Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

gambar ilustrasi

memulai sebuah kegiatan wirausaha. Berbagai kaidah dalam penyusunan perencanaan bisnis penting untuk diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan meminimalisasi kemungkinan kegagala dan menekan resiko. Karena salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan menyebabkan kegagalan wirausaha adalah perencanaan.

Kaidah Prencanaan bisnis memuat berbagai syarat yang harus dimiliki oleh perencanaan bisnis dalam menjamin keberhasilan wirausaha. Sebuah perencanaan bisnis yang baik memenuhi syarat;

  1. Sebagai fungsi alat pemasaran ide dan perencanaan, secara fundamental sebuah perencanaan bisnis merupakan uraian yang bermuara pada harapan adanya dukungan dan sokongan dari investor dan partner potensial, yang juga menjadi sarana perencanaan kegiatan yang baik. Fungsi ini juga menuntut sebuah perencanaan menunjukkan bahwa kegiatan wirausaha menuntut dedikasi dan cita-cita yang tidak terbatas.
  2. Sebagai sebuah satu paket kesatuan, yang memuat narasi mengenai latarbelakang, tujuan wirausaha, berbagai pernyataan finansial yang dijelaskan secara terinci, presentasi mengenai mekanisme kerja wirausaha, berbagai material pendukung yangmemungkinkan wirausaha dapat berjalan dengan baik serta berbagai jawaban penting mengantisipasi pertanyaan pertanyaan potensial tentang kegiatan.
  3. Sebagai sebuah media penjelasan bagi audiens, rencana bisnis adalah sebuah pernyataan yang ditujukan bagi penyandang dana dan para eksekutif. Membuat apa yang penting bagi audens, apa yang mungkin menarik mereka untuk terlibat dan menyokong ide wirausaha serta apa porsi dari rencana yang dipersiapkan untuk audiens
  4. Sebagai sebuah pernyataan tujuan, rencana bisnis harus menyajika secara jelas penjelasa apa yang akan diperoleh dengan melakukan wirausaha, tahapan apa saja yang harus dilampaui untuk mencapai tujuan dan apa yang diperlukan untuk setiap fase,
  5. Fleksibel, yang dinyatakan dengan penyesuaian setiap aspek rencana berdasarkan keguinaannya, sederhana sehingga membuat setiap pernyataan menjadi penting. • Kemampuan menginformasikan, dengan menjelaskan semua detail penting, menyusun struktur yang baik dari perencanaan, menggunakan alat analisa yang baku, menggunakan ilustrasi yang baik dan menunjukka tekad serta keyakinan atas pencapaian tujuan wirausaha

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai penentu baik tidaknya perencanaan bisnis adalah sebagai berikut ;  

1.Hakekat Perencanaan
Perancanaan Bisnis – adalah langkah perencanaan formal dalam memulai sebuah kegiatan usaha baru yang dipusatkan pada keseluruhan usaha dan menjelaskan semua elemen yang terlibat dalam pelaksanaan. Perencanaan bisnis juga harus mengarah pada strategi pemasaran dan arah pengembangan masa depan

2. Detail, sebuah perencanaan bisnis harus disampaikan secara detail dan komprehensif / menyeluruh. Menjelaskan mengapa usaha ini akan dapat mengahsilkan keuntungan.
3. For investor, catat bahwa perencanaan iiniditujukan pada incvestor dan pemodal sebagai kebutuhan utama memulai usaha.
4. Market idea, perencanaan merupakan bentuk lain dari memasarkan ide yang diharapkan aka ndapat memberikan keuntungan
5. Management skills, resources, and strategies, perencanaan bisnisn yang baik memuat dengan baik keterampilan, sumberdaya yang dimiliki dan strategi yang disiapkan dalam mengantisipasi setiap kemungkinan kesalahan / kegagalan dan meningkatkan peluang sukses usaha

Beberapa Kunci penting dalam perencanaan bisnis adalah sebagai berikut ;

  1. Orang – harus memiliki motif dan energi yang tinggi, memiliki skill yang relevan
  2. Peluang – memuat keungguilan kompetitif yang dimiliki usaha yangdapat dipertahankann
  3. Kompetisi – mengidentifikasi kelemahan pesaing, respon kompetisi yang akan terjadi dan bagaimana menciptakanm kolaborasi yang sehat degnan kompetitor, bila mungkin.  Konteks- konteks ekonomi, lingkungan dan perundang-undangan haruslah kondusif
  4. Resiko – yang telah dikenali dan mudah diatasi
  5. Menjual perencanan- penting untuk mengenal klepada siapa rencana ini akan ditujukan karena investor memiliki type baik pasive maupun aktif.
  6. Sumber daya nonfinansial – penting bagi perencanaan memuat secara detail sumberdaya non finansial yang akan menyokong keberhasilan wirausaha, yaitu ; networks,  Tim dalam top management,  Dewan penasehat / advisory boards Rekanan kerja / partners

8.2. Komponen dan Kerangka dalam Perencanaan Bisnis
Perencanaan bisnis yang baik memiliki beberapa komponen penting yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi alat dan pedoman pelaksanaan wirausaha yang baik. Untuk itu beberapa pertanyaan penting tentang wira usaha harus dapat dijawab oleh sebuah perencanaan wirausaha.

Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan komponen utama yang akan membentuk struktur perencanaan wirausaha, yaitu ;

  1. Apa yang akan dilakukan dalam kegiatan wirausaha
  2. Apa peluang yang ingin diraih
  3. Seberapa besar peluang yang dapat diraih
  4. Bagaimana keuntungan akan diperoleh
  5. Bagaimana Situasi kompetisi yang mungkin terjadi
  6. Apa yang menjadi kunci keberhasilan wirausaha dan bagaimana mengantisipasi kemungkinan kegagalan
  7. Apakah rencana dapat dilaksanakan
  8. Bagaimana penggunaan investasi dan pendayagunaan modal
  9. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam wirausaha untuk mencapai tujuan kegiatan

Dari semua komponen diatas, tanpa mengurangi nilai penting komponen yang lain, terdapat satu komponen penting yang menjadi tulang punggun perencanaan wirausaha, yaitu Analisis Peluang. Analisis peluang merupakan sebuah model analitis rasional yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan tentang peluang yang akan diraih, besaran peluang, dan konsekwensi yandibutuhkan untuk mengejar peluang tersebut.

Pada dasarnya karakteristik Perencanaan Bisnis dapat dijelaskan sebagai berikut;

  1. Menunjukkan visi yang jelas
  2. Memahami target dan saran pemasaran
  3. Informasi yang detail mengenai kompetitor dan industri yang akan dimasuki
  4. Menyajikan bukti atas tim wirausaha yang berkompeten
  5. Singkat namuin jelas.
  6. Menandai resiko kritis
  7. Merinci sumberdaya dan penggunaannya
  8. Proyeksi fiansial yang teratur dan rasional
  9. Kesimpulan yang baik untuk menarik pembacanya

Kerangka dasar penyusunan rencana wirausaha umumnya adalah sebagai berikut :

  1. Executive summary / ringkasan Eksekutif, memuat secara ringkas latar belakang, tujuan dan rencana kerja wirausaha
  2. Industry analysis / Analisis Peluang, memuat uraian mengenai keadaan obyektif yang melatar belakangi industri dimana kegiatan wirausaha tersebut akan berkerja. Dalam bagian ini disajikan berbagai data dan analisa obyerktif
  3. Company description / Deskripsi Wirausaha, memuat tentang deskripsi kegiatan yang akan dilakukan oleh wirausaha
  4. Product and services description / Deskripsi Produk dan Jasa, memuat tentang uraian mengenai produk dan jasa yang akan dipasarkan melalaui kegiatan wirausaha
  5. Market description / Deskripsi Pasar, memuat uraian mengenai keadaan permintaan dan penawaran dalam pasar produk barang dan jasa, serta pangsa pasar yang tersedia untuk operasionalisasi wirausaha
  6. Marketing strategy / Strategi Pemasaran, memuat uraian mengenagi bagaimana rencana strategis pemasaran produk barang dan jasa mentikapi keadaan pasarnya.
  7. Operations description / Deskripsi operasi, memuat usaian operasionalisasi sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan
  8. Staffing description / Deskripsi personalia, memuat penempatan personalia dalam kegiatan, yang memungkinan usaha akan dapat berjalan dengan baik berdasarkan spesifikasi profesional dan kompetensi personalia
  9. Financial projection / Proyeksi Finansial, merupakan uraian proyeksi penggunaan sumberdaya keuangan untuk pelaksanaan kegiatan
  10. Capital needs / Kebutuhan Dana, memuat perhitungan rencana finansial yang diramu dengan rencana penerimaan, untuk menunjukkan kebutuhan dana untuk memulai usaha
  11. Milestones / Tahapan, memuat tata kala tahapan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan.

8.3. Analisis Peluang (Opprotunity Analysis)
Analisis peluang, merupakan komponen UTAMA dalam perencanaan bisnis yang memuat deskripsi detail dari produk maupun jasa yang akan menjadi kegiatan utama wirausaha. Penilaian atas peluang dan sudut pandang wirausahawan atas peluang tersebut, merupakan kunci pertama yang harus dipenuhi dalam analisis. Kunci kedua yang diperlukan adalah spesifikasi dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perencanaan dalam upaya meraih peluang. Ketiga, adalah sumber kapital yang diharapkan.

