Panduan asuhan kefarmasian batu ginjal

Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) sebagai pedoman penanganan pasien anak di fasilitas pelayanan kesehatan.

“Gagal ginjal akut pada anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, tapi baru mengalami peningkatan pada September 2022,” kata Yanti Herman Plt. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, Selasa (18/10/2022).

Pedoman tata laksana dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022 yang terbit per 28 September 2022 bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini, sekaligus acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan penanganan medis kepada pasien gagal ginjal akut.

Pedoman tersebut dimulai dari diagnosis klinis untuk memastikan indikasi medis pada pasien, salah satunya terjadi penurunan jumlah oliguria atau tidak ada sama sekali anuria.

“Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi ginjal. Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” katanya, seperti dikutip dari Antara.

Saat di rumah sakit, Kemenkes merekomendasikan agar pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin). Kalau fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.

Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.

“Selama proses perawatan pasien Gagal Ginjal Akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin (IVIG). Sebelum diberikan, rumah sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,” katanya.

Apabila fasyankes tidak memiliki akun SKDR, bisa melaporkan ke Dinkes dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan mengirimkannya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email [email protected] atau [email protected]

Yanti mengatakan gagal ginjal akut diketahui menyerang anak di rentang usia 6 bulan hingga 18 tahun, paling banyak terjadi pada balita.

Gejala awal berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA, gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang. Pada kondisi fase lanjut, harus segera dibawa ke rumah sakit, kata Yanti menambahkan.

Untuk itu, bagi orang tua yang memiliki gejala seperti di atas terutama pada rentang usia tersebut, diminta lebih waspada dengan aktif melakukan pemantauan tanda bahaya umum serta pemantauan jumlah dan warna urin (pekat atau kecoklatan), serta pastikan anak mendapatkan cairan yang cukup dengan minum air.

“Bila anak mengalami gejala dan tanda disertai dengan volume urine berkurang atau tidak ada urine selama 6 hingga 8 jam saat siang hari, segera bawa anak anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,” katanya.

Menurut laporan IDAI, jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak terus meningkat sejak Agustus 2022. Puncaknya terjadi pada September 2022 dengan 78 kasus.

“Kami meminta masyarakat untuk tetap tenang, selalu hati-hati dan waspada. Karena Kemenkes secara aktif terus melakukan pemantauan dan pelacakan kasus di masyarakat untuk menemukan kasus gagal ginjal akut sedini mungkin,” katanya.

Salah satunya dengan melaporan penyakit gagal ginjal akut pada anak maupun penyakit menular lainnya melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Baeed Surveillance (SKDREBS)/ Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam.(ant/dfn/ipg)

(1)

PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN

PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG

1. Pengertian

2. Assesmen Kefarmasian 1. Mengumpulkan data dan informasi spesifik terkait

pengobatan pasien

2. Menentukan problem farmaskoterapi dan farmakoekonomik pasien

3. Menentukan kebutuhan dan tujuan farmakoterapi dan farmakoekonomik pasien

4. Mendesain regimen pengobatan pasien

3. Identifikasi DRP (drug Related Problem) 1. Hentikan sementara obat-obat kortikosteroid/ACTH

yang rutin digunakan pada pasien PGK karena dapat memperburuk kondisi hipertensi

2. Pemilihan OAH (Obat Anti Hipertensi) yang kurang tepat 3. Kegagalan terapi OAH disebabkan karena ketidak

patuhan pasien 4. Potensi interaksi OAH 5. Dosis obat

6. Potensi Efek samping Obat

4. Intervensi Farmasi 1. Rekomendasi obat-obatan yang sebaiknya dihentikan

sebelum penggunaan OAH 2. Rekomendasi pemilihan OAH 3. Pemantauan terapi obat 4. Monitoring Efek samping obat

