Sahabat yang dikirim untuk memimpin pasukan memerangi Thulaihah bin Khuwailid

Thulaihah bin Khuwailid bin Naufal al-Asadi (bahasa Arab: طليحة بن خويلد بن نوفل الأسدي‎) adalah seorang pemimpin terkenal suku Arab Bani Asad bin Khuzaimah pada masa awal penyebaran Islam di Jazirah Arab.[1]

Pada awalnya Thulaihah dan Bani Asad memusuhi dan terlibat pertempuran melawan pasukan Muslim Madinah pada pertempuran Qatan pada tahun 626 dan Khandaq pada tahun 627.[2][1] Namun, ia akhirnya masuk Islam di hadapan Nabi Muhammad pada tahun 630.[1] Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, yaitu pada tahun 631, ia murtad dan mengaku sebagai nabi.[1] Setelah pasukannya dikalahkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid pada tahun 632, ia kemudian melarikan diri ke Syam.[1]

Thulaihah kemudian kembali memeluk Islam pada tahun 634, yaitu pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.[1] Ia lalu bergabung dengan pasukan Arab Muslim dalam upaya-upaya penaklukan Persia, hingga ia gugur dalam Pertempuran Nahawand pada tahun 642.[1]

  1. ^ a b c d e f g E. J. Van Donzel, ed. (1994). Islamic Desk Reference (edisi ke-berilustrasi). BRILL. hlm. 458. ISBN 90-04-09738-4, 9789004097384. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-10. Diakses tanggal 2015-09-11. 
  2. ^ K.H. Moenawar Chalil. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. 2 (edisi ke-Lux). Gema Insani Press. hlm. 155, 253. ISBN 979-561-711-7, 9789795617112. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-02. Diakses tanggal 2015-10-22. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Thulaihah_al-Asadi&oldid=21052821"

Pertempuran Buzakha berlangsung antara Khalid bin al-Walid dan Tulayha, pada bulan September 632.

Pertempuran BuzakhaBagian dari Perang Riddah dan
Pertempuran dari Khalid bin Walid
TanggalSeptember 632
LokasiBuzakha, 25 mil barat daya dari Ha'il, Arab Saudi
Hasil kemenangan Kekhalifahan Rasyidin
Pihak terlibat Kekhalifahan Rasyidin suku pagan ArabTokoh dan pemimpin Khalid bin Walid
Adi bin Hatim Thulaihah al-AsadiKekuatan 6,000 15,000Korban kecil besar

Thulaihah adalah seorang kepala suku Arab dari Bani Asad bin Khuzaimah yang kaya raya dan terkenal, namun ia menolak bahkan memerangi Nabi Muhammad ketika menyampaikan da’wahnya. Pada tahun 625, yaitu 2 tahun setelah hijrah, ia dikalahkan dalam Pertempuran Qatan yang merupakan serangan mendadak oleh kaum Muslimin dipimpin Abu Salamah ketika Bani Asad sedang bersiap untuk mengepung kota Madinah.

Kekalahan itu tidak membuatnya jera, bahkan ia turut bergabung dengan Suku Quraisy lainnya bersama Yahudi dalam mengepung kota Madinah dalam Pertempuran Khandaq/al-Ahzab pada tahun 627.

Pada tahun 630, ia masuk Islam langsung dihadapan Muhammad tidak lama setelah Makkah dibebaskan dari kejahiliyahan. Namun, setahun setelah itu ia memberontak dengan mengklaim dirinya juga mendapat wahyu sebagai nabi. Thulaihah menjadi orang ketiga yang mengklaim kenabian diantara bangsa Arab. Pengakuan dari berbagai suku Arab lainnya membuat Thulaihah lupa diri dan ambisius untuk membentuk konfederasi suku Arab melawan kaum Muslimin.

Pada bulan Juli 632, khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq memobilisir pasukan untuk memerangi suku-suku Arab yang memberontak. Balatentara ini dibagi 3 dengan komandannya masing-masing diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Balatentara kaum Muslimin ini menyerang konfederasi pimpinan pengaku nabi Thulaihah di Pertempuran Dzu al-Qassa yang juga merupakan serangan dadakan pada pusat penggalangan kekuatan lawannya. Pihak Thulaihah mengalami kekalahan dan memaksa mereka mundur ke ke Dzu al-Hassa.

Abu Bakar akhirnya menugaskan Khalid bin Walid untuk menghancurkan sisa kekuatan Thuliha, kedua kekuatan ini berjumpa di sebuah tempat yg bernama Buzakha. Khalid berkekuatan 6.000 personil sedangkan Thulaihah memiliki 15.000 personil yang loyal kepadanya.

Khalid bin Walid menantang duel Thulaihah sebelum pertempuran. Ia menyambut ajakan duel tersebut namun cidera hingga lari berlindung di belakang pasukannya. Pertempuran ini berlangsung sengit, dalam jarak dekat, serta bertubi-tubi dimana kemenangan terlihat akan jatuh kepada pihak yang paling kokoh. Hampir tidak ada manuver-manuver taktis yang menjadi ciri khas Khalid bin Walid yang dikemudian hari terlihat pada pertempuran ini. Keahlian tanding pasukan Muslimin secara individual sangat menonjol pada pertempuran ini. Dengan perbandingan 1:2 pasukan Muslimin yang lebih sedikit berhasil kemudian mendapatkan kemenangan.

Setelah kekalahan telak yang menimpa suku-suku pendukung Thulaihah, banyak yang kemudian sadar dan masuk Islam kembali. Namun Thulaihah berhasil lolos kembali dan bersembunyi di Syam. Setelah Syam pula berhasil ditaklukkan kaum Muslimin barulah Thulaihah menerima Islam secara menyeluruh.

Thulaihah meminta ampunan kepada khalifah Abu Bakar dan ia beserta sukunya mendapatkan ampunan tersebut. Namun mereka dilarang Abu Bakar untuk turut serta berperang bersama kaum Muslimin yang tidak pernah murtad maupun memberontak.

Tahun 634, pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab barulah Thulaihah dan sukunya mendapatkan kesempatan untuk turut serta berperang. Mereka dikerahkan oleh ‘Umar untuk berperang di front Irak melawan balatentara Sassania Persia. Pertama kalinya ia berperang pada pihak kaum Muslimin adalah pada Pertempuran Jalula.

Thulaihah menuliskan sejarah gemilang pada Pertempuran Qadisiyyah sebagaimana yang tertulis pada kitab Tarikh ar-Rusul wal-Muluk karya Imam Thabari. Thulaihah dan suku Bani Asad menjadi penentu bertahannya pasukan kaum Muslimin pada hari pertama dalam Pertempuran Qadisiyyah yang dikenal sebagai Yaum-ul-Armats (يوم أرماث) atau hari kekacauan (“The Day of Disorder“). Ia tercatat dalam serbuan seorang diri ke barisan lawan pada malam hari serta berhasil membawa tawanan perang. Ia juga tercatat pernah menerobos hingga ke barisan tenda di lini belakang Sassania serta berhasil merubuhkan tenda-tenda lawan, membunuh 2 pasukan elit Sassania, merampas 2 kuda perang berbaju zirah yang ia bawa kembali ke barisan kaum Muslimin, berikut menyerahkan 1 tawanan kepada panglima Sa’ad ibn Abi Waqqasy.

Thulaihah mendapatkan syahidnya di Pertempuran Nahawand dengan mengorbankan jiwa raganya guna memancing balatentara Sassania Persia ke dalam jebakan kaum Muslimin sehingga membawa pada kemenangan yang menjadi titik nadir dan kekalahan total Kekaisaran Sasaniyah.

A. I. Akram, Pedang Allah, Khalid bin al-Walid, Hidupnya dan Kampanye Lahore, 1969
Pertempuran Buzakha: Khalid bin Walid vs Thulaihah

  • A. I. Akram, Pedang Allah, Khalid bin al-Walid, Hidupnya dan Kampanye, Nat. Publishing. Rumah, Rawalpindi (1970) ISBN 0-7101-0104-X.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pertempuran_Buzakha&oldid=18359716"

Thulaihah adalah salah seorang dukun dari Bani Asad. Ia mengklaim sebagai seorang nabi di akhir masa kehidupan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Thulaihah tinggal di Buzakhah, sebuah tempat yang merupakan sumber air milik Bani Asad.

Bani Asad adalah sebuah kabilah yang bermukim di wilayah Nejd. Mereka tinggal bertetangga dengan Kabilah Thayyi di sebelah timur dan Bakr di sebelah selatan. Di sebelah utara ada kampung kabilah Hawzan dan Ghatafan. Dan di sebelah barat adalah kabilah Abdul Qais dan Tamim. Suku-suku ini memiliki sejarah perjanjian damai sekaligus juga pertikaian. Perubahan keadaan damai dan perang sesuai dengan kondisi mereka dan perkembangan daerah di sekitar mereka.

Menjadi salah satu tugas pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid untuk memerangi Thulaihah pada masa Khalifah Abu Bakar. Kala itu, pasukan bentukan Abu Bakar telah menaklukkan sejumlah kabilah yang sempat murtad dan menolak membayar zakat. Namun Thuaihah masih berjaya.

Ia siap menghadapi pasukan muslim didampingi oleh Uyainah bin Hisn yang memimpin tujuh ratus orang dari Fazarah. Uyainah dikenal sangat membenci Abu Bakar dan ingin sekali melumpuhkan kekuasaan Muslimin.

Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut dalam Perang Ahzab dulu Uyainah inilah yang memimpin pasukan Fazarah. Ketika itu ia termasuk salah satu dari tiga kavaleri yang berusaha hendak menyerang Madinah setelah ada persetujuan antara Fazarah dengan Quraizah, dan dia juga yang hendak menyerbu Madinah tak lama setelah pihak Ahzab jatuh. Tetapi Rasulullah dapat menahan serangan mereka dan Uyainah ini yang lari dikejar dalam ekspedisi Zu Qarad.

Sekalipun kemudian ia masuk Islam, tetapi masuk Islamnya karena menyerah kalah kepada kekuatan yang sudah tak dapat dilawan. Namun setelah Rasulullah wafat, ia tidak senang dengan kekuasaan Khalifah Abu Bakar.

Sekalipun sudah ditinggalkan oleh Tayyi\' dan Jadilah yang kembali ke Islam, Tulaihah bertekad tidak akan mundur dari "kenabiannya," sebab dia tahu benar, bila ia mundur Uyainah akan berbalik melawannya dan semua mereka yang di sekitarnya akan memberontak dan nyawanya terancam.

Tiba saatnya sudah Khalid harus bergerak menghadapi golongan murtad itu. Ia mengirim Ukkasyah bin Mihsan dan Sabit bin Aqram al-Ansari sebagai perintis jalan. Keduanya termasuk pemuka dan pahlawan Arab yang berani. Mereka bertemu dengan Hibal saudara Tulaihah dan ia dibunuh.

Mendengar dia dibunuh Tulaihah dan Salamah, saudaranya yang seorang lagi, keluar memeriksa dan mencari berita lebih lanjut. Salamah tidak menunda lagi ketika melihat Sabit, lalu dibunuhnya.

Ukkasyah bertahan menghadapi Tulaihah tetapi Tulaihah meminta bantuan saudaranya, lalu Ukkasyah juga mereka bunuh. Setelah itu mereka kembali ke tempat semula.

Melihat kesedihan sahabat-sahabatnya itu Khalid mengambil sikap untuk tidak menghadapkan mereka kepada musuh sebelum hati mereka tenang kembali. Karena itu ia mengajak mereka berbelok ke Tayyi\'.

Ia meminta Adi bin Hatim, tokoh Tayyi\' yang sudah insaf kembali ke Islam, memberikan siapa saja anak buahnya yang dapat dikerahkan. Pihak Muslimin melihat jumlah pasukannya makin banyak dan dengan itu kekuatannya pun akan berlipat ganda. Mereka senang hati berangkat perang.

Kabilah-kabilah Qais dan Banu Asad sudah siap berperang di sekeliling Tulaihah. Orang-orang Tayyi\' yang bergabung dengan pasukan Khalid berkata: Kita minta kepada Khalid, cukup menghadapi Qais saja, sebab Banu Asad masih termasuk sekutu kami. Tetapi Khalid menjawab: "Qais tidak lebih lemah dari keduanya. Yang mana dari mereka yang kamu sukai serbulah."

Adi berkata: "Kalau keluargaku terdekat meninggalkan agama ini, pasti kuhadapi mereka. Akan mundurkah aku menghadapi Banu Asad karena persekutuannya itu! Tidak, tidak akan kulakukan!"