Dengan mengasumsikan bahwa peluang merupakan kebutuhan pasar yang belum tereksploitasi secara optimal, maka analisis peluang secar prinsip harus memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut :

  1. Apa kebutuhan pasar yang dapat dipenuhi, yang berkaitan dengan ide wirausaha ?.
  2. Apa pandangan personal yang telah dialami entrpreneur, yang berkaitan dengan kebutuhan pasar tersebut ?.
  3. Kondisi sosial apa yang melatar belakangi kebutuhan pasar tersebut ?.
  4. Data apa saja yang mendukung pandangan tentang kebutuhan pasar tersebut ?
  5. Paten dan HAKI apa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut ?
  6. Kompetisi apa yang dapat muncul sebagai akibat upaya memnuhi kebutuhan pasar tersebut ?
  7. Bagaimana bentuk dan typologi pasar global atas pemenuhan kebutuhan tersebut ?
  8. Bagaimana persaingan global yang dihadapi atas pemenuhan kebutuhan tersebut?.
  9. Dimana Uang dihasilkan dalam kegiatan ini?
  10. Bagaimana penggunaan investasi dan pendayagunaan modal

8.4. Perencanaan dan Sumber Pembiayaan
Di Amerika Serikat, secara umum sepertiga wirausaha dimulai dengan dana kurang dari 10.000 US$. Sepertiga lagi dengan dana 10.000 – 50.000 US$, sedang sepertiga sisanya sebesar lebih dari 50.000 US$. Untuk itu kebanyakan usaha membutuhkan dukungan dari luar usaha untuyk memperoleh dan memenuhi kebutuhan finansialnya. Perencanaan pembiayaan sangat bergantung pada sumber pembiayaan yang diproyeksikan akan dapat memenuhi kebutuhan memulai kegiatan; Sumber pembiayaan wirausaha sangat beragam, terbagi atas berbagai latar belakang dan model pembiayaan yaitu;

  1. Pembiayaan Pinjaman / Debt Pembiyaan pinjaman merupakan bentuk pembiayaan yang mensyaratkan pengembalian pada periode tertentu. Bank memberikan 25% kontribusi dalam pembiayaan wirausaha melalui type pinjaman ini.
  2. Pembiayaan Bagi Hasil / Equity Merupakan bentuk pembiayaan dimana pemilik modal memberikan jumlah tertentu dana untuk pelaksanaan kegiatan wirausaha. Jumlah dana yang di serahkan pada usaha akan di bayarkan alam bentuk kepemilikan usaha / ownership, selanjutnya pemodal akan memperoleh bagian dari keuntungan usaha berdasarkan proporsi kepemilikan. Alternatif pembiayaan bagi hasil antara lain :
  3. Modal Ventura
  4. Penawaran saham publik / rekanan kerja
  5. Investor

Pembiayaan Wirausaha dengan Sumber Pembiayaan Modal Ventura
Modal ventura merupakan bentuk pembiyaan yang tidak terlalu populer di Indonesia. Namun bila mempertimbangkan betuk beberapa model pembiayaan yang umum ada serta kemungkinan untuk memperoleh dana dari sumber pembiyaan yang lazim, modal ventura memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Kendala dari pengembangan modal ventura adalah perturan perundangan yang belum mengatur, kesiapan usaha kecil untuk mempertanggungjawabkan model modal ventura, lembaga permodalan ventura yang belum banyak.

Peluang berbagai sumber dana baik berupa perusahaan besar yang berkeinginan menginvestasikan dananya dalam sektor produktif merupakan potensi yang memungkinkan pengembangan modal ventura di masa datang. Langkah penting bagi wirausaha untuk memperoleh dana dari sumber pembiyaan modal ventura harus dilakukan sebagai berikut ;

  1. Menentukan besaran dana yang dibutuhkan, yang berhubungan dengan apa yang akan dan ingin dilakukan wirausaha untuk menunjang pertumbuhan usaha, serta peluang profit yang ditawarkan bagi sumber pembiayaan.
  2. Menetukan apa yang dapat dilakukan pada keadaan sekarang, berkaitan dengan evaluasi obyektif atas wirausaha yang menunjukkan kesenjangan finansial yang harus dipenuhi untuk dapat menjangkau keadaan sebagimana diuraikan pada poin sebelumnya.
  3. Menjabarkan indikator pertumbuhan yang dapat di harapkan dengan pemenuhan kebutuhan sebagai selisih antara yang ingin ilakukan dan yang dapat dilakukan.

Ketiga langkah diatas akan membentuk kebutuhan finansial yang menjadi dasar bagi wirausaha untuk mulai mengajukan penawaran investasi bagi modal ventura. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan; Kebutuhan merupakan sebuah hal yang mudah untuk di uraikan, diestimasi dari kebutuhan berbagai sumber daya faktor produksi dan volume serta nilai faktor produksi.

Tetapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam kebutuhan yaitu ; Biasanya diperlukan dana yang lebih besar dari dugaan kebutuhan, berkaitan dengan berbagai hal biaya tidak terduga dan keterlambatan penerimaan. Untuk itu perlu dipertimbangkan adanya ”financial reserve” sebagai bentuk jaminan yang askan dapat menutupi hal yang tidak terduga.

Adalah sebuah tindakan yang tidak bijak bila dalam pembiayaan pengusaha berusaha memperoleh dana sebesar yang bisa diperoleh, atau memperoleh dana sebesar besarnya keinginan dan kebutuhan yang diperhitungkan, karena sumber pembiayaan selalu menginginkan pengembalian dana dalam tempo yang lebih singkat. Jadi baik kiranya memperhitungkan berbagai preferensi kapital dalam usaha sebelum menentukan besaran dana yang akan diambil atau dimanfaatkan dari modal ventura.

Preferensi ini mencakup;

  1. Modal sendiri, termasuk berbagai subsidi yang diperoleh,
  2. Pinjaman langsung yang berjalan,
  3. Pinjaman lunak dan
  4. Kecukupan modal dalam kegiatan usaha.

Memandang uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa kecukupan sumber modal merupakan salah satu kunci keberhasilan penting. Walaupun uang bukan merupakan faktor terpenting, tetapi ” It is easier to make money if you have money” namun tidaklah bijak memperoleh pinjaman melebihi kemampuan mengelola jumlah keuangan tersebut. Beberapa referensi menyatakan untuk wirausaha, faktor kecukupan yang paling ideal adalah bahwa jumlah pinjaman adalah sebesar 20-30% dari total modal sendiri. Dengan besaran demikian 70-80% modal sendiri dan 20-30% pinjaman akan menyusun struktur kapital baru wirausaha. Jumlah dan patokan diatas bukan merupakan patokan baku, beberapa kasus di negara eropa terutama Finlandia banyak usaha kecil mempertahanakan komposisi modal sendiri tetap dibawah 60% dari total modal. Hal ini menunjukkan bahwa besaran ideal dan komposisi ideal struktur kapital wirausaha tergantung pada berbagai faktor. Pertumbuhan ekonomi (GDP) merupakan faktor salah satu faktor yang menentukan komposisi struktur kapital. Pertumbuhan ekonomi sangat menentukan potensi pertumbuhan wirausaha, terbatasnya pertumbuhan ekonomi akan membatasi pula pertumbuyhan wirausaha. Potensi pertumbuhan wirausaha yang terbatas akan diikuti konsekwensi struktur pinjaman yang memiliki komposisi makin kecil. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang besar akan memberikan keleluasan meningkatkan komposisi pinjaman dalam struktur kapital wirausaha. Sayangnya karena belum jelasnya informasi, popularitas sistem modal ventura dalam pelaksanaan wirausaha banyak negara cenderung lemah. Padahal sistem ini memiliki peluang yang baik dengan tingkat fairness yang tinggi dibandingkan babarapa sistem permodalan lain.

Bank masih merupakan sumber pembiayaan utama, walaupun dalam struktur pinjaman kebanyakan wirausaha dimulai dengan memanfaatkan pinjaman komersial. Konsumsi dan bukan pinjaman usaha. Sehingga cenderung lebih kaku dalam penyediaan. Sedikit bank memberikan pembiayaan berdasarkan asset produksi wirausaha dan studi kelayakan finansial usaha. Kebanyakan mendasarkan pembiayaannya pada agunan non produktif yang dimiliki pengusaha. Hal ini menyebabkan pertanggungjawaban pribadi pengusaha lebih besar menjadi dasar pembiyaan. Berbeda dengan sumber perbankan, Modal Ventura mengemukakan penilaian yang berbeda atas wirausaha. Lembaga Modal Ventura akan memandang aspek kecukupan modal, dan struktur modal yang ditanamakan. Hal ini menempatkan posisi lembaga modal ventura sekaligus menjadi salah satu pemilik usaha. Biasanya modal ventura mengharapkan pengembalian investasinya 35-40% per tahun.

