Pada hakikatnya nya yang harus dibangun lebih dahulu adalah

Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, dan pendapat kedua mengatakan bahwa sistem pendidikan model pondok pesantren adalah asli Indonesia.

Menurut pendapat pertama ada dua versi, yang berpendapat bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam awal-awal dakwahnya, Nabi melakukan dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta sekelompok orang, dilakukan di rumah-rumah, seperti yang tercatat di dalam sejarah, salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu Arqam. Sekelompok orang yang tergolong dalam As-Sabiqunal Awwalun inilah yang kelak menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran agama Islam di Arab, Afrika, dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.

Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat itu disebut kiai, yang mewajibkan pengikutnya melakukan suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan kiai. Untuk keperluan suluk ini, para kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terdapat di kiri kanan masjid.

Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang dikenal saat ini pada mulanya merupakan pengambilalihan dari sistem pondok pesantren yang diadakan orang-orang Hindu di Nusantara. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaranajaran agama Hindu.

Pondok pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa Klasik seperti Serat Cobolek dan Serat Centini mengungkapkan dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam Klasik dalam bidang Fiqih, Tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu pondok pesantren.

Masa Kolonialisasi

Ketika pemerintah kolonial Belanda berkuasa di Indonesia, tampaknya tidak mampu mengendalikan pertumbuhan pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang dibangun dan dibentuk oleh masyarakat Islam.
 

Meskipun pemerintah kolonial Belanda melakukan berbagai kebijakan politik diskriminitif dan refresif terhadap lembaga pendidikan Islam; tidak membuat lembaga pendidikan Islam seperti pesantren terhenti perkembangannya.

Orde Lama

Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan memberikan bantuan sebagaimana anjuran oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan:

“Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah“

Pendidikan Agama kemudian diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 Tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu:

Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.

Cara penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-dengan Menteri Agama.

Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat terkait pula dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946. Departemen Agama sebagai suatu lembaga pada masa itu, secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada masa itu ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurus masalah pendidikan agama, yaitu Bagian Pendidikan Agama.

Tugas dari bagian tersebut sesuai dengan salah satu nota Islamic education in Indonesia yang disusun oleh Bagian Pendidikan Departemen Agama pada tanggal 1 September 1956, yaitu : 1) memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir, 2) memberi pengetahuan umum di madrasah, dan 3) mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri.

Berdasarkan keterangan di atas, ada dua hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.

Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren

Sejak masa kolonialisme, pesantren telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang tangguh, sekaligus menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll.  Dapat dikatakan bahwa masa itu pesantren memberikan kontribusi besar bagi terbentunya republik ini.

Analisis lebih jauh kenapa dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana ini muncul tokoh-tokoh nasional yang mampu menggerakan rakyat untuk melawan penjajah, jawabannya karena figur kiai sebagai pimpinan pondok pesantren sangat dihormati dan disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar pondok, mereka meyakini bahwa apa yang diucapkan kiai adalah pengetahuan yang mengandung nilai-nilai kebenaran hakiki (Ilahiyyah).

Orde Baru dan Sekarang

Perkembangan pendidikan pondok pesantren pada periode orde baru, seakan tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan umat Islam.

Setitik harapan timbul untuk nasib umat Islam setelah terjadinya era reformasi, pondok pesantren mulai berbenah diri lagi dan mendapatkan tempat lagi di kalangan pergaulan nasional. Salah satunya adalah pendidikan pondok pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pondok pesantren tidak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional yang illegal, namun pesantren diakui oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal lainnya.

Secara kelembagaan, pembinaan kepada Pesantren dan Pendidikan Diniyah sebelum tahun 2000 dilakukan oleh salah satu Subdit di lingkungan Direktorat Pembinaan Perguruan Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, yaitu Subdit Pondok Pesantren, sebagaimana Keputusan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 1979 tentang Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Sebagai Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1978 tentang Perubahan Lampiran 14 Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974 Tentang Susunan Organisasi Departemen.

Melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama yang merupakan tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen, Subdit Pondok Pesantren berkembang menjadi direktorat yang bernama Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, sebagai satu dari empat direktorat yang pada Ditjen Kelembagaan Agama Islam.  Transformasi layanan kelembagaan dari yang semula berupa unit eselon III (Subdirektorat/Subdit) menjadi unit eselon II (Direktorat) memberikan pengaruh positif terhadap makin berkembangnya layanan melalui berbagai program dan kegiatan untuk menjawab pesatnya perkembangan lembaga Pesantren dan Pendidikan Diniyah.

Pada akhirnya seiring dengan berkembangnya lingkup dan beban layanan, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam berubah menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren berubah pula menjadi Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah.  Perubahan itu berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Agama sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia.  

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, serta Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama, ketentuan mengenai tugas dan fungsi Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah berikut organisasi dibawahnya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama.

Peraturan Menteri Agama  Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama merupakan tindak lanjut dari Pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015, yang menjelaskan mengenai tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kementerian Agama.

Tugas dan fungsi pelayanan terhadap Pesantren dan Pendidikan Diniyah diamanahkan kepada Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.  Direktorat Pesantren dan Pendidikan Diniyah mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi, dan pengawasan Pesantren dan Pendidikan Diniyah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.