Mengapa kemaritiman tidak berhubungan dengan kegiatan eksplorasi, eksploitasi atau penangkapan ikan

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Indonesia merupakan negara maritim (katanya). Tetapi, banyak dari kita sebagai warga negaranya hanya sekedar tahu bahkan tidak mengetahui fakta dan sejarah tersebut. Dampak 350 tahun dijajah dan dialihfungsikan sebagai negara agraris, sepertinya memang sangat sulit untuk dihilangkan begitu saja. Jangankan dihilangkan, merubah pola pikir yang sudah tertanam selama itu saja merupakan misi yang luar biasa berat. Dibutuhkan konsep dan pemahaman yang baik dan benar dalam penyampaian terkait semua hal itu. Tidak hanya berlandaskan dongeng, sejarah, cerita, tetapi berdasarkan fakta dan hakekat negara ini sebagai negara maritim itu tadi.

Saya tidak akan membahas sejarah karena saya rasa itu sudah basi sekali. Saya akan coba bahas dari segi keilmuan lain, yakni tata bahasa. Mari kita bahas satu per satu ya. Kita mulai dari pengertian maritim.   

Maritim berasal dari bahasa inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi, dari kata ini kemudian lahirlah istilah maritime power  yaitu negara dengan kekuatan maritim atau negara dengan kekuatan yang bebasis di laut. Masih dalam bahasa Inggris, kata yang digunakan untuk menunjukkan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut adalah seapower. Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maritim diartikan sebagai hal yang berkenaan dengan laut, terutama hal yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.

Dari istilah seapower tadi, Istilah maritim seringkali mengandung unsur ambiguitas. Terdapat dua versi untuk pengertian ini : maritim dalam pengertian sempit yang hanya berhubungan dengan pengaruh dan laut (angkatan laut) atau maritim dalam arti yang seluas-luasnya yang meliputi semua kegiatan yang berhubungan dan berkenaan dengan laut atau lebih sering disinggung dengan istilah kelautan.

jika dilihat dari sisi tata bahasa, kelautan adalah kata benda, sedangkan maritim adalah kata sifat. Dengan demikian, kalau kita ingin menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang harus memanfaatkan potensi lautnya, rasanya penggunaan kata maritim akan lebih tepat. Indonesia harus menjadi negara maritim, bukan hanya negara kelautan. Argumentasinya adalah, negara maritim adalah negara yang mempunyai sifat memanfaatkan potensi laut untuk kemakmuran negaranya, sedangkan negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya saja, yaitu negara yang berhubungan, dekat dengan atau terdiri dari laut.

Kalau kita telaah lebih dalam, secara luas, kata kelautan mungkin lebih cenderung mengartikan laut sebagai wadah, yaitu sebagai hamparan air asin yang sangat luas dan menutupi permukaan bumi, yang hanya melihat laut secara fisik dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, istilah maritim sesungguhnya lebih komprehensif, yakni tidak hanya melihat laut secara fisik, wadah dan isi saja, tetapi juga melihat laut dalam konteks hakekat geopolitik, terutama dengan keberadaan Indonesia yang terletak pada persilangan antara dua benua dan dua samudera serta merupakan wilayah laut yang sangat penting bagi perdagangan dunia. Pengertian ini sesuai pula dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan maritim sebagai hal yang berkenaan dengan laut serta berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.

Masalahnya, pengertian kemaritiman yang selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah merujuk pada kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga kegiatan di laut yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi atau penangkapan ikan bukan merupakan kegiatan kemaritiman. Dalam arti lain istilah kemaritiman menjadi sempit ruang lingkupnya, karena hanya berkenaan dengan pelayaran dan perdagangan laut. Sedangkan, sebenarnya pengertian lain dari kemaritiman adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran, pengangkutan laut, perdagangan, navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industri dan jasa maritim, termasuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di dalamnya. 

Nah, jika mengacu pada jenis kata dan dua pengertian tersebut, jelas terlihat bahwa pada masa lalu kebanyakan dari kita hanya memandang laut dalam pengertian terbatas yaitu laut secara fisik dengan segala isinya, tentu sebagai konsekuensinya kita hanya akan memanfaatkan laut dari sisi sumber dayanya saja seperti ikan, terumbu karang, dan sumber mineral serta kekayaan laut lainnya. Dan sayangnya, itulah yang masih terjadi hingga saat ini. Meskipun Kementian Maritim sudah terbentuk, kita masih belum masuk ke konsep dan pemahaman maritim yang sebenarnya, tapi masih terbatas pada konsep dan pemahaman dalam ranah kelautan.

Seperti yang sudah saya singgung di awal, tidak mudah mengubah sesuatu yang telah ditanamkan selama 350 tahun dari generasi ke generasi. Untuk mewujudkan kemaritiman, kita harus mulai sadar dan berpikir lebih strategis dengan memandang laut dari sisi wadah, isi sekaligus posisi geografinya, serta menerapkan strategi geopolitik yang tepat, dimulai dengan hal paling sederhana, yakni memahami dan menggunakan kata yang tepat yaitu kata maritim, bukan kelautan. Dengan begitu kita bisa melihat dan memanfaatkan laut sebagai media pemersatu bangsa, laut sebagai media perhubungan, laut sebagai media sumber daya, laut sebagai media pertahanan dan keamanan, serta laut sebagai media diplomasi. Bukan sebagai rintangan, kendala, hambatan apalagi pemisah antar satu pulau dengan pulau lain di negara ini yang menjadikannya mendapat julukan lain lagi sebagai negara kepulauan.  

Saya rasa itu konsep dan pemahaman yang perlu dimiliki oleh semua elemen terkait yang ingin melihat bangsa ini kembali berjaya di jalur yang tepat.

 Jalasveva Jayamahe. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Salam,Dias NatasasmitaReferensi :Anonim. 2012. Kemaritiman Indonesia.

Tulisan-tulisan Pramoedya Ananta Toer.

Oleh: La Ode Muhammad Azdhar Baruddin

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut yang sangat luar biasa. Bahkan Indonesia merupakan salah satu negara memiliki laut terluas di dunia dan berada diurutan kedua. Sehingga tak heran apabila negara Indonesia biasa disebut sebagai negara maritim, karena faktanya memiliki lautan yang sangat luas.

Sebelum membahas lebih jauh, sedikit mengulas mengenai maritim. Maritim berasal dari bahasa Inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi. Dari kata ini kemudian lahirlah istilah maritime power yaitu negara dengan kekuatan maritim atau negara dengan kekuatan yang berbasis di laut.

Masih dalam bahasa Inggris, kata yang digunakan untuk menunjukkan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut adalah seapower.
Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maritim diartikan sebagai hal yang berkenaan dengan laut, terutama hal yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.

Dari istilah seapower, istilah maritim seringkali mengandung unsur ambiguitas. Terdapat dua versi untuk pengertian ini:

  1. Maritim dalam pengertian sempit yang hanya berhubungan dengan pengaruh dan laut (angkatan laut).
  2. Maritim dalam arti yang seluas-luasnya yang meliputi semua kegiatan yang berhubungan dan berkenaan dengan laut atau lebih sering disinggung dengan istilah kelautan.

Jika dilihat dari sisi tata bahasa, kelautan adalah kata benda, sedangkan maritim adalah kata sifat. Sehingga, kalau kita ingin menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang harus memanfaatkan potensi lautnya, rasanya penggunaan kata maritim akan lebih tepat. Indonesia harus menjadi negara maritim, bukan hanya negara kelautan.

Argumentasinya, negara maritim adalah negara yang mempunyai sifat memanfaatkan potensi laut untuk kemakmuran negaranya, sedangkan negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya saja, yaitu negara yang berhubungan, dekat dengan atau terdiri dari laut.

Kalau ditelaah lebih dalam, secara luas kata kelautan mungkin lebih cenderung mengartikan laut sebagai wadah, yaitu sebagai hamparan air asin yang sangat luas dan menutupi permukaan bumi yang hanya melihat laut secara fisik dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Dengan demikian, istilah maritim sesungguhnya lebih komprehensif, yakni tidak hanya melihat laut secara fisik, wadah dan isi saja, tetapi juga melihat laut dalam konteks hakekat geopolitik, terutama dengan keberadaan Indonesia yang terletak pada persilangan antara dua benua dan dua samudera serta merupakan wilayah laut yang sangat penting bagi perdagangan dunia.

Pengertian ini sesuai pula dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang mengartikan maritim sebagai hal yang berkenaan dengan laut serta berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Masalahnya, pengertian kemaritiman yang selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah merujuk pada kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga kegiatan di laut yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi atau penangkapan ikan bukan merupakan kegiatan kemaritiman.

Dalam arti lain istilah kemaritiman menjadi sempit ruang lingkupnya, karena hanya berkenaan dengan pelayaran dan perdagangan laut. Sedangkan, sebenarnya pengertian lain dari kemaritiman adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran, perdagangan, navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industri dan jasa maritim, termasuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di dalamnya.

