Mengundang semua orang sesuai dengan kedudukannya terdapat pada PERJAMUAN

Semua diundang ke pesta itu (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Apa yang hendak kita katakan berkait dengan ”Perumpamaan tentang Perjamuan Kawin” (Mat. 22:1-14) ini? Saya punya satu ungkapan: lupa diri. Mari kita bayangkan, dalam khayal tentunya, perumpamaan ini!

Episode pertama menceritakan seorang raja yang mengundang orang-orang untuk hadir dalam resepsi perkawinan anaknya, namun yang diundang menolak hadir. Sang Raja yang kecewa berusaha membujuk para undangan itu melalui hamba-hambanya. Mereka tetap tidak mengindahkan undangan itu, malah membunuh hamba-hambanya. Sang Raja murka dan memerintahkan para hambanya untuk membinasakan para pembunuh itu dan membakar kota mereka.

Lupa Status

Kelihatannya para undangan itu lupa akan status mereka. Mereka lupa bahwa mereka adalah hamba raja itu. Dan memang aneh, ada hamba yang menolak undangan Sang Raja. Yang perlu kita ingat, latar belakang perumpamaan bukanlah pada zaman demokrasi. Tidak. Ini zaman kerajaan.

Bagaimanapun, menolak undangan berarti meremehkan pihak yang mengundang. Artinya, mereka telah menolak raja itu sebagai raja mereka. Dengan kata lain, mereka telah lupa atau melupakan status kehambaan mereka. Mereka ingin berstatus sama seperti raja. Ini berarti pemberontakan.

Lagipula, yang perlu dicermati, mereka agaknya juga lupa bahwa mereka merupakan orang pilihan. Tentunya, tidak semua orang diundang. Dan mereka termasuk dalam daftar undangan. Artinya, sekali lagi mereka adalah orang terpilih: orang yang dipilih menikmati perjamuan kawin anak raja.

Sejatinya, diundang raja berarti dihargai raja! Diundang raja berarti mereka dianggap penting untuk diundang. Pada titik ini raja menganggap mereka penting. Jika tidak, tentulah raja tak akan mengundang mereka. Sepertinya, mereka tidak merasa dianggap penting. Mereka tidak merasa dihargai. Dan mereka menganggap sepi undangan itu.

Kesempatan Kedua

Murkakah raja? Tidak. Dan ini anehnya: Sang Raja memberikan kesempatan kedua. Tampaknya raja merasa bahwa para undangan itu kurang memahami maksudnya. Kelihatannya, para undangan itu merasa bahwa undangan itu adalah untuk keuntungan dan kepentingan Sang Raja belaka. Oleh karena itu, raja merasa perlu mengundang mereka sekali lagi, bahkan seperti membujuk.

Perhatikanlah, kalimat Sang Raja sewaktu memberikan kesempatan kedua itu: ”Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini.” (Mat. 22:4).

Dalam kalimat ini, jelas terlihat bahwa Sang Raja ingin mereka datang. Tetapi, Sang Raja hendak mengatakan bahwa kehadiran mereka bukan untuk kepentingan atau keuntungan raja saja. Lebih dari itu, kehadiran para undangan itu adalah untuk kepentingan dan keuntungan para undangan itu sendiri. Mereka hanya tinggal datang. Semuanya telah tersedia. Dan semua hidangan itu memang bukan untuk raja, tetapi untuk mereka. Bagaimanapun, raja sudah sering makan enak.

Menilik kesempatan kedua ini, sesungguhnya raja telah bertindak merendahkan dirinya. Mana ada raja kayak begini? Raja yang masih sabar terhadap orang-orang yang tinggal di kerajaannya. Maksud raja ialah agar para undangan tersebut sadar bahwa apa yang dilakukan raja memang bukan untuk memuaskan ego raja. Sekali lagi untuk kepentingan para undangan itu.

Namun demikian, mereka kembali menganggap sepi undangan itu. Mereka tidak menghargai kesempatan kedua itu. Mereka agaknya nggak ngeh ’tidak sadar’ bahwa raja telah merendahkan dirinya. Mereka sekali lagi lupa bahwa mereka telah dihargai raja begitu tinggi. Tak ada yang hadir memenuhi undangan itu, ada yang pergi ke ladang, ada yang mengurus usahanya, dan yang lebih ekstrem lagi ada yang membunuh kurir raja!

Raja murka. Para undangan itu telah melupakan status mereka sebagai hamba raja. Melupakan status sebagai hamba berarti juga menganggap remeh Sang Raja sebagai tuan mereka. Bahkan mereka pun tak mengindahkan undangan kedua. Mereka tak layak lagi hidup di kerajaan itu karena mereka tidak menghargai kelayakan yang dikaruniakan atas mereka. Hasil akhirnya adalah kematian.

Tak Berbusana Pesta

Dalam episode kedua, raja lalu memerintahkan para hambanya untuk mengundang semua orang tanpa kecuali. Dan penuhlah orang yang hadir dalam pesta itu. Namun, raja murka tatkala ada orang yang tak mengenakan baju pesta.

Mungkin ada nada protes dalam benak: mengapa raja marah? Bukankah undangan itu terbuka untuk semua orang? Jadi, kenapa pula raja harus marah?

Memang undangan itu untuk semua orang, tetapi setiap orang yang hadir seharusnya menghargai undangan tersebut. Menghargai undangan tersebut berarti pula menghargai Sang Raja yang telah melayakkan mereka hadir dalam undangan tersebut. 

Di mata raja, orang-orang yang tak mengenakan baju pesta memang tidak menghargai diri mereka sendiri. Sesungguhnya, raja telah mengangkat derajat mereka begitu tinggi, dari orang yang tak diundang menjadi orang undangan, tetapi tingkah laku mereka tak sesuai dengan derajat mereka. Tak menghargai diri sama halnya dengan tak menghargai raja. Mereka lupa akan status mereka yang baru. Mereka tetap berkutet pada status lama mereka. Artinya, tak beda dengan kelompok manusia pertama, mereka tidak menghargai kelayakan yang telah mereka terima.

Sekali lagi, itu berarti tak menghargai Sang Raja!

Email:

Editor : Yoel M Indrasmoro

Perumpamaan tentang perjamuan kawin adalah sebuah perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada murid-muridnya. Kisah ini tercantum di dalam Injil Matius yaitu bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen pada Matius 22:1-14. Perumpamaan ini hampir sama dengan perumpamaan yang terdapat dalam Injil Lukas pasal 14 yang bertajuk perumpamaan orang-orang yang berdalih.

Mengundang semua orang sesuai dengan kedudukannya terdapat pada PERJAMUAN

Jan Luyken: undangan perjamuan, Bowyer Bible.

Mengundang semua orang sesuai dengan kedudukannya terdapat pada PERJAMUAN

Jan Luyken: orang yang tidak memakai pakaian pesta, Bowyer Bible.

 

"Tamu yang tidak diundang", karya Matthaeus Merian, 1625-30

Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka.

Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu.

Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.

Raja tersebut melambangkan Allah, dan perjamuan kawin tersebut melambangkan Surga. Para undangan melambangkan umat pilihan Allah, yakni bangsa Israel. Allah mengundang umat pilihannya, tetapi mereka tidak mau datang. Allah lalu mengutus Yesus kepada orang Israel, tetapi orang Israel tetap tidak mau percaya, dan bahkan menangkap, menyiksa dan membunuh Yesus. Maka Allah lalu menghukum mereka dengan menghancurkan Israel oleh bangsa Romawi dan bangsa-bangsa lainnya sehingga bangsa Israel tercerai-berai hingga abad ke-20.

Lalu Allah berpaling kepada bangsa-bangsa lain dan memberikan anugerah keselamatan kepada segala bangsa. Ia mengutus hamba-hambanya yang lain, yaitu para misionaris-misionaris ke seluruh dunia untuk mengundang orang-orang masuk ke dalam kerajaan Surga. Banyak orang jahat maupun baik yang mendengar undangan tersebut dan mau datang, tetapi orang-orang yang jahat datang tanpa mempersiapkan diri, yang dilambangkan dengan tidak berpakaian pesta. Allah akan menghukum mereka dengan melemparkan mereka ke neraka (kegelapan yang paling gelap). Di akhir perumpamaan itu Yesus memberi konklusi:

"Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."[1]

