Mengapa pendekatan kuantitatif di perlukan dalam ilmu manajemen jelaskan

Penulis : Riky Perdana

Publikasi : Website Prodi Manajemen, FEB, UMRI

Bismillahirrahmanirrahim,

Saya tulis teks ini sebagai bentuk perhatian saya kepada para mahasiswa/i yang baru saja melangkahkan kakinya di dunia penelitian, sekaligus sumbangsih bagi dunia penelitian untuk memandu tentara ilmiah baru dalam dunia perguruan tinggi kita. Teks ini saya tulis secara informil agar bisa menjadi bacaan ringan mahasiswa/i. Selamat membaca ya.

Penelitian kuantitatif cocok untuk digunakan untuk pada penelitian yang akan mengamati fenomena yang dapat dikuantifikasi. Pada umumnya penelitian kuantitatif dimaksudkan untuk menjabarkan fenomena atau memahami polanya dengan cara yang terukur. Dengan menggunakan metode kuantitatif peneliti dapat memahami kuantitas sebuah fenomena yang dapat digunakan nantinya untuk perbandingan. Dengan menggunakan statistik inferensial, peneliti dapat melihat pola hubungan, interaksi, dan kausalitas atas fenomena yang diamati. Pada umumnya penelitian kuantitatif adalah perwujudan dari paradigma berfikir Deduktif (umum ke khusus) dimana peneliti mencoba mencari pengetahuan baru atau menguji keabsahan pengetahuan yang telah ada terhadap fenomena empiris yang peneliti amati.

Sebelum memulai penelitian kuantitatif, penting bagi peneliti memahami benar bagaimana cara kerja umum metode tersebut kuantitatif dan memahami alasan kuat mengapa metode kuantitatif harus digunakan untuk menjawab pertanyaan ilmiah yang peneliti  diajukan. Jangan sampai kedangkalan pemahaman akan penelitian kuantitatif, berpikir deduktif, dan kebutaan terhadap metode riset lainnya yang sangat beragam menyebabkan peneliti mencoba menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk mencoba menjawab seluruh pertanyaan ilmiah. Maka dari itu penting bagi peneliti untuk memperluas cakrawala pengetahuan dengan belajar ragam metode riset ilmiah, hingga peneliti dapat mengenali pasangan pertanyaan ilmiah dan metode yang tepat.

Dalam penelitian kuantitatif terdapat 2 jenis statistik yang dapat digunakan untuk menganalisa fenomena, iaitu deskriptif dan inferensial. Deskriptif digunakan untuk menjabarkan fenomena melalui angka dimana peneliti mendapatkan gambaran kondisi sesuai fakta yang tampak untuk perbandingan. Sedangkan Inferensial digunakan peneliti untuk mengungkap fakta yang tidak eksplisit yang ditunjukkan oleh data mentah. Pada umumnya penelitian yang menggunakan statistik inferensial tetap menggunakan/diawali statistik deskriptif untuk gambaran umum. Penelitian kuantitatif deskriptif murni hanya untuk menggambarkan fakta atas hal yang tampak pada populasi sehingga penelitian deskriptif murni tidak memerlukan hipotesis.

Hipotesa baru dibutuhkan ketika peneliti akan melaksanakan penelitian kuantitatif yang melibatkan statistik inferensial. Peneliti membutuhkan hipotesis sedari awal sebagai perbandingan terhadap hasil akhir penelitian, juga sebagai panduan bagi peneliti selama penelitian dalam hal menentukan populasi, sampel, alat uji, landasan teori, dan lainnya. Hipotesis adalah pernyataan asumtif berdasarkan sintesa peneliti terhadap sebuah fenomena empiris. Dikatakan asumtif karena peneliti berupaya menduga fakta dibalik fenomena melalui penalaran dan pengetahuan yang diperoleh. Hipotesis yang baik bersifat adalah tertutup dan terbatas, dikatakan demikian karena hipotesis tidak boleh bermakna ganda dan harus spesifik dalam menyatakan sebuah dugaan. Oleh karena itu pembahasan hipotesis pada umumnya berbunyi “variabel X (berkorelasi, berpengaruh, dll) terhadap variabel Y secara (signifikan, melalui variabel lain, dll)”. Hipotesis juga dapat diwakilkan oleh bagan yang umum disebut sebagai kerangka pemikiran yang umumnya. Bagan kerangka pemikiran pada umumnya berupa simbolisasi variabel yang dihubungkan dengan garis yang mewakili pemikiran peneliti akan adanya hubungan kausalitas diantara mereka.