Lembaga Modal Ventura kebanyakan tidak menyediakan pembiayaan unutk memulai usaha, dan cenderung memilih usaha yang memiliki pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, lembaga modal ventura mengharapkan keuntungan tambahan dengan pengalihan kepemilikan berdasarkan investasi pada lembaga lain. Hal ini dilakukan dengan mekanisme seperti penjualan saham pada perusahaan terbuka. Sebuah contoh wirausaha yang tumbuh dengan pesat di Amerika Serikat, SEXTON & SEALE (1997), merupakan usaha yang bergerak pada bidang pembiayaan. Memberikan pinjaman bergulir dengan jangka waktu 2,5 tahun untuk setiap periode. 51% dari perusahaan yang telah dibiayai dalam waktu 2,5 tahun berubah struktur kapitalnya, dimana SEXTON & SEALE kebanyakan menguasai 50-75% struktur kapital. Hal ini membuat SEXTON & SEALE dapat dikatakan turut memiliki 51% dari wirausaha yang dibiayainya. Dengan performa tersebut SEXTON & SEALE, memperoleh tingkat pengembalian investasi hingga 80% per tahun bagi usaha lama dan hingga 30% untuk usaha baru. Pegawai SEXTON & SEALE sendiri turut memiliki 42% dari asset perusahaan.

Berbeda dengan pembiayaan bank dan modal ventura, pembiayaan perusahaan keluarga sangat berbeda. 90% wirausaha dimulai dengan kepemilikan keluarga. Dan seluruhnya menguasai sekurang-kurangnya 50% dari struktur modal. Biasanya dalam 2 periode pengembalian modal, struktur ini berubah dimana pinjaman bank akan menguasai hingga 52% struktur / kapital, sebaliknya modal keluarga cenderung menyusut hingga 23%.

Bagaimanapun uraian diatas, penting kiranya memperlajari modal ventura, berkaitan dengan potensinya sebagai salah satu sumber pembiayaan. Siapakah lembaga pembiayaan modal ventura yang dikenal ?. Indonesia belum banyak mengenal lembaga semacam ini. Tetapi keadaan dan struktur ekonomi saat ini memungkinkan munculnya perseorangan maupun perusahaan yang berpotensi memeberikan modal ventura.

Beberapa type perusahaan Modal Ventura :

  1. Business Angels, disebut demikian karena sering memainkan peran sebagai penolong saat wirausaha membutuhakan modal. Biasanya merupakan orang-orang yang sebelumnya melakukan wirausaha pula, kadangkala pula merupakan pemain yang lebih lama berkecimpung dalam pasar industri tertentu dan telah lama memperhatikan perkembangan usaha yang akan dibiayai.
  2. Venture capital firms / funds, merupakan usaha yang memang mengkhususkan diri pada pembiayaan, memiliki anggota dalam jumlah tertentu yang dibiayai serta mempunyai segmen khusus dalam pembiayan berdasarkan tahapan perkembangan wirausaha. Misal, segmen memulai usaha, mengembangkan usaha, go publik dan lain lain. Biasa dikelompokkan pula dalam skala usaha pembiayaan kecil, sedang dan besar.

Lembaga Modal Ventura akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan membiayai sebuah usaha, yaitu ;

  1. Pertumbuhan Potensial Usaha Kadang, lembaga modal ventura lebih memfokuskan pada seberapa cepat pertumbuhan usaha dan seberapa cepat usaha dapat tumbuh. Hal ini berkaitan dengan bagaimana manajemen dapat menjamin performa pertumbuhan usaha.
  2. Tim Kerja Wirausaha, Penilaian mengenai komitmen setiap orang yang mengelola usaha dan Seberapa kemampuan / Skill personal yang dimiliki untuk menjamin pengelolaan usaha yang lebih baik
  3. Produk dan Potensi Penjualan Produk Penilaian mengenai jenis produk / jasa yang dihasilkan wirausaha dan siapa yang mengkonsumsi produk / jasa, alasan konsumen mengkonsumsi produk dan jasa tersebut, bagaimana penjualan akan meningkatkan keuntungan usaha, dan bagaimana wirausaha mendistribusikan produk tersebut pada konsumen.
  4. Segmen Pasar
  5. Situasi Finansial Wirausaha, dan
  6. Faktor lain seperti Periode Pinjaman Selanjutnya Lembaga Modal Ventura akan menilai sebuah usaha berdasarkan beberapa indikator, yaitu ; PROFIT / Keuntungan Usaha, namun secara prinsip lembaga modal ventura memiliki formula tersendiri untuk menentukan besarnya minat lembaga untuk membiayai satu usaha. Formula ini serin disebut sebagai “Venture capitalists formula” (VCF). Merupakan sebuah pendugaan yang penting yang berlaku baik bagi usaha terbuka maupun usaha yang belum go public. Sangat kompleks dan bergantung pada berbagai faktor / isu. Faktor terpenting adalah skala usaha dan total penjualan, namun juga tidak melupakan standar NPV.

BAB IX. STUDI KELAYAKAN USAHA

9.1.    Pentingnya Studi Kelayakan Usaha
Berniat membuka usaha sendiri, tapi bingung harus mulai darimana? Memang tak mudah untuk memulai usaha, tapi jika Anda bisa menjawab pertanyaan berikut, berarti Anda siap memulainya (“12 Langkah Memulai Usaha“):

  1. Apakah bidang usaha yang akan digeluti itu cukup potensial? Bagaimana prospeknya?
  2. Seberapa ketat persaingannya? Siapa kira-kira yang akan menjadi pesaing usaha tersebut? Bagaimana cara menghadapinya?
  3. Apa target usaha tersebut? Bagaimana mencapainya?
  4. Dari segi hukum, apa yang perlu disiapkan? Apa saja penghalangnya?
  5. Apa nama usaha (perusahaan) itu?
  6. Berapa dana yang dibutuhkan? Bagaimana memenuhinya?
  7. Dimana usaha tersebut akan dijalankan? Apakah sudah mempersiapkan kantornya?
  8. Sarana atau peralatan apa yang dibutuhkan? Bagaimana mendapatkannya?
  9. Apa tersedia asuransi yang memadai?
  10. Apakah Anda sudah memiliki supplier atau pemasok bahan baku?
  11. Sistem manajemen seperti apa yang akan diterapkan? Siapa yang akan menjalankan operasional usaha sehari-hari? Berapa karyawaan yang dibutuhkan?
  12. Bagaimana sistem pemasaran dan distribusi produk atau jasa yang akan dihasilkan? Bagaimana agar masyarakat mengenal produk atau jasa yang akan dipasarkan?

Bila tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu, maka sebaiknya Anda mengkaji ulang niat membuka usaha sendiri, sampai benar-benar siap. (*) Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka seorang wirausaha dapat melakukan suatu Studi Kelayakan Usaha.

9.2.  Pengertian Studi Kelayakan Usaha
Usaha yang akan dijalankan diharapkan dapat memberikan penghasilan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan usaha harus memenuhi beberapa kriteria kelayakan usaha. Artinya, jika diihat dari segi bisnis, suatu usaha sebelum dijalankan harus dinilai pantas atau tidak untuk dijalankan. Pantas artinya layak atau akan memberikan keuntungan dan manfaat yang maksimal.

Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai keinginan, apapun tujuan perusahaan (baik profit, sosial, maupun gabungan dari keduanya), apabila ingin melakukan investasi, terlebih dahulu hendaknya dilakukan sebuah studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan (dalam arti sesuai dengan tujuan perusahaan) atau dengan kata lain, jika usaha tersebut dijalankan, akan memberikan manfaat atau tidak.

Untuk itu suatu usaha perlu melakukan suatu studi kelayakan usaha, yaitu suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan, usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak suatu usaha tersebut dijalankan.

Dari pengertian tersebut, maka studi kelayakan usaha merupakan kegiatan untuk mempelajarisecara mendalam, artinya meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, yang kemudian mengukur, menghitung dan menganalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dan penelitian yang dilakukan terhadap usaha yang akan dijalankan menggunakan ukuran tertentu, sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

Istilah kelayakan mengandung arti, bahwa penelitian yang dilakukan secara mendalam dengan tujuan untuk menentukan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, kelayakan dapat berarti bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Lebih lanjut, istilah layak juga berarti bahwa suatu usaha juga dapat memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankan, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas. Dengan demikian dalam suatu studi kelayakan usaha akan menyangkut tiga aspek, yaitu:

  1. Manfaat ekonomis usaha tersebut bagi usaha itu sendiri (sering disebut sebagai manfaat finansial). Yang berarti apakah usaha tersebut dipandang cukup  menguntungkan apabila dibandingkan dengan risiko usaha tersebut.
  2. Manfaat ekonomis usaha tersebut bagi Negara tempat usaha itu dilaksanakan (sering disebut sebagai manfaat ekonomi nasional). Yang menunjukkan manfaat usaha  tersebut bagi ekonomi makro suatu negara.
  3. Manfaat sosial usaha tersebut bagi masyarakat di sekitar lokasi usaha.

9.3. Tujuan Studi Kelayakan Usaha
Ada lima tujuan, pentingnya melakukan studi kelayakan usaha, yaitu:

1. Menghindari risiko kerugian
Studi kelayakan bertujuan untuk menghindari risiko kerugian keuangan di masa datang yang penuh ketidakpastian. Kondisi ini ada yang dapat diramalkan akan terjadi atau terjadi tanpa dapat diramalkan. Dalam hal ini fungsi studi kelayakan adalah untuk meminimalkan risiko yang tidak diinginkan, baik risiko yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan.

