Sikap seseorang yang menjadikan hartanya sebagai tujuan hidup disebut

Hidup dengan kekayaan yang berlimpah menjadi dambaan banyak orang. Seseorang dikatakan sukses apabila ia memiliki harta dan kehidupan yang serba cukup. Pendidikannya juga dianggap bagus apabila mampu membawanya meraih tingkat kesuksesan secara finansial. Lalu, bagaimanakah Islam memandang kekayaan itu sendiri?

Secara garis besar, kekayaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk terus bertahan hidup dengan gaya hidup yang ada, tanpa harus bekerja. namun, sebenarnya kaya itu relatif. Ada orang yang tetap dapat bertahan hidup setelah berhenti bekerja.

Sebagian besar kondisi tersebut didukung kekuatan finansial yang datang dari pendapatan pasif atau passive income yang diperoleh dari investasi, akan tetapi ada pula orang-orang berpenghasilan tinggi yang tetap merasa tidak kaya sebab gaya hidupnya mempengaruhi cara mereka menggunakan kekayaannya.

Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk menjadi kaya. Bahkan mencari kekayaan disyariatkan dalam Islam karena itu berarti mencari rejeki dan berusaha di dunia sebagaimana yang dicantumkan dalam banyak ayat di Al-Qur’an, seperti: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Ahzab: 10).

Di ayat lain, QS. Al Mulk: 15 juga disebutkan, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”

Dari ayat-ayat tersebut, Ibnu Katsir, menafsirkan maksudnya, yaitu berpergianlah  kalian ke tempat-tempat di bumi yang kalian kehendaki, lintasilah daerah-daerah dan pelosok-pelosoknya untuk mendapatkan berbagai macam penghasilan dan berdagang.

Berikut ini beberapa hukum mengenai kekayaan menurut agama Islam:

Wajib – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memperoleh pendapatan memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya serta mencukupkannya dari meminta-minta.

Sunnah – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memberikan tambahan nafkahnya dan nafkah keluarganya atau untuk tujuan melapangkan orang-orang fakir, menyambung silaturahim, memberi balasan atau hadiah pada kaum kerabat, dan mencari kekayaan dengan niat seperti ini lebih utama daripada menghabiskan waktu untuk beribadah.

Mubah (diperbolehkan) – jika untuk memberikan tambahan dari kebutuhan atau dengan tujuan berhias dan menikmati.

Makruh – jika tujuannya mengumpulkan harta agar bisa berbangga-banggaan, sombong, bermegah-megahan, bersenang-senang hingga melewati batas walaupun dicari dengan cara yang halal. Hal ini sejalan dengan sabda Rasullullah saw, “Barang siapa yang mencari dunia yang halal untuk bermegah-megahan, berbangga-banggaan, dan riya maka ia akan bertemu dengan Allah SWT sedangkan Allah murka kepadanya.”

Haram – jika dicari dengan cara yang haram seperti suap, riba dan lainnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam al Mausu’ah Al Fiqhiyah jus II hal 11384-11385).

Rasulullah menegaskan bahwa kekayaan yang sejati ada di dada. Hal ini menekankan bahwa sebenarnya persoalan anggapan bahwa seseorang disebut kaya atau miskin adalah murni masalah mental. Seseorang bisa merasa kaya walaupun memiliki sedikit harta karena ia berlapang dada dan selalu mensyukuri nikmat yang ada. Harta yang ia miliki digunakan untuk meningkatkan amal dan ibadah.

Seorang muslim diperbolehkan mempunyai cita-cita untuk menjadi orang kaya, asalkan niat tersebut untuk memperkuat agama. Namun, Allah juga tidak mengharuskan seorang manusia menjadi orang yang memiliki kekayaan harta. Kewajiban mencari rejeki diperintahkan agar seseorang berusaha sesuai kemampuannya, sedangkan hasil akhir menjadi keputusan Allah. Kekayaan juga merupakan amanah dari Allah yang harusnya dijaga dengan sebaik-baiknya.

Pengertian ini diartikan sebagai perintah untuk memanfaatkan harta yang dimiliki untuk beribadah di jalan-Nya. Sebab kedudukan harta dan kekayaan tidaklah boleh sejajar atau lebih tinggi dari kedudukan iman dan ibadah kepada Allah SWT, seperti yang disiratkan dalam QS. Al-Kahfi: 46 yang artinya, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Menurut agama Islam, kekayaan diartikan pula sebagai suatu jalan menuju kejayaan, seperti yang tersirat pada QS. As-Shaff: 10-12 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasulullah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung.”

Dari  pengertian atau konsep diatas, maka sebagai seorang yang beriman harus memahami kekayaan sebagai amanah dari Allah SWT yang harus dijaga dan digunakan untuk mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat. Wallohu’alam

Oleh      :    Muhammad Hanafi,QH,SS, M.Sy

Editor    :    Humas

Anda pasti pernah mendengar kata ‘hedon’ seperti dalam percakapan sehari-hari 'hedon banget sih kamu' dan sebagainya. Biasanya, kata tersebut digunakan untuk menggambarkan atau mengkritik seseorang yang memiliki gaya hidup konsumtif, boros menggunakan uang untuk hal-hal yang tidak penting.

Kata hedon lazim juga dilontarkan kepada seseorang yang mempunyai hasrat belanja tinggi, membeli barang ini itu tanpa berpikir panjang. Sebetulnya apa sih yang dimaksud hedonisme dan seluk beluknya, sampai cara menghindari perilaku hedonisme? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari berbagai sumber.

Baca Juga: 7 Cara Mengatur Keuangan yang Tidak Diketahui Banyak Orang

Pengertian Hedonisme

Hedonisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu hedonismeos dengan kata dasar hedone. Kata hedone memiliki arti ‘kesenangan,’ sedangkan hedonismeos diartikan sebuah cara pandang yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kesenangan sebanyak mungkin. Kesenangan tersebut bisa didapatkan melalui berbagai cara, seperti menikmati hiburan, memiliki harta, kegiatan seksual, dan sebagainya.

Sejarah Hedonisme

Kata hedonisme sudah muncul sejak awal munculnya filsafat, atau saat manusia mulai berfilsafat pada tahun 433 Sebelum Masehi. Pandangan ini muncul ketika Socrates, salah satu filsuf paling terkenal mempertanyakan mengenai tujuan hidup manusia di dunia ini. Pertanyaan tersebut akhirnya melahirkan pandangan hedonisme. Pada masa itu hedonisme bukan untuk menggambarkan perilaku negatif, melainkan untuk mendeskripsikan esensi dari eksistensial manusia di muka bumi ini.

Jawaban atas pertanyaan Socrates yang kemudian menjadi pandangan hedonismeos atau yang sekarang dikenal dengan nama hedonisme ini berawal dari pemikiran beberapa filsuf lainnya, seperti Aristippus dan Epikuros. Kedua filsuf tersebut memiliki pandangan berbeda terhadap hedonismeos.

Aristippus menggambarkan semua kesenangan manusia bersifat fisik, begitupula dengan ketidaksenangannya. Sedangkan Epikuros mengartikan hedonismeos adalah kebahagiaan manusia harus didapat dengan menyeimbangkan hal positif dan negatif. Berbeda dengan Aristippus, Epikuros menanamkan sisi-sisi spiritual pribadi individu di dalam pemikirannya.

Selanjutnya berbagai orang yang mendeskripsikan pemikiran ini di masa-masa modern pada akhirnya memiliki pandangan dengan garis besar yang sama, bahwa hedonisme adalah pandangan seseorang yang berusaha hidup untuk mencari kesenangan sebagai tujuan paling utama, terutama untuk dirinya sendiri.

Sisi Positif dan Negatif Hedonisme

Sikap seseorang yang menjadikan hartanya sebagai tujuan hidup disebut

Sisi Positif dan Negatif Hedonisme

Bila Anda melihat makna dari hedonisme pada awal munculnya pandangan ini, maka hedonisme bukanlah suatu hal yang benar-benar buruk. Mencari kesenangan dalam hidup bukanlah hal yang salah di kehidupan yang singkat ini. Namun bila mencari kesenangan dijadikan sebagai tujuan mutlak, maka seseorang tidak akan memiliki empati terhadap individu lainnya karena hanya berusaha terus menerus memenuhi kesenangan pribadi.

Ada dua faktor mengapa perilaku dan cara pandang hidup manusia bisa mengarah kepada hedonisme, antara lain:

  • Faktor dari Dalam (Internal Factor)

Faktor ini sebenarnya tertanam pada diri kebanyakan manusia, mungkin hampir semuanya. Ada rasa tidak pernah puas untuk menyenangkan diri sendiri. Hal itu bisa menjadi positif bila menyalurkannya untuk terus belajar, seperti haus akan ilmu pengetahuan, pendidikan, keinginan untuk lebih maju. Akan tetapi bila rasa tidak pernah puas ini hanya untuk kesenangan pribadi, maka dapat berakibat buruk dan menjadi cikal bakal perilaku konsumerisme.

  • Faktor dari Luar (External Factor)

Salah satu faktor eksternal dari hedonisme di masyarakat, termasuk di Indonesia adalah masuknya globalisasi sehingga Anda mendapatkan berbagai pandangan dan melihat gaya hidup, serta kebiasaan dari luar. Kemajuan teknologi, seperti internet mampu mengubah perilaku masyarakat dalam mendapat kesenangan. Contohnya saja media sosial yang menjamur, di mana para pengguna menunjukkan eksistensinya, seperti memamerkan gaya hidup glamor, barang-barang mewah, dan lainnya.

Munculnya hedonisme di masyarakat membawa dampak positif dan negatif. Dari sisi negatif, orang- orang yang menganut pandangan hidup hedonisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Cenderung lebih egois
  • Tidak memiliki empati terhadap lingkungan sosial
  • Berusaha mencapai kesenangannya dengan segala cara
  • Melakukan rasionalisasi atau pembenaran atas kesenangan mereka apabila kesenangan tersebut bertentangan dengan norma-norma hukum dan sosial
  • Dapat melakukan segala cara untuk memenuhi kesenangannya sehingga mungkin saja akan merugikan orang lain.

Di sisi lain, perilaku hedonisme dapat memberikan sisi positif terhadap orang yang menganut cara pandang hidup tersebut, di antaranya dapat memanfaatkan segala kesempatan dengan baik, pantang menyerah dalam mencapai tujuan, dan memiliki motivasi yang kuat untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Baca Juga: Keuangan Makin Hemat Pakai Kartu Kredit, Cermati Promo Kartu Kredit Terbaru 2019

Pergeseran Makna Hedonisme di Era Modern

Dewasa ini, makna dari hedonisme ini bagi sebagian besar masyarakat mendeskripsikan hedonisme sebagai sebuah perilaku konsumtif atau konsumerisme yang berdampak buruk bagi penganutnya. Tentu saja gaya hidup ini dipengaruhi faktor internal dan eksternal, di antaranya:

  • Sedari kecil terlalu dimanjakan orangtua, diberi berbagai fasilitas atau kemudahan sehingga merasa selalu mendapatkan apa yang diinginkan tanpa mempedulikan neraca kebutuhan, dan faktor lainnya
  • Kehadiran ‘influencer’ di media sosial sangat mempengaruhi rasa kecemburuan untuk memiliki benda-benda mewah yang sebenarnya tidak sanggup untuk didapatkan sehingga memaksakan segala cara meskipun harus berutang
  • Pergaulan atau bergaul dengan orang-orang yang memiliki standar hidup mewah, menggunakan barang-barang bermerek, sehingga muncul rasa minder ketika tidak sepadan dengan mereka. Akhirnya demi mengikuti pergaulan tersebut, Anda rela menghabiskan uang untuk membeli barang yang sama
  • Menjamurnya akses keuangan bagi masyarakat untuk meminjam uang dan mencicilnya dengan mudah.

Cara Menghindari Perilaku Hedon dan Konsumtif

Sikap seseorang yang menjadikan hartanya sebagai tujuan hidup disebut

Cara Menghindari Perilaku Hedon dan Konsumtif

Hedon yang dapat mengarah pada perilaku konsumtif merupakan kebiasaan hidup yang dapat merusak keuangan Anda. Gaya hidup seperti ini sudah melekat di kalangan generasi milenial. Gaji anak-anak muda ini habis untuk nongkrong di kafe, jajan kopi, makan di restoran, jalan-jalan, dan perilaku konsumtif lainnya tanpa memiliki tabungan maupun investasi.

Buang jauh-jauh perilaku atau gaya hidup hedon bila Anda tidak ingin terpuruk soal keuangan di masa depan. Ada beberapa cara untuk menghindari perilaku hedon, antara lain:

  • Membuat Daftar Prioritas Kebutuhan

Langkah awal untuk menjauhi hidup hedon, adalah dengan menyusun daftar kebutuhan prioritas Anda. Tulis daftar tersebut, dan tanamkan dalam pikiran Anda sehingga daftar tersebut akan menjadi pengingat. Jadi ketika timbul hasrat membeli sesuatu di luar kebutuhan, Anda harus berpikir panjang apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak, masih bisa ditunda atau tidak.  Berusaha menjalankan komitmen tersebut, sehingga Anda mampu menahan hawa nafsu untuk membeli barang di luar kebutuhan.

  • Menabung dan Berinvestasi

Setiap kali menerima gaji, langsung gunakan untuk pengeluaran rutin, seperti membayar sewa rumah, tagihan listrik dan air, cicilan utang kalau ada. Jangan lupa menyisihkan uang untuk tabungan, dana darurat, dan investasi. Ketiganya sangat penting agar keuangan Anda stabil. Jika ada kebutuhan mendadak, Anda dapat menggunakan dana darurat. Sementara tabungan dan investasi untuk menjamin keuangan di masa depan Anda.

  • Membuat Anggaran Keuangan

Agar terhindar dari gaya hidup hedon, Anda perlu membuat anggaran keuangan. Dengan begitu, Anda dapat mengetahui seberapa besar uang dari penghasilan yang bisa Anda belanjakan. Cara mengatur keuangan lazimnya menggunakan sistem 50-20-30. Setiap gaji atau penghasilan yang Anda terima setiap bulan, alokasikan 50% untuk biaya hidup sehari-hari, seperti makan, biaya transportasi, membayar sewa rumah, tagihan listrik dan air, termasuk tagihan kartu kredit. Selanjutnya, sisihkan 20% dari gaji untuk tabungan dan investasi, serta dana darurat.Sedangkan sisa anggaran 30% dari gaji Anda untuk hiburan, liburan, belanja baju atau membeli barang yang diinginkan. 

  • Kurangi Gesek Kartu Kredit

Kartu kredit sangat memudahkan seseorang untuk berbelanja, membeli barang, makan di restoran, sampai membeli tiket konser musik. Kartu kredit juga menawarkan pembayaran cicilan yang mudah. Tapi ingat menggunakan kartu kredit sama saja dengan berutang. Walaupun membayarnya bisa mencicil, tapi bila terlambat bakal kena denda. Gunakan kartu kredit dengan bijak, untuk berhemat manfaatkan promo yang ada. Pastikan memakai kartu kredit sesuai kemampuan anggaran.

Untuk yang satu ini mungkin terdengar sedikit klise. Beramal dan bersedekah bisa menghindari Anda dari perilaku hedon. Anda akan berpikir bahwa masih banyak orang yang tidak seberuntung Anda dan membutuhkan uluran tangan Anda. Hal tersebut akan membuat Anda berpikir dua kali ketika ingin menghambur-hamburkan uang.

Jangan Sampai Terjebak

Gaya hidup hedon memang menyilaukan mata. Begitu sudah terjebak, susah untuk keluar dari kubangan tersebut karena ada saja hal-hal yang menggoda. Yang sudah insyaf pun, bisa terjerat kembali. Oleh sebab itu, dibutuhkan komitmen dan kemauan kuat untuk meninggalkannya. Memulai hidup apa adanya dan tidak berlebihan.

Baca Juga: Pilihan Kartu Kredit Pertama Anda