Sebelum mulai melakukan pengukuran apapun, penting bagi peneliti untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang akan diukur. Dalam mengamati sebuah fenomena, peneliti akan menggunakan nalarnya untuk mencermati apa saja faktor yang terlibat dalam terjadinya sebuah fenomena. Dua atau lebih konsep abstrak yang menurut pengamatan peneliti terlibat di dalam sebuah fenomena dan diduga memiliki hubungan yang saling berpengaruh diantaranya, itulah yang disebut variabel. Disebut sebagai variabel karena peneliti menduga kehadiran dan perubahannya dalam suatu lingkungan empiris berpotensi mengubah kondisi variabel lainnya. Pada umumnya konsep abstrak yang diamati oleh peneliti telah lebih dulu disintesis dan diuji oleh peneliti yang lain, hal ini dapat peneliti saksikan sendiri pada artikel berbagai jurnal. Peneliti dapat mengadopsi salah satu variabel tersebut yang paling mewakili konsep abstrak yang ada di dalam pikiran peneliti.

Ketika peneliti mengamati sebuah fenomena, besar kemungkinan seorang peneliti untuk mengidentifikasi lebih dari satu variabel, yaitu faktor yang ditentukan dan faktor lain yang menentukannya. Pada realita empiris *butuh diberi penjelasan makna dari empiris agar mudah dipahami peneliti pemula/mahasiswa) yang peneliti saksikan, kemungkinan peneliti akan berasumsi bahwa suatu kejadian ditentukan oleh satu atau lebih kejadian yang lain. Bahkan kejadian penentu itupun merupakan dampak dari kejadian yang lain, baik peneliti sadari maupun tidak. Konsep inilah yang disebut dengan ‘the nature of causality‘, sebuah cara pikir dan keyakinan bahwa segala yang dapat terukur melalui oleh pengamatan manusia sesungguhnya ketergantungan atas satu sama lain. Menemukan pola hubungan antar variabel tersebutlah salah satu upaya manusia dalam memahami alam agar dapat lebih bermanfaat bagi manusia.

Jika peneliti hanya mengasumsikan sebuah variabel yang berpengaruh terhadap sebuah variabel lainnya maka pola tersebut diberi istilah univariat, bila jumlah variabel bebasnya pas 2 maka disebut bivariat, dan bila lebih dari 2 maka disebut multivariat. Dalam penelitian kuantitatif yang mencoba menganalisa kausalitas, merupakan hal umum bila peneliti membuat daftar panjang nama variabel bebas dan terikat yang peneliti asumsikan ada/terlibat dalam fenomena yang diamati. Namun seiring penelitian berlangsung maka daftar variabel tersebut akan semakin pendek setelah melalui penyaringan atas variabel yang relevan dan pengurutan atas dasar prioritas, atau ada juga kemungkinan bertambah atau berubah. Dari daftar variabel yang tersisa, peneliti dapat mencoba mengkonseptualisasikan pola hubungan diantara semuanya sesuai dengan asumsi peneliti. Dalam tahapan ini, penting bagi peneliti untuk meninjau banyak penelitian lain yang mungkin menggunakan daftar variabel yang sama bahkan pola yang serupa. Dengan mempelajari beragam sumber tersebut akan lebih mudah bagi peneliti untuk mengkonseptualisasikan kerangka pemikirannya yang unik dan masuk akal untuk diteliti. Keunikan–sering dianggap wajib–akan menjadi nilai tambah bagi penelitian.