2. Memudahkan perencanaan
Ramalan tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, dapat mempermudah dalam melakukan perencanaan. Perencanaan tersebut, meliputi:

  • Berapa jumlah dana yang diperlukan
  • Kapan usaha akan dijalankan
  • Di mana lokasi usaha akan dibangun
  • Siapa yang akan melaksanakan
  • Bagaimana cara melaksanakannya
  • Berapa besar keuntungan yang akan diperoleh
  • Bagaimana cara mengawasinya jika terjadi penyimpangan
  • Dengan adanya perencanaan yang baik, maka suatu usaha akan mempunyai jadwal pelaksanaan usaha, mulai dari usaha dijalankan sampai pada waktu tertentu.

3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan Berbagai rencana yang sudah disusun akan memudahkan dalam pelaksanaan usaha.

Rencana yang sudah disusun akan dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap usaha, sehingga suatu pekerjaan dapat dilakukan secara sistematis dan dapat tepat sasaran serta sesuai rencana.

4. Memudahkan pengawasan
Pelaksanaan usaha yang sesuai rencana akan memudahkan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya uasaha. Pengawasan ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan dari rencana yang telah disusun. Di samping itu, pelaksanaan usaha dapat dilakukan secara sungguh-sungguh, karena ada yang mengawasi.

5. Memudahkan pengendalian
Adanya pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat terdeteksi terjadinya suatu penyimpangan, sehingga dapat dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut

Tujuan dari pengendalian ini adalah untuk mengendalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng, sehingga tujuan perusahaan akan tercapai. Pihak-pihak yang berkepentingan Perusahaan yang melakukan studi kelayakan usaha akan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

a. Investor
Jika hasil studi kelayakan yang telah dibuat ternyata layak untuk direalisasikan, pendanaan dapat mulai dicari dengan mencari investor atau pemilik modal yang mau menanamkan modalnya. Bagi investor, hasil studi kelayakan memiliki arti tersendiri, karena investor akan mempelajari laporan tersebut untuk memastikan keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang akan ditanamkannya.

b. Lembaga keuangan
Jika modal perusahaan berasal dari dana pinjaman bank atau lembaga keuangan lainnya, maka lembaga-lembaga tersebut akan berkepentingan terhadap hasil studi kelayakan. Bank dan lembaga keuangan lainnya tidak mau memberi kredit atau pinjaman, bila suatu usaha tersebut di kemudian hari mempunyai masalah (kredit macet). Oleh karena itu, untuk usaha-usaha tertentu pihak perbankan akan melakukan studi kelayakan terlebih dahulu secara mendalam sebelum pinjaman dikucurkan kepada pihak peminjam.

c. Pemerintah
Bagi pemerintah pentingnya studi kelayakan adalah untuk meyakinkan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat, baik bagi perekonomian secara umum maupun gaji masyarakat luas, seperti penyediaan lapangan pekerjaan. Pemerintah juga berharap usaha yang akan dijalankan tidak merusak lingkungan sekitarnya, baik terhadap manusia dan lingkungan hidup lainnya

d. Masyarakat luas
Bagi masyarakat luas, adanya bisnis akan memberikan manfaat seperti tersedia lapangan kerja, baik bagi pekerja di sekitar likasi proyek maupun bagi masyarakat lainnya. Manfaat lain adalah terbukanya wailayah tersebut dari ketertutupan. Dengan adanya usaha akan memancing munculnya sarana dan prasarana bagi masyarakat.

9.4. Proses dan Tahap Studi Kelayakan Usaha
Langkah-langkahnya:

1. Tahap Penemuan Ide atau Perumusan Gagasan
Dalam tahap ini wirausaha memiliki ide untuk merintis usaha barunya. Ide tersebut kemudian dirumuskan dan diidentifikasi dalam bentuk pemikiran dan kemungkinan-kemungkinan bisnis apa saja yang paling memberikan pluang untuk dilakukan dan menguntungkan dalam jangka waktu yang panjang.

2. Tahap Memformulasikan Tujuan
Dalam tahap ini dalah tahap perumusan visi dan misi

3. Tahap Analisis
Tahap ini merupakan tahap penelitian, yaitu proses sistematis yang dilakukan untuk membuat suatu keputusan apakah bisnis tersebut layak dilaksanakan atau tidak. Adapun aspek-aspek yang diamati dan dicermati adalah: Aspek hokum, Aspek Pasar dan Pemasaran, Aspek Keuangan, Aspek Ekonomi Sosial serta Aspek Lingkungan

4. Tahap Keputusan
Merupakan tahap akhir yang merupakan pembuatan keputusan untuk melaksanakan atau tidak suatu bisnis.

9.5. Aspek-aspek dalam Penilaian Tahap-tahap dalam pembuatan dan penilaian studi kelayakan hendaknya dilakukan secara benar dan lengkap. Setiap tahapan memiliki berbagai aspek yang harus diteliti, diukur dan dinilai sesuai dengan ketentuan.

Secara umum prioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan dalam studi kelayakan adalah:

1. Aspek hukum Dalam aspek ini yang akan dibahas adalah masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai ijin-ijin yang dimiliki. Kelengkapan dokumen sangat penting karena hal ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang, apabila di kemudian hari timbul masalah. Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut.

Dokumen yang diperlukan meliputi:

  • Akte Pendirian Perusahaan dari Notaris
  • Bentuk badan usaha, serta keabsahannya dan bentuk badan usaha tertentu, seperti PT dan Yayasan harus disahkan oleh Departemen Kehakiman
  • Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Di samping dokumen di atas, perusahaan juga perlu memiliki ijin-ijin tertentu, yaitu

  • Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), diperoleh melalui Departemen Perdagangan
  • Surat Ijin Usaha Industri (SIUI), diperoleh melalui Departemen Perindustrian
  • Ijin domisili, diperoleh melalui kelurahan setempat
  • Ijin mendirikan bangunan (IMB), diperoleh melalui pemerintah daerah setempat
  • Ijin gangguan, diperoleh melalui kelurahan setempat

Selain itu juga dibutuhkan beberapa dokumen penting lainnya, antara lain:
a. Bukti diri (KTP/SIM) b. Sertifikat tanah c. BPKB

2. Aspek Pasar dan Pemasaran
Setiap usaha yang akan dijalankan harus memiliki pasar yang jelas. Dalam aspek pasar dan pemasaran, hal-hal yang perlu dijabarkan adalah;

  • Ada-tidaknya pasar (konsumen)
  • Seberapa besar pasar yang ada
  • Peta kondisi pesaing, terutama untuk produk yang sejenis
  • Perilaku konsumen
  • Strategi yang dijalankan untuk memenangkan persaingan & merebut pasar yang ada.

Untuk mengetahui ada-tidaknya pasar dan seberapa besarnya pasar, serta perilaku konsumen, maka perlu dilakukan riset pasar, dengan cara:

  • Melakukan survey dengan terjun langsung ke pasar untuk melihat kondisi pasar yang ada. Dalam hal ini untuk mengetahui jumlah pembeli dan pesaing.
  • Melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang dianggap memegang peranan. Dalam hal ini melakukan wawancara kepada pesaing secara diamdiam.
  • Menyebarkan kuesioner ke berbagai calon konsumen untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen saat ini. Dalam hal ini untuk mengetahui jumlah konsumen, daya beli dan selera.
  • Menawarkan produk dengan pemasangan iklan, seolah-olah produknya sudah ada. Dalam hal ini untuk melihat respon konsumen, waluapun produknya harus pesan terlebih dahulu.

Perlu diketahui bahwa, di dalam pasar, sebesanrnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok pasar, yaitu:

  • Pasar nyata: sekumpulan konsumen yang mempunyai minat, pendapatan dan akses pada suatu produk tertentu
  • Pasar potensial: sekumpulan konsumen yang memiliki minat terhadap suatu produk, tetapi belum didukung oleh akses dan pendapatan. Namun suatu saat, apabila telah memiliki pendapatan dan akses, mereka akan membeli.

Setelah diketahui pasar dan potensinya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun strategi pemasaran, yang meliputi:

  1. Strategi produk
  2. Strategi harga
  3. Strategi lokasi dan distribusi
  4. Strategi promosi

3. Aspek Keuangan
Dalam aspek keuangan, hal-hal yang perlu digambarkan adalah jumlah investasi, biaya-biaya dan pendapatan yang akan diperoleh. Besarnya investasi berarti jumlah dana yang dibutuhkan, baik untuk modal investasi pembelian aktiva tetap maupun modal kerja, selain itu juga biaya-biaya yang diperlukan selama umur investasi dan pendapatan.

Untuk dapat melakukan penilaian investasi, maka sebuah perusahaan harus memubuat laporan keuangan. Adapun fungsi laporan keuangan, secara umum adalah:

  1. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva
  2. Memberikan informasi tentang jumlah kewajiban, jenis-jenis kewajiban dan jumlah modal
  3. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapat yang diperoleh dan sumber-sumber pendapatan
  4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya yang dikeluarkan berikt jenis-jenis biaya dalam periode tertentu
  5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi di dalam aktiva , kewajiban dan modal di dalam suatu perusahaan
  6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil-hasil laporan keuangan yang disajikan.

