Salin hadits pertama tentang jujur dalam muamalah dan artinya


Salah satu akhlak menonjol dari Rasulullah SAW adalah shidiq (jujur). Shidiq berarti benar atau jujur. Antonim shidiq adalah kizb (dusta, bohong). Akhlak jujur seperti Rasulullah tersebut wajib dimiliki juga oleh setiap muslim dan muslimah di mana dan kapanpun berada. Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan jujur lahir batin. Jujur hati (shidq al-qalb), jujur dalam perkataan (shidq al-hadits) dan jujur dalam perbuatan (shidq al-`amal).

Kejujuran sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Allah SwT mensifati diriNya dengan sifat jujur:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?” (Qs. an-Nisa’: 87)

Allah Swt. Juga mensifati para rasulNya dengan sifat jujur, seperti dalam firman Allah:

وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا

“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang jujur lagi tinggi”. (Qs. Maryam: 50)

Setelah Allah mensifati diri-Nya dan para Rasul-Nya dengan sifat jujur, selanjutnya Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk memiliki sifat jujur, sebagaimana firman Allah SwT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (Qs. at-Taubah: 119)

Allah menjadikan sifat jujur sebagai tanda-tanda orang-orang shaleh, Allah Swt. berfirman:

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)”. (Qs. al-Ahzab: 23)

Nabi SAW menjadikan kejujuran sebagai asas dari setiap kebaikan, sebagaimana sabdanya:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka.Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong” (HR. Muslim).

Seorang muslim yang mengimani Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad SAW sebagai Nabinya dengan penuh kejujuran maka ia dijamin haram masuk neraka. Nabi SAW bersabda:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

“Tiada seorang yang menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah saw dengan penuh kejujuran dari hatinya, kecuali diharamkan oleh Allah terhadap neraka”. (HR Bukhari)

Kejujuran akan memberikan ketenangan karena sesuai dengan fitrah manusia, sedangkan kebohongan akan mengakibatkan kebimbangan dan kegalauan karena bertentangan dengan fitrahnya. Rasulullah SAW bersabda:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

“Tinggalkanlah hal yang membimbangkan kalian, menuju sesuatu yang tidak membimbangkan, sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan, dan kebohongan adalah kebimbangan”. (HR Turmudzi; hadits hasan shahih)

Kejujuran merupakan sebab dibangkitkannya seseorang bersama para Nabi, orang-orang syahid, dan orang-orang shaleh. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dari ini. Allah swt. Berfirman:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

“Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (Qs. an-Nisa’: 69)

Bentuk-bentuk Kejujuran

Ada beberapa bentuk kejujuran yang harus senantiasa dilakukan oleh seorang muslim. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Jujur niat dan kemauan (shidqu an-niyyah wa al-`azm)

Yang dimaksud jujur dalam niat dan kemauan adalah melakukan segala sesuatu dilandasi motivasi hanya karena dalam kerangka mendapatkan ridha Allah SWT. Nilai sebuah amal di hadapan Allah SWT sangat ditentukan oleh niat atau motivasi seseorang. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang sangat populer menyatakan bahwa sesungguhnya segala amal manusia ditentukan oleh niatnya. Selain itu, seorang muslim harus senantiasa menimbang-nimbang dan menilai segala sesuatu yang akan dilakukan apakah benar dan bermanfaat. Apabila ia sudah yakin akan kebenaran dan kemanfaatan sesuatu yang akan dilakukan, maka tanpa ragu-ragu lagi akan ia lakukan. Kadang sesuatu yang benar belum tentu bermanfaat di masyarakat tertentu. Demikian juga sesuatu yang bermanfaat belum tentu benar. Oleh karena itu, pertimbangan benar dan bermanfaat secara bersamaan perlu dikedepankan.

  1. Jujur dalam perkataan (shidqu al-lisan)

Jujur dalam bertutur kata adalah bentuk kejujuran yang paling populer di tengah masyarakat. Orang yang selalu berkata jujur akan dikasihi oleh Allah SWT dan dipercaya oleh orang lain. Sebaliknya, orang yang berdusta, meski hanya sekali apalagi sering berdusta maka akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Rasulullah SAW mengingatkan:

اضمنوا لي ستة أضمن لكم الجنة ، أصدقوا إذا حدثتم ، وأوفوا إذا وعدتم ، وأدّوا إلى ائتمنتم ، واحفظوا فروجكم ،
وغضوا أبصاركم ، وكفوا أيديكم

“Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, penuhilah jika kalian berjanji, tunaikan jika kalian dipercaya, jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian”. (HR Hakim)

  1. Jujur ketika berjanji (shidq al-wa`ad)

Seorang muslim yang jujur akan senantiasa menepati janji-janjinya kepada siapapun, meskipun hanya terhadap anak kecil. Rasulullah SAW bersabda:

من قال لصبي : تعال هاك ثم لم يعطه فهي كذبة

“Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, mari kemari, saya beri korma ini, kemudian dia tidak memberinya, maka dia telah melakukan kebohongan” (HR. Ahmad)

Orang yang sering mengingkari janji juga akan kehilangan kepercayaan orang lain, bahkan akan mendapatkan label munafik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Ciri-ciri orang munafik ada tiga, yaitu: jika berkata ia dusta, jika berjanji, ia ingkar, dan jika dipercaya, ia berkhianat” (HR. Bukhari Muslim)

Allah memberi pujian orang-orang yang jujur dalam berjanji. Dia memuji Nabi Ismail AS yang menepati janjinya sebagai berikut:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ismail di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang jujur janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi” (Qs. Maryam: 54)

  1. Jujur dalam bermu’amalah (shidq al-mu’amalah)

Jujur dalam niat, lisan dan jujur dalam berjanji tidak akan sempurna jika tidak dilengkapi dengan jujur ketika berinteraksi atau bermu’amalah dengan orang lain. Seorang muslim tidak pernah menipu, memalsu, dan berkhianat sekalipun terhadap non muslim. Ketika ia menjual tidak akan mengurangi takaran dan timbangan. Pada saat membeli tidak akan memperberat timbangan dan menambah takaran. Orang yang jujur dalam bermu’amalah juga senantiasa bersikap santun, tidak sombong dan tidak pamer (ria). Jika orang tersebut melakukan atau meninggalkan sesuatu, semuanya dalam koridor Allah SWT. Ia tidak tamak dan serakah dalam bermu’amalah. Barang siapa yang selalu bersikap jujur dalam bermu’amalah maka dia akan menjadi kepercayaan masyarakat. Semua orang akan merasa nyaman dan aman berinteraksi dan bermu’amalah dengannya.

  1. Jujur dalam berpenampilan sesuai kenyataan (shidq al-hal)

Seorang yang jujur akan senantiasa menampilkan diri apa adanya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak memakai topeng dan baju kepalsuan, tidak mengada-ada dan menampilkan diri secara bersahaja. Rasulullah SAW bersabda:

الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang yang memakai dua pakaian palsu” (HR.Muslim)

Maksud hadits di atas adalah orang yang berhias dengan sesuatu yang bukan miliknya supaya kelihatan kaya, ia sama seperti orang yang memakai dua kepribadian. Orang yang memiliki sifat shidq al-hal tidak akan memaksakan diri untuk memiliki dan menikmati sesuatu yang di luar jangkauan kemampuannya. Dia sudah merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya, sembari berikhtiar untuk menggapai keinginan-keinginan yang diharapkannya.

Narasumber utama artikel ini: Marsudi Iman

Sumber Artikel : http://tuntunanislam.id