Sebutkan perkara apa saja yang menjadi kewenangan peradilan agama di Indonesia?

Tugas Pokok

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Sumber yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Fungsi

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan AgamaSumber mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

  • Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
  • Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide: Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
  • Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).
  • Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).
  • Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006).

Fungsi Lainnya:

  • Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
  • Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi Informasi Peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

Written by Admin on 06 November 2019.

Written by Admin on 06 November 2019. Hits: 216926

Sumber Hukum Dan Kompetensi Absolut Dan Kompetensi Relatif Di Pengadilan Agama

 A. Sumber-Sumber Hukum Acara Di Pengadilan Agama

Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yan diatur dalam Undang Undang.
Peraturan-peraturan yang menjadi sumber hukum Peradilan Agama, diantaranya adalah:

  1. HIR (herzeine inlandsch reglement) untuk jawa dan Madura / RBG (Rechtsreglement voor de buitengewesten untuk luar jawa dan Madura);
  2. B.Rv ( Reglement op de burgelijke rechtvordering) untuk golongan eropa. Walaupun sudah tidak berlaku lagi tetapi masih banyak yang relevan;
  3. BW (bugelijke wetboek voor Indonesia) atau KUH Perdata;
  4. WvK (Wetboek van koophandel) KUH Dagang;
  5. UU No 4 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman;
  6. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
  7. UU No 5 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung;
  8. UU No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Pertama atas UU no 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan UU No 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU no 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;
  9. UU No 8 tahun 2004 Tentang Peradilan Umum;
  10. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam;
  11. Peraturan Mahkamah Agung RI;
  12. Surat Edaran Menteri Agama ;
  13. Peraturan Menteri Agama;
  14. Keputusan Menteri Agama;
  15. Kitab-kitab Fiqih Islam dan sumber-sumber Hukum yang tidak tertulis.


Pada prinsipnya pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama merujuk pada Hukum Acara Perdata pada umumnya, kecuali yang diatur khusus. Sebagai contoh adalah pemeriksaan sengketa perkawinan, dimana sengketa perkawinan yang diajukan oleh suami disebut permohonan cerai talak, dan sengketa perkawinan yang diajukan oleh istri disebut gugatan gugat cerai. Hal semacam ini hanya berlaku di Pengadilan Agama. Beberapa hukum acara yang diatur secara khusus dalam Peradilan Agama meliputi:

  1. Bentuk dan proses perkara;
  2. Kewenangan relative Peradilan Agama;
  3. Pemanggilan pihak-pihak;
  4. Pemeriksaan, pembuktian, dan upaya damai;
  5. Biaya perkara;
  6. Putusan hukum dan upaya hukum;
  7. Penerbitan akta cerai.
B. Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif Di Pengadilan Agama

Kata “kewenangan” bisa diartikan “kekuasaan” sering juga disebut juga “kompetensi” atau dalam bahasa Belanda disebut “competentie” dalam Hukum Acara Perdata biasanya menyangkut 2 hal yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif.

  1. Kompetensi Absolut
    Kompetensi absolut Pengadilan Agama adalah kekuasaan Pengadilan Agama yang berhubungan dengan jenis perkara yang menjadi kewenangannya.
    Pasal 49 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2019 Tentang Pengadilan Agama serta asas personalitas keislaman menjadi dasar kompetensi absolut Pengadilan Agama dalam menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara :
    1. Perkawinan.
    2. Kewarisan.
    3. Wasiat.
    4. Hibah.
    5. Wakaf.
    6. Zakat.
    7. Infaq.
    8. Shadaqah.
    9. Ekonomi syari’ah.
      Selain dari yang tersebut di atas Pengadilan Agama juga diberi kewenangan:
      1. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasehat Hukum Islam kepada Institusi Pemerintah didaerahnya apabila diminta.
      2. Pun demikian diberi tugas tambahan atau yang didasarkan pada undang-undang seperti pengawasan pada advokad yang beracara dilingkungan Pengadilan Agama, Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf, dan lain-lain.
  2. Kompetensi Relatif
    Kompetensi relatif Pengadilan Agama dalam artian sederhananya adalah kewenangan Pengadilan Agama yang satu tingkat atau satu jenis berdasarkan wilayah. Contoh Pengadilan Agama Kabupaten Magetan dengan Pengadilan Agama Ngawi. Dalam hal ini antara Pengadilan Agama Kabupaten Magetan dan Pengadilan Agama Ngawi adalah satu jenis dalam satu lingkungan dan satu tingkatan yaitu tingkat pertama.
    Kompetensi relatif yang berlaku pada setiap peradilan dilihat pada hukum acara yang digunakan, dalam hal ini Pengadilan Agama dalam hukum acaranya adalah Hukum Acara Perdata. Pasal 54 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menerangkan bahwa dalam Peradilan Agama berlaku Hukum Acara Perdata yang berlaku di Peradilan Umum. Untuk itu dasar kompetensi relatif Pengadilan Agama adalah Pasal 118 Ayat 1 HIR atau Pasal 142 R.Bg jo Pasal 73 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
    Pasal 118 Ayat 1 HIR menyatakan bahwa suatu gugatan itu harus diajukan sesuai dengan daerah hukum tergugat berada. Namun dalam hal ini ada pengecualian sebagaimana dalam Pasal 118 Ayat 2, 3, dan 4 yaitu
    1. Apabila terdapat 2 tergugat maka gugatan boleh diajukan pada salah satu dari dua daerah tergugat berada.
    2. Apabila tergugat tidak diketahui, gugatan diajukan pada daerah penggugat.
    3. Apabila gugatan yang diajukan terkait benda tidak bergerak maka gugatan diajukan di mana letak benda tidak bergerak tersebut berada.
    4. Apabila ada tempat tinggal yang disebut dalam suatu akad maka gugatan diajukan pada tempat yang dipilih dalam akad tersebut.
C. Pihak-Pihak Berperkara di Pengadilan Agama
  1. Penggugat dan Tergugat
    Syarat untuk mengajukan sebuah gugatan adalah adanya kepentingan hukum (sengketa) yang melekat pada penggugat, dalam hal ini maka tidak semua orang dapat mengajukan gugatan, dalam hal ini orang yang tidak mempunyai kepentingan langsung dapat memperoleh kuasa dari orang yang kepentingannya dilanggar untuk mengajukan sebuah gugatan. 

    Penggugat adalah orang yang menuntut hak perdataannya kemuka pengadilan perdata. Tergugat adalah orang yang terhadapnya diajukan gugatan atau tuntutan. Tergugat bisa per-orangan, atau beberapa orang.
    Perkara perdata yang terdiri dari 2 pihak yaitu dengan adanya penggugat dan tergugat yang mana saling berlawanan disebut contentieuse juridictie (peradilan sungguhan), dalam hal ini maka produk hukumnya adalah putusan.

  2. Pemohon dan Termohon
    Pemohon adalah seorang yang memohon kepada pengadilan untuk ditetapkan atau mohon ditegaskan suatu hak bagi dirinya tentang situasi hukum tertentu.
    Contoh perkara permohonan di Pengadilan Agama adalah permohonan dispensasi kawin, permohonan istbath nikah, namun ini tidak berlaku bagi perkara cerai talaq sebagaimana dalam SEMA No.2 tahun 1990 menyebutkan asasnya cerai talaq adalah merupakan sengketa perkawinan yang meliatkan kedua belah pihak, sehingga walaupun pihak yang berkera disebut dengan pemohon dan termohon akan tetapi merupakan perkara contentious dan produk hakim berupa putusan dengan amar dalam bentuk penetapan.

    Termohon dalam arti yang sebenarnya bukanlah sebagai pihak namun perlu halnya dihadirkan didepan sidang untuk didengar keterangan dan untuk kepentingan pemeriksaan.

    Peradilan yang menyelesaikan perkara permohonan disebut voluntaire jurisdictie (peradilan tidak sesungguhnya), produk hukum dari peradilan tersebut adalah penetapan.