5. Rekomendasi alternatif terapi jika ada interaksi obat.

5. Monitoring dan evaluasi Monitoring Penggunaan OAH pasien:

1. TTV: Temperatur, Nadi, BP untuk menilai keberhasailan terapi OAH

2. Bandingkan kesesuaian penggunaan OAH dengan yang direkomendasikan di JNC8

6. Edukasi dan Informasi 1. Hentikan penggunaan OAH jika pasien mengalami

ciri-ciri Hipotensi

2. Jangan Hentikan pemakaian OAH karena dapat menyebabkan reaborn hipertensi.

7. Penelaah Kritis Apoteker Klinis

8. Indikator 1. Tekanan darah stabil/ Normal

2. Tidak ada reaksi obat yang tidak di inginkan 3. Interaksi obat dapat di kendalikan jika ada

9. Kepustakaan 1. Dirjen binfar dan alkes, Pharmaceautical care

hipertensi, dirjen binfar dan alkes. 2006 2. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook 9th, 2015

3. Kemenkes, Standar Pelayanan Farmasi no 71 Kemenkes RI. 2017

(2)

PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN

PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG

1. Pengertian

2. Assesmen Kefarmasian 1. Mengumpulkan data dan informasi spesifik terkait

pengobatan pasien

2. Menentukan problem farmaskoterapi dan farmakoekonomik pasien gagal ginjal kronis

3. Menentukan dosis terapi dengan mempertimbangkan farmako kinetik pasien gagal ginjal kronis

4. Menentukan dan menjamin keseimbangan elektrolit dan tekanan darah pasien

5. Mendesain regimen pengobatan pasien 3. Identifikasi DRP (drug Related

Problem)

1. Lakukan penyesusian dosis dan waktu pemberian obat untuk obat-obatan yang eliminasinya tinggi melalui ginjal.

2. Kombinasi obat-obat golongan penghambat angiotensin dapat (hiperkalemina) menyebabkan peningkatan jumlah kalium dalam darah

3. Penggunaan obat Metformin sebagai anti diabetes dapat memperparah asidosis pasien gagal ginjal kronis 4. Potensi interaksi obat

5. Dosis obat

6. Potensi Efek samping Obat

4. Intervensi Farmasi 1. Rekomendasi obat-obatan yang sebaiknya dihentikan

2. Rekomendasi pemilihan OAH 3. Pemantauan terapi obat 4. Monitoring Efek samping obat

5. Rekomendasi alternatif terapi jika ada interaksi obat.

5. Monitoring dan evaluasi Monitoring Penggunaan OAH pasien:

1. TTV: Temperatur, Nadi, BP untuk menilai keberhasailan terapi OAH

2. Bandingkan kesesuaian penggunaan OAH dengan yang direkomendasikan di JNC8

6. Edukasi dan Informasi 1. Hentikan penggunaan OAH jika pasien mengalami

ciri-ciri Hipotensi

2. Jangan Hentikan pemakaian OAH karena dapat menyebabkan reaborn hipertensi.

7. Penelaah Kritis Apoteker Klinis

8. Indikator 1. Tekanan darah stabil/ Normal

2. Tidak ada reaksi obat yang tidak di inginkan 3. Interaksi obat dapat di kendalikan jika ada

9. Kepustakaan 1. Dirjen binfar dan alkes, Pharmaceautical care

hipertensi, dirjen binfar dan alkes. 2006 2. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook 9th, 2015

(3)

PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN

PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG

1. Pengertian

2. Assesmen Kefarmasian 1. Mengumpulkan data dan informasi spesifik terkait

pengobatan pasien

2. Menentukan problem farmaskoterapi dan farmakoekonomik pasien tindakan double lumen 3. Menentukan dosis terapi dengan mempertimbangkan

farmakokinetik pasien

4. Mendesain regimen pengobatan pasien

3. Identifikasi DRP (drug Related Problem) 1. Obat-obatan yang harus dihentikan sebelum operasi

(Aspirin, anti platelet, anti koagulan, NSAID, ACEI dan ARB)

2. Pemilihan Antibiotik Profilaksis yang kurang tepat 3. Kegagalan terapi infeksi luka operasi (ILO)

4. Potensi interaksi obat 5. Dosis obat

6. Potensi Efek samping Obat

4. Intervensi Farmasi 1. Rekomendasi obat-obatan yang sebaiknya dihentikan

sebelum operasi

2. Rekomendasi pemilihan antibiotik profilaksis 3. Pemantauan terapi obat

4. Monitoring Efek samping obat

5. Rekomendasi alternatif terapi jika ada interaksi obat.

5. Monitoring dan evaluasi Monitoring post operasi:

1. TTV: Temperatur, Nadi, BP untuk menilai efektif ILO 2. KK: inflamasi pada daerah insisi tidak teratasi. 3. Adanya mual post operasi

4. Lab: leukosit

6. Edukasi dan Informasi 1. Hentikan pemakaian obat anti koagulan, anti platelet,

aspirin minimal 7 hari sebelum operasi.

2. Hentikan penggunaan obat ACEI dan ARB 24 jam sebelum operasi

7. Penelaah Kritis Apoteker Klinis

8. Indikator 1. Efektifitas terapi ILO

2. Nyeri teratasi

3. Mual muntah teratasi

9. Kepustakaan 1. Widyati, Dr. M. Clin. Pharm, Apt Praktek Farmasi Klinik

Fokus Pada Pharmaceutical Care, Brilian Internasional. 2014

2. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook 9th, 2015

3. Kemenkes, Standar Pelayanan Farmasi no 71 Kemenkes RI. 2017

(4)

PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN

PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG

1. Pengertian Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah

pemberian agen antibakterial yang secara efektif

menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas : terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika konvensional : 5-14 hari, terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu, terapi dosis rendah untuk supresi. Pemakaian antimikrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.

2. Assesmen Kefarmasian 1. Mengumpulkan data dan informasi spesifik terkait

pengobatan pasien

2. Menentukan problem farmaskoterapi dan farmakoekonomik pasien

3. Menentukan kebutuhan dan tujuan farmakoterapi dan farmakoekonomik pasien

4. Mendesain regimen pengobatan pasien

3. Identifikasi DRP (drug Related Problem) 1. Berikan obat antibiotik sesuai kultur mikroba pasien,

jika belum dilakukan kultur berikan antibiotik spektrum luas untuk penanganana sementara.

2. Pada pasien PGK penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat

3. Potensi interaksi obat 4. Dosis obat

5. Potensi Efek samping Obat

4. Intervensi Farmasi 1. Menghitung dosis obat antibiotik yang sesuai dengan

kondisi pasien

2. Rekomendasi pemilihan antibiotik 3. Pemantauan terapi obat

4. Monitoring Efek samping obat

5. Rekomendasi alternatif terapi jika ada interaksi obat.

5. Monitoring dan evaluasi Monitoring Penggunaan OAH pasien:

1. TTV: Temperatur, Nadi, BP untuk menilai keberhasailan terapi antibiotik

2. Uji lab: nilai leukosit untuk menilai keberhasilan terapi antibiotik

6. Edukasi dan Informasi 1. Penggunaan terapi antibiotik harus dengan ketentuan

yang berlaku misal (antibiotik diminum 3 kali sehari artinya diminum tiap 8 jam)

2. Jangan Hentikan pemakaian antibiotik sebelum terapi selesai karena dapat menyebabkan resistensi antibiotik

7. Penelaah Kritis Apoteker Klinis

8. Indikator 1. Nilai leukosit menurun

2. Tidak ada reaksi obat yang tidak di inginkan 3. Interaksi obat dapat di kendalikan jika ada

9. Kepustakaan 1. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook 9th, 2015

(5)

PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN

PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG

1. Pengertian Menurunkan morbiditas dan mortalitas DM dengan :

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma dalam kisaran normal

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi DM

2. Assesmen Kefarmasian 1. Mengumpulkan data dan informasi spesifik terkait

pengobatan pasien

2. Menentukan problem farmaskoterapi dan farmakoekonomik pasien

3. Menentukan kebutuhan dan tujuan farmakoterapi dan farmakoekonomik pasien

4. Mendesain regimen pengobatan pasien

3. Identifikasi DRP (drug Related Problem) 1. Hentikan sementara obat-obat kortikosteroid/ACTH

yang rutin digunakan pada pasien PGK karena dapat memperburuk kondisi hipertensi

2. Pemberian terapi insulin jika pasien dalam kondisi gangguan fungsi ginjal berat

3. Kegagalan terapi OAD disebabkan karena ketidak patuhan pasien

4. Potensi interaksi OAD 5. Dosis obat

6. Potensi Efek samping Obat

4. Intervensi Farmasi 1. modifikasi gaya hidup untuk mengendalikan perilaku

pasien sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik

2. Rekomendasi pemilihan OAD 3. Pemantauan terapi obat 4. Monitoring Efek samping obat

5. Rekomendasi alternatif terapi jika ada interaksi obat.

5. Monitoring dan evaluasi Monitoring Penggunaan OAH pasien:

1. Pemeriksaan kadar gula dalam darah

2. Pemeriksaan HBA1C untuk melihat kepatuhan pasien

6. Edukasi dan Informasi 1. Hentikan penggunaan OAD jika pasien mengalami

ciri-ciri Hipoglikemik

3. Rubah pola hidup pasien agar dapat mengontrol kadar gula darah dalam keadaan normal

7. Penelaah Kritis Apoteker Klinis

8. Indikator 1. Tekanan darah stabil/ Normal

2. Tidak ada reaksi obat yang tidak di inginkan 3. Interaksi obat dapat di kendalikan jika ada

9. Kepustakaan 1. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook 9th, 2015

2. Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta, EGC.2002. 3. Kemenkes, Standar Pelayanan Farmasi no 71 Kemenkes

(6)

PANDUAN ASUHAN KEFARMASIAN

PENGKAJIAN TERKAIT PERMASALAHAN OBAT (DRUG

1. Pengertian

2. Assesmen Kefarmasian 1. Mengumpulkan data dan informasi spesifik terkait

pengobatan pasien

2. Menentukan problem farmaskoterapi dan farmakoekonomik pasien

3. Menentukan kebutuhan dan tujuan farmakoterapi dan farmakoekonomik pasien

4. Mendesain regimen pengobatan pasien

3. Identifikasi DRP (drug Related Problem) 1. Pemilihan OAH (Obat Anti Hipertensi) yang kurang tepat

2. Kegagalan terapi disebabkan karena ketidak patuhan pasien

3. Potensi interaksi Obat 4. Dosis obat

5. Potensi Efek samping Obat

4. Intervensi Farmasi 1. Rekomendasi obat-obatan yang sebaiknya dihentikan

sebelum Hemodialisa

2. Rekomendasi pemilihan Obat 3. Pemantauan terapi obat 4. Monitoring Efek samping obat

5. Rekomendasi alternatif terapi jika ada interaksi obat.

5. Monitoring dan evaluasi Monitoring Penggunaan Obat pasien:

1. TTV: Temperatur, Nadi, BP untuk menilai keberhasailan terapi

2. Bandingkan kesesuaian penggunaan OAH dengan yang direkomendasikan di JNC8

6. Edukasi dan Informasi 1. Hentikan penggunaan OAH jika pasien mengalami

ciri-ciri Hipotensi

2. Hindari asupan kalium dan air berlebih

7. Penelaah Kritis Apoteker Klinis

8. Indikator 1. Tekanan darah stabil/ Normal

2. Berat badan terkontrol

3. Tidak ada reaksi obat yang tidak di inginkan 4. Interaksi obat dapat di kendalikan jika ada

9. Kepustakaan 1. Dirjen binfar dan alkes, Pharmaceautical care

hipertensi, dirjen binfar dan alkes. 2006. 2. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook 9th, 2015.

3. Kemenkes, Standar Pelayanan Farmasi no 71 Kemenkes RI. 2017