Kenapa disebut surat al ikhlas

[ Kenapa disebut Surat Al-Ikhlas ]⁣ ⁣ Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid....

Posted by Susy Susy onFriday, December 20, 2019

Surat Al-Ikhlas di antara surat yang berbicara keesaan Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Surat Al-Ikhlas berarti suci atau murni yang terdiri dari empat ayat dan tergolong surat Makkiyah atau surat yang diturunkan di Kota Makkah. 

Surat ini menggambarkan tentang keesaan dan Kemurnian Allah SWT. Ayat satu berbunyi : قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ Qul huwallāhu aḥad. “Katakanlah! Dia Allah Yang Maha-Esa.”

Dijelaskan dalam buku Tafsir Al-Mishbah oleh M Quraish Shihab, ayat di atas menyatakan : Katakanlah  wahai Nabi Muhammad kepada mereka yang bertanya bahkan kepada siapapun, Dia Yang Wajib wujud-Nya dan yang berhak disembah adalah Allah Tuhan Yang Maha-Esa.

Kata qul atau katakanlah membuktikan Rasulullah SAW ketika menyampaikan segala sesuatu, dia terima dari ayat-ayat Alquran yang disampaikan malaikat Jibril. Sedangkan kata huwa diterjemahkan Dia. Dalam konteks ini, kata huwa disebut dhamîr asy-sya’n atau al-qishshah atau al-hâl. 

Menurut Mutawalli Asy-Sya’râwi, Allah adalah ghaib. Tetapi, kegaiban-Nya mencapai tingkat syahâdat atau nyata melalui ciptaan-Nya. Dengan demikian, jika Anda berkata huwa atau Dia, sama halnya Anda katakan al-hâl (keadaan) yang sebenarnya adalah Allah Maha-Esa.  

Sementara pakar tafsir Al-Qâsimi memahami kata huwa sebagai fungsi menekankan kebenaran dan kepentingan berita. Yakni apa yang disampaikan itu merupakan berita benar yang haq dan didukun bukti-bukti yang tidak diragukan.

Seorang pakar tafsir Abû As-Su’ûd menulis dalam tafsirnya menempatkan kata huwa untuk menunjuk kepada Allah. Hal ini guna memberi kesan, Dia yang Maha Kuasa itu sedemekian nyata sehingga hadir dalam benak setiap manusia dan kepada-Nya selalutertuju segala isyarat.

Kata Allâh adalah nama bagi suatu Wujud Mutlak, berhak disembah, Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta. Dialah Tuhan yang Maha Esa, yang disembah dan diikuti segala perintah-Nya.

Yang jelas, kata Allah menunjuk kepada Tuhan yang Wajib Wujud-Nya. Berbeda dengan kata ilâh yang menunjuk kepada siapa saja yang dipertuhankan, baik itu Allah maupun selain Dia. Misal, matahari yang disembah.

Kata terakhir, Ahad atau Esa terambil dari akar kata wahdah atau kesatuan. Sama halnya kata wâhid yang berarti satu. Kata ahad bisa berfungsi sebagai nama dan sifat. Apabila ia berfungsi sebagai sifat, itu berarti hanya bisa digunakan untuk Allah. Dalam ayat ini, ahad berfungsi sebagai sifat Allah. 

Berarti Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki selain-Nya. Sehingga diartikan Allah Maha Esa. Keesaan Dzat, keesan sifat, keesaan perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada-Nya.

Ayat kedua surat Al-Ikhlas berbunyi : اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ Allāhuṣ-ṣamad. Artinya : “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” 

Ayat di atas menjelaskan kebutuhan makhluk kepada-Nya, yakni hanya Allah Yang Maha-Esa adalah tumpuan harapan yang dituju semua makhluk guna memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka, dan bergantung kepada-Nya dari segala sesuatu.

Kata ash-shamad terambil dari kata kerja shamada artinya menuju. Ash-shamad adalah kata jadian yang berarti dituju. Mayoritas pakar bahasa dan tafsir memahami arti ash-shamad sebagai Allah adalah Dzat yang kepada-Nya mengarah semua harapan makhluk, Dia yang didambakan dalam pemenuhan kebutuhan makhluk serta penanggulangan kesulitan mereka.