D. Proses Beracara di Pengadilan Agama
  1. Proses Pengajuan Perkara
  2. Proses beracara di Pengadilan Agama diatur dengan pelayanan sistem meja dalam penanganan perkara mulai dari pendaftaran sampai perkara putus dan selesai.
    1. Meja 1
      1. Menerima gugatan/permohonan dan salinannya;
      2. Menaksir biaya panjar biaya sesuai dengan radius yang ditetapkan;
      3. Membuat surat kuasa membayar (SKUM).
    2. Kasir
      1. Menerima biaya panjar dan mencatat dalam pembukuan;
      2. Menandatangani SKUM;
      3. Memberi nomor dan tanda lunas pada SKUM;
      4. Memberi keterangan terkait legalisir dokumen dan jadwal pelaksanaan sidang.
    3. Meja 2
      1. Mencatat perkara dalam buku register perkara;
      2. Memberi nomor register pekara pada gugatan/permohonan yang masuk;
      3. Meyerahkan salinan gugatan/permohonan, jadwal sidang, dan rangkap 2 SKUM, serta memasukkannya dalam amplop kepada penggugat/pemohon.
    4. Ketua Pengadilan Agama
      1. Menenetukan penetapan majlis hakim (PMH);
      2. Menetapkan hari sidang (PHS).
    5. Panitera dan Wakil Panitera
      1. Menunjuk penitera sidang;
      2. Meyerahkan berkas perkara kepada majlis.
    6. Majelis Hakim
      1. Menyidangkan perkara yang diajukan penggugat/pemohon;
      2. Memerintahkan kepada juru sita untuk memanggil para pihak;
      3. Berkoordinasi dengan meja 1, kasir, meja 2, dan meja 3 berkenaan dengan administrasi perkara yang disidangkan;
      4. Memutus perkara yang ditangani.
    7. Meja 3
      1. Menerima berkas perkara yang telah di putus oleh majlis hakim;
      2. Menyerahkan salinan putusan kepada para pihak;
      3. Menyerahkan berkas perkara yang telah minutasi kepada Panitera Muda Hukum.
  3. Tahapan Pemeriksaan dalam Perkara Perdata
  4. Proses pemeriksaan perkara perdata di sidang pengadilan dilakukan dengan tahapan-tahapn yang diatur dalam hukum acara perdata, dan hal ini dilakukan setelah hakim tidak dapat mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa
  5. Kemungkinan yang Terjadi pada Sidang Pertama
    1. Para pihak datang
      1. Hakim akan mendamaikan kedua belah pihak;
      2. Hakim akan meneruskan sidang dengan pembacaan gugatan;
      3. Tergugat dibolehkan untuk meminta penundaan sidang.
    2. Para pihak tidak datang
      1. Apabila penggugat tidak hadir maka gugatannya digugurkan;
      2. Apabila tergugat tidak hadir
        1. Satu kali tidak hadir, dipanggil sekali lagi;
        2. Dua kali tidak hadir, diputus verstek.

Sebutkan perkara apa saja yang menjadi kewenangan peradilan agama di Indonesia?

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Magetan

Jalan Raya Magetan Maospati

Km.06 Magetan 63391 Telepon : 0351 895169 Fax : 0351 897378 Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. Facebookpage : @pamagetan

Tautan Web

Tautan Aplikasi

Info Perkara PA

Perkara apa saja yang menjadi kewenangan Peradilan Agama?

Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana ...

Ada 9 perkara yang merupakan kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksanya sebagaimana Berdasarkan UU No 3 tahun 2006 yakni meliputi apa saja?

Wewenang Pengadilan Agama berdasarkan penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah :.
A. Perkawinan. ... .
B. Waris. ... .
C. Wasiat. ... .
D. Hibah. ... .
E. Wakaf. ... .
F. Zakat. ... .
G. Infaq. ... .
H. Shadaqah..

4 Apa saja wewenang Peradilan Agama sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989?

(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah.

Sebutkan kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa memutus dan menyelesaikan perkara di bidang apa saja?

Pengadilan Agama berugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, dibidang : Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, Ekonomi Syariah; memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat hukum Islam kepada instansi ...