Mengapa bela diri Sunda juga dapat mempengaruhi Maen Pukulan Betawi

Pahamilah pantun berikut dengan cermat! Kuda berjalan jangan dikejar Kalau dikejar membuat onar Jadi siswa rajinlah belajar Masa depan pasti bersinar … 36. Jelaskanlah amanat yang terdapat dalam pantun tersebut!​

jelaskan secara singkat hubungan antar komponen ekosistem dan jaring jaring makanan!!tolong jawab​

Jelaskan perbedaan usaha perorangan dan usaha kelompok jika dilihat dari modal ,keuntungan dan resiko yang di alami

bantu plisssnomor.4plissss​

bantu plisssnomor. 4 ​

Q. - Sebutkan Kompenen-Kompenen dalam PLTA ! - Apa hubungan hak terhadap lingkungan dengan kewjiban terhadap lingkungan ? - Bagaimana tahapan dalam wa … wancara ? -Bagaimana cara memperoleh kesimpulan dala wawancara ? Nt: Selamat idul fitri mohon maaf lahir batin Nt2: Bagus ga foto nya?

Apa arti sebuah artikel Tolong jawab ya...

Arti dari Gurindam?Sebutkan salah satu jenis puisi modern beserta contohnyaApa perbedaan puisi lama dan puisi modern​

Q. spesial Idul Fitritulislah 5 pantun idul fitri​

pertanyaan:1. barang apa yang ditawarkan dalam iklan tersebut?2. informasi apa saja yang dapat kamu peroleh dari iklan tersebut? … 3. sebutkan unsur-unsur yang ada dalam iklan tersebut!4. jelaskan ciri-ciri bahasa dalam iklan tersebut!jawab plisss​

Pengaruh Etnis Luar terhadap Maen Pukulan Betawi— Tumbuh kembang maen pukulan Betawi tak lepas dari pengaruh etnis luar. Baik itu pengaruh internal (pribumi) maupun eksternal (non pribumi). Ini terjadi karena hubungan yang pernah terjalin antara Batavia dan beragam etnis tersebut.

Paling tidak, terdapat tiga etnis besar yang memengaruhi maen pukulan Betawi. Mereka adalah Sunda/ Jawa, Tionghoa, serta Melayu/ Sumatra/ Bugis.

Pertama, etnis Cina yang diyakini paling banyak memengaruhi maen pukulan Betawi. Para imigram Cina yang datang ke Tanah Batavia dibagi menjadi tiga fase (abad ke 7-10, 13-15, serta 18-19) terdiri atas beberapa ahli ilmu bela diri.

Pada abad ke-13, pasukan Ku Bilai Khan meninggalkan pasukan pembelot Hokian untuk berdomisili di Jawa. Lalu, dua abad kemudian,d atanglah armada Ceng Ho yang banyak memiliki ahli bela diri. Saat singgah di Jawa Barat, tak sedikit yang memutuskan untuk tinggal dan menyebar hingga ke Batavia.

Etnis Cina disebut-sebut memiliki andil yang besr terhadap kebudayaan Betawi. Ini tak lain mengacu dagh register  (sensus penduduk) tahun 1815, jumlah mereka di Batavia menjapai 33 persen dari total 14.217 jiwa. Kemudian disusul etnis Jawa/ Sunda.

Sedangkan, etnis Sunda/ Jawa (Priangan, Cirebon dan Banten) memberikan pengaruh cukup besar pada kebudayaan Betawi. Pengaruh bela diri etnis Sunda (pencak/ ulinan) sangat dominan hingga terbentuknya maen pukulan di Betawi (ommelanden di bagian barat dan timur Batavia). Di samping memang secara letak geografis dekat dengan Sunda, unsur lain yang bisa dilihat dari riwayat sejarah dan pakem gerak jurus.

Sementara, etnis Melayu/ Sumatera dan Sulawesi juga memberikan pengaruh terhadap maen pukulan Betawi. Misalnya, etnis Melayu Riau Kepulauan (Dermuluk), Minang, serta Bugis dipetakan mengacu lokasi awal etnis tersebut tumbuh dan berkembang. Kebanyakan, awal pengaruh etnis luar tersebut terhadap Betawi berada pada ommelanden utara dan tengah.

Lihat Foto

Alsadad Rudi

Dua orang anak yang tengah memperagakan jurus silat Betawi dalam acara Lebaran Betawi 2016 di Lapangan Betawi, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (14/8/2016).

KOMPAS.com - Orang awam mungkin hanya tahu seni bela diri silat, namun tidak mengetahui maen pukulan. Padahal keduanya ternyata sangat berkaitan erat.

Rupanya, orang dahulu kala khususnya di Jakarta, lebih sering menyebut bela diri khas Betawi dengan istilah maen pukulan.

Sejarah Maen Pukulan

Seperti dikutip dalam buku karya G. J. Nawi yang berjudul Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi, istilah maen pukulan lahir sebagai bentuk perlawanan masyarakat setempat terhadap penindasan yang dilakukan kolonial Belanda di masa penjajahan.

Meski begitu, masyarakat khas Betawi menggunakan maen pukulan bukan untuk menyerang melainkan untuk membela diri.

Sama seperti yang diajarkan oleh para guru maen pukulan zaman dulu, bahwa penduduk selain harus memiliki keterampilan bela diri, juga harus menguasai nilai agama agar keduanya seimbang.

Seperti salah satu kisah Kong Sima yang tinggal di daerah Kampung Dua, Jatisampurna Bekasi. Kong Sima yang bekerja sebagai pedagang kerap mendapat perlakuan tidak mengenakkan. Namun untungnya, ia jago membela diri sehingga ia kerap disegani oleh penindas.

Bahkan kemudian Ia memiliki anak murid yang juga diajarkannya gerakan-gerakan maen pukulan.

Baca juga: Belajar Hidup dari Pertarungan Silat

Filosofi

Masih dalam buku yang sama, masyarakat Betawi mengartikan maen pukulan sebagai permainan yang melibatkan kontak fisik serangan membela dengan atau tanpa senjata. Oleh karena itu munculah istilah pukul karena memang lebih banyak menggunakan tangan.

Meski begitu seiring perkembangan zaman, tendangan juga mendominasi namun hanya sebatas pusar ke bawah.

Jenis Aliran Maen Pukulan

Aliran maen pukulan rupanya beragam variasi. Ada aliran yang memang orisinil dan ada aliran yang mengikuti variasi gerakan dari ahli warisnya.

Pukulan Betawi

Sejarah adalah rentetan peristiwa masa lalu yang tiada bertepi, alur ceritanya dibatasi hanya oleh lokasi dan tempat terjadinya peristiwa. Kita yang berada di masa kini tidak dapat mengetahui latar belakang dan merekonstruksi peristiwa sejarah apabila masyarakat yang mengalaminya tidak meninggalkan catatan.

Catatan merupakan hal terpenting untuk melakukan penelusuran sejarah. Sayangnya sedikit sekali catatan yang tertinggal terkait dengan pencak silat atau ilmu bela diri Nusantara, terlebih lagi dengan Silat Betawi.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa sebuah kebudayaan lahir dan tumbuh berkembang karena terdapat para pendukung kebudayaaannya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan Betawi, Silat Betawi atau yang dalam istilah lokal secara umum disebut Maen Pukulan diperkirakan lahir bersamaan dengan terbentuknya etnis Betawi itu sendiri, yaitu di sekitar pertengahan abad ke-19.

Baca Juga:

Berbagai kelompok etnis Nusantara yang ada di Betawi mulai mencair dan kehilangan ciri-ciri serta identitas aslinya, lalu muncullah suku bangsa baru yang dikenal sebagai masyarakat Batavia (Betawi atau Jakarta asli). Hal ini didukung dengan ditemukannya data-data sejarah yang menyebut Silat Betawi dalam istilah lokal Maen Pukulan atau disingkat Pukulan, Silat dan Pencak Betawie pada akhir abad 19 hingga awal abad 20.

Data sejarah tertua yang menerangkan tentang keberadaan Silat Betawi terdapat pada:

  1. Harian berbahasa Belanda: Soerabaiasch Handelsblad, Senin 17 April 1882. Dalam sebuah artikel di halaman kedua rubrik khusus mengenai peristiwa-peristiwa di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda), menceritakan tentang peristiwa perseteruan antara seorang perawat kuda yang berasal dari Betawi dengan tuannya seorang Belanda. Orang Betawi yang tidak menerima diperlakukan dengan kasar menantang tuannya dengan melontarkan perkataan untuk mencoba pukulan dengannya.
  2. Harian berbahasa Belanda: Bataviaasch Nieuwsblad, Selasa 19 April 1892. Dalam sebuah artikel rubrik Voorheen en Thans (Dulu dan Sekarang) di halaman kedua dikabarkan tentang sekuel pembunuhan terhadap seorang natif Betawi bernama Mawi yang terjadi di rumahnya di Gang Kernollong, Kwitang pada malam minggu (17 April 1892). Pembunuhan itu terjadi karena ada rasa “sakit hati” kawannya yang bernama Saridin sewaktu berlatih “Main Pukulan”.
  3. Harian berbahasa Belanda: Het Vaderland, Jumat 19 Desember 1924. Dalam sebuah artikel laporan berita daerah di Wonosobo tentang pertunjukan di sebuah bazaar beberapa kesenian tradisional, salah satunya adalah kesenian Pentjak Betawie yang diperagakan oleh dua orang Betawi bernama Soejoedi dan Abdoel Madjid.

Data sejarah (lisan) didapati melalui wawancara beberapa narasumber, dimana waktu kemunculan aliran silatnya itu pada sekitar akhir abad 18 hingga awal abad 20. Ada dua variasi cerita yang merujuk pada dua budaya yang mempengaruhi lahir dan tumbuh kembangnya Silat Betawi atau Maen Pukulan, yaitu Sunda (Pencak) dan Tionghoa (Kuntao).

Silat Betawi yang banyak dipengaruhi seni bela diri dari Tatar Sunda memiliki ciri dan kesamaan cerita tentang folklor seorang perempuan yang mendapatkan ilmu silatnya ketika sedang mencuci beras di pinggir sungai, ia mendapati seekor harimau dan kera yang sedang bertarung. Cerita ini mirip dengan folklor salah satu mainstream atau aliran utama pencak silat di Jawa Barat yaitu Pencak Cimande.

Sedangkan Silat Betawi yang banyak dipengaruhi oleh seni bela diri Tionghoa memiliki cerita yang lebih variatif, yang umumnya memiliki kesamaan pada pelimpahan keilmuan dari seorang pendekar ilmu bela diri Tionghoa kepada pendekar lokal yang sebelumnya didahului oleh pertarungan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA