapa kesimpulan terkait letusan Gunung Krakatau Purba.

Salah satunya, ledakan tersebut berdaya sangat besar dan mengguncang Jawa. Akibatnya, sebagian tanah ambles yang membentuk Selat Sunda serta membelah sebagian Pulau Jawa yang melahirkan Pulau Sumatera.

Dengan kata lain, seperti yang juga tercatat dalam naskah kuno Pustaka Raja Parwa, letusan Gunung Krakatau telah membelah pulau besar di pusat Nusantara serta memunculkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Baca juga:

  • Sumber Sejarah Kerajaan Salakanegara: Letak, Keruntuhan, Raja-raja
  • Sejarah Letusan Merapi, Perbedaan Erupsi pada 2006 dan 2010
  • Sejarah Kerajaan Tulang Bawang: Letak, Prasasti, & Faktor Sriwijaya


Letusan Dahsyat Gunung Krakatau Tahun 1883

Dikutip dari buku Krakatau: Laboratorium Alam di Selat Sunda (2007) terbitan Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Universitas Indonesia, Gunung Krakatau Purba turut hancur setelah meledakkan dirinya dan menyisakan kaldera atau kawah besar di dasar lautan.

Tepi kawah bekas letusan Gunung Krakatau Purba yang meledak hebat pada abad ke-5 Masehi tersebut kemudian membentuk tiga pulau, yakni Pulau Rakata, Pulau Panjang (Pulau Rakata Kecil), dan Pulau Sertung.

Pulau Rakata pada akhirnya berkembang menjadi gunung baru. Dalam proses ini, lahir dua gunung lain dari kawah di area yang sama, yakni yang dinamakan Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan.

Oman Abdurrahman dan Priatna dalam Hidup di Atas Tiga Lempeng: Gunung Api dan Bencana Geologi (2011) mengungkapkan, Gunung Pulau Rakata, Gunung Danan, dan Gunung Perbuwatan kemudian bersatu menjadi Gunung Krakatau.

Baca juga:

  • Sejarah Candi Sambisari: Pernah Terkubur Letusan Gunung Merapi
  • Sejarah Meletusnya Gunung Agung di Bali Tahun 1963
  • Sejarah Tsunami Anyer dan Letusan Gunung Krakatau 1883

Setelah sekian lama senyap dalam proses, menjelang dini hari tanggal 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus dengan dahsyatnya. Terjadi empat kali ledakan besar, disusul empat kali pula gelombang tsunami di Selat Sunda.

Mengutip catatan pemerintah kolonial Hindia Belanda, Kartono Tjandra melalui buku Empat Bencana Geologi yang Paling Mematikan (2018) menyebutkan, lebih dari 36 ribu orang tewas akibat erupsi Gunung Krakatau ini. Referensi lain bahkan mengklaim jumlah korban jiwa hingga 120 ribu orang.

Wimpy S. Tjetjep dalam Dari Gunung Api hingga Otonomi Daerah (2002) menuliskan, letusan Gunung Krakatau tahun 1883 menghancurkan sekitar 60 persen dari tubuh gunung itu. Di bekas berdirinya Krakatau, tersisa kaldera yang sama dengan kejadian pasca-erupsi Gunung Krakatau Purba.

Dari area kawah besar yang masih aktif itu, lahir lagi gunung baru yang mulai terlihat sejak 1927 atau empat dekade setelah erupsi Gunung Krakatau tahun 1883. Gunung terbaru inilah yang kemudian dinamakan Gunung Anak Krakatau.

Baca juga:

  • Arti Letusan Gunung Api & Tingkatan Status Waspada, Siaga, Awas
  • Bukti Sejarah Teori Brahmana: Kelebihan, Kelemahan, & Tokohnya
  • Mengenal Vulkanisme pada Gunung Api, Proses, Gejala, dan Jenisnya


Erupsi Gunung Anak Krakatau Hingga Kini

Gunung Anak Krakatau terus tumbuh dalam proses yang lama dan beberapa kali telah mengalami erupsi meskipun belum pada tahap yang mengkhawatirkan. Terkini, Gunung Anak Krakatau kembali menunjukkan aktivitasnya pada Jumat tanggal 4 Februari 2022.

Menurut pantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mencatat, erupsi terbaru Gunung Anak Krakatau tersebut terjadi pada pukul 17.07 WIB.

"Telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau, Lampung, pada tanggal 4 Februari 2022 pukul 17:07 WIB dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 1.000 m di atas puncak (kurang lebih 1.157 m di atas permukaan laut)," demikian rilis dari PVMBG.

Status Gunung Anak Krakatau usai erupsi itu terjadi berada pada level II atau waspada. Artinya, masyarakat atau wisatawan tidak diperkenankan mendekati area Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 kilometer dari kawah.

Gunung yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Lampung Selatan ini sudah menunjukkan peningkatan erupsi sejak sehari sebelumnya dengan mengeluarkan abu vulkanik mencapai 357 meter di bawah permukaan laut.

Baca juga:

  • Mitigasi Gempa dan Tsunami Sebelum, Saat, & Setelah Terjadi Bencana
  • Ketahui Bahaya Jika Gunung Api Meletus & Apa yang Harus Dilakukan?
  • Mitigasi Bencana Angin, Topan, Badai, dan Dampak Siklon Tropis

(tirto.id - Sosial Budaya)

Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Addi M Idhom

Kapan Gunung Krakatau meletus pertama kali?

Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat pada tahun 1883. Awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudra Hindia.

Apa saja akibat letusan Gunung Krakatau tahun 1883?

Berikut sejumlah dampak letusan Gunung Krakatau..
Hujan Abu. Pada saat letusan 26 Agustus 1883, Gunung Krakatau mengeluarkan hujan abu panas di Provinsi Lampung. ... .
Bencana Tsunami. ... .
Perubahan Ikim Global. ... .
Hilangnya Pulau Kecil Sekitar Gunung Krakatau. ... .
Langit Dunia Gelap..

Berapa kali Gunung Krakatau meletus?

LAMPUNG, KOMPAS.com - Sejak awal Agustus 2022 Gunung Anak Krakatau telah meletus sembilan kali. Hingga saat ini, status Gunung Anak Krakatau masih level III atau siaga.

Berapa korban jiwa Gunung Krakatau?

Sejarah Hari Ini, Gunung Krakatau Meletus pada 26 Agustus 1883, Korban Jiwa Lebih dari 36.000.