MAKALAH bahasa Indonesia tentang kebudayaan

BAB I

PENDAHULUAN

MAKALAH bahasa Indonesia tentang kebudayaan

A. Latar Belakang


Dipandang dari sudut linguistik, manusia tidak lahir bebas. Ia mewarisi suatu bahasa yang penuh dengan ungkapan-ungkapan pelik, kata-kata kuno dan tata bahasa yang membosankan; bahkan lebih penting lagi, ia mewarisi cara-cara mapan tertentu dalam berbicara yang mungkin membelenggu pikiran-pikirannya. Dan hal ini tentunya ada kaitannya atau berhubungan dengan antara bahasa dan budaya.

Berbicara mengenai bahasa dan budaya. Ada pelbagai teori mengenai hubungan bahasa dan budaya, ada  yang mengatakan bahasa itu bagian dari budaya, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan budaya adalah dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang ada dalam budaya akan tercermin di dalam bahasa. Ada juga yang mengatakan sebaliknya, yaitu budaya sangat dipengaruhi oleh bahasa, bahkan bahasa juga mempengaruhi cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.  

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tentang bahasa dan budaya?

2. Bagaimana hubungan antara bahasa dan budaya?

C. Penyelesaian Masalah

            Menjelaskan pengertian dari bahasa dan budaya, kemudian menjelaskan bagaimana hubungan antara keduanya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa 

            Kata bahasa dalam bahasa Arab adalah al-lughoh. Dalam Mu’jam at-Takrifat, memiliki makna ما يعبر بها كل قوم عن أغراضهم , yaitu alat yang digunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan apa yang diinginkan manusia.

Kata bahasa dalam bahasa Indonesa memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan. Untuk lebih jelasnya coba perhatikan dalam kalimat-kalimat di bawah ini.

1. Dika belajar bahasa Inggris, Nita belajar bahasa Jepang.

2. Manusia mempunyai bahasa, sedangkan bianatang tidak.

3. Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu

4. Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai bahasa yang sama.

5. Pertikaian itu tidak bisa diselesaikan dengan bahasa militer.

6. Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata daripada dan akhiran ken.

            Kata bahasa pada kalimat (1) jelas menunjuk pada bahasa tertentu. Jadi, menurut persitilahan de Saussure adalah sebuah langue. Pada kalimat (2) menunjuk pada bahasa pada umumnya; jadi, suatu langage. Pada kalimat (3) kata bahasa berarti sopan santun. Pada kalimat (4) kata bahasa berarti kebijaksanaan dalam bertindak. Pada kalimat (5) bahasa berarti ‘dengan cara’. Pada kalimat (6) kata bahasa berarti ujarannya yang sama dengan parole. Dari keterangan di atas bisa disimpulkan hanya pada kalimat (1) (2) (6) saja kata bahasa itu digunakan secara harfiah, sedangkan pada kalimat lain digunakan secara kias.

             Pengertian atau definisi bahasa juga bisa kita dapat dari hakikat atau penjabaran ciri dan sifat dari bahasa itu sendiri. Jika di jabarkan, salah satu sifat atau ciri dari bahasa antara lain:

1. Bahasa itu sebuah sistem

2. Bahasa itu berwujud lambang

3. Bahasa itu berupa bunyi atau suara

4. Bahasa itu bersifat arbiter (acak)

5. Bahasa itu mempunyai makna di dalamnya

6. Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial dan berkomunikasi

            Jika disimpulkan dari penjabaran diatas. Bahasa dapat diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang bersifat arbiter, yang digunakan sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya.

B. Pengertian Budaya

            Muhammad Afifudin Dimyathi memberikan pengertian budaya dalam bukunya;

والثقافة كما يعرفها علماء الاجتماع وعلم الإنسان وعلماء التربية هي جميع ما أنتجه العقل الإنساني، وعاش به أوله. ويشمل ذلك اللغة والدين والعادات والتقاليد والأزياء وأنواع المباني والمواصلات

Pengertian budaya menurut para ahli sosiolog dan ilmu antropologi dan para ilmuwan pendidikan adalah segala sesuatu yang dibuat atau diciptakan oleh akal manusia, dan awalya manusia hidup dengannya. Hal ini mencangkup diantaranya bahasa, agama, adat istiadat, tradisi, fashion (gaya berpakaian), dan gaya arsitektur dan transportasi.

            Dalam bukunya, Afifudin juga mengutip pengertian budaya menurut Robert.

إن الثقافة هي ذلك الكل المركب الذي يتألف من كل ما نفكر فيه، أو نقوم به، أو نتملكه كأعضاء في مجتمع

Budaya adalah kumpulan dari segala sesuatu yang dibuat berdasarkan apa yang kita pikirkan, atau apa yang kita lakukan atau apa yang kita miliki sebagai anggota masyarakat.

            Tylor juga memberikan definisi budaya. Menurutnya budaya adalah suatu keseluruhan rumit yang mencangkup bidang-bidang pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat istiadat, serta kebiasaan dan kemampuan lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

            Kalau kita membuka buku-buku antropologi dan buku-buku tentang kebudayaan, maka akan menemukan definisi yang berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi karena biasanya penyusun melihat budaya itu dari aspek yang berbeda. Kroeber dan Kluckhom telah mengumpulkan puluhan definisi dari budaya dan mengelompokkannya menjadi enam golongan menurut sifat definisi itu. Yaitu definisi diskriptif, definisi yang menekankan pada unsur-unsur kebudayaan. Definisi historis, definisi yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan. Definisi normatif, definisi yang menekankan hakikat kebudayaaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku. Definisi psikologis, definisi yang menekankan pada kegunaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup. Definisi struktural, definisi yang menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola dan teratur. Definisi genetik, definisi yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia.

            Tanpa melihat bagaimana rumusan definisi-definisi yang dikumpulkan satu persatu itu sudah dapat diketahui dari pengelompokan itu bahwa kebudayaan itu melingkupi semua aspek dan segi kehidupan manusia. Lalu, kalau dilihat dari definisi genetik, maka bisa dikatakan apa saja perbuatan manusia dengan segala hasil dan akibatnya adalah termasuk dalam konsep kebudayaan. Ini memang berbeda dengan konsep kebudayaan yang tercangkup dan diurus oleh Direktorat Jendral Kebudayaan yang ada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, sebab yang diurus oleh Direktorat tadi hanyalah yang berkaitan dengan kesenian, dan tidak mengurusi pekerjaan dan hasil pekerjaan lain, seperti bidang ekonomi, teknologi, hukum dan lain-lain.

            Koentjaraningrat mengungkapkan, bahwa kebudayaan hanya dimiliki oleh manusia dan tumbuh bersama dengan berkembangnya masyarakat manusia. Untuk menjelaskannya, Koentjaraningrat menggunakan sesuatu yang disebut “kerangka kebudayaan” yang memiliki dua aspek, yaitu wujud kebudayaan dan isi kebudayaan. Dalam hal ini wujud kebudayaan dapat dijelaskan adanya a) wujud gagasan; sistem budaya yang bersifat abstrak; b) perilaku; sistem sosial yang bersifat konkrit; dan c) fisik atau benda, kebudayaan fisik bersifat sangat konkrit.

            Lebih jauh dijelaskan Koentjaraningrat, bahwa isi kebudayaan terdiri atas tujuh unsur yang bersifat universal, maksudnya ketujuh unsur tersebut terdapat dalam setiap masyarakat kebudayaan manusia yang ada di dunia. Ketujuh unsur itu adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, organisasi sosisal, sistem pengetahuan, sistem religi, dan kesenian.

C. Hubungan antara Bahasa dan Budaya

            Secara garis besar hubungan antara bahasa dan budaya ada dua jenis, yaitu koordinatif dan subordinatif. Koordinatif adalah adanya hubungan sederajat atau yang kedudukannya sama tinggi antara bahasa dan budaya. Dan subkoordinatif adalah bahasa berada dibawah lingkungan budaya, atau bahasa itu adalah bagian dari budaya.

            Berbicara mengenai hubungan koordinatif, banyak pendapat para tokoh mengenai hubungan antar bahasa dan budaya. Diantaranya adalah dua tokoh dari Barat, yaitu Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf yang terkenal dengan nama hipotesis Edward-Whorf.

            Edward Sapir (1884-1939) adalah seorang linguis Amerika yang sangat dihormati dan disegani. Dia juga sangat memhami konsep-konsep linguistik yang dikemukakan sarjana-sarjana Eropa. Benjamin Lee Whorf (1897-1941) adalah salah seorang murid Edward. Pada mulanya dia bukanlah seorang profesional dalam kajian linguistik, tetapi kemudian giat mempelajari linguistik dan memberikan pendapat-pendapatnya yang telah memperkaya pikiran-pikiran mengenai dunia linguistik. Dia dan gurunya telah banyak mempelajari linguistik dan menuliskan hasil penelitiannya secara luas.

            Di dalam hipotesisnya, mereka memaparkan bahwa bahasa dapat mempengaruhi prilaku dan budaya seseorang. Menurutnya manusia tidak hidup di pusat keseluruhan dunia, namun hanya disebagainnya, bagian yang diberitahukan oleh bahasanya. Manusia sangat bergantung dan dipengaruhi oleh bahasa tertentu yang menjadi medium dan sarana ekspresi. Oleh karena itu dunia rilnya sebagian besar secara tidak disadari dibangun atas kebiasaan-kebiasaan bahasa kelompok. Bagi Edward dan Whorf  bahasa menyediakan suatu jaringan jalan yang berbeda bagi setiap masyarakat, yang sebagai akibatnya, memusatkan diri pada aspek-aspek tertentu realitas. 

            Edward dan Whorf mengeluarkan pendapat bahwa bahasa-bahasa Amerika pribumi, seperti Hopi membuat mereka memandang dunia dengan cara yang berbeda dari mereka yang menggunakan bahasa Eropa. Menurut Whorf, bahasa Hopi melihat dunia dengan cara yang berbeda dengan suku lain karena bahasa mereka bahasa mereka membuat sikap mereka demikian. Dalam tata bahasa Hopi, ada pembedaan antara animate (hidup) dan inanimate (tidak hidup), dan diantar serangkaian entitas yang dikategorikan sebagai hidup misalnya awan dan batu. Whorf mengklaim bahwa suku Hopi percaya bahwa awan dan batu merupakan entitas hidup dan bahwa bahasa merekalah yang membuat mereka meyakini hal tersebut.

            Edward dam Whorf juga menyatakan bahwa bahasa tidak hanya menetukan corak budaya tetapi juga menentukan cara dan jalan berpikir manusia sehingga memengaruhi pula tingkah lakunya. Dengan kata lain, suatu bangsa yang berbeda bahasanya dari bangsa lain akan mempunyai corak budaya dan jalan berpikir yang berbeda pula.

            Contohnya seperti orang barat yang selalu terikat dengan tenses atau waktu (p.m. dan a.m.). pada musim panas pukul 21:00 p.m. matahari masih bersinar dengan terang tetapi anak-anak disana sudah disuruh tidur karena sudah kebiasaan bahwa menganggap jam 21:00 p.m. sudah malam. Sedangkan pada pukul 01:00 a.m. meskipun masih gelap gulita, bila ketemu mereka sudah akan saling menyapa dengan ucapan selamat pagi. Karena katanya hari sudah pagi.

            Sebaliknya bagi orang Indonesia karena dalam bahasanya tidak ada sistem kala atau waktu, maka mereka kurang memperhatikan waktu. Suatu acara yang sudah terjadwalkan tak jarang akan mundur satu atau dua jam kemudian. Kalau dibawakan kebudayaan Minangkabau uang filosofi budayanya adalah “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” yang masyarakatnya terikat dengan agama islam. Kewajiban orang Islam adalah sholat lima waktu. Sehubungan dengan itu, kecenderungan orang Minangkabau untuk menentukan pertemuan adalah bakda isya’, bakda magrib, bakda dhuhur, bakda asar, dan lainnya. Sebagai contoh bakda asar tentu waktunya panjang , sampai sebelum magrib pun masih bisa diartika bakda asar. Oleh karena itu orang Indonesia tak jarang kurang memperhatikan waktu.

            Orang yang mengikuti pendapat Edward dan Whorf ini tidak banyak. Karena sejak semula orang meragukan bahwa manusia mempunyai perbedaan yang sejauh itu, kemudian diketahui bahwa Whorf telah melakukan beberapa kesalahan teknis dalam kajiannya. Meskipun demikian masih ada juga beberapa sarjana yang secara prinsip dapat membenarkan pendapat tersebut.

            Misalnya pendapat Edward-Whorf ini diterima maka implikasinya dalam ilmu pengetahuan amat sangat jauh, sebab bagi ilmu pengetahuan manusia itu mempunyai satu jalan pikiran. Dalam ilmu pengetahuan seperti yang telah di kemukaan oleh Masinambouw, bahasa itu hanyalah alat untuk menyatakan atau menyampaikan pikiran. Suatu pikiran yang dinyatakan dengan berbeda-beda tidaklah akan menjadi berbeda-beda, pikiran itu akan tetap sama. Hanya, karena bahasa itu bersifat unik, maka rumusannya mungkin menjadi tidak sama. Bandingkan orang Inggris menanyakan nama dengan kalimat “what is your name?” sedangkan orang Indonesia dengan kalimat “siapa namamu?”. Jadi, dengan kata lain, bahasa tidak mempengaruhi jalan pikiran, apalagi menentukan seperti yang dinyatakan oleh hipotesis Edward-Whorf.

            Berbeda dengan pendapat Edward-Whorf, Silzer mengatakan bahwa bahasa dan budaya seperti dua anak kembar siam, atau sekeping mata uang yang pada satu sisi berupa sistem bahasa dan sisi yang lain berupa sisten budaya, maka apa yang tampak dalam budaya akan tercermin dalam bahasa, dengan kata lain secara tidak langsung budaya yang mempengaruhi bahasa.

            Sebagai contohnya bangsa eropa hanya mengenal satu nama nasi, yaitu rice. Hal ini dikarenakan bangsa Eropa tidak terlalu terbiasa dengan makan nasi. Berbeda dengan Indonesia yang mayoritas masyarakatnya mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Maka di Indonesia mempunya nama lain nasi, diantaranya mulai dari padi, gabah, beras, dan nasi. Contoh lain bangsa Eropa akrab dengan olahraga berkuda, maka di sana ada beberapa nama lain kuda, diantaranya, horse, colt, stallion, pony, dan mare. Sedangkan di Indonesia hanya memiliki satu nama untuk kuda.

            Contoh lain di dalam negeri, misalnya seperti bahasa jawa. Bahasa jawa orang-orang Solo atau Jogja cenderung lebih halus daripada bahasa jawa dari kota-kota lain. Hal ini diakrenakan kebiasan mereka yang hidup di lingkungan sekitar keraton Solo dan Jogja.

            Berbicara tentang hubungan subkoordinatif antara bahasa dan budaya. Hal ini telah dipaparkan oleh Koentjaraningrat, yaitu bahasa dibawah lingkungan kebudayaan, yang telah menjadi salah satu dari tujuh unsur isi kebudayaan.

            Menurut Nababan bahasa sebagai suatu sistem komunikasi merupakan suatu bagian atau sub sistem dari sistem kebudayaan. Namun, bahasa merupakan bagian inti dan terpenting dari kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling minim dengan cara mempunyai nama atau istilah bagi unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan. Hal yang lebih penting dari itu adalah kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa adanya bahasa karena bahasa merupakan faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan. Bagaimana mungkin unsur-unsur kebudayaan dapat berkembang seperti pakaian, rumah, tarian tanpa adanya bahasa. Jadi, bahasa adalah sine quq non (yang mesti ada) bagi kebudayaan dan masyarakat manusia.

             Muhammad Afifudin Dimyathi, dalam bukunya Madkhol Ila Ilmu al-Lughoh al-Ijtimai’ menjelaskan hubungan bahasa yang secara hakiki termasuk bagian dari budaya itu dipengaruhi dari berbagi segi. Diantara dari segi lingkungan, sistem kekerabatan, perubahan sosial, perubahan kosa kata kamus dan perubahan kebudayaan.

            Hubungan bahasa dengan budaya dari segi lingkungan, seperti yang sudah dijeaskan, contohnya masyarakat Indonesia yang mempunyai banyak nama untuk nasi. Sedangkan di Eropa dan Arab hanya mempunyai satu nama yaitu rice dan  . الرزّ

            Hubungan bahasa dengan budaya dari segi kekerabatan bisa dilihat dari perbedan antara orang Eropa dan Arab. Orang Eropa tidak terlalu memperhatikan dengan detail terhadap hubungan kekerabat akau sisilah kekeluargaan, berbeda dengan orang Arab yang sangat memperhatikan nasab (silsilah keuarga). Oleh karenanya kalau di Eropa nama lain dari paman dan bibi hanya uncle dan aunt. Berbeda dengan Arab yang mempunya banyak istiah untuk paman dan bibi, ada     .( العم للأب ) الخال , ( العم للأم ) الخال , ( العمة للأب ) العمة , ( العمة للأم ) الخالة

            Hubungan bahasa dengan budaya dari segi perubahan sosial dapat dilihat dari istilah-istilah yang baru, yang muncul karena dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi. Seperti munculnya istilah mobile dan supermarket.

            Hubungan bahasa dengan budaya dari segi perubahan kosa kata kamus dan  perubahan budaya, dapat kita lihat dari istilah-istiah baru yang terdaftar di KBBI. Contohnya seperti kata swafoto, saltik, gawai. Kata swafoto ini menggantikan dari istiah selfi, sedangkan saltik menggantikan istilah typo, dan gawai menggantikan istilah gadget. Bila diperhatikan kata-kata baru dalam KBBI ini muncul karena adanya perubahan sosial pada masyarakat. Zaman sekarang, kehidupan masyarakat tidak bisa terlepas dari gadget dan lain sebagainya, oleh karenanya istilah-istilah ini muncul di KBBI.

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

            Hubungan antara bahasa dan budaya sangatlah erat dan tidak dapat dipisahkan. Bahasa bisa dikatakan bagian dari budaya sebagaimana seperti kesimpulan dari Kroeber dan Kluckhom menegenai pengertian budaya, dan sebagaimana paparan dari Koentjoroningrat dan Nababan.

            Hubungan lain antara bahasa adalah bahwa bahasa dapat mempengaruhi budaya sebagaimana paparan hipotesis Edward-Whorf. Dan sebaliknya, yaitu budayalah yang mempengaruhi bahasa seperti paparan dari Silzer yang didukung banyak kalangan.

            Oleh karenanya bahasa dan budaya ini saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi satu sama lain, dan tentunya sangat sulit untuk dipisahkan. Bahasa yang baik, akan membentuk budaya yang baik, dan budaya yang baik akan tercermin dari bahasa baik.

Daftar Pustaka

Al-Jurjani, Ali Muhammad. 1413. Mu’jam at-Takrifat. Dubai:Dar al-Fadhilah

Aslinda. Leni Syafyahya. 2014. Pengatar Sosiolinguistik. Bandung:Refika Aditama

Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta

Chaer, Abdul. Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:PT Rineka Cipta

Dimyathi, Muhammad Afifudin. 2016. Madkhol Ila Ilm al-Lughoh al-Ijtima’i. Malang:Lisan Arobi

Kompusiana.net

Mulyana, Deddy. 2006. Komunikasi Antar Budaya. Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Yule, George. 2014. The Study of Language. Cambridge:Cambtidge University Press


Page 2