Oleh: RD. Heribertus Susanto Wibowo Pengantar Gereja Katolik, dengan sikap iman mendalam, sungguh menghormati Kitab Suci. Dalam konstitusi dogmatik tentang Wahyu Ilahi: DEI VERBUM, Konsili Vatikan II memberi ulasan yang menegaskan, demikian: “Kitab Ilahi seperti Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang - terutama dalam Liturgi suci- tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan tradisi suci selalu telah dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tertinggi. Sebab kitab-kitab itu diilhami oleh Allah dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula memperdengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama Kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di surga penuh cintakasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka. Sedemikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta keuatan, dan bagi putera-puteri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani.” (DV 21). Karena alasan-asalan mulia inilah maka Konsili Vatikan II mendesak dengan sangat dan istimewa supaya semua orang beriman, terutama para religius, dengan seringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp 3:8). Kitab Suci: Warisan Iman Kita Untuk mewahyukan Diri-Nya kepada kita dengan lebih penuh dan lebih lengkap, maka Allah bersabda kepada manusia dengan memakai kata-kata manusia di dalam Kitab Suci.(lih. DV 13). Gereja selalu menghormati Kitab Suci sebagai Sabda Allah, di dalam Kitab Suci Gereja menemukan santapan, kekuatan, dan dukungan. Gereja mengajarkan bahwa Allah adalah pengarang Kitab Suci. Dan inilah yang diartikan juga sebagai inspirasi biblis (alkitabiah). Allah menggunakan alat-alat manusiawi untuk melaksanakan maksud-Nya, namun manusia-manusia yang menjadi alat tadi hanyalah menulis apa yang dikehendaki Allah dan hanya yang dikehendaki-Nya. “Dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang yang digunakan-Nya, yang sementara mereka memakai kemampuan dan kecakapan mereka sendiri, mereka bertindak sedemikian rupa sehingga, meskipun Dia berkarya di dalam mereka dan lewat mereka, sebagai pengarang yang sungguh-sungguh mereka hanya menulis apa yang dikehendaki-Nya, dan tidak lebih dari itu” (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, DEI VERBUM No 11). Manusia-manusia penulis Kitab Suci itu adalah orang-orang yang berasal dari zamannya masing-masing dengan ketidakmampuannya untuk menangkap keseluruhan wahyu Allah. Namun, Allah membimbing mereka sejauh mereka mampu menerima wahyu Ilahi itu.Kitab Suci sangatlah penting bagi Gereja, tapi Gereja Katolik bukanlah Gereja “yang hanya mempunyai satu sumber”. Seperti telah kita lihat sebelumnya, Gereja Katolik memperhatikan dua sumber kebenaran suci, Kitab Suci dan Tradisi. Kesalahpahaman mengenai pandangan Gereja ini selama bertahun-tahun telah menimbulkan dakwaan bahwa Gereja tidak menerima kitab-kitab Suci, atau tidak menghormati kitab-kitab suci, atau tidak memperbolehkan anggota-anggota Gereja membaca kitab-kitab suci.Hal yang sebenarnya tidaklah demikian. Gereja merupakan penjaga dari kitab-kitab Suci. Apalagi – dibimbing oleh Tradisi yang sampai ke zaman para Rasul sendiri – Gereja membeda-bedakan tulisan-tulisan manakah yang harus dimasukkan ke dalam daftar Kitab Suci. Di samping itu, Gereja telah berusaha untuk menafsirkan Kitab Suci sejak dari masa awal.Menafsirkan Kitab Suci merupakan suatu ilmu yang berat dan sulit. Untuk memahami pesan dari pengarang, orang yang membacanya harus mengerti latar belakang dari penulis, gaya atau corak tulisannya, saat penulisan dan latar belakang budaya dari kitab tersebut, demikian juga lika-liku dari bahasa aslinya atau bahasa-bahasa yang digunakan.Usaha untuk memahami Kitab Suci dipersulit lagi dengan adanya macam-macam arti atau pemahaman yang dapat disimpulkan dari Kitab Suci.Ada arti harfiah dan arti rohaniah. Arti rohaniah masih dapat dibagi-bagi, secara kiasan atau alegoris, secara moral dan secara analogis. Arti harfiah adalah makna yang disampaikan oleh kata-kata Kitab Suci dan ditemukan oleh ilmu tafsir Kitab Suci, atau “menyimpulkan maknanya” melalui suatu analisa bahasa atau analisa sejarah terhadap suatu naskah. Arti kiasan mengajak kita untuk melihat arti peristiwa-peristiwa dengan mengakui bahwa maknanya kerap kali terselubung dalam Kristus. Arti moral mengajak kita untuk bertindak sesuai dengan keadilan dan kebenaran yang ditemukan dalam Sabda Allah. Arti analogis mengajak kita untuk melihat peristiwa-peristiwa berdasarkan nilainya di dalam menuntun kita menuju ke Surga, tanah air kita yang sesungguhnya.Gereja menghormati 45 kitab Perjanjian Lama sebagai kisah dari Allah dalam menyiapkan dunia untuk kedatangan Kristus. Kitab-kitab tadi berisikan kebenaran-kebenaran yang sangat berharga mengenai Allah, kehidupan manusia, dan misteri keselamatan kita yang abadi.Gereja menganggap keempat Injil Perjanjian Baru sebagai kisah tentang kehidupan Yesus dan permulaan Gereja. Kisah tadi diperluas dan dikembangkan dalam Kisah Para Rasul dan dalam Surat-surat dan tulisan-tulisan yang secara keseluruhan merupakan 27 Kitab Perjanjian Baru.Kedua perjanjian, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, merupakan satu kesatuan. Merupakan satu kesatuan sebab rencana Allah hanyalah satu. Kedua Perjanjian tadi merupakan satu kesatuan karena pewahyuan Allah mengenai Diri-Nya sendiri dan Putera-Nya adalah satu. Dengan demikian kisah dalam Kitab Suci merupakan suatu kesatuan yang utuh. Perjanjian Lama merupakan masa persiapan; Perjanjian Baru merupakan masa pemenuhan. Pemahaman terhadap kedua Perjanjian tadi akan menyebabkan kita dapat memahami dengan lebih baik seluruh sejarah keselamatan.Kitab Suci sangat besar peranannya dalam pembinaan berkelanjutan bagi kehidupan iman Gereja. Kitab Suci merupakan sumber inspirasi yang besar dalam memberikan pengajaran dan penghiburan bagi umat Kristiani. (bdk. 2Tim 3:16; lih juga 2 Ptr 1:20-21). Kitab Suci merupakan bagian dalam ibadat atau liturgi. Kitab Suci meresapi seluruh penerimaan sakramen-sakramen kita. Kitab Suci merupakan inti dari doa resmi Gereja, Ibadat Harian. Kitab Suci juga merupakan dasar bagi sebagian besar kehidupan doa dan devosi dalam Gereja zaman sekarang ini.Kata-kata dari Santo Hieronimus pada abad keempat mengenai Kitab Suci masih sangat cocok untuk zaman kita sekarang ini: “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (lih. DV 25). Bahkan sejak Origenes (185-234) sampai Paus Benediktus XV (1854-1922) dan sesudah itu, orang-orang beriman telah melihat dan yakin bahwa seluruh Kitab Suci terpusat pada Kristus dan mempunyai maknanya dalam Dia.Allah mewahyukan Diri-Nya kepada kita dengan macam-macam cara. Pewahyuan Diri-Nya merupakan suatu panggilan bagi kita. Panggilan tadi merupakan panggilan kasih. Panggilan-Nya mengharapkan dari kita masing-masing suatu jawaban pribadi, yaitu jawaban iman. Dengan iman kita memberikan diri kita seutuhnya kepada Allah dan dengan pikiran dan kehendak kita, kita menerima pewahyuan Allah. Penerimaan tadi disebut “ketaatan iman”. Menerima Sabda Allah semata-mata karena Allah, yang adalah Kebenaran itu sendiri, merupakan jaminan dari keasliannya. Kitab Suci menyajikan kepada kita sederetan saksi-saksi iman, mulai dari Abraham, bapa rohani kita di dalam iman, sampai kepada Maria, seorang pribadi yang dengan sangat sempurna mencapai “ketaatan iman”. Kesaksian mengenai jawaban mereka terhadap panggilan iman merupakan suatu contoh dan ilham bagi kita masing-masing dalam kita memberi jawaban secara pribadi.Demikianlah kita menyadari bahwa iman merupakan suatu penyerahan yang bebas kepada Allah dan juga suatu pengakuan yang bebas terhadap seluruh kebenaran yang telah diwahyukan Allah. Penyerahan dan penerimaan tadi mencakup segala sesuatu “yang termuat dalam Sabda Allah, yang tertulis atau disampaikan, dan ... disarankan untuk dipercayai oleh Gereja sebagai sesuatu yang telah diwahyukan secara ilahi” (Dei Filius, No 3).Kitab Suci adalah sumber inspirasi yang besar bagi hidup manusia beriman. Kitab Suci merupakan juga sumber pertama dalam berteologi. Maka, akrab dengan Kitab Suci, rajin membacanya, sehingga makin mengerti isinya dan memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus, merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan kehidupan spiritual kita. Cara mengakrabkan diri dengan Kitab Suci Empat Tahapan Proses Lectio Divina Meskipun terjemahan bebas dari kata lectio adalah bacaan, proses yang terjadi dalam Lectio Divina bukan hanya sekedar membaca. Proses Lectio Divina ini menyangkut empat hal, yaitu: lectio, meditatio, oratio dan contemplatio.1. Lectio Apa yang dimaksudkan dengan lectio (membaca) di sini bukan sekedar membaca tulisan, melainkan juga membuka keseluruhan diri kita terhadap Sabda yang menyelamatkan. Kita membiarkan Kristus, Sang Sabda, untuk berbicara kepada kita, dan menguatkan kita, sebab maksud kita membaca bukan sekedar untuk pengetahuan tetapi untuk perubahan dan perbaikan diri kita. Maka saat kita sudah menentukan bacaan yang akan kita renungkan (misalnya bacaan Injil hari itu, atau bacaan dari Ibadat Harian), kita dapat membacanya dengan kesadaran bahwa ayat-ayat tersebut sungguh ditujukan oleh Tuhan kepada kita.2. Meditatio Meditatio adalah pengulangan dari kata-kata ataupun frasa dari perikop yang kita baca, yang menarik perhatian kita. Ini bukan pelatihan pemikiran intelektual di mana kita menelaah teksnya, tetapi kita menyerahkan diri kita kepada pimpinan Allah, pada saat kita mengulangi dan merenungkan kata-kata atau frasa tersebut di dalam hati. Dengan pengulangan tersebut, Sabda itu akan menembus batin kita sampai kita dapat menjadi satu dengan teks itu. Kita mengingatnya sebagai sapaan Allah kepada kita.3. Oratio 4. Contemplatio Saat kita dengan setia melakukan tahapan-tahapan ini, akan ada saatnya kita mengalami kedekatan dengan Allah, di mana kita berada dalam hadirat Allah yang memang selalu hadir dalam hidup kita. Kesadaran kontemplatif akan kehadiran Allah yang tak terputus ini adalah sebuah karunia dari Tuhan. Ini bukan hasil dari usaha kita ataupun penghargaan atas usaha kita. Santa Teresa menggambarkan keadaan ini sebagai doa persatuan dengan Allah/prayer of union di mana kita “memberikan diri kita secara total kepada Allah, menyerahkan sepenuhnya kehendak kita kepada kehendak-Nya.”Keempat tahapan ini membentuk kelengkapan Lectio Divina. Jika lectio diumpamakan sebagai tahap perkenalan, maka meditatio adalah pertemanan, oratio sebagai persahabatan dan contemplatio sebagai persatuan.Bagaimana caranya memulai Lectio Divina Karena maksud dari Lectio Divina adalah untuk menerapkan Sabda Allah dalam kehidupan kita, dan dengan demikian hidup kita diubah dan dipimpin olehnya, maka langkah-langkah Lectio Divina adalah sebagai berikut:
Sumber penulisan:1. Konstitusi Dogmatis DEI VERBUM.2. Katekismus Gereja Katolik3. Ringkasan Katekismus Katolik yang Baru.4. Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara Katolik. 5. Penuntun Membaca Kitab Suci Bersama Gereja.6. Penafsiran Alkitab dalam Gereja. 7. Website: Katolisitas.org |