pada masa demokrasi liberal !
Mohammad Natsir KOMPAS.com - Mulai 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno memberlakukan Demokrasi Liberal, yang belangsung hingga 5 Juli 1959. Dalam kurun waktu sembilan tahun itu, terjadi sebanyak tujuh kali pergantian kabinet dengan perdana menteri yang juga berbeda-beda. Berikut ini 7 kabinet pada masa demokrasi liberal.
Lantas, apa yang menyebabkan sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal? Baca juga: Kabinet Indonesia Masa Demokrasi Liberal Alasan pergantian kabinetEra Demorkasi Liberal merupakan masa di mana Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Faktor yang menyebabkan seringnya terjadi pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal adalah karena pada masa ini Indonesia menganut sistem multipartai. Akibatnya, partai politik saling beradu kepentingan dan rasa persaingan antargolongan membuat anggotanya lebih mengutamakan kepentingan partai mereka sendiri. Karena kepentingan yang saling berbenturan itu, tidak ada kabinet yang dapat melaksanakan programnya sehingga tuntutan dari parlemen juga tidak tercapai. Apabila sudah begitu, kabinet-kabinet sering jatuh akibat mendapatkan mosi tidak percaya dari kelompok oposisi yang kuat di parlemen. Masing-masing kabinet yang terbentuk juga tidak bisa menjalankan program mereka dengan baik karena kerap terjadi gerakan pemberontakan, seperti DI/TII, APRA, RMS, dan Andi Azis. Baca juga: Jatuhnya Kabinet Natsir Dari tahun 1950 hingga 1959, pergantian kabinet berlangsung dengan sangat cepat. Jatuh bangunnya kabinet terjadi karena adanya mosi tidak percaya dari partai oposisi, karena seringnya pergantian tersebut, program-program kabinet ridak dapat berjalan secara maksimal. Jatuh bangunnya kabinet yang berlangsung dalam waktu yang singkat ini tentu saja berdampak terhadap terjadinya ketidakstabilan politik, maka Presiden Sukarno kemudian mengumumkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Berdasarkan penjelasan berikut maka penerapan demokrasi liberal di Indonesia membuat terjadi ketidakstabilan politik karena terlalu sering berganti kabinet akibat mosi tidak percaya dari partai lawan sehingga program kabinet tidak maksimal. |