Khalid berkata: "Memerangi keduanya juga suatu jihad. Janganlah, kautentang pendapat kawan-kawanmu itu. Teruskan menghadapi salah satunya, dan pimpinlah mereka menghadapi lawan yang lebih kuat untuk diperangi."

Dengan begitu Tayyi\' akan menghadapi Qais, dan Muslimin yang lain menghadapi Banu Asad. Ketika itu yang akan memimpin pertempuran ialah Uyainah bin Hisn di pihak Tulaihah, sementara Tulaihah sendiri tinggal dalam sebuah rumah dari bulu berselubung kain guna membuat ramalan buat mereka.

Setelah terjadi pertempuran sengit dan Uyainah melihat kekuatan Khalid dan Muslimin, ia kembali kepada Tulaihah menanyakan: "Sudahkah Jibril datang?"

"Belum," jawab Tulaihah.

Uyainah kembali dan terus bertempur lagi. Begitu melihat pertempuran itu berkobar luar biasa, ia kembali lagi kepada Tulaihah menanyakan: "Bagaimana? Jibril sudah datang?"

Tulaihah menjawab: "Belum juga."

"Sampai kapan? Sudah cukup lama kita menunggu!\'" kata Uyainah.

Ketika ia kembali lagi ke medan pertempuran, pasukan berkuda Khalid sudah hampir mengepungnya dan mengepung anak buahnya. Ketika kembali lagi kepada Tulaihah dalam ketakutan ia mengulangi lagi pertanyaannya: "Sudah datangkah Jibril?"

"Ya, sudah."

"Apa katanya?"

Tulaihah menjawab: "Dia berkata kepadaku: \'Kau punya pasukan unta seperti pasukannya dan sebuah cerita yang tak terlupakan."

Tidak tahan mendengar igauan itu, Uyainah berteriak mengatakan: "Allah sudah tahu bahwa akan terjadi suatu cerita yang tak terlupakan!"

Kemudian ia berseru kepada golongannya: "Hai Banu Fazarah, mari kita tinggalkan dia. Dia pembohong!"

Mereka pun pergi berlarian. Ketika itu ada sebuah rombongan lewat, mereka berseru kepada Tulaihah: "Apa yang kauperintahkan kepada kami?!"

Waktu itu Tulaihah sedang menyiapkan kudanya dan seekor unta untuk istrinya, Nawar. Begitu melihat orang banyak mendatanginya dan memanggil-manggilnya, langsung ia menaiki kudanya dan membawa serta istrinya. Dengan demikian ia dan istrinya menyelamatkan diri, sambil berkata: "Barang siapa di antara kamu dapat berbuat seperti aku dan dapat menyelamatkan diri dan keluarganya, lakukanlah!"

Hancurnya Tulaihah

Demikianlah perlawanan nabi palsu yang ditujukan kepada Abu Bakar itu berakhir. Bahkan sekaligus usahanya mengaku-aku nabi juga berakhir. Dia lari ke Syam dan mereka yang dulu mengatakan dia nabi kini mendustakannya.

Kemudian ia mengambil tempat di Kalb dan menetap di sana. Kemudian ia kembali ke pangkuan Islam setelah diketahuinya bahwa kabilah-kabilah yang dulu menjadi pengikutnya telah kembali kepada agama yang benar itu.

Setelah itu ia melakukan umrah ke Makkah semasa Khalifah Abu Bakar itu juga. Bila ia menyusuri pinggiran kota Madinah, ada orang yang menyampaikan kepada Abu Bakar tentang tempatnya itu, tetapi Abu Bakar mengatakan: "Akan kuapakan dia? Biarkan dia bebas. Allah sudah memberinya petunjuk kembali kepada Islam."

Setelah kemudian Umar bin Khattab menjadi Khalifah, Tulaihah datang dan ikut membaiatnya. Tetapi Umar masih menegurnya: "Kau sudah membunuh Ukkasyah dan Sabit! Aku sama sekali tidak menyukaimu!"

"Amirulmukminin," kata Tulaihah, "Anda jangan risau karena dua orang yang sudah mendapat kehormatan dari Allah melalui tanganku ini, tetapi Allah tidak memberiku yang demikian melalui tangan mereka."

Umar menerima pembaiatannya itu. Kemudian katanya menanyakan: "Benar-benar penipuan. Sekarang apa lagi yang masih tinggal dari kedukunanmu itu?" "Sekali atau dua kali hembusan saja lagi."