Show memulai sebuah kegiatan wirausaha. Berbagai kaidah dalam penyusunan perencanaan bisnis penting untuk diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan meminimalisasi kemungkinan kegagala dan menekan resiko. Karena salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan menyebabkan kegagalan wirausaha adalah perencanaan. Kaidah Prencanaan bisnis memuat berbagai syarat yang harus dimiliki oleh perencanaan bisnis dalam menjamin keberhasilan wirausaha. Sebuah perencanaan bisnis yang baik memenuhi syarat;
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai penentu baik tidaknya perencanaan bisnis adalah sebagai berikut ; 1.Hakekat Perencanaan 2. Detail, sebuah perencanaan bisnis harus disampaikan secara detail dan komprehensif / menyeluruh. Menjelaskan mengapa usaha ini akan dapat mengahsilkan keuntungan. Beberapa Kunci penting dalam perencanaan bisnis adalah sebagai berikut ;
8.2. Komponen dan Kerangka dalam Perencanaan Bisnis Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan komponen utama yang akan membentuk struktur perencanaan wirausaha, yaitu ;
Dari semua komponen diatas, tanpa mengurangi nilai penting komponen yang lain, terdapat satu komponen penting yang menjadi tulang punggun perencanaan wirausaha, yaitu Analisis Peluang. Analisis peluang merupakan sebuah model analitis rasional yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan tentang peluang yang akan diraih, besaran peluang, dan konsekwensi yandibutuhkan untuk mengejar peluang tersebut. Pada dasarnya karakteristik Perencanaan Bisnis dapat dijelaskan sebagai berikut;
Kerangka dasar penyusunan rencana wirausaha umumnya adalah sebagai berikut :
8.3. Analisis Peluang (Opprotunity Analysis) Dengan mengasumsikan bahwa peluang merupakan kebutuhan pasar yang belum tereksploitasi secara optimal, maka analisis peluang secar prinsip harus memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut :
8.4. Perencanaan dan Sumber Pembiayaan
Pembiayaan Wirausaha dengan Sumber Pembiayaan Modal Ventura Peluang berbagai sumber dana baik berupa perusahaan besar yang berkeinginan menginvestasikan dananya dalam sektor produktif merupakan potensi yang memungkinkan pengembangan modal ventura di masa datang. Langkah penting bagi wirausaha untuk memperoleh dana dari sumber pembiyaan modal ventura harus dilakukan sebagai berikut ;
Ketiga langkah diatas akan membentuk kebutuhan finansial yang menjadi dasar bagi wirausaha untuk mulai mengajukan penawaran investasi bagi modal ventura. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan; Kebutuhan merupakan sebuah hal yang mudah untuk di uraikan, diestimasi dari kebutuhan berbagai sumber daya faktor produksi dan volume serta nilai faktor produksi. Tetapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam kebutuhan yaitu ; Biasanya diperlukan dana yang lebih besar dari dugaan kebutuhan, berkaitan dengan berbagai hal biaya tidak terduga dan keterlambatan penerimaan. Untuk itu perlu dipertimbangkan adanya ”financial reserve” sebagai bentuk jaminan yang askan dapat menutupi hal yang tidak terduga. Adalah sebuah tindakan yang tidak bijak bila dalam pembiayaan pengusaha berusaha memperoleh dana sebesar yang bisa diperoleh, atau memperoleh dana sebesar besarnya keinginan dan kebutuhan yang diperhitungkan, karena sumber pembiayaan selalu menginginkan pengembalian dana dalam tempo yang lebih singkat. Jadi baik kiranya memperhitungkan berbagai preferensi kapital dalam usaha sebelum menentukan besaran dana yang akan diambil atau dimanfaatkan dari modal ventura. Preferensi ini mencakup;