Dalam ayat kedua ini kata Allâh diulang sekali lagi. Ini untuk memberi isyarat, siapa yang tidak memiliki sifat ash-shamadiyah atau dengan kata lain tidak menjadi tumpuan harapan secara penuh, maka ia tidak wajar dipertuhankan. 

Dari 114 surat dalam Alquran, hampir semuanya dinamai dengan kata yang kerap muncul dalam surat. Sebagai misal, Al Baqarah yang berarti 'sapi betina'.

Kata Al Baqarah disebut dalam ayat 67, 68, dan 69 di surat kedua setelah Al Fatihah. Juga seperti Surat Ali Imron, yang disebut dalam ayat 33 dan 35.

Tetapi, berbeda dengan Surat Al Ikhlas. Dalam surat ke-112 di Alquran itu, tidak ada satupun ayat yang mencantumkan kata Ikhlas. Mengapa demikian?

Dikutip dari laman konsultasi syariah, jawaban mengenai hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Utsaimin dalam kitab Fatawa Nur 'Ala Ad Darb.

” Dinamakan surat al-Ikhlas karena dua hal. Pertama, karena dalam surat tersebut Allah khusus menceritakan tentang diri-Nya. Sehingga di dalam surat ini, tidak ada keterangan apapun selain keterangan tentang Allah Aubhanahu Wa Ta'ala dan sifat-sifat-Nya. Kedua, surat ini mengajarkan tentang prinsip ikhlas bagi orang yang membacanya, sehingga dia menjauhi kesyirikan. Apabila dia baca dengan meyakini kandungannya dan isinya yang mencakup tiga macam tauhid, tauhid rububiyah, uluhiyah, danasma wa shifat.”

Penjelasan serupa diberikan Fakhrur Razi dalam kitabnya Tafsir Ar Razi.

” Karena orang yang meyakininya akan menjadi ikhlas dalam menjalankan agama Allah, dan karena orang yang mati dengan ikhlas, dia akan bersih (dijauhkan) dari neraka.”

Selengkapnya di klik di sini.[]Sumber:dream

Makna di balik kata (Mengapa dinamakan Surat Al-ikhlas?)

06 Februari 2018 15:06 WIB | dibaca 10064

Foto Iwan Abdul Gani

Pernakah Anda bertanya, Mengapa surat ke 112 dinamakan al-ikhlas? Sedangkan tidak ada kata ikhlas di dalamnya? Mengapa tidak disebut al-ahad, ashomad atau bahasa plesetan masyarakat awam yang menyebutnya "kulhua-ae-lek" . Menurut saya ini pelecehan. Kenapa saya katakan ini pelecehan terhadap al-qur'an? Ini kalam (firman) Allah, berani sekali menjadikannya sebagai bahan guyonan? Kalimat ini walau dalam tulisannya "kulhu ae lek" (kulhu saja) namun terdengar "kulhua elek" (kulhu jelek), itu karena intonasi ketika mengucapkan. 

Para 'Ulama mengatakan bahwa al-qur'an itu "تبيانا لكل شيء"  menjelaskan segala sesuatu. Benarkah demikian? Jika ia, kenapa surat ini tidak menjelaskan langsung maksud dan tujuannya malah diberi nama yang membuat kita bingung?

Maksud dari al-qur'an menjalaskan segala sesuatu bukan berarti semua disebutkan, semua dijelaskan. Jika demikian, bisakah Anda bayangkan berapa tebalnya alqur'an? Berapa jilid al-qur'an itu jika dicetak? Berapa waktu yang dibutuhkan untuk menghatam qur'an? Di samping itu potensi akal yang diberikan Allah pada manusia nganggur dong, karena tidak digunakan untuk berfikir karena semua sudah disebutkan. Lalu untuk apa nganggur jika diciptakan?

Al-qur'an adalah kitab yang berisi petunjuk (ayat). Apa itu ayat? Ayat adalah isyarat. Sedangkan isyarat, penujukannya belum jelas. Kenapa belum jelas? Jawabannya agar manusia berfikir. Oleh karena itu, ayo mari kita berfikir.

Jika ada pertanyaan, "Apakah dalam al-Qur'an ada kata JEMBLEM?"  Loh kok jemblem dibawa-bawa? Sebenarnya bicara surat al-ikhlas atau Jemblem? Ha..ha..ha.. karena saya suka jajanan yang satu ini, maklum di tempat saya, di Timur sana tidak ada JEMBLEM. 

Jawaban dari pertanyaan di atas tentu tidak ada. Bagaimana jika pertanyaannya diubah namun obyek yang ditanyakan sama? Pertanyaan, "Apakah dalam al-Qur'an ada ayat yang mengisyaratkan adanya jajanan yeng disebut JEMBLEM?"  Kok jemblem lagi? Ia agar mempermudah kita memahaminya.

Jawabannya adalah, ada ayat yang mengisyaratkan itu. Ah.. masa sih?? Pengen bukti? Mari kita buka surat ke 2 (al-Baqroh: 31)

 وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ

"Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman, "Sebutkan padaKu nama-nama benda itu jika kamu orang-orang yang benar."

Ayat tersebut mengatakan bahwa Allah mengajarkan nama-nama benda seluruhnya. Bisa difahami kata "Seluruhnya?". Kalimat yang perlu digaris bawahi adalah "nama-nama benda seluruhnya."

Bagaimana? Sampai di sini Anda sudah bisa memahaminya? Saya anggap Anda sudah mulai terbuka pemikirannya untuk menggali lebih dalam lagi, sayapun demikian. 

Ok, kita kembali ke topik utama yaitu kata "Ikhlas" dari surat ke 112

Allah merupakan zat yang tidak bisa diindrakan, namun Ia mengagungkan diriNya dengan bahasa, yaitu bahasa Al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an memberikan larangan untuk memikirkan zat Allah, namun Allah memberi manusia petunjuk untuk memkirkan apa-apa yang telah Ia ciptakan.

Allah memberikan kita petunjuk berupa Al-Qur’an, dan juga petunjuk melalui lisan RaosulNya berupa Hadist.  Dibutuhkan pemahaman yang baik untuk mengetahui isi petunjuk tersebut.

Surah Al-Ikhlas, Surah pendek berisi empat ayat, dinamakan Al-Ikhlas namun sama sekali tidak ada kata Ikhlas di dalamnya. Apa maksud yang hendak disampaikan Oleh Allah swt..?,  Mari kita kaji bersama.

Ayat pertama “قل هو الله احد” : Katakanlah Allah itu Ahad (satu, esa, tunggal)

Dalam terjemah Al-Quran yang lain diartikan “katakanlah Tuhan itu Esa”, ada juga yang mengartikannya “katakanlah Tuhan itu Satu”.

Engkau yang satu, apakah satu itu maknanya pasti satu? Belum tentu, tergantung kontex kalimatnya. Sebagai contoh. Seorang lelaki menikah dengan perempuan akan membentuk satu keluarga. Dua orang tetapi dinamakan “satu” keluarga. Satu disini bermakna penyatuan dua unsur menjadi satu. Apakah sama maknya dengan Allah itu ahad (satu/tunggal/esa)? Tentu tidak. Mengapa? Karena Allah tidak membutuhkan pasangan. Sudah stop di sini, jangan lanjutkan lagi pertanyaan setelah "pasangan"

Ok, kita lanjut

Allah meliputi segalanya, meliputi alam semesta, meliputi malaikat-malaikat-Nya, Serta meliputi apapun itu. Itulah ahad, satu atau Tunggal. 

Allah adalah dzat yang Maha Sempurna. Kita tidak akan pernah tau bagaimana dzat Tuhan yang sebenarnya, namun penting bagi kita  untuk mengetahui makna zat dengan ilmu yang benar  agar terbangun pemahaman bahwa  Allah benar-benar berbeda dengan makhluk-Nya.

“Katakanlah Allah itu satu”, kalimat ini merupakan kalimat impressive. Muhammad diperintahkan oleh Allah melalui Jibril untuk mengakui bila Allah itu satu. Ayat ini juga dikenal dengan ayat Tauhid.

Rasulullah dikuatkan kembali dengan pengakuan tersebut, sekaligus sebagai peringatan kepada umatnya agar melakukan perjalanan-perjalanan “tauhid”. Sebagaimana yang dilakukan Nabi  Ibrahim dalam proses pen-Tauhidannya.

Sampai di sini timbul pertanyan, "lalu di mana kata ikhlas itu?" Jawabnnya ada di balaik kata "Allah itu Esa". Maksdunya bagaimana? Maksudnya, Saya, Anda, Mereka, kita semua harus IKHLAS menerima Allah sebagai satu-satunya Zat yang wajib disembah, yang wajib ditaati, yang menciptakan seluruh jagad raya dan mengaturnya tampa partner, tampa bantuan makhluk yang lain.

Lalau bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa, "Tuhan Saya, Tuhan Anda, Tuhan mereka, Tuhan kita sama?" Jawabannya berbeda-beda. Jika yang dimaksud  Saya, Anda, Mereka, Kita itu sesama Muslim, jawabannya Ia Tuhan Kita sama, namun jika yang dimaksud Saya, Anda, Mereka dan Kita itu berbeda agama, maka jawabannya, Tuhan kita tidak sama.

Sebagai Muslim jika saya menjawab Tuhan kita sama kepada kaum yang beragama lain, berarti saya tidak ikhlas dalam menerima Allah sebagai satu-satunya Zat yang disembah, di samping itu, saya melecehkan Allah dan juga Tuhan yang disembah agama lain.

Ayat kedua" الله الصمد":   Allah tempat meminta segala sesuatu.

Pemaknaan kita terhadap ayat ini akan lekat pada sifat kedermawanan Alllah, mengapa? Karena meminta sangat berhubungan dengan sesuatu yang bersifat materi, “Saya meminta uang kepada Ibu” sangat bermateri. Apakah Allah materialistik? Sementara Allah tidak mengukur manusia dengan kekayaan. Bentuk tubuh dan apapun itu melainkan hanya dari segi ketakwaan. 

Kita sempat melupakan kata “pinta” (cintailah aku, hanya itu yang aku pinta). Kata-kata ‘’pinta’’ cocoknya dengan sesuatu yang inmateri atau tidak bermateri. Bagaimana jika diartikan “الله الصمد”: Tempat meminta segala Pinta.

Dalam terjemahan Al-Qur’an yang lain bermakna: Adalah Allah yang bergantung padanya segala sesuatu. Yang bergantung itu adalah beban, sementara hidup manusia dipenuhi dengan beban atau persoalan.

Semoga tidak ada beban dalam diri Anda saat membaca tulisan ini. He..he..he. 

Hanya kepada Allah - lah satu-satunya yang meliputi segala misteri dan rahasia-rahasia tempat manusia menggantungkan keluh kesah, rasa dan asa.

Akankah kita meminta rezeki kepada Tuhan berupa emas ataupun permata?, Ataukah kita meminta untuk dibukakan pintu-pintu pengetahuan agar kita lekas mengetahui dari mana memulai pekerjaan yang terbaik?

Sampai pada ayat kedua ini, saya ingin mengajak untuk memahami Konsep Tuhan dari kacamata Teologi. Wah... istilah apa lagi itu? Baru tahu? Hmmmmm..

Dalam bahasa Arab, istilah Teologi ini biasa disebut dengan Usuluddin, sedang ajaran dasar agamanya disebut ‘Aqoid atau ‘Aqidah, dan ada pula yang menyebutnya dengan Tauhid. Selain itu

Ada juga yang menyebut Teologi sebagai llmu AI-Kalam, dimana jika Kalam yang dimaksud itu adalah Firman Allah, maka itu berarti ilmu tentang AI-Qur’an, sedangkan jika yang dimaksud Kalam adalah kata-kata manusia, itu berarti ilmu tentang “olah kata” dalam mempertahankan pendapat atau pendirian, yang sering disebut juga sebagai “bersilat lidah”, karena memang pada dasarnya, para Theolog itu, apapun agamanya, adalah orang yang pandai memainkan kata-kata atau bersilat lidah. Itulah sebabnya seorang Theolog dalam Islam disebut Mutakallim, yaitu ahli dalam berargumen yang mahir memainkan kata-kata.

Sebelum saya lanjutkan, saya ingin tekankan bahwa saya tidak ingin Anda harus mengikuti apa yang saya tulis. Ini hanya pemahaman saya berdasarkan ilmu yang sedikit dari membaca. Tidak menutup kemungkinan, Anda lebih tahu dari saya.

Kita lanjut.........panjang pembahasannya, saya sarankan sediakan kopi dan jajan yang banyak sambil membaca. He..he..he..

Dalam ilmu Teologi, satu zat diyakini Tuhan, harus memiliki tiga kriteria.  Apakah kriteria ini baru dalam Islam? Tentu Tudak. Karena semenjak Nabi pertama diutus, konsep ini sudah ada, bahkan lebih lengkap dari konsep para Teolog, hanya istilahnya saja yang berbeda, dan Nabi Muhammad diutus untuk menghidupkan kembali konsep tersebut. Para Theolog hanya memodifikasikan saja, namun karena kesombongan akhirnya mereka tidak mengakui bahwa ilmu itu sebenarnya punya Islam. Anda akan menemukan bukti itu dari tulisan ini.

Lanjuuuuutt.....

Apa saja kriterianya?

Yang pertama, Absolut, yaitu Allah (Tuhan) mempunyai kekuasaan yang mutlak, melingkupi seluruh jagad raya ini. Dia tidak membutuhkan bantuan makhluk apapun, tidak membutuhkan partner baik dari anak manusia maupun dari kalangan Malaikat

Lalu mana buktinya bahwa Islam sudah konsep tersebut? Di antaranya ada pada surat al-ikhlas ayat 1-2. Baca dan fahami ayat tersebut.

Yang kedua, Unik, yaitu Allah (Tuhan) itu tersendiri, berdiri sendiri. Tidak berawal dan berakhir, tidak melahirkan apa lagi dilahirkan. 

Di sini saya rasa Anda sudah bisa menemukan buktinya sendiri dari al-qur'an. Ayo dikaji al-qur'annya, jangan jadikan bahan koleksi atau hiasan almari. Ingat "dikaji" bukan sekedar dibaca agar dapat pahala, kalau hanya untuk mengejar pahala, itu namanya mengajak Allah untuk berbisnis. He..he..he..Bingung????

Alhamdulillah kalau Anda bingung. Dari kebingungan akan timbul rasa ingin tahu. Dengan demikian, mari kita kaji bersama.

Yang ketiga, Distinct, yaitu Allah (Tuhan) lain dari pada yang lain, tidak boleh ada makhluk yang menyerupainya, tidak boleh ada makhluk baik dari kalangan manusia ataupun malaikat yang meyerupainya.

Selanjutnya silahkan cari buktinya sendiri dari al-qur'an, ok. 

Mari kita lanjutkan pada ayat berikutnya.

Ayat ketiga “ لم يلد و لم يولد” : Tidak beranak dan juga tidak diperanakkan. 

Mari kita bahas,Allah tidak beranak, dan mari kita mengurusi kata anak. Anak berawal dari sel sperma dan sel ovum. 

Mari kembali lagi, dengan Allah yang meliputi segala semesta, Sungguh rendah kedudukan Allah jika Ia dilahirkan apalagi melahirkan. Apakah Allah memerlukan semua itu? Allah tidak butuh bersenggama (maaf) sebab Ia adalah Zat yang ‘’Maha Cinta’’, Maha Pencipta tanpa reproduksi.

Di mana ikhlasanya? Jawabnnya, anda, saya, mereka, kita harus ikhlas menerima bahwa Allah itu tidak beranak dan tidak diperanakan.

Ayat keempat “و لم يكن له مفوا احد” :  Dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan-Nya. 

Ayat ini sebagai pembersih, Bersih dari apapun mengenai pemikiran manusia terhadap-Nya. Bersih dari penyerupaan makhluk dengan diri-Nya

Itulah IKHLAS. Sama sekali tidak ada kata-kata Ikhlas di dalam surah Al-Ikhlas. Ikhlas tidak meski disebutkan, Ikhlas adalah bentuk pentauhidan kepada Allah yang Maha Kuasa. Disebut ataupun tidak, kita harus ikhlas. 

Selanjutnya silahkan kaji al-qur'an, dan Anda akan menemukan sesuatu yang membuat Anda takjub.

Tulisan ini hanya sebagai penggugah agar kita kaji lebih dalam lagi al-Qur'an. Tulisan ini bukan yang paling benar, karena yang menulis ini manusia bukan malaikat. Jika ada salah, semoga Allah mengampuni. 

والله اعلم بالصواب

Tuban, 6 Februari 2018

Iwan Abdul Gani

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA