Selasa, 1 Mei 2018 | 03:31 WIB
Bobo.id – Apakah teman-teman pernah ke Thailand? Seperti yang sering kita dengar, Thailand sering disebut-sebut sebagai Negeri Gajah Putih atau The Land of White Elepant. Namun, mengapa disebut demikian? Apakah spesies gajah putih memang ada di Thailand? BACA JUGA : Spesies Gajah Baru Ditemukan, Sekarang Ada 3 Spesies Gajah di Dunia Gajah Putih yang Tidak Berwarna Putih Gajah putih yang dimaksud di sini bukan gajah yang benar-benar putih seperti salju. Gajah putih ini merupakan spesies sendiri yang dimiliki oleh para raja di Thailand. Kulit gajah putih justru berwarna cokelat lembut kemerahan yang berubah merah muda saat basah. BACA JUGA : Mammoth, Gajah Purba Berbulu Simbol Kekuasaan Kerajaan Page 2
Page 3
Bobo.id – Apakah teman-teman pernah ke Thailand? Seperti yang sering kita dengar, Thailand sering disebut-sebut sebagai Negeri Gajah Putih atau The Land of White Elepant. Namun, mengapa disebut demikian? Apakah spesies gajah putih memang ada di Thailand? BACA JUGA : Spesies Gajah Baru Ditemukan, Sekarang Ada 3 Spesies Gajah di Dunia Gajah Putih yang Tidak Berwarna Putih Gajah putih yang dimaksud di sini bukan gajah yang benar-benar putih seperti salju. Gajah putih ini merupakan spesies sendiri yang dimiliki oleh para raja di Thailand. Kulit gajah putih justru berwarna cokelat lembut kemerahan yang berubah merah muda saat basah. BACA JUGA : Mammoth, Gajah Purba Berbulu Simbol Kekuasaan Kerajaan
Lihat Foto KOMPAS.com – Negara Thailand memiliki julukan sebagai Negeri Gajah Putih. Hal itu karena gajah, terutama gajah putih merupakan hewan nasional Thailand. Gajah dalam bahasa Thailand disebut sebagai Chang. Salah satu alasan utama ditetapkannya gajah sebagai simbol negara Thailand tidak lepas dari budaya masyarakat setempat. Mereka mengagumi kekuatan, daya tahan, dan umur panjang gajah yang luar biasa. Sementara itu, gajah putih juga merupakan simbol Kerajaan di Thailand. Menurut tradisi Buddha, pada malam kelahiran Sang Buddha, ibunya bermimpi diberi bunga teratai oleh seekor gajah putih. Baca juga: 5 Destinasi Wisata Thailand untuk Dikunjungi Awal 2019 Hewan itu pun menjadi sangat dihormati. Gajah putih bahkan menjadi simbol pada bendera Siam sampai awal tahun 1900-an. Karena hewan ini langka, mereka pun hanya digunakan untuk tugas kerajaan saja. Gajah putih pun menjadi hadiah yang berharga pada masa kerajaan dahulu. Raja-raja Thailand akan menawarkan gajah putih. Sejarah Gajah di Thailand Gajah sebagai simbol nasional negara Thailand juga tidak bisa dilepaskan dari sejarahnya. Sejak tahun 1500-an, masyarakat Thailand telah memanfaatkan ukuran dan kekuatan gajah sebagai kendaraan perang melawan Burma, Melayu, dan Khmer untuk melindungi kerajaan. Pemanfaatan gajah bukan hanya untuk urusan perang. Mereka juga dipekerjakan di seluruh negeri untuk meringankan beban selama beberapa generasi. Biasanya gajah dimanfaatkan untuk mengangkut kayu jati dari kawasan penebangan di hutan lebat sebelah utara. Gajah itu mulai dilatih sejak usia 10 tahun sebelum benar-benar mulai dipakai untuk bekerja. Gajah akan tetap bisa bekerja dan dimanfaatkan sampai sekitar usia 60 tahun.
Lihat Foto Meski masyarakat Thailand akrab dengan gajah, jumlah mereka semakin menurun dari sekitar 100.000 menjadi hanya kurang-lebih 5.000 ekor sejak awal abad ke-20. Hal itu karena gajah tidak lagi digunakan untuk aktivitas penerbangan yang dilarang pada tahun 1989. Gajah putih (atau gajah albino) adalah sejenis gajah langka, walaupun bukan spesies yang berbeda. Meskipun sering digambarkan sebagai berwana seputih salju, kulit mereka sebenarnya biasanya berwarna coklat lembut kemerahan yang berubah merah muda saat basah. Mereka memiliki bulu mata dan kuku yang lentik.
Gajah putih hanya putih secara penamaan, dan tidak berwarna putih. Dari yang saat ini disimpan oleh penguasa Myanmar (bangsa Burma), yaitu Jenderal Than Shwe yang menganggap dirinya sebagai pewaris sah dari tahta raja-raja Burma, terdapat satu gajah yang keabu-abuan dan tiga lainnya yang berwarna merah muda, tetapi secara resmi disebut "putih". Raja Thailand juga menyimpan sejumlah gajah putih. Saat ini tidak ada gajah putih di Laos, atau di Kamboja, tetapi mantan Wakil Presiden AS Spiro Agnew pernah menghadiahkan seekor gajah putih kepada Raja Norodom Sihanouk dari Kamboja. Indra (alias Sakra) dan Sachi Menunggangi Airawata, Gajah Ilahi berkepala lima, Naskah dari kitab Jain, Panchakalyanaka ("Lima Peristiwa Menguntungkan dalam Kehidupan Jina Rishabhanatha [Adinatha]"), sekitar 1670-1680 M, Lukisan di museum LACMA, lukisan asli dari Amber, Rajasthan Dalam agama Hindu di India dan nusantara (Indonesia), Gajah putih dianggap milik Dewa Indra. Nama gajah Dewa Indra adalah Airawata, sang gajah terbang. Airawata dinobatkan sebagai Raja dari semua gajah oleh Dewa Indra. Di nusantara Indonesia, gajah putih adalah hewan yang suci pada zaman kerajaan Hindu-Buddha. Gajah putih masih dipopulerkan oleh kebudayaan Gayo di Aceh dalam tradisi Tari Guel. Kabupaten Bener Meriah di Dataran tinggi Gayo juga mendapatkan julukan "Bumi Gajah Putih" karena tradisi tersebut.
Di Negeri Siam (sekarang Kerajaan Thai), gajah putih (bahasa Thai: chang phueak, Aksara Thai: ช้างเผือก) adalah suci dan simbol kekuasaan kerajaan; semua gajah putih yang ditemukan di kerajaan harus diberikan kepada Raja Siam, begitu pula Raja Thai (biasanya ini adalah upacara kerajaan dan gajah tersebut tidak dimasukkan ke dalam penangkaran). Makin banyak gajah putih yang dimiliki raja, dipercaya akan semakin besarlah kekuasaannya dan semakin baik nasib kerajaannya. Karena tradisi-tradisi inilah Negeri Siam juga dijuluki sebagai Negeri Gajah Putih di nusantara (Indonesia). Raja Thai Bhumibol Adulyadej atau "Rama IX" memiliki sepuluh gajah putih dan dianggap sebagai pencapaian besar yang mungkin dapat diperolehnya berkat adanya kemajuan teknologi komunikasi modern. Seekor gajah putih di Kerajaan Thai tidak harus albino, meskipun harus memiliki kulit pucat. Hewan calon akan dinilai berdasarkan serangkaian kriteria fisik dan perilaku (termasuk warna mata, bentuk ekor dan telinga, dan kecerdasan). Mereka yang lulus tes kemudian diserahkan ke salah satu dari empat kategori dan ditawarkan kepada raja, meskipun yang mendapat nilai rendah kadang-kadang akan ditolak.
Pada masa lalu Kerajaan Siam, gajah putih dengan kualitas yang lebih rendah akan diberikan sebagai hadiah kepada teman dan sekutu raja Siam. Hewan ini membutuhkan banyak perawatan, dan karena suci, tidak dapat disuruh untuk bekerja, hal ini menjadikan gajah putih sebagai beban keuangan yang besar pada penerima hadiah atau pemiliknya, sehingga hanya raja atau orang yang sangat kaya yang mampu membelinya. Menurut satu cerita, gajah putih kadang-kadang diberikan sebagai hadiah untuk beberapa musuh (sering bangsawan berkedudukan lebih rendah yang tidak disenangi raja Siam). Penerima yang malang, tidak dapat memperoleh keuntungan apa pun dari hadiah ini, dan juga wajib menjaga hewan tersebut, akan mengalami kebangkrutan dan kehancuran karena tidak mampu mengurus hewan tersebut[butuh rujukan]. Begitu pula di Myanmar, gajah putih juga dihormati sebagai simbol kekuasaan dan nasib baik. Pengumuman oleh rezim militer Myanmar tentang penemuan gajah putih pada tahun 2001 [1] dan 2002[2] dinilai oleh oposisi mereka sebagai bertujuan untuk memperkuat dukungan untuk rezim mereka. Sebanyak tiga gajah putih pada tahun 2010 [3] ditaruh di sebuah paviliun di pinggiran Yangon. Istilah "white elephant" ("gajah putih") dalam bahasa Inggris, berarti hal spektakuler dan bergengsi yang memberikan lebih banyak kesulitan daripada kegunaan, atau telah habis manfaatnya bagi orang yang memilikinya. Walaupun benda / objek tersebut mungkin berguna bagi orang lain, pemiliknya saat ini biasanya akan senang apabila bisa lepas dari benda tersebut. Dengan alasan ini, secara komersial, sebuah benda yang dinilai sebagai "gajah putih" dapat tersedia untuk dibeli dengan harga yang sangat menguntungkan. Salah satu contoh benda seperti ini mungkin adalah rumah besar yang biaya perawatannya melebihi kapasitas finansial pemiliknya. Di Britania Raya, Australia, dan Selandia Baru istilah "kios gajah putih" berarti sebuah kios di pasar yang menjual benda yang tidak biasa atau pernak-pernik lainnya yang telah disumbangkan, karena benda-benda tersebut adalah "gajah putih" bagi pemilik sebelumnya.
|