Memandang uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa kecukupan sumber modal merupakan salah satu kunci keberhasilan penting. Walaupun uang bukan merupakan faktor terpenting, tetapi ” It is easier to make money if you have money” namun tidaklah bijak memperoleh pinjaman melebihi kemampuan mengelola jumlah keuangan tersebut. Beberapa referensi menyatakan untuk wirausaha, faktor kecukupan yang paling ideal adalah bahwa jumlah pinjaman adalah sebesar 20-30% dari total modal sendiri. Dengan besaran demikian 70-80% modal sendiri dan 20-30% pinjaman akan menyusun struktur kapital baru wirausaha. Jumlah dan patokan diatas bukan merupakan patokan baku, beberapa kasus di negara eropa terutama Finlandia banyak usaha kecil mempertahanakan komposisi modal sendiri tetap dibawah 60% dari total modal. Hal ini menunjukkan bahwa besaran ideal dan komposisi ideal struktur kapital wirausaha tergantung pada berbagai faktor. Pertumbuhan ekonomi (GDP) merupakan faktor salah satu faktor yang menentukan komposisi struktur kapital. Pertumbuhan ekonomi sangat menentukan potensi pertumbuhan wirausaha, terbatasnya pertumbuhan ekonomi akan membatasi pula pertumbuyhan wirausaha. Potensi pertumbuhan wirausaha yang terbatas akan diikuti konsekwensi struktur pinjaman yang memiliki komposisi makin kecil. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang besar akan memberikan keleluasan meningkatkan komposisi pinjaman dalam struktur kapital wirausaha. Sayangnya karena belum jelasnya informasi, popularitas sistem modal ventura dalam pelaksanaan wirausaha banyak negara cenderung lemah. Padahal sistem ini memiliki peluang yang baik dengan tingkat fairness yang tinggi dibandingkan babarapa sistem permodalan lain. Bank masih merupakan sumber pembiayaan utama, walaupun dalam struktur pinjaman kebanyakan wirausaha dimulai dengan memanfaatkan pinjaman komersial. Konsumsi dan bukan pinjaman usaha. Sehingga cenderung lebih kaku dalam penyediaan. Sedikit bank memberikan pembiayaan berdasarkan asset produksi wirausaha dan studi kelayakan finansial usaha. Kebanyakan mendasarkan pembiayaannya pada agunan non produktif yang dimiliki pengusaha. Hal ini menyebabkan pertanggungjawaban pribadi pengusaha lebih besar menjadi dasar pembiyaan. Berbeda dengan sumber perbankan, Modal Ventura mengemukakan penilaian yang berbeda atas wirausaha. Lembaga Modal Ventura akan memandang aspek kecukupan modal, dan struktur modal yang ditanamakan. Hal ini menempatkan posisi lembaga modal ventura sekaligus menjadi salah satu pemilik usaha. Biasanya modal ventura mengharapkan pengembalian investasinya 35-40% per tahun. Lembaga Modal Ventura kebanyakan tidak menyediakan pembiayaan unutk memulai usaha, dan cenderung memilih usaha yang memiliki pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, lembaga modal ventura mengharapkan keuntungan tambahan dengan pengalihan kepemilikan berdasarkan investasi pada lembaga lain. Hal ini dilakukan dengan mekanisme seperti penjualan saham pada perusahaan terbuka. Sebuah contoh wirausaha yang tumbuh dengan pesat di Amerika Serikat, SEXTON & SEALE (1997), merupakan usaha yang bergerak pada bidang pembiayaan. Memberikan pinjaman bergulir dengan jangka waktu 2,5 tahun untuk setiap periode. 51% dari perusahaan yang telah dibiayai dalam waktu 2,5 tahun berubah struktur kapitalnya, dimana SEXTON & SEALE kebanyakan menguasai 50-75% struktur kapital. Hal ini membuat SEXTON & SEALE dapat dikatakan turut memiliki 51% dari wirausaha yang dibiayainya. Dengan performa tersebut SEXTON & SEALE, memperoleh tingkat pengembalian investasi hingga 80% per tahun bagi usaha lama dan hingga 30% untuk usaha baru. Pegawai SEXTON & SEALE sendiri turut memiliki 42% dari asset perusahaan. Berbeda dengan pembiayaan bank dan modal ventura, pembiayaan perusahaan keluarga sangat berbeda. 90% wirausaha dimulai dengan kepemilikan keluarga. Dan seluruhnya menguasai sekurang-kurangnya 50% dari struktur modal. Biasanya dalam 2 periode pengembalian modal, struktur ini berubah dimana pinjaman bank akan menguasai hingga 52% struktur / kapital, sebaliknya modal keluarga cenderung menyusut hingga 23%. Bagaimanapun uraian diatas, penting kiranya memperlajari modal ventura, berkaitan dengan potensinya sebagai salah satu sumber pembiayaan. Siapakah lembaga pembiayaan modal ventura yang dikenal ?. Indonesia belum banyak mengenal lembaga semacam ini. Tetapi keadaan dan struktur ekonomi saat ini memungkinkan munculnya perseorangan maupun perusahaan yang berpotensi memeberikan modal ventura. Beberapa type perusahaan Modal Ventura :
Lembaga Modal Ventura akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan membiayai sebuah usaha, yaitu ;
BAB IX. STUDI KELAYAKAN USAHA9.1. Pentingnya Studi Kelayakan Usaha
Bila tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu, maka sebaiknya Anda mengkaji ulang niat membuka usaha sendiri, sampai benar-benar siap. (*) Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka seorang wirausaha dapat melakukan suatu Studi Kelayakan Usaha. 9.2. Pengertian Studi Kelayakan Usaha Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai keinginan, apapun tujuan perusahaan (baik profit, sosial, maupun gabungan dari keduanya), apabila ingin melakukan investasi, terlebih dahulu hendaknya dilakukan sebuah studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan (dalam arti sesuai dengan tujuan perusahaan) atau dengan kata lain, jika usaha tersebut dijalankan, akan memberikan manfaat atau tidak. Untuk itu suatu usaha perlu melakukan suatu studi kelayakan usaha, yaitu suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan, usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak suatu usaha tersebut dijalankan. Dari pengertian tersebut, maka studi kelayakan usaha merupakan kegiatan untuk mempelajarisecara mendalam, artinya meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, yang kemudian mengukur, menghitung dan menganalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dan penelitian yang dilakukan terhadap usaha yang akan dijalankan menggunakan ukuran tertentu, sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Istilah kelayakan mengandung arti, bahwa penelitian yang dilakukan secara mendalam dengan tujuan untuk menentukan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Dengan kata lain, kelayakan dapat berarti bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Lebih lanjut, istilah layak juga berarti bahwa suatu usaha juga dapat memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankan, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah dan masyarakat luas. Dengan demikian dalam suatu studi kelayakan usaha akan menyangkut tiga aspek, yaitu:
9.3. Tujuan Studi Kelayakan Usaha 1. Menghindari risiko kerugian 2. Memudahkan perencanaan
3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan Berbagai rencana yang sudah disusun akan memudahkan dalam pelaksanaan usaha. Rencana yang sudah disusun akan dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap usaha, sehingga suatu pekerjaan dapat dilakukan secara sistematis dan dapat tepat sasaran serta sesuai rencana. 4. Memudahkan pengawasan 5. Memudahkan pengendalian Tujuan dari pengendalian ini adalah untuk mengendalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng, sehingga tujuan perusahaan akan tercapai. Pihak-pihak yang berkepentingan Perusahaan yang melakukan studi kelayakan usaha akan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu: a. Investor b. Lembaga keuangan c. Pemerintah d. Masyarakat luas 9.4. Proses dan Tahap Studi Kelayakan Usaha 1. Tahap Penemuan Ide atau Perumusan Gagasan 2. Tahap Memformulasikan Tujuan 3. Tahap Analisis 4. Tahap Keputusan 9.5. Aspek-aspek dalam Penilaian Tahap-tahap dalam pembuatan dan penilaian studi kelayakan hendaknya dilakukan secara benar dan lengkap. Setiap tahapan memiliki berbagai aspek yang harus diteliti, diukur dan dinilai sesuai dengan ketentuan. Secara umum prioritas aspek-aspek yang perlu dilakukan dalam studi kelayakan adalah: 1. Aspek hukum Dalam aspek ini yang akan dibahas adalah masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai ijin-ijin yang dimiliki. Kelengkapan dokumen sangat penting karena hal ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang, apabila di kemudian hari timbul masalah. Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut. Dokumen yang diperlukan meliputi:
Di samping dokumen di atas, perusahaan juga perlu memiliki ijin-ijin tertentu, yaitu
Selain itu juga dibutuhkan beberapa dokumen penting lainnya, antara lain: 2. Aspek Pasar dan Pemasaran
Untuk mengetahui ada-tidaknya pasar dan seberapa besarnya pasar, serta perilaku konsumen, maka perlu dilakukan riset pasar, dengan cara:
Perlu diketahui bahwa, di dalam pasar, sebesanrnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok pasar, yaitu:
Setelah diketahui pasar dan potensinya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun strategi pemasaran, yang meliputi:
3. Aspek Keuangan Untuk dapat melakukan penilaian investasi, maka sebuah perusahaan harus memubuat laporan keuangan. Adapun fungsi laporan keuangan, secara umum adalah:
2. Aspek Teknik/Operasi 1) Lokasi usaha
2) Penentuan layout/tata letak
5. Aspek Ekonomi Sosial
Demikian pula, perusahaan perlu mencamtumkan dampak sosial yang ada dalam hasil penelitian. Dampak sosial yang muncul akibat adanya usaha berupa tersedianya sarana dan prasarana, antara lain:
6. Aspek Dampak Lingkungan
9.6. Kriteria Investasi Namun jika jumlah investasi yang dimiliki terbatas, maka keterbatasan itu akan mengubah sasaran utama perencana/penilai proyek untuk mencari proyek yang penggunaannya paling menguntungkan daripada mencari proyek yang memberikan NPV paling tinggi. Meskipun berpegang pada discount rate sosial dan adanya proyek marjinal yang mengembalikan tingkat rendemen, selalu ada kemungkinan adanya proyek baru dengan rate of return yang lebih tinggi. Pelaksanaannya tergantung pada penghematan sumber-sumber sehubungan dengan alokasi dana kepada proyek lain, yang rentabilitasnya belum diketahui secara pasti saat alokasi itu dibuat. Jadi, disamping NPV yang peka terhadap skala proyek, kita biasanya terus mencari ukuran tentang efisiensinya, yaitu semacam indeks yang mengaitkan keuntungan proyek dengan biaya investasi. Keempat kriteria investasi lainnya (IRR, Net B/C, Gross B/C danPV’/’K) dikembangkan dalam rangka pencarian tersebut. Selain itu perlu diperhitungkan kemungkinan adanya kaitanantara skala masing masing alternative investasi dengan discount rate yang sebaiknya digunakan dalam menghitung NPV. Dalam membandingkan suatu alternatif yang merupakan mutually exclusive alternative, diasumsikan hanya satu discount rate yang digunakan untuk menghitung NPV. Di lain pihak, jelas bahwa pengalokasian sejumlah dana untuk salah satu alternatif (dengan biaya yang lebih tinggi) akan meniadakan serangkaian proyek pada batas pelaksanaan yang lebih banyak daripada proyek yang dikorbankan bila proyek tersebut memilih alternatif biaya yang lebih sedikit. Dengan kata lain, identitas proyek marjinal dapat berubah pula. Khususnya discount rate relevan dapat lebih tinggi dalam hal alternative yang lebih tinggi. Jelasnya, bahwa penggunaan discount rate yang semakin tinggi menurut skala proyek akan lebih memajukan alternatif yang relatif murah. Prosedur ini merupakan pendekatan dalam rangka mencari indeks efisiensi penggunaan modal sambil tetap berpegang pada NPV sebagai kriteria investasi. Selain itu, diubahnya discount rate sesuai dengan besarnya biaya netto masing-masing alternative kurang praktis dalam usaha evaluasi proyek,apalagi jika adanya unsure ketidakpastian sehubaungan dengan perkiraan tingkat rendemen semua proyek,termasu proyek marjinal. b. Perbandingan Net B/C dengan NPV sebagai kriteria investasi Kemungkinan terjadinya pertentangan antara kedua kriteria dalam rangka mengurutkan alternatif dalam investasi dapat dijelaskan dengan perbandingan ketiga bentuk proyek Y yang disajikan dalam tabel di bawah ini Bila dilihat dari cara atau alternatif yang paling menguntungkan pada kondisi rendemen di atas discount rate sosial dalam penggunaan-penggunaan di luar proyek Y, maka alternatif yang harus dipilih supaya menguntungkan ialah ketiga bentuk tersebut didasarkan pada kriteria Net B/C yaitu bentuk c. Sedangkan bila dianggap discount rate sosial betul-betul mencerminkan tingkat rendemen yang dapat diperoleh dengan penggunaan alternatif penghematan sumber dari proyek Y, maka yang harus dipilih alternatif dengan nilai NPV tertinggi tanpa peduli skala biaya yaitu bentuk b. Persamaan tersebut dipecah sehingga menghasilkan IRR= nilai i yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Jadi bisa dikatakan bahwa IRR merupakan suatu dicount rate khusus yaitu discount rate yang membuat NPV sama dengan nol, dalam konteks tersebut tidak ada hubungannya dengan discount rate yang dihitung berdasarkan data di luar proyek sebagai social oppurtunity cost faktor produksi modal yang berlaku dalam masyarakat. Mengingat perhitungan IRR tidak tergantung pada discount rate sosial, maka kriteria IRR dapat dipergunakan sebagai indeks pengurutan dua atau lebih proyek. Di lain sisi, jika IRR digunakan untuk pengambilan keputusan go / no-go, maka nilainya perlu dibandingkan dengan tingkat discount rate sosialnya, dalam hal ini penghitungan IRR tidak menambah keterangan yang disediakan dari penghitungan NPV. Namun demikian, bila mengacu kembali kepada pembahasan tentang kriteria NPV dan Net B/C, apabila kita menentukan efisiensi dalam penggunaan modal, maka kriteria IRR yang paling luas penerapannya. Misalnya, IRR merupakan kriteria utama yang dipergunakan oleh bank dunia dalam mengevaluasi permintaan pinjaman. Jelas bahwa adanya suatu indeks yang dapat dibandingkan dengan angka-angka seperti tingkat suku bunga, reabilitas investasi swasta serta oppurtunity cost faktor produksi modal sangat menarik dari sudut pandang lembaga kredit. Ternyata proyek A mempunyai IRR sebesar 50%, sedangkan proyek B hanya mempunyai IRR sebesar 30,38%. Pada tingkat discount rate 13,33%, NPV kedua proyek betul-betul sama (324 juta). Pada semua discount rate yang terletak di bawah tingkat itu, NPV proyek B lebih tinggi daripada NPV proyek A, dan sebaliknya Dari gambar dapat dilihat bahwa cross over discount rate terjadi apabila salah satu dari kedua proyek mempunyai :
Tidak sulit dilihat adanya cross over discount rate dalam contoh sederhana ini karena benefit netto nominal yang lebih besar dalam proyek B baru terwujud satu tahun sesudah terwujudnya benefit proyek A. Maka semakin tinggi discount rate yang dipergunakan, semakin menurun secara proporsional present value suatu nilai yang terwujud dalam tahun t, dibandingakan dengan PV nilai dari tahun – tahun yang lebih awal. Jadi, tiap kenaikan discount rate mengurangi angka perbandingan NPV proyek yang benefit netto nominalnya lebih besar tetapi lebih lambat terwujudnya, terhadap NPV proyek laennya. Benefit netto yang lebih besar dapat mengimbangi penundaan terjadinya benefit, sehingga proyek itu mempunyai IRR yang lebih tinggi. Misalnya, jika benefit proyek B dalam tahun ke 2 adalah sebesar 2,56 milyar (lebih besar daripada 1,7 milyar), maka IRR proyek B akan menjadi sebesar 60% (sebab 1,60² = 2,56, dan karenanya melebihi IRR proyek A yang besarnya 50%. Secara umum dapat dikatakan, bahwa apabila dua proyek memenuhi syarat 1 dan 2 di atas (urutan nilai benefit nominal netto berlwanan dengan urutan IRR), maka arus benefit netto proyek dengan IRR yang tertinggi (dalam hal ini proyek A) dapat disesuaikan atas dasar social opportunity cost factor produksi modal – yaitu dengan menganggap bahwa sebagian dari benefitnya ditanamkan kembali, atau untuk tahun – tahun tertentu diasumsikan bahwa penyelenggara proyek meminjam dan menanmkan uang sejumlah benefit tersebut pada tingkat rendemen yang sama – demi mencerminkan pola arus benefit proyek lainnya. Kesimpulannya dapat dikemukakan bahwa kedua criteria IRR dan Net B/C dapat memberikan urutan atau pilihan yang berbeda apabila terdapat cross over discount rate, dimana social opportunity cost yang dipergunakan sebagai discount rate social lebih rendah daripada cross over discount rate tersebut. Sebaliknya, bila tidak terdapat cross over discount rate ataupun discount rate social yang lebih tinggi dari angka tersebut, kriteria IRR dan Net B/C akan memberikan urutan / pilihan yang sama. Kesimpulan. Oleh karena itu, sering kali dicari criteria investasi tambahan berupa indeks yang menghubungkan jumlah keuntungan yang diharapkan dari proyek dan skala investasi yang dibutuhkannya. Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR) telah dikembangkan dalam rangka pencarian tersebut. Kriteria Net B/C mempergunakan discount rate social yang sama seperti NPV, dan merupakan susunan kembali data yang masuk dalam perhitungan NPV. Di lain pihak, perhitungan IRR tidak dipengaruhi oleh tingkat discount rate social, walaupun keputusan “go / no go” untuksuatu proyek tidak mungkin dilakukan tanpa perkiraan tingkat discount rate social tersebut. Apabila pola pembagian benefit dari berbagai alternative proyek berbeda dari waktu ke waktu maka dapat terjadi cross over discount rate, artinya, pada social opportunity cost factor produksi modal atau discount rate social di bawah tingkat tertentu, NPV atau Net B/C dan IRR memberikan pilihan yang berbeda antara berbagai alternative pelaksanaan suatu proyek atau dalam pengurutan berbagai jenis proyek. Keputusan yang menentukan tentang pilihan proyek tidak dapat dilakukan tanpa asumsi, eksplisit maupun implicit, mengenai tingkat social opportunity cost factor produksi modal yang berlaku sebagai discount rate social. BAB X. PERKOPERASIAN DI INDONESIA10.1. Perkoperasian Indonesia sebagai basis ekonomi kerakyatan Reformasi 1998 menyadarkan negeri ini bahwa pola ekonomi Orde Baru salah karena tidak berbasis untuk kepentingan rakyat dan berpihak pada kepentingan pemilik modal yang berselingkuh dengan pemerintah. Oleh karena itu, lahirlah gerakan ekonomi kerakyatan yang lahir dari sub Ekonomi Pancasila menekankan pada sila ke-4 yang kenyataannya dilanggar. Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguh pada ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan ditujukan pada ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai hari ini langganan terpinggirkan. Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi yang adil secara sosial adalah memiliki kedaulatan politik, mampu berdiri sendiri di bidang ekonomi, dan memilki kepribadian secara budaya. Pembangunan Ekonomi yang didasari prinsip keadilan sosial mencakup: peningkatan partisipasi rakyat dengan otonomi daerah yang penuh dan bertanggung jawab, semangat nasionalisme melakukan perlawanan terhadap bentuk ketidak adilan ekonomi, melakukan pembangunan yang disiplin dan mengedepankan multikultur., menghindari terjadinya disintegrasi, penegakan hak asasi manusia (HAM), reformasi pendidikan dan pengajaran ilmu ekonomi dan sosial baik di sekolah – sekolah dan perguruan tinggi. Prinsip keadilan, merupakan nilai yang mesti menemani berjalannya bangsa ini menuju Indonesia yang sejahtera. Konsep negara yang demokratis harus terus dipertahankan. Strategi pembangunan ekonomi rakyat adalah strategi menjalankan demokrasi ekonomi yang dijalankan oleh anggota masyarakat. Kesejahteraan rakyat paling diprioritaskan dari pada kesejahteraan Individu. Tidak ada lagi alasan terjadinya kemiskinan di negeri ini seharusnya setiap kebijakan dan program pembangunan memberikan manfaat pada masyarakat yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Jadilah pembangunan generasi masa depan bersama menghasilkan garansi sosial bagi masyarakat yang sangat miskin dan tertinggal. Salah satunya adalah pembangunan Koperasi yang diolah sendiri oleh masyarakat. Merencanakan dan membangun dengan prinsip membangun tanpa menggusur dan mengembangkan industri kecil. Pada tahun 1908, koperasi digunakan sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat yang seiring dengan berdirinya Budi Utomo. Perjalanan panjang dunia perkoperasian di Indonesia sejak tanggal 12 Juli 1947 merupakan tonggak sejarah dalam membangun dunia perekonomian yang berbasiskan ekonomi kerakyatan. Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi yang kegiatannya berdasarkan prinsip – prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pemerintah Indonesia harus memiliki tekad yang kuat dalam mempertahankan dunia perkoperasian sebagai soko guru perekonomian. Karena koperasi mampu memajukan masyarakat ke depannya. Jika pemerintah kalang kabut dalam menghandle efek – efek dari koperasi, maka dunia perekonomian yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan akan segera hancur. Koperasi memiliki peran yang strategis dalam membangun perekonomian bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya dunia perkoperasian harus segera diberikan penyegaran. Globalisasi adalah nafsu serakah dari sebuah sistem Ekonomi kapitalisme – liberal yang tidak boleh dibiarkan dan wajib untuk dilawan dengan kekuatan ekonomi kerakyatan. Masa depan rakyat harus terus diperjuangkan. Perubahan nasib harus dengan usaha. Seluruh elemen negeri harus menyatukan diri dalam satu barisan agar terwujudnya rasa sadar secara menyeluruh untuk terwujudnya keadilan sosial dan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya di bidang ekonomi dan politik 10.2. Koperasi, BUMN, DAN BUMS Di era globalisasi saat ini juga sangat penting menumbuhkan kerjasama antara Koperasi, BUMN, dan BUMS. Ketiga badan usaha tersebut merupakan sektor utama dalam usaha meningkatkan pembangunan di Indonesia. Selain itu kerjasama tersebut juga digunakan untuk memperkuat peranan masing – masing badan usaha agar tetap eksis dalam kancah perekonomian. Koperasi, BUMN, dan BUMS tidak dapat berkembang sendiri tanpa adanya kerjasama antara berbagai pihak. Kerjasama tersebut bisa pada bidang produksi, distribusi maupun permodalan. Di era globalisasi ini banyak BUMS yang mendapat modal dari koperasi khususnya Koperasi Perkreditan, contohnya, orang yang ingin membuka sebuah toko maka membutukan modal, modal itu dapat dipinjam melalui Koperasi. Selain itu Koperasi dan BUMS tidak dapat beroperasi secara lancar tanpa adanya BUMN walaupun hal tersebut tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja Koperasi dan BUMS, misalnya saja dalam hal penyedian listrik. Maka dari itu perlu dikembangkan kerjasama antara koperasi, BUMN, dan BUMS demi kemajuan perekonomian dalam menghadapi era globalisasi. Kerjasama tersebut selain menguntungkan di pihak negara, badan usaha yang melakukan kerjasama juga dapat mendapat keuntungan dari kerjasama tersebut. Dalam kerjasama antara badan usaha tersebut yang sangat penting adalah menyatukan perbedaan – perbedaan yang ada pada badan usaha tersebut dan hal tersebut merupakan hal yang sangat sulit dikarenakan perbedaan bentuk badan usahanya b. Aspek Perbedaan dalam Badan Usaha Perbedaan – perbedaan di atas harus disatukan demi terjadinya kerjasama yang harmonis dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Perbedaan tersebut juga dapat digunakan sebagai dasar pembuatan surat perjanjian kerjasama sebagai dasar dalam usaha menjalankan usaha bersama. ( Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto : 2002 : 107 ) c. Kerjasama Antara Koperasi, BUMN dan BUMS 1. Membentuk wadah baru yang berbadan hukum 2. Tanpa membentuk wadah baru yang berbadan hukum a) Dengan membentuk organisasi baru yang berbadan hukum. Kerjasama ini banyak dilakukan oleh koperasi tingkat sekunder seperti yang dilakukan dalam pendirian Bukopin, KAI, KPI, dan lainnya. b) Dalam bentuk proyek atau kemitraan usaha tanpa membentuk organisasi baru yang berbadan hukum. Cara kerjasama seperti itu sudah dilakukan oleh beberapa koperasi tingkat koperasi sekuder. Dalam hal ini biasanya salah satu pihak bertindak sebagai pelaksana sedangkan yang lain bertindak sebagai pengawas. Kerjasama tersebut biasanya dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama yang saling mengikat kedua belah pihak dan atas dasar saling menguntungkan (win-win solution). (Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto : 2002 : 94-95 ) Pola kerjasama antara pengusaha dan koperasi yang baik sebenarnya harus mengacu kepada pemberian keuntungan kepada kedua belah pihak. Kemitraan strategis seperti itulah yang berpotensi untuk membuat kemitraan yang lebih adil dan stabil. Selain itu kerjasama tersebut bisa berupa pembagian pangsa pasar demi meningkatkan penguasaan pasar bagi koperasi dan perluasan hasil produksi bagi perusahaan non koperasi, hal ini diwujudkan dengan :
Hal itu merupakan bentuk-bentuk kerjasama antara Koperasi, BUMN, dan BUMS. ( Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto :2002) d. Keuntungan – Keuntungan dalam Melakukan Kerjasama
Selain itu kerjasama juga dapat memberikan pelatihan kewirausahan kepada koperasi sehingga mampu menghadapi tantangan dalam dunia perekonomian di era globalisasi sehingga tujuan utama koperasi sbagai soko guru perekonomian indonesia akan terwujud. Kerjasama tersebut akan lebih efektif bila semua pihak yang berkepentingan saling mendukung dan saling mengisi satu sama lain dengan kata lain dalam kerjasama tidak akan berbicara banyak dalam dunia usaha di era globalisasi saat ini. Beberapa jenis koperasi di Amerika Serikat yang telah melebarkan sayapnya untuk dapat melaksanakan kegiatan – kegiatan kerjasama dengan negara berkembang antara lain :
Nampak bahwa organisasi koperasi di Amerika Serikat ikut serta mengembangkan koperasi di negara berkembang dengan perantara pemerintah dalam hal ini BUMN maupun dengan BUMS. Koperasi Indonesia juga tidak ikut ketinggalan, banyak koperasi – koperasi di desa – desa mendapat input dari hasil kerja masyarakat sekitar, contohnya adalah, Koperasi susu mendapat input berupa susu segar dari produsen susu di sekitarnya dan nantinya akan diambil perusahaan susu (NESTLE). e. Hubungan Kerjasama Antara Koperasi, BUMN, dan BUMS
Hubungan kerjasama tersebut merupakan murni hubungan kerjasama sehingga badan usaha tidak boleh memeriksa badan usaha yang lain di luar hubungan kerja yang telah disepakati dan tanpa persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Hal ini agar tidak terjadi saling curiga antara badan usaha yang melakukan kerjasama. f. Kerjasama Antar Koperasi Kerjasama antar koperasi dapat dilakukan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Prinsip ini sebenarnya lebih bersifat strategi dalam bisnis. Dalam teori bisnis ada yang dikenal “Synergy Strategy” yang salah satu aplikasinya adalah kerjasama antar dua organisasi atau perusahaan. g. Kesimpulan
Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam bentuk :
Keuntungan yang diperoleh dengan kerjasama :
Hubungan Kerjasama berpedoman pada :
BAB XI. PENUTUP
Akhir kata, semoga Diktat Kewirausahaan ini bisa menjadi pegangan dan bahan kajian bagi mahasiswa Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA) Kediri dan para peminat dan pemerhati Kewirausahaan khususnya dibidang pertanian dan peternakan. DAFTAR PUSTAKA
Tambahan : Tentang Hubungan Kewirausahaan dengan Lingkungan dan adanya Wirausahawan Baru Artikel ini bersumber dari: http://rohmatfapertanian.wordpress.com |