2. Aspek Teknik/Operasi
Dalam aspek teknis atau operasi, hal-hal yang perlu digambarkan adalah:

1) Lokasi usaha
Lokasi merupakan tempat melayani konsumen. Dengan demikian, maka perlu dicari lokasi yang tepat sebagai tempat usaha, karena akan memberikan keuntungan sebagai berikut:

  1. Pelayanan yang diberikan kepada konsumen dapat lebih memuaskan
  2. Kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja yang diinginkan, baik jumlah dan kualitasnya
  3. Kemudahan dalam memperoleh bahan baku atau bahan penolong dalam jumlah yang diinginkan secara terus-menerus
  4. Kemudahan untuk memperluas lokasi usaha karena biasanya sudah diperhitungkan untuk usaha perluasan lokasi sewaktu-waktu
  5. Memiliki nilai atau harga ekonomi yang lebih tinggi di masa yang akan datang
  6. Meminimalkan terjadinya konflik, terutama dengan masyarakat dan pemerintah setempat

2) Penentuan layout/tata letak
Penentuan layout perlu dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan faktor keamanan, kenyamanan, keindahan, efisiensi, biaya, fleksibilitas. Dengan pertimbangan di atas, maka akan diperoleh keuntungan sebagai berikut:

  1. Ruang gerak untuk beraktivitas dan pemeliharaan memadai. Artinya suatu ruangan didesain sedemikian rupa, sehingga tidak terkesan sumpek. Kemudian layout juga harus memudahkan untuk melakukan pemeliharaan ruangan atau gedung.
  2. Pemakaian ruangan menjadi efisien. Artinya pemakaian ruangan harus dilakukan secara optimal, jangan sampai ada ruangan yang menganggur atau tidak terpakai karena hal ini akan menimbulkan biaya bagi perusahaan.
  3. Aliran material menjadi lancar. Artinya jika layout dibuat secara benar, maka produksi menjadi tepat waktu dan tepat sasaran.
  4. Layout yang tepat memberikan keindahan, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja yang lebih baik, sehingga memberikan motivasi yang tinggi kepada karyawan. Di samping itu, pelanggan pun betah untuk bertransaksi atau berurusan dengan perusahaan.
  5. Teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan harus sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini dan yang akan datang, serta harus disesuaikan dengan luas produksi, supaya tidak terjadi kelebihan kapasitas.
  6. Volume produksi. Volume produksi harus relevan dengan potensi pasar dan prediksi permintaan, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan kapasitas. Volume operasi yang berlebihan akan menimbulkan masalah dalam penyimpanan, sedangkan volume produksi yang kurang akan menyebabkan hilangnya pelanggan.
  7. Bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku dan bahan penolong serta sumber daya yang diperlukan harus cukup tersedia. Persediaan tersebut harus sesuai dengan volume produksi.
  8. Tenaga kerja.  Meliputi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan kualifikasi yang sesuai dengan pekerjaan yang ada agar penyelesaian pekerjaan bisa lebih cepat, tepat dan hemat.

5. Aspek Ekonomi Sosial
Gambaran dalam aspek ekonomi adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika proyek tersebut dijalankan. Pengaruh tersebut terutama terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Dampak ekonomi meliputi:

  • Jumlah tenaga kerja yang tertampung, baik yang bekerja di pabrik maupun masyarakat yang di luar pabrik
  • Peningkatan pendapatan masyarakat

Demikian pula, perusahaan perlu mencamtumkan dampak sosial yang ada dalam hasil penelitian. Dampak sosial yang muncul akibat adanya usaha berupa tersedianya sarana dan prasarana, antara lain:

  • Pembangunan jalan
  • Penerangan
  • Sarana telepon
  • Sarana air minum

6. Aspek Dampak Lingkungan
Aspek dampak lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap proyek yang dijalankan akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap lingkungan di sekitarnya, antara lain:

  1. Dampak terhadap air
  2. Dampak terhadap tanah
  3. Dampak terhadap udara
  4. Dampak terhadap kesehatan manusia
  5. Pada akhirnya pendirian usaha akan berdampak terhadap kehidupan fisik, flora dan fauna yang ada di sekitar usaha secara keseluruhan

9.6. Kriteria Investasi
a.  Keuntungan & Kelemahan Kriteria Npv Dalam Pengurutan Peluang Investasi
Asumsi  pokok yang mendasari penggunaan kriteria NPV adalah bahwa ada kemungkinan untuk menanamkan sejumlah modal dengan selisih investasi (antara dua buah proyek) yang dapat memberikan NPV positif. Dengan kata lain, proyek marjinal calon penampung dana yang terjadi karena tidak dilaksanakannnya salah satu proyek memberikan rate of return yang sama dengan discount rate social atau opportunity costmodal yang dipergunakan dalam menghitung NPV.

Namun jika jumlah investasi yang dimiliki terbatas, maka keterbatasan itu akan mengubah sasaran utama perencana/penilai proyek untuk mencari proyek yang penggunaannya paling menguntungkan daripada mencari proyek yang memberikan NPV paling tinggi.

Meskipun berpegang pada discount rate sosial dan adanya proyek marjinal yang mengembalikan tingkat rendemen, selalu ada kemungkinan adanya proyek baru dengan rate of return yang lebih tinggi. Pelaksanaannya tergantung pada penghematan sumber-sumber sehubungan dengan alokasi dana kepada proyek lain, yang rentabilitasnya belum diketahui secara pasti saat alokasi itu dibuat.

Jadi, disamping NPV yang peka terhadap skala proyek, kita biasanya terus mencari ukuran tentang efisiensinya, yaitu semacam indeks yang mengaitkan keuntungan proyek dengan biaya investasi. Keempat kriteria investasi lainnya (IRR, Net B/C, Gross B/C danPV’/’K) dikembangkan dalam rangka pencarian tersebut.

Selain itu perlu diperhitungkan kemungkinan adanya kaitanantara skala masing masing alternative investasi dengan discount rate yang sebaiknya digunakan dalam menghitung NPV. Dalam membandingkan suatu alternatif yang merupakan mutually exclusive alternative, diasumsikan hanya satu discount rate yang digunakan untuk menghitung NPV. Di lain pihak, jelas bahwa pengalokasian sejumlah dana untuk salah satu alternatif (dengan biaya yang lebih tinggi) akan meniadakan serangkaian proyek pada batas pelaksanaan yang lebih banyak daripada proyek yang dikorbankan bila proyek tersebut memilih alternatif biaya yang lebih sedikit. Dengan kata lain, identitas proyek marjinal dapat berubah pula. Khususnya discount rate relevan dapat lebih tinggi dalam hal alternative yang lebih tinggi.

Jelasnya, bahwa penggunaan discount rate yang semakin tinggi menurut skala proyek akan lebih memajukan alternatif yang relatif murah. Prosedur ini merupakan pendekatan dalam rangka mencari indeks efisiensi penggunaan modal sambil tetap berpegang pada NPV sebagai kriteria investasi. Selain itu, diubahnya discount rate sesuai dengan besarnya biaya netto masing-masing alternative kurang praktis dalam usaha evaluasi proyek,apalagi jika adanya unsure ketidakpastian sehubaungan dengan perkiraan tingkat rendemen semua proyek,termasu proyek marjinal.

b. Perbandingan Net B/C dengan NPV sebagai kriteria investasi
Kriteria investasi Net B/C merupakan indeks efisiensi yang perhitungannya mempergunakan data yang sama seperti NPV. Jika a melambangkan present value jumlah sisa (Bt- Ct) yang positif, dan b adalah present value jumlah sisa yang negatif, maka NPV yang merupakan a – b dan Net B/C adalah a/b. Perhitungan present value sehubungan dengan kriteria tersebut menggunakan dicount rate yang sama, sedangkan indeks efisiensi dalam penggunaan modal, Net B/C tidak terpengaruh oleh skala proyek, misalnya proyek yang biaya serta benefitnya dua kali lebih besar daripada proyek lain, menghasilkan NPV dua kali lebih besar juga, sedangkan nilai Net B/C tidak berubah ( jika a – b = c, maka 2a – 2b = 2c, sedangkan a/b = d, maka 2a/2b = a/b yang artinya tetap sama dengan d ).

Kemungkinan terjadinya pertentangan antara kedua kriteria dalam rangka mengurutkan alternatif dalam investasi dapat dijelaskan dengan perbandingan ketiga bentuk proyek Y yang disajikan dalam tabel di bawah ini

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Bila dilihat dari cara atau alternatif yang paling menguntungkan pada kondisi rendemen di atas discount rate sosial dalam penggunaan-penggunaan di luar proyek Y, maka alternatif yang harus dipilih supaya menguntungkan ialah ketiga bentuk tersebut didasarkan pada kriteria Net B/C yaitu bentuk c. Sedangkan bila dianggap discount rate sosial betul-betul mencerminkan tingkat rendemen yang dapat diperoleh dengan penggunaan alternatif penghematan sumber dari proyek Y, maka yang harus dipilih alternatif dengan nilai NPV tertinggi tanpa peduli skala biaya yaitu bentuk b.

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Persamaan tersebut dipecah sehingga menghasilkan IRR= nilai i yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Jadi bisa dikatakan bahwa IRR merupakan suatu dicount rate khusus yaitu discount rate yang membuat NPV sama dengan nol, dalam konteks tersebut tidak ada hubungannya dengan discount rate yang dihitung berdasarkan data di luar proyek sebagai social oppurtunity cost faktor produksi modal yang berlaku dalam masyarakat. Mengingat perhitungan IRR tidak tergantung pada discount rate sosial, maka kriteria IRR dapat dipergunakan sebagai indeks pengurutan dua atau lebih proyek. Di lain sisi, jika IRR digunakan untuk pengambilan keputusan go / no-go, maka nilainya perlu dibandingkan dengan tingkat discount rate sosialnya, dalam hal ini penghitungan IRR tidak menambah keterangan yang disediakan dari penghitungan NPV.

Namun demikian, bila mengacu kembali kepada pembahasan tentang kriteria NPV dan Net B/C, apabila kita menentukan efisiensi dalam penggunaan modal, maka kriteria IRR yang paling luas penerapannya. Misalnya, IRR merupakan kriteria utama yang dipergunakan oleh bank dunia dalam mengevaluasi permintaan pinjaman. Jelas bahwa adanya suatu indeks yang dapat dibandingkan dengan angka-angka seperti tingkat suku bunga, reabilitas investasi swasta serta oppurtunity cost faktor produksi modal sangat menarik dari sudut pandang lembaga kredit.

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Ternyata proyek A mempunyai IRR sebesar 50%, sedangkan proyek B hanya mempunyai IRR sebesar 30,38%. Pada tingkat discount rate 13,33%, NPV kedua proyek betul-betul sama (324 juta). Pada semua discount rate yang terletak di bawah tingkat itu, NPV proyek B lebih tinggi daripada NPV proyek A, dan sebaliknya

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Dari gambar dapat dilihat bahwa cross over discount rate terjadi apabila salah satu dari kedua proyek mempunyai :

  1. Benefit netto nominal – yaitu NPV pada discount rate sebesar nol – yang lebih besar, yang berarti bahwa titik potong pada sumbu vertikalnya lebih tinggi (misal, nilai 700 relatif terhadap nilai 500 dalam gambar)
  2. Internal Rate of Return (IRR) – yaitu tingkat discount rate yang menjadikan NPV = 0 yang lebih rendah (misalnya, nilai 30,38% dibandingkan dengan 50% dalam gambar)

Tidak sulit dilihat adanya cross over discount rate dalam contoh sederhana ini karena benefit netto nominal yang lebih besar dalam proyek B baru terwujud satu tahun sesudah terwujudnya benefit proyek A. Maka semakin tinggi discount rate yang dipergunakan, semakin menurun secara proporsional present value suatu nilai yang terwujud dalam tahun t, dibandingakan dengan PV nilai dari tahun – tahun yang lebih awal. Jadi, tiap kenaikan discount rate mengurangi angka perbandingan NPV proyek yang benefit netto nominalnya lebih besar tetapi lebih lambat terwujudnya, terhadap NPV proyek laennya.

Benefit netto yang lebih besar dapat mengimbangi penundaan terjadinya benefit, sehingga proyek itu mempunyai IRR yang lebih tinggi. Misalnya, jika benefit proyek B dalam tahun ke 2 adalah sebesar 2,56 milyar (lebih besar daripada 1,7 milyar), maka IRR proyek B akan menjadi sebesar 60% (sebab 1,60² = 2,56, dan karenanya melebihi IRR proyek A yang besarnya 50%.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa apabila dua proyek memenuhi syarat 1 dan 2 di atas (urutan nilai benefit nominal netto berlwanan dengan urutan IRR), maka arus benefit netto proyek dengan IRR yang tertinggi (dalam hal ini proyek A) dapat disesuaikan atas dasar social opportunity cost factor produksi modal – yaitu dengan menganggap bahwa sebagian dari benefitnya ditanamkan kembali, atau untuk tahun – tahun tertentu diasumsikan bahwa penyelenggara proyek meminjam dan menanmkan uang sejumlah benefit tersebut pada tingkat rendemen yang sama – demi mencerminkan pola arus benefit proyek lainnya.

Kesimpulannya dapat dikemukakan bahwa kedua criteria IRR dan Net B/C dapat memberikan urutan atau pilihan yang berbeda apabila terdapat cross over discount rate, dimana social opportunity cost yang dipergunakan sebagai discount rate social lebih rendah daripada cross over discount rate tersebut. Sebaliknya, bila tidak terdapat cross over discount rate ataupun discount rate social yang lebih tinggi dari angka tersebut, kriteria IRR dan Net B/C akan memberikan urutan / pilihan yang sama.

Kesimpulan.
Andaikata benar bahwa tidak mungkin mendapatkan rendemen diatas discount rate saicial melalui investasi sumber – sumber yang dihemat berdasarkan dipilihnya alternative yang relative murah diantara berbagai mutually exclusives alternatives, maka maksimalisasi net present value (NPV) merupakan pendekatan optimal dalam pemilihan proyek. Di laen pihak dalam prakteknya, kita selalu sadar akan adanya keterbatasan dana maupun kemungkinan mendapatan rendemen diatas discount rate yang sedan dipergunakan, apabila kita menghemat dana pada suatu proyek demi mengarahkannya pada proyek lain.

Oleh karena itu, sering kali dicari criteria investasi tambahan berupa indeks yang menghubungkan jumlah keuntungan yang diharapkan dari proyek dan skala investasi yang dibutuhkannya. Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR) telah dikembangkan dalam rangka pencarian tersebut.

Kriteria Net B/C mempergunakan discount rate social yang sama seperti NPV, dan merupakan susunan kembali data yang masuk dalam perhitungan NPV. Di lain pihak, perhitungan IRR tidak dipengaruhi oleh tingkat discount rate social, walaupun keputusan “go / no go” untuksuatu proyek tidak mungkin dilakukan tanpa perkiraan tingkat discount rate social tersebut.

Apabila pola pembagian benefit dari berbagai alternative proyek berbeda dari waktu ke waktu maka dapat terjadi cross over discount rate, artinya, pada social opportunity cost factor produksi modal atau discount rate social di bawah tingkat tertentu, NPV atau Net B/C dan IRR memberikan pilihan yang berbeda antara berbagai alternative pelaksanaan suatu proyek atau dalam pengurutan berbagai jenis proyek. Keputusan yang menentukan tentang pilihan proyek tidak dapat dilakukan tanpa asumsi, eksplisit maupun implicit, mengenai tingkat social opportunity cost factor produksi modal yang berlaku sebagai discount rate social.

BAB X. PERKOPERASIAN DI INDONESIA

10.1.  Perkoperasian Indonesia sebagai basis ekonomi kerakyatan
Pada Era Orde Baru, Ekonomi kerakyatan tidak banyak dipergunakan oleh masyarakat. Karena apa? Pemerintah pada saat itu telah memelintirkan Ekonomi Kerakyatan sebagai Paham Komunisme yang patut diwaspadai. Dan masyarakat sendiri hanya bisa menurut dengan kebijakan pemerintah pada saat. Tetapi setelah Reformasi bergulir, pada tahun 1998, maka Masyarakat mulai sadar, bahwasannya Pola Ekonomi yang digulirkan oleh Pemerintahan Orde Baru sangat tidak berpihak kepada kepentingan Rakyat, tetapi hanya berpihak kepada Para Pemodal Besar yang memiliki dasar Ekonomi Kapitalis.

Reformasi 1998 menyadarkan negeri ini bahwa pola ekonomi Orde Baru salah karena tidak berbasis untuk kepentingan rakyat dan berpihak pada kepentingan pemilik modal yang berselingkuh dengan pemerintah. Oleh karena itu, lahirlah gerakan ekonomi kerakyatan yang lahir dari sub Ekonomi Pancasila menekankan pada sila ke-4 yang kenyataannya dilanggar.

Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguh pada ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan ditujukan pada ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai hari ini langganan terpinggirkan.

Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi yang adil secara sosial adalah memiliki kedaulatan politik, mampu berdiri sendiri di bidang ekonomi, dan memilki kepribadian secara budaya.

Pembangunan Ekonomi yang didasari prinsip keadilan sosial mencakup: peningkatan partisipasi rakyat dengan otonomi daerah yang penuh dan bertanggung jawab, semangat nasionalisme melakukan perlawanan terhadap bentuk ketidak adilan ekonomi, melakukan pembangunan yang disiplin dan mengedepankan multikultur., menghindari terjadinya disintegrasi, penegakan hak asasi manusia (HAM), reformasi pendidikan dan pengajaran ilmu ekonomi dan sosial baik di sekolah – sekolah dan perguruan tinggi. Prinsip keadilan, merupakan nilai yang mesti menemani berjalannya bangsa ini menuju Indonesia yang sejahtera.

Konsep negara yang demokratis harus terus dipertahankan. Strategi pembangunan ekonomi rakyat adalah strategi menjalankan demokrasi ekonomi yang dijalankan oleh anggota masyarakat. Kesejahteraan rakyat paling diprioritaskan dari pada kesejahteraan Individu. Tidak ada lagi alasan terjadinya kemiskinan di negeri ini seharusnya setiap kebijakan dan program pembangunan memberikan manfaat pada masyarakat yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Jadilah pembangunan generasi masa depan bersama menghasilkan garansi sosial bagi masyarakat yang sangat miskin dan tertinggal.

Salah satunya adalah pembangunan Koperasi yang diolah sendiri oleh masyarakat. Merencanakan dan membangun dengan prinsip membangun tanpa menggusur dan mengembangkan industri kecil. Pada tahun 1908, koperasi digunakan sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat yang seiring dengan berdirinya Budi Utomo. Perjalanan panjang dunia perkoperasian di Indonesia sejak tanggal 12 Juli 1947 merupakan tonggak sejarah dalam membangun dunia perekonomian yang berbasiskan ekonomi kerakyatan. Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi yang kegiatannya berdasarkan prinsip – prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Pemerintah Indonesia harus memiliki tekad yang kuat dalam mempertahankan dunia perkoperasian sebagai soko guru perekonomian. Karena koperasi mampu memajukan masyarakat ke depannya. Jika pemerintah kalang kabut dalam menghandle efek – efek dari koperasi, maka dunia perekonomian yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan akan segera hancur.

Koperasi memiliki peran yang strategis dalam membangun perekonomian bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya dunia perkoperasian harus segera diberikan penyegaran. Globalisasi adalah nafsu serakah dari sebuah sistem Ekonomi kapitalisme – liberal yang tidak boleh dibiarkan dan wajib untuk dilawan dengan kekuatan ekonomi kerakyatan. Masa depan rakyat harus terus diperjuangkan. Perubahan nasib harus dengan usaha. Seluruh elemen negeri harus menyatukan diri dalam satu barisan agar terwujudnya rasa sadar secara menyeluruh untuk terwujudnya keadilan sosial dan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya di bidang ekonomi dan politik

10.2.  Koperasi, BUMN, DAN BUMS
a. Pengantar
Kerjasama sangat penting sekali terutama bagi semua sektor usaha, seperti yang diungkapkan oleh Jochen Ropke yaitu, “Setiap pelaku ekonomi manapun dapat mengisi fungsi atau kegiatan koperasi, baik bagi dirinya sendiri (alone) maupun (not alone), yaitu suatu kegiatan khusus yang dikerjakan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga bagi pelaku lainnya”.

Di era globalisasi saat ini juga sangat penting menumbuhkan kerjasama antara Koperasi, BUMN, dan BUMS. Ketiga badan usaha tersebut merupakan sektor utama dalam usaha meningkatkan pembangunan di Indonesia. Selain itu kerjasama tersebut juga digunakan untuk memperkuat peranan masing – masing badan usaha agar tetap eksis dalam kancah perekonomian. Koperasi, BUMN, dan BUMS tidak dapat berkembang sendiri tanpa adanya kerjasama antara berbagai pihak. Kerjasama tersebut bisa pada bidang produksi, distribusi maupun permodalan.

Di era globalisasi ini banyak BUMS yang mendapat modal dari koperasi khususnya Koperasi Perkreditan, contohnya, orang yang ingin membuka sebuah toko maka membutukan modal, modal itu dapat dipinjam melalui Koperasi. Selain itu Koperasi dan BUMS tidak dapat beroperasi secara lancar tanpa adanya BUMN walaupun hal tersebut tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja Koperasi dan BUMS, misalnya saja dalam hal penyedian listrik. Maka dari itu perlu dikembangkan kerjasama antara koperasi, BUMN, dan BUMS demi kemajuan perekonomian dalam menghadapi era globalisasi.

Kerjasama tersebut selain menguntungkan di pihak negara, badan usaha yang melakukan kerjasama juga dapat mendapat keuntungan dari kerjasama tersebut. Dalam kerjasama antara badan usaha tersebut yang sangat penting adalah menyatukan perbedaan – perbedaan yang ada pada badan usaha tersebut dan hal tersebut merupakan hal yang sangat sulit dikarenakan perbedaan bentuk badan usahanya

b. Aspek Perbedaan dalam Badan Usaha
Di antara badan usaha tersebut terdapat perbedaan dalam banyak aspek. Di bawah ini merupakan delapan dimensi perbedaan dalam tiap badan usaha :

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Perbedaan – perbedaan di atas harus disatukan demi terjadinya kerjasama yang harmonis dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Perbedaan tersebut juga dapat digunakan sebagai dasar pembuatan surat perjanjian kerjasama sebagai dasar dalam usaha menjalankan usaha bersama. ( Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto : 2002 : 107 )

c. Kerjasama Antara Koperasi, BUMN dan BUMS
Koperasi dapat menjalankan kerjasama dengan pihak diluar koperasi. Tentu saja hal ini harus berdasarkan prinsip usaha yang saling menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut :

1.  Membentuk wadah baru yang berbadan hukum
Adalah usaha kerjasama kerjasama koperasi bersama BUMN yang berbentuk badan hukum baru yang mempunyai izin usaha. Kerjasama ini banyak dilakukan oleh koperasi – koperasi sekunder misalnya, Koperasi Susu dan Koperasi Pupuk di Gresik, khususnya yaitu, tingkat induk seperti IKPN dan beberapa induk koperasi lain yang dengan mitra usahanya masing-masing membentuk bank dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota-anggotanya khususnya dalam pemberian kredit maupun membantu menunjang kebutuhan hidup para anggotanya.

2.  Tanpa membentuk wadah baru yang berbadan hukum
Biasanya kerjasama ini berbentuk kemitraan usaha. Kemitraan antara koperasi dengan perusahaan-perusahaan besar lebih merupakan tanggung jawab sosial dalam rangka membantu dan membina koperasi. (Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto : 2002)Selain itu kerjasama di bidang usaha dapat dilakukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut :

a) Dengan membentuk organisasi baru yang berbadan hukum. Kerjasama ini banyak dilakukan oleh koperasi tingkat sekunder seperti yang dilakukan dalam pendirian Bukopin, KAI, KPI, dan lainnya.

b) Dalam bentuk proyek atau kemitraan usaha tanpa membentuk organisasi baru yang berbadan hukum.


Cara kerjasama seperti itu sudah dilakukan oleh beberapa koperasi tingkat koperasi sekuder. Dalam hal ini biasanya salah satu pihak bertindak sebagai pelaksana sedangkan yang lain bertindak sebagai pengawas. Kerjasama tersebut biasanya dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama yang saling mengikat kedua belah pihak dan atas dasar saling menguntungkan (win-win solution). (Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto : 2002 : 94-95 )

Pola kerjasama antara pengusaha dan koperasi yang baik sebenarnya harus mengacu kepada pemberian keuntungan kepada kedua belah pihak. Kemitraan strategis seperti itulah yang berpotensi untuk membuat kemitraan yang lebih adil dan stabil.

Selain itu kerjasama tersebut bisa berupa pembagian pangsa pasar demi meningkatkan penguasaan pasar bagi koperasi dan perluasan hasil produksi bagi perusahaan non koperasi, hal ini diwujudkan dengan :

  1. Pemberian akses yang adil bagi koperasi untuk menjadi rekanan pemerintah daerah dalam pemanfaatan APBD.
  2. Pengembangan pemanfaatan fasilitas trading house dan forum pemasaran bersama melalui program kemitraan.
  3. Pemberian kepastian tempat berusaha bagi koperasi.
  4. Pemberian peranan yang lebih luas dalam kegiatan distribusi, grosir dan eceran dalam rangka pemenuhan bahan pokok.
  5. Pengembangan dan penyebaran informasi bisnis dan harga berbagai komoditas.
  6. Pengembangan jaringan pemasaran.
  7. Peningkatan promosi bisnis dan fokus usaha pada komoditas unggulan.

Hal itu merupakan bentuk-bentuk kerjasama antara Koperasi, BUMN, dan BUMS. ( Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto :2002)

d. Keuntungan – Keuntungan dalam Melakukan Kerjasama
Melakukan kerjasama pada dasarnya adalah untuk mencari keuntungan dan untuk memperluas distribusi hasil produksi. Keuntungan-keuntungan tersebut diantaranya :

  1. Meningkatkan kemampuan tawar (Bargaining Power) terhadap pihak ketiga.
  2. Menjamin kontinuitas pemasukan bahan baku.
  3. Biaya dapat ditekan jauh lebih rendah karena dapat berproduksi secara besar-besaran (Economic Of Scale).
  4. 4.    Bila kerjasama dilakukan oleh koperasi tingkat atasnya dan bidang usahanya mengadakan integrasi vertikal maka akan dapat menurunkan biaya transaksi(Transaction Cost).
  5. Bila kerjasama dilakukan secara horizontal maka akan meningkatkan kemampuan bersaing terhadap pihak ketiga. (Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto : 2002 )

Selain itu kerjasama juga dapat memberikan pelatihan kewirausahan kepada koperasi sehingga mampu menghadapi tantangan dalam dunia perekonomian di era globalisasi sehingga tujuan utama koperasi sbagai soko guru perekonomian indonesia akan terwujud.

Kerjasama tersebut akan lebih efektif bila semua pihak yang berkepentingan saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain dengan kata lain dalam kerjasama tidak akan berbicara banyak dalam dunia usaha di era globalisasi saat ini.

Beberapa jenis koperasi di Amerika Serikat yang telah melebarkan sayapnya untuk dapat melaksanakan kegiatan – kegiatan kerjasama  dengan negara berkembang antara lain :

  1. NRERA ( National Rular Electric Coopertive Assosiation ) atau perhimpunan koperasi listrik pedesaan nasional membangun koperasi listrik pedesaan di beberapa negara berkembang di Amerika Latin dan Asia.
  2. CLUSA ( Cooperative Leages of United States of America ) atau liga koperasi Amerika Serikat yang telah membantu di bidang manajemen untuk kegiatan-kegiatan pertanian di Amerika Latin, Afrika dan Asia.
  3. FCH ( Federation of Cooperatives Housing ) yang telah memberikan bantuan untuk mendirikan perumahan di seluruh dunia. ( Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto :2002)

Nampak bahwa organisasi koperasi di Amerika Serikat ikut serta mengembangkan koperasi di negara berkembang dengan perantara pemerintah dalam hal ini BUMN maupun dengan BUMS.

Koperasi Indonesia juga tidak ikut ketinggalan, banyak koperasi – koperasi di desa – desa mendapat input dari hasil kerja masyarakat sekitar, contohnya adalah, Koperasi susu mendapat input berupa susu segar dari produsen susu di sekitarnya dan nantinya akan diambil perusahaan susu (NESTLE).

e. Hubungan Kerjasama Antara Koperasi, BUMN, dan BUMS
Untuk mengadakan pemisahan tugas dan wewenang antara Koperasi, BUMN, dan BUMS dalam melakukan kerjasama maka harus berpedoman kepada :

  1. Surat perjanjian kerjasama.
  2. Tugas dan wewenang masing-masing badan usaha.
  3. Prinsip kerjasama yang saling menguntungkan.
  4. Peraturan yang dibuat pemerintah.
  5. Asas dan landasan yang telah disepakati.

Hubungan kerjasama tersebut merupakan murni hubungan kerjasama sehingga badan usaha tidak boleh memeriksa badan usaha yang lain di luar hubungan kerja yang telah disepakati dan tanpa persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini agar tidak terjadi saling curiga antara badan usaha yang melakukan kerjasama.

f. Kerjasama Antar Koperasi
Dalam bukunya, Arifin Sitio dan Halomoan Tamba mengungkapkan bahwa koperasi – koperasi ada yang mempunyai bidang usaha yang berbeda serta tingkatan yang berbeda. Kerjasama antar koperasi dimaksudkan untuk saling memanfaatkan kelebihan dan menghilangkan kelemahan masing – masing, sehingga hasil akhir dapat dicapai secara optimal. Kerjasama tersebut diharapkan akan saling menunjang pendayagunaan sumberdaya sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.

Kerjasama antar koperasi dapat dilakukan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Prinsip ini sebenarnya lebih bersifat strategi dalam bisnis. Dalam teori bisnis ada yang dikenal “Synergy Strategy” yang salah satu aplikasinya adalah kerjasama antar dua organisasi atau perusahaan.

g. Kesimpulan
Dalam melakukan kerjasama terdapat  delapan dimensi perbedaan yang harus di satukan demi tercapai kerjasama yang di inginkan, dimensi tersebut adalah :

  1. Pengguna jasa.
  2. Pemilik usaha.
  3. Pemilik hak suara.
  4. Pelaksana voting.
  5. Balas jasa terhadap modal.
  6. Penentuan kebijaksanaan.
  7. Penerima laba.
  8. Yang bertanggung jawab atas kerugian.

Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam bentuk :

  1. Membentuk wadah baru yang berbadan hukum.
  2. Tanpa membentuk wadah baru yang berbadan hukum.
  3. Dengan membentuk organisasi baru yang berbadan hukum.
  4. Dalam bentuk proyek atau kemitraan usaha tanpa membentuk organisasi baru yang berbadan hukum.

Keuntungan yang diperoleh dengan kerjasama :

  1. Peningkatan kemampuan tawar.
  2. Menjamin kontinuitas pemasokan bahan baku.
  3. Biaya dapat ditekan jauh lebih rendah.
  4. Dapat menurunkan biaya transaksi.
  5. Meningkatkan kemampuan bersaing.

Hubungan Kerjasama berpedoman pada :

  1. Surat perjanjian Kerjasama.
  2. Tugas dan wewenang masing-masing badan usaha.
  3. Prinsip Kerjasama yang saling menguntungkan.
  4. Peraturan yang dibuat pemerintah.
  5. Asas dan landasan yang telah di sepakati.

BAB XI. PENUTUP
Sebagai penutup diktat kuliah ini, perlu ditegaskan bahwa :

  1. Mata kuliah Kewirausahaan merupakan mata kuliah yang memadukan antara Konsep Hard Skill (Kemampuan Akademis) dan Soft Skill (Kemampuan pengembangan diri), sehingga kedua karakter tersebut harus seiring sejalan untuk menuju kesuksesan wirausaha.
  2. Dalam belajar Kewirausahaan, setiap bab selalu berhubungan satu dengan yang lain sebagai satu kesatuan yang utuh. Pembagian dalam bab-bab diperlukan untuk mempertajam suatu analisis.
  3. Kesempatan bertanya dan berdiskusi kepada pengampu pada setiap acara perlu dimanfaatkan mahasiswa dengan sebesar-besarnya sehingga diperoleh manfaat pendalaman dan pengembangan pengetahuan Kewirausahaan.
  4. Praktek Kewirausahaan perlu dilakukan untuk belajar kemandirian usaha.

Akhir kata, semoga Diktat Kewirausahaan ini bisa menjadi pegangan dan bahan kajian bagi mahasiswa Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA) Kediri dan para peminat dan pemerhati Kewirausahaan khususnya dibidang pertanian dan peternakan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Arifin Sitio, Halomoan Tamba. 2001. Koperasi : Teori dan Praktik. Jakarta : Erlangga
  2. Buchari Alma. (2000). Kewirausahaan. Alfabeta, Bandung.
  3. C.S.T. Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka.
  4. Firdaus, Muhammad,S.P., M.M, Agus Edhi Susanto, S.E. 2002. PERKOPERASIAN: Sejarah, Teori, & Praktek. Jakarta : Ghalia Indonesia.
  5. http://westaction.org/definitions/def_entrepreneurship_1.html yang diakses pada tanggal 13 Januari 2006
  6. H.S.M. Serad, Pola Kemitraan PT. Djarum dengan Petani Tembakau, tanggal 13 September 1997, Makalah yang disampaikan pada Lokakarya Alternatif Kemitraan Usaha Yang Berkesinambungan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
  7. John L. Mariotti dalam Muhammad Jafar Hafsah, 1999, Kemitraan Usaha, Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
  8. Julius Bobo, 2003, Transformasi Ekonomi Rakyat, PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta.
  9. Kasmir, 2007, Kewirausahaan, PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta
  10. Keint L Fletcher, 1987, The Law of Partnership, The Law Book Company Limited, Syidney.
  11. Lihat Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
  12. Masykur Wiratmo, 1994, Kewirausahaan: Seri diktat kuliah, Gunadarma, Jakarta.
  13. Mas’ud & Mahmud Machfoedz, 2004, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
  14. Muhammad Jafar Hafsah, 1999, Kemitraan Usaha, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta.
  15. Munir Fuady, 1997, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti.
  16. Mubyarto, 1997, Ekonomi Rakyat Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia, Aditya Media, Jogyakarta.
  17. Martin Carnoy dan Derek Shearer, 1980, Economic Democracy, Sharpe Inc.
  18. Mar’at. (1997). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia.
  19. Margono Slamet. (2003). Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB PRESS. Bogor.
  20. Prof. Dr. Jochen Röpke diterjemahkan oleh Hj. Sri Djatnika S. Ariffin, S.E., M.Si. 2000. EKONOMI KOPERASI : Teori dan Manajemen. Jakarta : Salemba Empat.
  21. Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimerti, Ghalia, Jakarta.
  22. Soeparman Soemahamidjaja. (1997). Membina Sikap Mental Wirausaha. Gunung Jati. Jakarta
  23. Sedarmayanti, Prof.  Dr. MPd, APU (2007) Good Governance dan Good Coorparate Governace, Mandar Maju Bandung
  24. Soesarsono, 2002, Pengantar Kewirausahaan, Buku I, Jurusan Teknologi Industri IPB, Bogor
  25. Soewito, Pengembangan Industri Kecil, Suara Merdeka 12 Desember 1992
  26. Suryana, 2001, Kewirausahaan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
  27. Soetandyo dalam Bambang Sunggono, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  28. Triton PB., 2007, Entrepreneurship : Kiat Sukses Menjadi Pengusaha, Tugu Publisher, Yogyakarta.
  29. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
  30. Utrecht dalam Kansil, 1983, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta.
  31. Winardi, 2003, Entrepreneur & Entrepreneurship, Kencana, Jakarta
  32. Yose Rizal Sidi Marajo. (1981). Sikap dan Mental Wiraswasta. Indah Surabaya
  33. Bahan lain dari Internet.

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Tambahan : Tentang Hubungan Kewirausahaan dengan Lingkungan dan adanya Wirausahawan Baru

Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN
Sebutkan karakteristik perencanaan PEMASARAN

Artikel ini bersumber dari: http://rohmatfapertanian.wordpress.com