Note: Mahasiswa dituntut untuk melaksanakan penelitian sebagai ujian terakhirnya di perguruan tinggi sebelum nantinya ia berhak diberikan gelar sarjana sesuai bidang keilmuannya. Menempatkan penelitian sebagai prasyarat kelulusan tentu merupakan hal yang positif dimana mahasiswa dilatih dan diuji untuk berfikir ilmiah dan memberikan kontribusinya (rekam jejaknya) dalam dunia keilmuan. Namun seringkali tuntutan konstruktif ini menjadi beban bagi mahasiswa yang dalam hatinya enggan untuk melibatkan diri dalam masyarakat keilmuan, dan memandang penelitian ini tidak lebih dari sekedar penghambat untuk memperoleh gelar sarjana. Rasa beban tersebutlah yang menjadi motivasi bagi mahasiswa/i untuk menghindari berpikir kritis, yang konsekuensinya penelitian unik dan berpotensi lebih kompleks dan justru mencari jalan yang dianggap aman dengan mencari topik penelitian yang temanya sudah sering diangkat, metode penelitian sudah umum digunakan, dan hasil penelitiannya tidak benar-benar memberikan nilai tambah bagi bidang ilmunya. Saya pikir lebih baik dijadikan paragraf baru Pada fakultas ekonomi di banyak kampus di Indonesia, dan mayoritas mahasiswa mencoba menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk diangkat dalam penelitian, dan mayoritas hipotesis dan hasil penelitian ‘ini berpengaruh terhadap itu secara langsung, positif dan signifikan’. Fenomena ‘overuse of one particular scientific method‘ seperti ini kelak akan menjadi bahan perbincangan di kalangan akademi perguruan tinggi. Tentu tidak ada yang salah pada memilih metode penelitian kuantitatif pada penelitian adik-adik mahasiswa/i berikutnya, bila pertanyaan penelitian memang mengarah pada sesuatu yang dapat dikuantifikasikan atau terkait hubungan kausalitas. Yang tidak tepat adalah ketika mahasiswa/i-nya tidak banyak tahu tentang ragam metode riset ilmiah dan buru-buru menjatuhkan pilihan pada metode penelitian kuantitatif khususnya kausalitas, baru kemudian menentukan pertanyaan ilmiah untuk disesuaikan. Perlu diingat oleh setiap mahasiswa bahwa metode penelitian peranannya hanyalah memandu peneliti untuk menemukan jawaban yang mendekati kebenaran, bukan untuk menentukan apa yang harus dicari oleh peneliti. Saran untuk mahasiswa, pilihlah/rumuskanlah masalah ilmiah yang menurut kalian penting untuk dibahas dan akan berkontribusi besar bagi bidang ilmu manajemen, barulah memilih metode penelitian yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang agung tersebut.

Kembali ke pembahasan, penting bagi peneliti untuk mengidentifikasikan variabel apa saja yang terkandung dalam fenomena yang diamati dan memutuskannya untuk dilibatkan dalam proposal penelitian. Namun peneliti perlu mengingat bahwa daftar variabel tersebut dapat berubah seiring penelitian berjalan dan hasil konsultasi dengan dosen. Dalam konteks penelitian kuantitatif pada umumnya nilai dari variabel akan diwakili oleh angka. Angka ini dapat diperoleh dari fenomena yang diamati, atau responden yang nanti akan menjadi objek penelitian. Data angka pun ada kategorinya, bila ia data yang tidak berurut maka disebut data nominal, bila berurut maka disebut ordinal, bila ia data skala maka disebut interval. Perbedaan maksud data angka ini akan sangat menentukan alat analisis statistik apa yang nantinya akan digunakan peneliti untuk menerjemahkan/mengambil makna dari seluruh data angka yang dihimpun oleh peneliti.

Sumber: Hidayat (2012), statistikian.com

Sebuah sumber dari statistikian.com menyediakan beberapa tabel referensi yang dapat dipelajari calon peneliti untuk mencocokkan antara jenis data dan tujuannya untuk menentukan jenis analisis statistik apa yang cocok untuk digunakan peneliti. Dari beberapa tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah variabel yang dilibatkan juga sangat menentukan jenis analisis statistiknya, yaitu univariat (hanya 1 variabel bebas) dan multivariat (lebih dari 1 variabel bebas). Tentu saja cara kerja dari masing-masing alat analisis tersebut berbeda-beda dan akan menghasilkan bentuk simpulan yang berbeda pula. Namun tujuan mereka tetap sama yaitu mencari makna yang terkandung di dalam data dan menguji apakah asumsi peneliti yang tentunya dalam bentuk hipotesis dapat diterima atau tidak. Disini penulis sangat menyarankan kepada pembaca untuk googling masing-masing teknik analisis statistik tersebut, nonton tutorial youtube yang relevan, atau baca buku tentang teknik analisis statistik untuk penelitian kuantitatif. Apapun teknik statistik yang akan peneliti pilih nantinya, semua bertujuan untuk membantu peneliti untuk menguji hipotesis dan mengungkap fakta, maka penting bagi peneliti untuk menjelaskan alasannya dalam draft penelitian mengapa alat statistik tersebut digunakan, bukan hanya sekedar karena orang lain juga menggunakan.

Ketika mahasiswa menulis kajian pustaka untuk penelitiannya, seringkali mahasiswa melibatkan seluruh teori bidang ilmu manajemen, pengertian salah satu konsentrasinya, dan sederet teori atau definisi akan seluruh variabel yang akan ia libatkan dalam penelitian. Tentu hal ini merupakan hal yang bagus, bila tujuan penelitiannya adalah agar para pembaca memahami konteks sebuah variabel yang sealur dengan pemikiran peneliti, sayangnya penulis sebagai dosen sering menemukan draft penelitian mahasiswa yang 2/3 ketebalan skripsinya dipenuhi oleh bab kajian pustaka yang mana peneliti memasukkan seluruh teks yang dapat ia himpun dari internet, jurnal, buku, dan semua sumber yang relevan dengan yang ia bahas. Sedikit yang menyadari bahwa isu sentral yang seharusnya diprioritaskan peneliti pada bab kajian pustaka adalah pada ‘literature review’, sebuah timeline penelitian terdahulu akan bagaimana tema tersebut dibahas dari waktu ke waktu dan peneliti harus menyampaikan sedikit ulasan dan kritiknya atas naskah tersebut, hingga peneliti bisa bercermin dimana posisi penelitian yang akan ia langsungkan nantinya, istilah kerennya novelty penelitian.

Bicara tentang kerangka pemikiran penelitian kuantitatif, hampir selalu erat dengan sebuah model hubungan kausalitas yang mana dalam sebuah bagan peneliti menempatkan simbolisasi beberapa buah variabel yang saling dihubungkan melalui garis yang menandakan adanya hubungan sebab akibat diantara keduanya, dimana satu menjadi variabel bebas sementara satu yang di ujung lainnya sebagai variabel terikat. Peneliti tingkat mahasiswa akan umum menemukan bentuk model hubungan variabel yang terdiri dari beberapa variabel bebas yang terhubung pada satu variabel terikat. Bila peneliti melihat kerangka penelitian orang lain maka akan ditemukan bentuk yang beragam, tergantung penempatan simbol variabel di dalam model maka akan ada variabel yang posisinya moderasi atau intervening (penyela).

                                            Sumber: Hendriadi, 2010

Moderasi artinya sebelum sebuah variabel mempengaruhi yang terikat, maka harus diperantarai dulu oleh variabel baru diantaranya yang memiliki sifat depended terhadap pendahulunya sekaligus bersifat bebas bagi variabel berikutnya. Disebut variabel intervening bila diantara sebuah variabel bebas dan variabel terikat terdapat variabel baru yang secara probabilistik dapat mempengaruhi hubungan kausalitas diantaranya, maupun tidak. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang kedua pemosisian tersebut silahkan googling definisi berikut dengan contohnya. Bila bagan kerangka pemikiran yang sederhana tidak cukup mewakili kompleksitas hubungan kausalitas diantara beberapa variabel, maka peneliti dapat menilik pada model ‘path analysis‘ yang akan memungkinkan peneliti untuk menggambarkan hubungan kausalitas kompleks yang ia asumsikan.

Para peneliti perlu mengingat bahwa sesederhana atau sekompleks apapun kerangka pemikiran yang ia coba gambarkan, semuanya tidak lebih dari dugaan peneliti akan model kausalitas antar variabel yang ia amati dari fenomena empiris. Kerangka kompleksitas pemikiran yang peneliti rumuskan juga akan menentukan kompleksitas teknik analisis statistik yang akan digunakan nantinya. Walau demikian peneliti harus tetap percaya diri dengan kemampuannya, semakin kompleks kerangka penelitian yang dirumuskan peneliti maka akan mendorong peneliti tersebut untuk paham lebih banyak. Dan yang pasti, penelitian yang peneliti anggap berharga patut untuk diperjuangkan.

Mari kita mulai dengan Bismillahirrahmanirrahim.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA