Raja dari sriwijaya membangun desa mayat yang diceritakan dalam prasasti

KOMPAS.com - Kerajaan Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang dianggap sebagai salah satu negara terbesar dalam sejarah Indonesia.

Hal ini dikarenakan wilayah kekuasaannya yang sangat luas, bahkan hampir mencakup seluruh nusantara.

Kerajaan Majapahit berkuasa sekitar dua abad, lebih tepatnya antara 1293-1500 M.

Pendirinya adalah Raden Wijaya, menantu dari penguasa terakhir Kerajaan Singasari yang bernama Raja Kertanegara.

Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit berlangsung pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan Gajah Mada sebagai patihnya.

Menurut Kakawin Negarakertagama, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura), dan sebagian Kepulauan Filipina.

Selain itu, kerajaan ini juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, Vietnam, dan Tiongkok.

Kerajaan Majapahit mempunyai banyak peninggalan yang menjadi sumber sejarah dan bukti keberadaannya.

Berikut ini daftar peninggalan Kerajaan Majapahit baik yang berupa candi, prasasti, dan kitab.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit

Candi peninggalan Kerajaan Majapahit

1. Candi Tikus

Candi Tikus terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto. Bangunannya berbentuk seperti petirtaan, sehingga banyak yang menduga bahwa dulunya adalah tempat pemandian bagi keluarga kerajaan.

2. Candi Bajang Ratu

Candi Bajang Ratu atau Gapura Bajang Ratu adalah gapura terbesar Kerajaan Majapahit yang terletak di Desa Temon, Trowulan, Mojokerto.

Dari Kitab Negarakertagama, diketahui bahwa gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk ke bangunan suci.

Candi yang memiliki struktur vertikal ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap, serta terdapat relief Sri Tanjung yang dipercaya sebagai penangkal bahaya.

3. Candi Wringin Lawang

Candi Wringin Lawang atau Gapura Wringin Lawang terletak di Desa Jatipasar, Trowulan, Mojokerto.

Gapura setinggi 15,5 meter ini diduga sebagai pintu gerbang ke kediaman Mahapatih Gajah Mada.

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Majapahit

4. Candi Brahu

Candi Brahu terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, yang pada masanya digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah raja-raja Majapahit.

Nama Brahu diperkirakan berasal dari kata Wanaru atau Warahu yang didapatkan dari sebutan bangunan suci.

5. Candi Pari

Candi Pari adalah bangunan yang dibangun di Desa Candi Pari, Porong, Sidoarjo, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

Bangunannya disusun dari batu bata segi empat yang menyerupai pura di Bali.

6. Candi Penataran

Candi Penataran adalah candi Hindu terluas dan termegah di Jawa Timur yang letaknya berada di Desa Penataran, Nglegok, Blitar.

Diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri, yaitu sekitar 1200 Masehi.

Pembangunannya kemudian baru selesai pada 1415, saat Kerajaan Majapahit diperintah oleh Wikramawardhana.

Baca juga: Hayam Wuruk, Raja Terbesar Kerajaan Majapahit

7. Candi Jabung

Candi bercorak Hindu ini terletak di Desa Jabung, Paiton, Probolinggo.

Struktur bangunan candi ini terlihat mirip dengan Candi Bahal di Sumatera Utara yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

8. Candi Sukuh

Candi peninggalan Kerajaan Majapahit tidak hanya tersebar di Jawa Timur, tetapi juga di Jawa Tengah.

Salah satunya adalah Candi Sukuh, yang terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar.

Struktur bangunannya pun unik, berbeda dari candi peninggalan Majapahit lainnya.

Candi bercorak Hindu ini diperkirakan dibangun pada 1437 Masehi.

Selain delapan candi tersebut, berikut ini nama-nama candi peninggalan Kerajaan Majapahit.

  • Candi Cetho
  • Candi Wringin Branjang
  • Candi Surawana
  • Candi Minak Jinggo
  • Candi Rimbi
  • Candi Kedaton
  • Candi Sumberjati

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit

1. Prasasti Kudadu

Prasasti Kudadu yang berangka tahun 1294 M ini menceritakan tentang Raden Wijaya yang dibantu oleh Rama Kudadu dalam pelarian dari ancaman Jayakatwang, yang telah membunuh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari.

2. Prasasti Sukamerta

Prasasti Sukamerta mengisahkan tentang Raden Wijaya yang memperistri empat putri Kartanegara.

