Siapa penemu fosil manusia purba di Trinil

Siapa penemu fosil manusia purba di Trinil

Bagi Anda pecinta mata pelajaran Sejarah, topik tentang jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia pasti sangat menarik untuk disimak.

Manusia purba adalah manusia yang hidup pada ribuan tahun bahkan sampai jutaan tahun lalu di permukaan bumi. Manusia purba juga memiliki banyak suku dan ras. Selain itu, manusia purba juga hidup nomaden atau berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lain.

Di Indonesia, terdapat sejumlah penemuan fosil manusia purba yang tercatat dalam sejarah. Adapun lokasi penemuan fosil tersebut tersebar di berbagai daerah, seperti di Trinil, Solo, hingga Flores.

Penasaran dengan jenis manusia purba apa saja yang ditemukan di Indonesia? Berikut ulasan tentang jenis manusia purba selengkapnya.

1.    Meganthropus Paleojavanicus

Fosil jenis manusia purba Meganthropus ditemukan oleh von Koeningswald di Sangiran pada 1936 dan 1941. Saat itu, Koenigswald menemukan fosil rahang manusia berukuran besar. Berdasarkan rekonstruksi, para peneliti kemudian menamakannya Meganthropus Paleojavanicus yang berarti manusia raksasa dari Jawa. Manusia purba ini diperkirakan hidup di zaman Pleistosen awal dengan mengumpulkan makanan berupa tumbuh-tumbuhan sebagai cara bertahan hidup.

2.    Pithecanthropus Mojokertensis

Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan di Mojokerto. Manusia purba ini memiliki badan tegap dengan tinggi 165 – 180 cm. Ciri-ciri Pithecanthropus Mojokertensis adalah tulang kening tebal, menonjol, dan melebar sampai ke pelipis. Adapun isi tengkorak Pithecanthropus Mojokertensis diperkirakan antara 750 – 1300 cc.

3.    Pithecanthropus Erectus

Jenis manusia purba ini ditemukan oleh Eugene Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo. Fosil yang ditemukan saat itu berupa bagian atas tengkorak, tulang rahang, dan tulang kaki. Pithecanthropus Erectus memiliki tinggi badan sekitar 160 – 180 cm. Pada bagian belakang kepala, Pithecanthropus Erectus mempunyai bentuk yang lebih menonjol. Manusia purba ini mempunyai volume otak sekitar 900 cc dengan bentuk wajah yang hampir menyerupai monyet.

4.    Pithecanthropus Soloensis

Fosil Pithecanthropus Soloensis ditemukan oleh von Koeningswald, Oppenorth, dan Ter Haar di Ngandong dan Sangiran. Tepatnya di tepi Bengawan Solo antara 1931 – 1933. Adapun fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan tulang kering. Pithecanthropus Soloensis memiliki hidung lebar, tulang kening menonjol dan tebal, dan tinggi sekitar 165 hingga 180 cm.

5.    Homo Wajakensis

Homo Wajakensis ditemukan oleh B.D. van Rietschoten pada 1889 di dekat Tulungagung, Jawa Timur. Fosil Homo Wajakensis yang ditemukan berupa tengkorak, fragmen rahang bawah, dan beberapa ruas leher. Homo Wajakensis memiliki volume otak 1.630 cc dengan muka datar dan lebar serta tinggi badan sekitar 130 – 210 cm.

6.    Homo Soloensis

Homo Soloensis ditemukan oleh Weidenreich dan Koenigswald pada 1931. Adapun temuan Homo Soloensis berupa tengkorak dan dari volume otaknya, diperkirakan manusia jenis ini lebih maju dari Pithecanthropus. Homo Soloensis memiliki volume otak 1.000 hingga 1.300 cc dengan tinggi badan sekitar 130 – 210 cm dengan tubuh tegap.

7.    Homo Floresiensis

Homo Floresiensis ditemukan di Gua Liang Bua, Flores oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood bersama-sama dengan tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada 2003 lalu. Homo Floresiensis diperkirakan hidup sekitar 30.000 – 18.000 tahun yang lalu dan telah mampu membuat peralatan dari batu dan memasak dengan api. Karena ukurannya tubuhnya yang kecil, yaitu sekitar 1 meter, Homo Floresiensis kerap disebut sebagai hobbit atau manusia kerdil.

Sumber: https://www.suara.com/

Suara.com - Masyarakat yang berminat mempelajari sejarah kehidupan manusia purba, datanglah ke Museum Trinil, di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Di situ wisatawan bisa mendapatkan informasi sejelas dan selengkap mungkin mengenai asal usul dan kehidupan manusia purba, yang konon merupakan nenek moyang bangsa Indonesia.

Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, merupakan salah satu lokasi penemuan Pithecanthropus erectus yang kerap kali ditanyakan dalam lembar-lembar ujian sejarah purbakala.

Seperti diberitakan Antara, Museum ini terletak di bantaran Sungai Bengawan Solo sehingga mengingatkan para wisatawan bahwa di sekitar bantaran sungai inilah dahulu manusia purba tinggal dan membangun kebudayaannya.

Museum Trinil memang menjadi salah satu objek wisata sejarah yang penting, baik bagi wisatawan biasa maupun pelajar atau peneliti. Di situ wisatawan akan mengetahui kehidupan manusia purba, ekosistemnya, serta flora dan fauna yang hidup pada zaman tersebut.

Kawasan Trinil merupakan salah satu kawasan yang menjadi penemuan fosil-fosil dari masa pliosen, sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, hingga zaman pleistosen berakhir, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi.

Saat datang di halaman museum, wisatawan akan disambut oleh gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba. Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu.

Selain patung gajah, di halaman museum juga terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada monumen tersebut tertulis P.e. 175m (gambar anak panah), 1891/95.

Maksud dari tulisan tersebut adalah, Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.

Setelah cukup menikmati patung gajah dan monumen tersebut, wisatawan dapat menimba informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang berjumlah sekitar 1.200 fosil yang terdiri dari 130 jenis.

Museum Trinil memamerkan beberapa replika fosil manusia purba, di antaranya replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis.

Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.

Selain fosil manusia, museum ini juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus), serta fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus).

Fosil hewan ini umumnya lebih besar dan panjang daripada ukuran hewan sekarang. Misalnya saja fosil gading gajah purba yang panjangnya mencapai 3,15 meter, bandingkan dengan gajah sekarang yang panjang gadingnya tak lebih dari 1,5 meter.

Museum Purbakala Trinil berada sekitar lima kilometer arah utara dari jalan raya Solo-Surabaya. Dari Kota Ngawi, museum ini terletak sekitar 13 kilometer arah barat daya.

Untuk menuju museum ini, dari Kota Ngawi wisatawan dapat menggunakan jasa bus umum arah Solo.

Wisatawan turun di gapura besar yang menjadi penanda menuju Museum Trinil. Dari gapura tersebut, wisatawan dapat mencarter ojek untuk sampai ke museum dengan menempuh jarak sekitar tiga kilometer.

Apabila menggunakan kendaraan pribadi dari Kota Ngawi, wisatawan sebaiknya bertanya arah yang tepat menuju museum kepada masyarakat sekitar, sebab papan penunjuk menuju museum ini masih minim. Umumnya masyarakat tahu di mana lokasi tersebut berada.

Pembangunan Museum Trinil Ngawi memiliki sejarah panjang. Museum yang terletak 15 kilometer dari pusat Kota Ngawi ini memiliki cerita di balik pendiriannya.

Sejarah itu berawal dari penemuan fosil Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois, seorang pejabat kedokteran tentara kolonial Belanda. Untuk memperingati kejadian tersebut, dibuatlah tugu berisi gambar anak panah dengan arah timur laut yang bertuliskan P.e 175 m.

Setelah penemuan tersebut, pada 1980 baru mulai direncanakan pembangunan sebuah gedung museum oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Ngawi. Rencana tersebut berawal dari pembelian tanah di sekitar tugu peringatan dengan luas 16 meter x 25 meter.

Pada 1982 dimulai pembangunan sebuah gedung. Gedung tersebut mulanya berfungsi sebagai balai penyelamat tapi beralih menjadi gedung museum khusus.

Selanjutnya pada 1986, museum khusus tersebut mendapakan bantuan berupa 5 buah lemari untuk menata koleksi fosil-fosil serta dana konservasi dari proyek pengembangan Permuseuman Provinsi Jawa Timur.

Museum Trinil yang berdiri saat ini adalah gedung baru yang diresmikan oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur, Soelarso, tahun 1991. Peresmian tersebut bertepatan dengan satu abad Pithecanthropus Erectus ditemukan di Trinil.

Pengelola museum juga menyediakan wahana "outbond" dan bumi perkemahan sebagai bagian tempat rekreasi lainnya. Lokasinya sangat teduh karena ditutupi oleh pohon jati sehingga rindang dan bisa menahan teriknya sinar matahari.

Harga tiket untuk memasuki Museum Trinil adalah Rp1.000 untuk anak-anak/pelajar dan Rp3.000 untuk dewasa. Tiket ini dibayarkan di pos penjaga yang terdapat di luar museum.

Jam buka Museum Trinil adalah Selasa-Minggu 08.00-15.00 WIB, Jumat 11.00-13.00 (istirahat), Senin museum tutup.