Mengapa orang Muslim diperintahkan untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar

Mengapa orang Muslim diperintahkan untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar

Siapkan Diri menyambut Lailatul Qadar… Bulan Ramdahan yang akan berlalu selama satu bulan kedepan ini, tidak hanya berlalu begitu saja, tanpa membawa oleh-oleh yang dapat membahagiakan orang-orang yang menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan dan kebahagian, bahkan 3 bulan sebelum kedatangnnya, mereka sudah bersiap-siap untuk menyambut kemuliaannya.

Berdasarkan hadist shahih, yang diriwayatkan oleh Muslim, Bahwa ketika bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu syurga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Setidaknya, kabar tentang ditutupnya pintu-pintu neraka dan terbelenggunya para setan pengganggu pada bulan ini, dapat menjadi salah satu motivasi kita untuk meningkatkan kualitas ibadah puasa seorang mukmin. Selain itu, bulan ini juga membawakan oleh-oleh yang tidak ada bandingannya dengan oleh-oleh yang diberikan oleh orang-orang pada umumnya, bahkan oleh seorang raja, karena oleh-oleh tersebut lebih baik dari pada 1000 bulan, Ialah yang disebut dan dikenal oleh orang Mukmin dengan nama Lailatul Qadar.

Malam lailatul Qadar merupakan Malam yang penuh dengan keutamaan, artinya semua ibadah, bacaan qur’an, dan dzikir yang dilakukan pada malam tersebut lebih baik dari pada seribu bulan, yaitu pada bulan yang di dalamnya tidak terdapat lailatul qadar. Hal ini digambarkan pada firman Allah swt:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu, Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan, Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Q.S Al Qodr: 1-5).

Melihat keutamaan yang dimilikinya, maka semestinya hati seorang mukimin harus tertantang dan menaruh cita-cita tinggi untuk memperoleh oleh-oleh tersebut pada satu malam saja di bulan suci ramadhan ini. Rasulullah saw senantiasa berusaha untuk memperoleh kemulian yang agung ini di hari-hari ganjil pada malam bulan suci ramadhan. Dan disebutkan bahwa ketika sudah masuk hari ke sepuluh dari bulan suci ramadhan, Rasulullah saw menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya dan bersemangat dalam beribadah.

Berkaitan dengan dibawanya oleh-oleh yang mulia ini, terdapat perbedaan pendapat para ulama, diantara mereka berpendapat: Bahwa oleh-oleh ini dibawa pada hari ke-21 pada bulan ramadhan, diantara mereka berpendapat pada malam ke-23, sebagian lagi berpendapat pada hari ke-25 dan diantara mereke berpendapat pada hari ke-27 dan diantara mereka berpendapat, bahwa sesungguhnya malam tersebut terdapat pada malam-malam ganjil, pada malam sepuluh terakhir di bulan ramadhan. Dan mayoritas mereka berpendapat bahwa malam tersebut terdapat pada malam ke-27.

Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan At Tirdmidzi dari Abu ibn Ka’ab bahwasanya ia berkata: Demi Allah yang tidak ada tuhan selain dia, Sesungguhnya malam itu terdapat pada bulan ramadhan, Dia mengecualikan, dan Demi Allah sesungguhnya aku sangat mengetahui malam itu, dia adalah malam yang diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk beribadah padanya, dia adalah malam yang ke-27, dan tanda-tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya, berwarna putih, dan tidak terlihat berkas sinar padanya.

Memanjatkan Doa pada Malam Lailatul Qadr
Dari Abu Hurairah ra, Bahwasanya Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadr dengan penuh iman dan perhitungan, Diampunilah dosanya yang terdahulu. (H.R Bukhori).

Dari ‘Aisyah ra. Berkata: Aku berkata, Wahai Rasulullah, Sungguh engkau mengetahui malam apa itu malam lailatul Qadr, Apa yang harus ku baca pada malam itu? Rasulullah saw bersabda: Katakanlah: اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني. “Ya Allah sesungguhnya engkau pemaaf dan menyukai permintaan maaf, maka maafkanlah aku”. (H.R Ahmad, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

Sumber: Sayyid Saabiq, Fikih Sunnah
Edit By: Admin

PrevNext

Mengapa orang Muslim diperintahkan untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar

Mengapa orang Muslim diperintahkan untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar
Lihat Foto

unsplash/Masjid Pogung Dalangan

Ilustrasi lailatul qadar, apa itu malam lailatul qadar, kapan terjadi malam lailatul qadar, keistimewaan malam lailatul qadar

KOMPAS.com - Bulan Ramadhan menjadi istimewa bagi Muslim di seluruh dunia, karena pada bulan inilah terdapat dua peristiwa penting yakni Nuzulul Quran dan malam Lailatul Qadar.

Oleh sebab itu, selain menjalankan ibadah wajib, Umat Islam pun dianjurkan untuk melakukan berbagai amalan pada malam Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar saat bulan Ramadhan.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama IAIN Surakarta, Dr Syamsul Bakri mengatakan, Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya Al Quran kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap, yang diperingati pada malam 17 Ramadhan.

Pada tanggal tersebut, terjadi peristiwa turunnya ayat pertama Al Quran, yakni surat Al-Alaq ayat 1-5, yang terjadi pada 17 Ramadhan melalui perantara malaikat Jibril.

Sementara itu, malam Lailatul Qadar disebut memiliki kebaikan setara dengan seribu bulan, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Qadr ayat 1-5.

Baca juga: 5 Kebiasaan yang Bisa Sebabkan Berat Badan Naik saat Puasa Ramadhan

Meskipun malam Lailatul Qadar ini tidak diketahui waktu datangnya, namun menurut beberapa ulama, umat Islam diminta untuk mencarinya pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Seperti yang dikatakan oleh Rasulullah: "Carilah malam Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan." (HR. Imam Bukhari).

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Senin (11/5/2020), berikut ini lima amalan yang bisa dilakukan pada malam Lailatul Qadar:

1. Shalat malam

Shalat malam adalah shalat sunnah yang dilakukan antara waktu Isya dan Subuh, di antaranya adalah shalat tarawih, shalat witir, dan shalat tahajud.

Rasulullah bahkan menyebut shalat malam merupakan shalat yang paling utama setelah shalat lima waktu (maktubah), seperti dalam sabdanya:

MAKNA LAILATUL QADAR BAGI UMAT ISLAM

          Salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt. kepada umat Muhammad saw., yakni umat muslim dan tidak diberikan kepada umat lainnya ialah adanya hitungan pahala yang berlipat

ganda.  Dalam syari`at Islam orang yang

melakukan kebaikan satu akan dibalas oleh Allah swt. dengan sepuluh kali lipat, sebaliknya apabila dia melakukan kejahatan, Allah hanya akan membalasnya sesuai

dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. 
(al-Qur’an surat


al-An`am ayat 161).  Diceritakan oleh
imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya, konon ketika Nabi Muhammad saw.  menerima perintah melaksanakan shalat fardlu
pada saat isra’ dan mi`raj, pertama kali Allah memerintahkan untuk  dilaksanakan shalat sebanyak 50 kali,  namun atas usul Nabi Musa, yang memberikan pertimbangan bahwa umat Nabi Muhammad saw. tidak akan sanggup melaksanakannya

dengan disertai beberapa alasan yang rasional, lalu Nabi Muhammad saw.  memohon keringanan dengan berkali-kali mondar


mandir mengahadap Allah swt., hingga 
akhirnya shalat tersebut diwajibkan hanya 5 kali dalam sehari semalam
untuk Nabi dan umatnya.  Walaupun  demikian nilai pahalanya sama dengan melaksanakan shalat 50 kali, karena setiap shalat pahalanya dilipatkan

menjadi  sepuluh kali.

          Belum
cukup dengan  itu, dalam  surat  al-Baqarah ayat 261 misalnya Allah swt.  memberikan motivasi berbuat baik dengan imbalan pahala yang berlipat ganda sampai 700 kali bahkan bisa lebih banyak

lagi.  Allah swt. berfirman yang artinya:


Perumpamaan orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah itu bagaikan satu biji yang kemudian tumbuh menjadi tujuh tangkai dan tiap-tiap tangkai tersebut membuahkan seratus biji. Allah akan melipatgandakan (lagi) kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah itu

Maha Luas (pemberian-Nya) dan Maha Tahu

.

          Bahkan
lebih dahsyat lagi pada setiap bulan Ramadlan, Allah swt.  memberikan satu malam diantara malam-malam di
bulan yang suci tersebut yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan.  Malam nan Agung tersebut biasa disebut dengan
nama  malam seribu bulan atau lailatul
qadar.  Informasi  mengenai lailatul qadar ini dapat dibaca
dalam surat
al-Qadar, yang artinya: Sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan al-Qur’an
pada  Lailatul Qadar.  Tahukah kamu apa itu lailatul qadar. Lailatul
qadar itu lebih baik daripada seribu bulan. 
Malaikat dan Ruh turun pada malam itu dengan ijin Tuhan Mereka untuk
segala urusan.  Damai dan sejahteralah
lailatul qadar itu hingga terbit fajar. 

Sebagai
motivasi penyemangat ibadah     

Demikian besar motivasi yang diberikan oleh Allah swt. kepada umat Muhammad ini dalam rangka mendapatkan

pahala sebagai investasi dan bekal menempuh kehidupan akhirat yang kekal.  Konon hal ini diberikan oleh Allah sebagai

imbangan terhadap umat terdahulu yang diberikan umur sangat panjang. Umat Nabi Nuh misalnya dapat bertahan sampai seribu tahun, dan juga umat Nabi-Nabi lain

yang umur  mereka mencapai ratusan tahun,


sehingga mereka dapat beribadah kepada Allah dalam waktu yang  panjang dan 
mendapatkan pahala yang sangat banyak.. 
Sedangkan umat Muhammad saw. 
rata-rata hanya dapat bertahan sekitar enam puluh sampai tujuh puluhan
tahun, dan hanya beberapa saja yang menyentuh angka seratus,   sehingga mereka tidak akan dapat mengimbangi kebaikan umat terdahulu yang dapat mengumpulkan pahala cukup banyak

tersebut.  Karena  untuk kepentingan itulah, maka meskipun  umat Muhammad saw. hanya diberikan umur yang  pendek, tetapi tetap dapat mendapatkan pahala

yang cukup banyak, dan bahkan dapat melebihi yang dikumpulkan oleh umat

terdahulu yang dapat bertahan hidup dalam 
masa ratusan tahun.

          Sementara itu apabila dipandang dari sisi lain, lailatul qadar ini sesungguhnya merupakan suatu upaya rohani dalam rangka ketaatan yang tulus bagi setiap hamba

Tuhan.  Sebagai sebuah upaya, lailatul


qadar ternyata mempunyai pengaruh luar biasa bagi umat yang taat.  Bagaimana tidak,  secara nalar sesungguhnya dapat dimengerti apabila kewajiban puasa yang ditujukan kepada umat Islam satu bulan penuh di bulan Ramadlan itu merupakan suatu beban tersendiri, yang tentunya akan dirasakan sebagai suatu yang tidak ringan, lebih-lebih setelah berjalan sekian lama, semakin mendekati akhir tentu penyakit lesu, lelah, capai, malas dan lain

sebagainya  sering menghinggapi orang


yang berpuasa dan ibadah malamnya. 
Tetapi dengan pemberian motivasi yang bermacam bentuknya, menjadikan
beban yang  terasa berat tersebut justru
berbalik menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan dan bahkan dirindukan. 

          Berbagai
motivasi yang dapat direkam dari beberapa riwayat, antara lain:  (1). Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadlan ( dalam riwayat lain melakukan ibadah

malam Ramadlan) dengan didasari iman dan hanya 
mencari keridlaan Allah semata, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh


Allah swt., (2).  Pada bulan Ramadlan pintu neraka akan ditutup oleh Allah dan pintu surga dibuka-Nya lebar-lebar, serta setan dan

iblis dibelenggu, (3).   Bau mulut orang

yang sedang berpuasa menurut Allah itu lebih harum ketimbang minyak misik, (4).

Awal bulan Ramadlan merupakan kasih sayang Allah, pertengahannya  merupakan 
ampunan-Nya dan akhir Ramadlan merupakan pembebasan Tuhan dari neraka (


bagi yang melakukan puasa di dalamnya), dan yang paling dahsyat adalah
diberikannya satu malam di bulan suci ini yang nilainya lebih baik  ketimbang seribu bulan.

          Khusus
lailatul qadar ini, Allah menempatkannya pada malam-malam  sepuluh hari terakhir.  Tentu hal ini bukan tidak ada maksud dan
tujuan.  Secara nalar pula bahwa menjalankan puasa dan ibadah shalat pada malamnya secara terus menerus, tentu akan

menimbulkan sedikit kelesuan dan kebosanan, 
dan itu biasanya terjadi setelah berlangsung  sekian lama. 
Dalam satu bulan, setelah dua puluh hari berlangsung, tentu rasa capek


dan kebosanan  akan menghinggapi setiap
orang.  Justru karena itulah dalam rangka
memompa kembali semangat umat yang  akan loyo tersebut Allah memberikan motivasi yang sangat hebat pengaruhnya bagi

orang yang  mengejar ridla dan pahala


dari-Nya.  Lailatul qadar ternyata dapat
membangkitkan  semangat yang menyala bagi
umat yang salih  untuk tetap terus
memanfaatkan Ramadlan dengan penuh gairah dan 
mengesampingkan rasa capek dan malas yang secara manusiawi  akan menghinggapinya tersebut.

Menyikapi
Lailatul qadar

Lantas bagaimana sikap kita sebagai muslim dalam menanggapi lailatul qadar yang diberikan oleh Allah

tersebut.  Tentu tidak semua umat Islam

sepaham dengan pemaknaan malam nan Agung tersebut sebagai malam yang riil

diberikan Allah swt. kepada umat ini;  Ada diantara umat Islam

yang memahaminya sebagai suatu malam yang hanya sekali diberikan oleh Allah

swt, yaitu pada malam ketika al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan.  Sementara ada sebagian umat yang memahaminya

sebagai simbol belaka dan tidak mungkin ada satu malam yang benar-benar

nilainya lebih baik daripada seribu bulan. 
Ungkapan lailatul qadar hanyalah sekedar 
sebagai bahasa isyarat untuk memeberikan motivasi beribadah kepada umat


Islam semata, dan tidak lebih dari itu.  
Namun apapun pendapat mereka yang berbeda  tentang pemaknaan lailatul qadar, sesungguhnya kita dapat meyakini lailatul qadar sebagai malam yang memang agung dan lebih baik daripada seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt.. Keyakinan tersebut juga dipupuk dengan praktek amaliah Nabi beserta para

sahabatnya yang senantiasa menantikan 
lailatul qadar tersebut setiap akhir Ramadlan.  Untuk itu Nabi saw. secara terus menerus


menganjurkan dan secara langsung mempraktekkannya dihadapan  para sahabatnya untuk memperbanyak dzikir, bertasbih, bertahmid, bertahlil, membaca al-Qur’an, bersedekah, beriktikaf di

masjid dan amaliah positif lainnya.  Itu

semua dilakukan dalam rangka menyambut dan mendapatkan lailatul qadar yang

dijanjikan tersebut.  Kalau lailatul

qadar hanya terjadi sekali saja pada saat diturunkannya al-Qur’an, tentu Nabi

tidak akan  menganjurkan untuk


mencarinya.  Kalaupun lailatul qadar hanya sekedar simbol yang tidak riil sebagaimana dipahami sebagian ulama’ tempo dulu, tentunya Nabi dan para sahabatnya tidak akan bersemangat untuk mendapatkannya dengan berbagai amalan positif sebagaimana yang dijelaskan di

atas.

Pada akhirnya dalam mensikapi
lailatul qadar tentu kembali kepada masing-masing orang,  tetapi yang perlu dicatat adalah gairah untuk
beribadah dan meraup pahala yang sebesar-besarnya, dengan  melaksanakan aktifitas positif dan bermanfaat bagi diri, keluarga, orang lain, dan lingkungan, di bulan suci ini perlu

dibangkitkan.  Dan sekali lagi ini dapat

dipicu dengan keyakinan atas janji Tuhan mengenai lailatul qadar tersebut.

Semoga.