Gambaran eskatologis suatu perjamuan (terutama perjamuan pernikahan) juga muncul dalam perumpamaan hamba yang menantikan tuannya dan perumpamaan gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh. Di sini undangan perjamuan itu diperluas, bukan hanya untuk orang-orang Yahudi melainkan juga untuk orang-orang bukan Yahudi.[2]

Sasaran perumpamaan ini adalah orang-orang beragama yang tidak punya waktu untuk Allah; mereka digambarkan sebagai orang-orang yang menerima undangan, tetapi saat hidangan sudah siap, menyatakan terlalu sibuk untuk hadir.[3]

Augustinus berpendapat bahwa pakaian pesta itu sebenarnya disediakan oleh sang pengundang, tetapi tampaknya bukan implikasi yang dimaksudkan.[3] Ia juga menafsirkan pakaian itu melambangkan "kebajikan",[4] tetapi penafsiran ini tidak diterima luas sekalipun pada zaman kuno.[5]

Martin Luther menafsirkan pakaian itu melambangkan Yesus Kristus sendiri.[6]

John Calvin merujuk kepada penafsiran lain dalam komentarnya:

Mengenai pakaian pesta (perjamuan pernikaha), itukah iman, atau hidup yang kudus? Ini adalah kontroversi yang tidak berguna; karena iman tidak dapat dipisahkan dari perbuatan baik, maupun perbuatan baik tidak dapat muncul dari sumber-sumber selain iman.[7]

Perumpamaan ini telah digambarkan oleh sejumlah seniman termasuk Bernardo Cavallino, Jan Luyken, dan John Everett Millais.

Berbagai nyanyian Kristen telah dibuat dengan ilham dari perumpamaan ini, misalnya "All is ready" karya Fanny Crosby,[8] dan "All Things are Ready" karya Charles H. Gabriel[9]

Topik ini juga digubah dalam bentuk kantata oleh Johann Sebastian Bach untuk Minggu kedua setelah Trinitas dalam liturgi gereja dengan judul Die Himmel erzählen die Ehre Gottes, BWV 76 pada tahun 1723 dan Ach Gott, vom Himmel sieh darein, BWV 2 pada tahun 1724.

Suatu versi perumpamaan ini didapati pada naskah di luar Alkitab yang dinamai "Injil Tomas" (Perkataan 64).[10] Dalam naskah itu perumpamaan tersebut "menjadi teguran atas urusan bisnis dan pengumpulan harta".[11]

  • Perumpamaan orang-orang yang berdalih
  • Bagian Alkitab yang berkaitan: Matius 22, Lukas 14

Perumpamaan perjamuan kawin

Kehidupan Yesus
Minggu Sengsara

Didahului oleh:
Perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur
Injil Matius
pasal 22
Diteruskan oleh:
Hal membayar pajak kepada Kaisar

  1. ^ Matius 22:14
  2. ^ Robert H. Stein, An Introduction to the Parables of Jesus, Westminster John Knox Press, 1981, ISBN 0-664-24390-8, pp. 82-91.
  3. ^ a b R. T. France, The Gospel According to Matthew: An introduction and commentary, Eerdmans, 1985, ISBN 0-8028-0063-7, pp. 312-313.
  4. ^ Augustine of Hippo, Sermon 45 on the New Testament.
  5. ^ David Paul Parris, Reception Theory and Biblical Hermeneutics, Pickwick Publications, 2008, ISBN 1-55635-653-6, p. 250.
  6. ^ John Nicholas Lenker, The Precious and Sacred Writings of Martin Luther, 1905 (reprinted by BiblioLife, 2009, ISBN 1-115-36364-6, p. 234).
  7. ^ John Calvin, Commentary on Matthew, Mark, Luke - Volume 2.
  8. ^ The Cyber Hymnal: All is Ready.
  9. ^ The Cyber Hymnal: All Things are Ready.
  10. ^ Gospel of Thomas: terjemahan Lamb dan terjemahan Patterson/Meyer.
  11. ^ Bernard Brandon Scott, Hear Then the Parable: A commentary on the parables of Jesus, Fortress Press, 1989, ISBN 0-8006-2481-5, pp. 161-168.

  • SarapanPagi: Perumpamaan tentang Perjamuan Kawin
  • (Inggris) Animasi Lego tentang perumpamaan ini

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perumpamaan_perjamuan_kawin&oldid=15164384"