Selain itu, diceritakan pula penobatan Jayanegara, putra Raden Wijaya yang menjadi raja di Kediri pada 1295 M.

3. Prasasti Prapancasapura

Prasasti yang berangka tahun 1320 M ini dibuat oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi, yang berkuasa di Majapahit antara 1328-1350 M.

Prasasti ini menceritakan tentang sang putra, Hayam Wuruk, yang memiliki nama lain Kummaraja Jiwana.

Baca juga: Kitab Sutasoma: Pengarang, Isi, dan Bhinneka Tunggal Ika

4. Prasasti Waringin Pitu

Prasasti Waringin Pitu dibuat pada 1477 M dan menceritakan tentang aturan administrasi pemerintahan Kerajaan Majapahit beserta kerajaan-kerajaan di bawahnya.

Saat itu, Kerajaan Majapahit mempunyai 14 kerajaan bawahan.

Selain empat prasasti tersebut, berikut ini daftar prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit.

  • Prasasti Wurare
  • Prasasti Balawi
  • Prasasti Parung
  • Prasasti Biluluk
  • Prasasti Karang Bogem
  • Prasasti Katiden
  • Prasasti Canggu
  • Prasasti Jiwu
  • Prasasti Marahi Manuk

Baca juga: Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Kitab peninggalan Kerajaan Majapahit

Perkembangan seni budaya mendapatkan perhatian dari pemerintah Kerajaan Majapahit.

Salah satu aspek budaya yang berkembang pesat adalah kesastraan.

Berikut ini karya sastra yang berkembang di Kerajaan Majapahit.

1. Kitab Negarakertagama

Salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang terkenal adalah Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca.

Kitab yang dikarang pada 1365 Masehi ini berisi tentang sejarah, perjalanan, dan daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

2. Kitab Sutasoma

Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14 menceritakan tentang kerukunan hidup beragama di Majapahit.

Di dalam kitab ini, terdapat istilah "Bhinneka Tunggal Ika" yang menjadi semboyan NKRI.

3. Kitab Arjunawijaya

Kitab Arjunawijaya karya Mpu Tantular menceritakan tentang pertempuran antara raksasa dan Arjuna Sasrabahu.

Baca juga: Gajah Mada: Cita-cita, Perjuangan, dan Akhir Hidup

4. Kitab Tantu Pagelaran

Kitab ini menceritakan tentang pemindahan Gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa.

5. Kitab Panjiwijayakrama

Kitab Panjiwijayakrama menceritakan riwayat Raden Wijaya hingga akhirnya menjadi Raja Majapahit.

6. Kitab Usana Jawa

Kitab ini mengisahkan penaklukkan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.

7. Kitab Pararaton

Kitab Pararaton berisi tentang riwayat raja-raja Kerajaan Singasari dan Majapahit.

8. Kitab Ranggalawe

Kitab ini menceritakan pemberontakan Ranggalawe.

9. Kitab Sorandakan

Kitab Sorandakan mengisahkan tentang pemberontakan Sora.

10. Kitab Sundayana

Kitab ini menceritakan tentang peristiwa Perang Bubat.

Referensi:

  • Isnaini, Danik. (2019). Kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Raja dari sriwijaya membangun desa mayat yang diceritakan dalam prasasti

Raja dari sriwijaya membangun desa mayat yang diceritakan dalam prasasti
Lihat Foto

Line

Patung Ken Arok, pendiri Kerajaan Singasari.

KOMPAS.com - Kerajaan Singosari didirikan oleh Ken Arok atau sering ditulis sebagai Ken Angrok pada 1222 masehi.

Ken Arok memerintah sebagai raja pertama Kerajaan Singasari atau Kerajaan Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi.

Masa pemerintahannya tergolong singkat, yakni selama lima tahun, karena Ken Arok tewas dibunuh pada 1227 masehi.

Ken Arok merupakan sosok yang berasal dari kalangan sederhana tetapi kemudian berhasil menjadi penguasa paling kuat di Jawa.

Kisah hidupnya sangat terkenal karena diwarnai dengan petualangan, pengkhianatan, dan tragedi.

Sumber tentang Kerajaan Singasari dan Ken Arok dapat diketahui dari Kitab Pararaton dan Negarakertagama.

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Asal-usul Ken Arok

Menurut Kitab Pararaton, asal-usul Ken Arok sebenarnya tidak diketahui secara pasti.

Ken Arok diduga lahir pada 1182 masehi dari keluarga petani miskin yang tinggal di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur.

Ibunya bernama Ken Ndok, istri dari seorang pembantu adipati di Kerajaan Kediri bernama Gajah Para.

Sesaat setelah lahir, bayi Ken Arok dibuang oleh ibunya yang berharap putranya akan mendapatkan kehidupan lebih baik.

Namun, Ken Arok justru ditemukan dan diasuh oleh pencuri bernama Lembong.

Oleh karena itu, Ken Arok tumbuh dewasa menjadi pencuri licik yang juga melakukan banyak tindak kejahatan.

Kehidupannya mulai berubah saat bertemu dengan Mpu Lohgawe, yang yakin bahwa Ken Arok adalah titisan Wisnu.

Setelah meninggalkan kehidupan lamanya, Ken Arok kemudian dibawa Mpu Lohgawe untuk menjadi pengawal Tunggul Ametung, seorang akuwu (camat) di daerah Tumapel.

Baca juga: Runtuhnya Kerajaan Singasari

Pengkhianatan terhadap Tunggul Ametung

Saat bekerja menjadi pengawal Tunggul Ametung, Ken Arok tertarik kepada Ken Dedes.

Ken Dedes adalah istri Tunggul Ametung yang sangat cantik.

Keinginan Ken Arok untuk memiliki istri majikannya semakin kuat saat Lohgawe meramal kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa.

Untuk menyingkirkan Tunggul Ametung, Ken Arok kemudian memesan keris kepada seorang pandai besi terkenal bernama Mpu Gandring.

Mpu Gandring menjanjikan keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang sakti dalam waktu satu tahun.

Namun, selang beberapa bulan, Ken Arok sudah tidak sabar dan nekat merebut keris yang belum sempurna dan menusukkannya ke dada Mpu Gandring hingga tewas.

Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengutuk kalau keris itu nantinya akan membunuh tujuh orang raja, termasuk Ken Arok dan anak cucunya.

Setelah kembali ke Tumapel, Ken Arok sengaja meminjamkan kerisnya kepada rekannya yang bernama Kebo Hijo.

Malam berikutnya, Ken Arok mengambil keris dari Kebo Hijo dan menyusup ke kamar Tunggul Ametung lalu membunuhnya.

Keesokan harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena keris yang diduga miliknya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung.

Meski Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya, ia luluh oleh rayuan Ken Arok.

Setelah itu, Ken Arok menyatakan dirinya sebagai akuwu baru Tumapel dan menikahi Ken Dedes.

Saat dinikahi Ken Arok, Ken Dedes tengah mengandung anak Tunggul Ametung yang kemudian diberi nama Anusapati.

Baca juga: Peninggalan Sejarah Kerajaan Singasari

Berdirinya Kerajaan Singasari

Ambisi Ken Arok tidak berhenti di Tumapel. Pada 1222, ia memberontak dan berhasil mengalahkan Raja Kertajaya dari Kediri dalam pertempuran Ganter.

Setelah itu, Ken Arok menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kediri.

Ken Arok menjadi raja pertama Kerajaan Tumapel atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi dan dinastinya disebut Dinasti Rajasa.

Lokasi kerajaan Hindu-Buddha ini berada di daerah Singasari, Malang.

Kematian Ken Arok

Ken Arok hanya memerintah Kerajaan Singasari selama lima tahun (1222-1227 M).

Pada 1227, ia dibunuh oleh seseorang atas perintah Anusapati, anak Ken Dedes dari pernikahannya dengan Tunggul Ametung.

Anusapati yang telah lama curiga akhirnya menemukan kebenaran bahwa Ken Arok yang bertanggung jawab atas kematian ayah kandungnya.

Anusapati menggunakan keris Mpu Gandring untuk membunuh Ken Arok.

Keturunan

Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Apanji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rumbu.

Sedangkan dari selirnya yang bernama Ken Umang, Ken Arok juga memiliki empat anak, yaitu Tohjaya, Panji Sudhatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.

Ken Arok disebut sebagai pendiri Dinasti Rajasa, yaitu dinasti yang menurunkan raja-raja Singasari dan Majapahit.

Hal itu diperkuat dengan temuan Prasasti Balawi, yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit.

Dalam prasasti tersebut, Raden Wijaya mengaku sebagai keturunan Wangsa Rajasa.

Selain itu, raja Demak, Pajang, dan Mataram Islam, juga merupakan keturunan Dinasti Rajasa.

Referensi:

  • Srinansy dan Rachadian, Harry. (2010). Ensiklopedia Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Bandung: Multi Kreasi Satu Delapan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.