Untuk mewujudkan kemaritiman, kita harus mulai sadar dan berpikir lebih strategis dengan memandang laut dari sisi wadah, isi sekaligus posisi geografinya, serta menerapkan strategi geopolitik yang tepat.

Dengan begitu kita dapat melihat dan memanfaatkan laut sebagai media pemersatu bangsa, laut sebagai media perhubungan, laut sebagai media sumber daya, laut sebagai media pertahanan dan keamanan, serta laut sebagai media diplomasi. Bukan sebagai rintangan, kendala, hambatan apalagi pemisah antara satu pulau dengan pulau yang lain.

Sebagai negara maritim tentunya banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut. Tidak lain yaitu profesi mereka adalah nelayan, tidak sedikit juga ada yang menjadi pedagang dan kemudian juga menjual hasil lautnya. Hal yang paling menarik perhatian untuk digarap oleh Pemerintah Daerah (Pemda) saat ini dan memiliki potensi yaitu dibidang pariwisata.

Sektor Pariwisata

Mengelola daerah di bidang maritim salah satunya menjadikannya sebagai Desa Wisata yang mampu merubah perekonomian masyarakat yang hidup di pinggir laut. Hal tersebut memang sederhana namun ketika dilakukan pasti akan berdampak positif bagi masyarakat sekitar.

Di Desa Oempu, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) misalkan. Daerah tersebut memiliki pantai yang luas serta indah, kemudian juga memiliki beberapa danau yang tidak kalah indahnya.

Danau Moko namanya. Danau tersebut memanjakan mata bagi setiap pengunjungnya, airnya payau, berwarna kebiruan serta sejuk ketika dimandikan. Tempat tersebut selalu menjadi pilihan pengunjung untuk berlibur akhir tahun ataupun libur setelah Hari Raya.

Agar objek wisata tersebut mampu menarik perhatian wisatawan lokal maupun asing banyak cara yang bisa dilakukan, di antaranya: tempat tersebut didesain seindah dan senyaman mungkin yaitu dibangunkan gasebo atau villa tempat peristirahatan bagi pengunjung. Kemudian, dibuatkan website dan terus dishare/ dikampanyekan di media.

Tidak kalah penting juga bagi masyarakat diberikan pelatihan tentang pentingnya memelihara kebersihan pantai, menjaga kelestarian terumbu karang, menjaga aset di setiap objek wisata. Dengan kemajuan teknologi saat ini mudah saja untuk mempublikasikan sesuatu di media sosial dan dengan mudah diketahui banyak orang.

Memang pemerintah sudah melakukan gebrakan dan sosialisasi di bidang kelautan dan perikanan. Seperti melakukan pengembangan pada budidaya udang vename, ikan bandeng dan rumput laut.

Sektor Perikanan Tangkap

Dengan luas laut yang ada tentunya potensi sumber daya yang dimiliki juga pasti berlimpah. Hal yang paling efektif untuk memanfaatkan potensi itu yaitu melakukan aktivasi kepada para nelayan yang sudah tidak menangkap ikan lagi. Kemudian juga mengidentifikasi peralatan apa yang digunakan. Juga perlu melakukan pelatihan guna meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi nelayan, sehingga cara yang digunakan lebih modern.

Hal ini perlu dilakukan guna mengetahui jumlah nelayan yang ada, serta mengetahui jenis dan kekurangan peralatan yang mereka miliki. Karena, ketika peralatan yang digunakan bagus, lengkap, serta skill setiap nelayan bagus pasti hasil tangkapnya banyak.
Kemudian perlu dibuat pelelangan ikan sehingga nelayan semangat mencari ikan karena ada wadah yang jelas untuk menjualkan hasil tangkapan mereka.

Jadi pedagang ikan di Kecamatan Tongkuno dan Tongkuno Selatan tidak lagi menyeberang ke Kabupaten Buton membeli ikan yang kemudian dipasarkan di Pasar Wakuru, Kecamatan Tongkuno.

Hal ini sangat efektif untuk dilakukan dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Apabila hal ini mampu dilakukan hal itu secara tidak langsung akan menyerap tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomipun akan meningkat serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga akan meningkat. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi ke Malaysia, Papua, Kalimantan dan lain-lain untuk mencari penghasilan hidup. Bertahan di daerah sendiri pun bisa dengan memanfaatkan potensi maritim yang ada.(***)

Penulis: Ketua WRB (Wa Ode Rabia) Community, Marin (Maritime Research Institute) Nusantara

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA