Kekuatan sosial yang mendorong kelahiran sosiologi

Perubahan masyarakat yang terjadi selama rebolusi politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik dan social budaya. Adanya semangat liberalism muncul di segala bidang misalnya seperti penerapan dalam hokum dan uga undang-undang. Pembagian masyarakat perlahan-lahan akan terhapus dan semua diberikan hak yang sama dalam hukum.

Abad 18 adalah saat terjadinya revolusi industry, berkembanya kapitalisme pedagangan, mekanisme proses dalam pabrik, tercipanya unit-unit produksi yang sangat luas, terbentuknya kelas buruh, dan juga  terjadinya urbanisasi merupakan menifestasi dari hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubhan dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai perekonomian semakin melemah kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang bersatu membentuk perserikatan.

Menurut aguste conte perubahan tersebut berdampak negative, yaitu terjadinya konflik antara kelas dalam masyarakat. Comte melihat, setelah pcahnya revolusi prancis masyarakat prrancis dilanda konflik antara kelas. Konflik-konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak tahu bagaimana mengatasi perubahan akibat revolusi dan juga hukum-hukum apa saja yang dapat di pakai guna mengatur tatanan social masyarakat.

Maka komte menganjurkan agar semua penelitian mengenai masyarakat ditingkatkan sebagai sebuar ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan sesuatu penemuan hukum-hukum yang bisa mengatur gejala-gejala social, akan tetapi aguste comte belum bisa mengembangkan hukum-hukum social itu sebagia seuatu ilmu tersendiri. Comte hanya meberi istilah untuk ilmu tersebu dengan sebutan sosiologi.

Sistelah sosiologi pertama kali muncul pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraph dalam palajaran ke-47 cours de la philosophie (kuliah filsafat) karya aguste comte. Tetapi sebelumnya comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika social tetapi karena istilan ini sudah di gunakan  oleh adolphe quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu statistic kependudukan maka dengan berat hati comte harus melepaskan nama fisika social dan merumuskan dengan istilah sosiologi yang berasal dari bahasa yunani socus (masyarakat) dan logos (ilmu).

Baca Juga :  Pengertian UMKM : Kriteria, Syarat, Tujuan, Jenis, Contoh

Dengan harapan bahwa tujuan ilmu sosiologi ialah untuk menemukan hukum-hukum msyarakat dan menerapkan pengetahuan itu demi kepentingan pemerintah kota yang baik.

Sosiologi lahir di tempat yang berbeda yaitu di prancis, jerman dan juga di amerika serikat yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab yang menunjukan badanya beberapa kemajuan intelektuan yang secara radikal bertentangan. Mazhab prancis ditandai dengan personalitas emile Durkheim lelalui pendekatan yang objektif denngan menggunakan model ilm pengetahuan alam. Mazhab jerman , membedakan antara ilmu pengetahuan alam dengan pengetahuan kejiwaan dalam penjelasa serta cakupnya. Sedangkan di amerka serikat terkenal dengan mazhab Chicago bertujuan untuk mengintervensi dan membahas permasalahan yang konkrit secara empiris dengan membangun  laboratorium, melakukan penelitian sampai mempublikasikan buku-buku dan juga majalah.

Dari tempat-tempat lahirnya sosiologi tersebut memunculkan banyak tohoh perintis sosiologi dan mulai mengetahui ilmu pengetahuan ini dan melakukkan banyak penelitian tentang sebuah msyarakat dan permasalahan sosialnya. Mereka mencoba mencari sebuah pemikiran yyang musni sosiologi karena selama kurun waktu tersebut sosiologi masih banyak erpengaruh dari ilmu filsafat dan juga prikologi yang telah terlebih dahulu ada.

Demikianlah artikel dari duniapendidikan.co.id mengenai √Peristiwa Besar Yang Mengisi Lahirnya Sosiologi : Revolusi Politik, Ekonomi, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda.

Jakarta -

Sosiologi adalah ilmu sosial yang mempelajari masyarakat, interaksinya, dan proses yang membentuk dan mengubahnya lewat dinamika di sebuah komunitas, populasi, kelompok gender, ras, umur, dan institusi.

Dalam Encyclopaedia Britannica disebutkan, sosiologi juga ilmu yang mempelajari status sosial atau stratifikasi, gerakan sosial, perubahan sosial, dan societal disorder seperti kriminalitas, penyimpangan, dan revolusi. Apa peristiwa yang membuat sosiologi lahir di Eropa?

Latar Belakang Sosiologi Lahir di Abad ke-19

Sosiologi lahir di Eropa pada abad ke-19 yang dilatarbelakangi oleh peristiwa Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Prancis. Istilah sosiologi diperkenalkan filsuf Auguste Comte yang kelak menjadi Bapak Sosiologi.

Auguste Comte hidup di masa Revolusi Prancis dan periode Napoleon. Saat itu, kehidupan sosial yang stabil, ilmu pengetahuan dan teknologi modern, serta Revolusi Industri mulai menyebabkan transformasi di tengah warga Eropa.

Sebelum Revolusi Prancis, sistem pemerintahan teokrasi dengan kaisar sebagai wakil tuhan dan tidak tercela membuat kesewenang-wenangan dialami rakyat Prancis. Penjara Bastile yang merupakan simbol kekejaman pemerintahan lalu dijebol seiring rakyat menuju pencerahan dan berpikir secara rasional untuk meraih kesejahteraan bersama.

Kendati pemerintahan tirani runtuh setelah Revolusi Prancis, orang-orang Eropa yang saat itu sudah mengalami konflik kekerasan menurut Comte masih ragu dalam menetapkan perasan, pikiran, dan tindakan apa yang harus dilakukan.

Sementara itu, Revolusi Industri di Inggris membuat orang di sekitar daerah industri mengalami peningkatan ekonomi, sementara orang daerah berkekurangan. Comte berpikir bagaimana kesenjangan tersebut dapat diperkecil dan ditiadakan.

Menurut Comte, banyak orang Eropa saat itu kurang percaya diri dalam menetapkan sentimen dan keyakinan, atau hal untuk mengganti sentimen dan keyakinan yang sudah ada. Masa revolusi tersebut menurutnya sangat menentukan bagi sejarah manusia, termasuk di Prancis dan keseluruhan Eropa.

Ia pun memutuskan bahwa perlu ada ilmu yang mempelajari masyarakat dan mengarahkan masyarakat. Harapannya, perkembangan yang terjadi dapat diarahkan menuju hal yang lebih baik atau sesuai dengan tujuan kehidupan bersama, seperti dikutip dari buku Sosiologi 1 oleh Drs. Andreas Soeroso, M.S

Hasil pemikiran Comte tersebut lalu dituangkan dalam buku Positive Philosophy pada tahun 1838.

Ia menyebarkan, ilmu yang bertugas mempelajari perkembangan masyarakat dan dampak yang ditimbulkan oleh perubahan sosial itu disebut sosiologi. Dengan demikian, sosiologi lahir di Eropa pada abad ke-19 yang dilatarbelakangi oleh peristiwa Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Prancis.

Simak Video "Luncurkan Holding BUMN Pertahanan, Jokowi: Sudah Lama Saya Tunggu"



(twu/lus)

Jawaban yang tepat dari pertanyaan tersebut adalah E.

Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut :

Poin yang ditanyakan adalah yang tidak termasuk faktor pendorong lahirnya sosiologi di Eropa.

Menurut L. Laeyendecker sosiologi lahir berkaitan dengan serangkaian perubahan jangka panjang yang ada di Eropa Barat pada abad pertengahan. Perubahan-perubahan tersebut yaitu :

  • tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke15
  • perubahan pada bidang sosial dan politik
  • perubahan yang terkait dengan reformasi Martin Luther
  • meningkatnya individualisme
  • lahirnya ilmu pengetahuan modern
  • berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri

Dengan demikian, pernyataan yang tidak termasuk faktor pendorong lahirnya sosiologi adalah meningkatnya perselisihan dan konflik antarnegara.

Jadi, jawaban yang tepat adalah E.

Jawaban yang tepat dari pertanyaan tersebut adalah E.

Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut :

Poin yang ditanyakan adalah kekuatan sosial yang mendorong pemikiran tentang perubahan masyarakat.

Beberapa  kekuatan  sosial  yang mendorong kelahiran  sosiologi, antara  lain:

  1. Revolusi Prancis;
  2. Revolusi  industri dan kapitalisme;
  3. munculnya sosialisme;
  4. perubahan keagamaan; dan
  5. pertumbuhan  ilmu.

Jadi, pemikiran  tersebut menunjukkan  adanya pertumbuhan  ilmu sosiologi yang di  dorong oleh Revolusi Prancis.

Dengan demikian,  jawaban yang tepat adalah E.


A.   Sejarah Lahirnya Sosiologi

...........Lahirnya Sosiologi ini sangat berkaitan dengan terjadinya perubahan sosial masyarakat di Eropa Barat dan pada masa Revolusi Industri (Inggris) dan revolusi sosial (Prancis). Revolusi inilah yang pada awalnya diharapkan membawa kehidupan yang modern bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Namun pada kenyataannya, revolusi ini yang menyebabkan timbulnya berbagai kekacauan dan disharmoni hubungan antar warga masyarakat. Dengan kata lain, terjadinya kesenjangan dengan apa yang diharapkan dan apa yang ada (Sitorus, 2000 : 5)[1]

Menurut Laeyendecker (1983 : 11-43) kelahiran sosiologi selain keedua revolusi yang di sebutkan tadi, juga terkait dengan serangkaian perubahan jangka panjang yang melanda eropa barat di abad pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang didefinisikan Laeyendecker sebagai pendorong lahirnya sosiologi adalah :

1.      Tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke 15

2.      Adanya perubahan di bidang sosial dan politik

3.      Perubahan berkenaan dengan reformasi martin luther,

4.      Kemudian meningkatnya individualism

5.      Lahirnya ilmu pengetahuan modern

6.      Dan berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri

Sementara itu, Ritzer (1992: 6-9) menjelaskan, bahwa kekuatan sosial yang mendorong pertumbuhan sosiologi ialah :

1.      Adanya revolusi politik

2.      Revolusi industry dan kemudian munculnya kapitalisme

4.      Urbanisasi, perubahan keagamaan dan perubahan ilmu

Ibnu Khaldun, sarjana Arab yang lahir di Tunis adalah tokoh politik praktis yang ternama dan salah seorang Bapak Sosiologi abad XIV serta dikenal sebagai pemikir besar dunia. Bukunya “Muqaddimah” merupakan karyanya yang monumental mengenai sejarah umat manusia dalam bahasan Sosiologi.

Dalam catatan sejarah, bahwasannya sosiologi ini lahir untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada masyarakat, yaitu

a.       Pengetahuan tentang fenomena-fenomena kolektif. Dalam hal ini sosiologi dianggap dapat memberikan pencerahan terhadap perilaku patologis (persaingan yang tidak sehat dan saling menjatuhkan) sehingga dapat terwujudnya harmonisasi dan keselarasan dalam masyarakat.

b.      Sosiologi bertujuan mendeskripsikan masyarakat dan fungsinya. Hal ini bermula dari prinsip bahwa materi dasar kehidupan manusia adalah tindakan manusia itu sendiri sebagai individu.

c.       Kepedulian manusia untuk memahami kehidupan sosial secara ilmiah dan rasional sehingga sosiologi mampu membuktikan hukum-hukum fungsional dalam masyarakat

d.      Munculnya kritik dalam masyarakat untuk mengungkapkan suatu tatanan social.

Berbagai pertanyaan yang bersifat mendadar itu kemudian melahirkan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan termuda diantara ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu yang terlahir dari kondisi masyarakat yang penuh kekacauan dan merupakan pertemuan antara tiga peristiwa revolusi, yaitu

Ø  Revolusi Politik (Revolusi Perancis)

Perubahan masyarakat pada revolusi politik ini sangat luar biasa baik pada bidang ekonomi, politik maupun sosial. Paham liberalisme yang muncul di berbagai bidang seperti penerapan hukum dan undang-undang membuat pembagian kelompok-kelompok dalam masyarakat terhapus sehingga semua bisa mendapatkan hak sama dalam hukum.

Ø  Revolusi Ekonomi (Revolusi Industri)

Revolusi Ekonomi terjadi pada abad 19. Pada masa ini paham kapitalisme berkembang di berbagai sisi ekonomi mulai dari perdagangan, mekanisme proses dalam pabrik, unit-unit produksi yang luas sampai terbentuknya kelas buruh dan terjadinya urbanisasi. Dengan adanya perbedaan antara kelas buruh dan kelas majikan (penguasa) maka kaum buruh terus tertindas.

Ø  Revolusi Intelektual (Rasionalisme, ilmu pengetahuan dan positivisme)

Paham positivisme dicetuskan oleh Auguste Comte. Paham ini mengatakan bahwa segala yang didunia ini didasarkan pada penjelasan ilmiah. Bahwa ilmu harus berdasarkan data dan observasi yang bersifat empiris.

Sosiologi merupakan ilmu yang membicarakan tentang masyarakat. Interaksi manusia dengan manusia lainnya dalam suatu kelompok atau masyarakat, ilmu ini juga membicarakan kondisi lingkungan ataupun sosial dalam masyarakat, struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwasannya objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Yakni hubungan antara manusia dan proses sebab akibat yang timbul dari hubungan masyarakat. Sosiologi ini merupakan ilmu terapan yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya guna memecahkan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.

Istilah Sosiologi pertama kali digunakan oleh Aguste Comte (1789-1857) dan kemudian dikembangkan oleh Karl Marx (1818-1883), Herbert Spencer (1820-1903), Emile Durkheim (1858-1917), dan tokoh lainnya. Sebenarnya gagasan Comte dan Durkheim telah dikemukakan oleh filsuf besar yunani kuno, seperti Plato (429-347 S.M), dan Aristoteles (384-322), mereka berdua telah membicarakan mengenai masyarakat dan negara. Tetapi gagasan mereka masih bersifat normatif, jadi menjelaskan masyarakat dan negara itu hanya sebagai sesuatu yang bertindak dengan motivasi kebijakan.[2]

D.    Teori Sosiologi Tentang Teori Klasik dan Modern

a)      Teori Sosiologi Klasik

Beberapa kekuatan sosial yang melatarbelakangi munculnya teori - teori sosial dan sekaligus menjadi fokus perhatian para ahli sosial, diantaranya adalah revolusi politik, revolusi industri, perkembangan kapitalisme, perkembangan sosialisme, feminisme, urbanisasi, perubahan agama, serta pertumbuhan ilmu pengetahuan. Perkembangan teori - teori sosial tersebut tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi dibeberapa negara terutama yang terjadi dikawasan Eropa Barat, diantaranya adalah di Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris.

Perubahan berupa revolusi sosial politik serta kebangkitan kapitalisme membawa dampak - dampak yang tidak saja bersifat positif tetapi juga memunculkan masalah - masalah sosial baru. Hal ini telah memacu para ahli sosial dan filsafat untuk menemukan kaidah - kaidah baru yang terkait dengan perkembangan teori sosial dan sekaligus sebagai suatu upaya dalam memahami dan menanggulangi masalah - masalah sosial tersebut, serta mengarahkan bagaimana bentuk masyarakat yang diharapkan di kemudian hari. Seperti perkembangan kehidupan politik (Revolusi Prancis sejak tahun 1789) menjadi cikal bakal perkembangan teori sosiologi di Prancis. Demikian pula, pertumbuhan kapitalisme di Inggris telah memacu munculnya pemikiran - pemikiran baru dibidang sosial.

Teori Klasik menurut para tokoh ternama :

Perjalanan Hidup dan Karya Comte serta Pandangannya tentang Ilmu Pemgetahuan Aguste Comte adalah seseorang yang untuk pertama kali memunculkan istilah “sosiologi” untuk memberi nama pada satu kajian yang memfokuskan diri pada kehidupan sosial atau kemasyarakatan. Saat ini Sosiologi menjadi suatu ilmu yang diakui untuk memahami masyarakat dan telah berkembang pesat sejalan dengan ilmu - ilmu lainnya. Dalam hal itu, Aguste Comte diakui sebagai “Bapak” dari sosiologi. Aguste Comte pada dasarnya bukanlah orang akademisi yang hidup di dalam kampus.

Perjalanannya didalam menimba ilmu tersendat - sendat dan putus di tengah jalan. Berkat perkenalannya dengan Saint - Simon, sebagai sekretarisnya, pengetahuan Comte semakin terbuka, bahkan mampu mengkritisi pandangan-pandangan dari Saint-Simon.

Pada dasarnya Auguste Comte adalah orang pintar, kritis, dan mampu hidup sederhana tetapi kehidupan sosial ekonominya dianggap kurang berhasil. Pemikirannya yang dikenang orang secara luas adalah filsafat positivisme, serta memberikan gambaran mengenai metode ilmiah yang menekankan pada pentingnya pengamatan, eksperimen, perbandingan, dan analisis sejarah. Pemikiran Auguste Comte Tentang Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial Perkembangan masyarakat pada abad ke-19 menurut Comte dapat mencapai tahapan yang positif (positive stage). Tahapan ini diwarnai oleh cara penggunaan pengetahuan empiris untuk memahami dunia sosial sekaligus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Sosiologi adalah menyelidiki hukum - hukum tindakan dan reaksi terhadap bagian - bagian yang berbeda dalam sistem sosial, yang selalu bergerak berubah secara bertahap. Hal ini merupakan hubungan yang saling menguntungkan (mutual relations) diantara unsur - unsur dalam suatu sistem sosial secara keseluruhan.

Sosiolog besar ini dilahirkan di Epinal diprovinsi Lorraine di Perancis Timur pada 15 April 1885, sejumlah empat buku yang telah ditulis Durkheim untuk mengukuhkan dirinya sebagai seorang sosiolog yang terkenal, bukunya yang pertama adalah yang berjudul ”one the-division of social labor” yang diterbitkan tahun 1893. Dua tahun kemudian pada tahun 1895 terbit buku keduanya “the rules of socuological method” dan buku ketiganya “suicide” terbit pada tahun 1897 sedangkan buku yang keempat atau karyanya yang terakhir “the elemententary forms of religious life” terbit pada tahun 1912.[3]

Durkheim sangat termashur dengan kerangka teorinya tentang adanya “jiwa kelompok” yang mempengaruhi jiwa individu. Dia mengatakan bahwa ada dua macam kesadaran yaitu kolektip dan individual conciousness. Durkheim menyatakan ada dua sifat yang dimiliki oleh kesadaran kolektif  yaitu sifatnya yang exterior dan sifatnya yang konstarint didalam exterior kesadaran kolektif berada diluar individu manusia dan yang yang masuk ke dalam individu tersebut dalam perwujuadan sebagai aturan - aturan moral, agama, tentang baik dan buruk dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam sifat nya yang konstraint kesadaran kolektif tersebut memiiki daya memaksa terhadap individu - individu manusia pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap kesadaran - kesadaran kolektif ini akan mengakibatkan adanya sangsi - sangsi hukuman terhadap anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian kesadarn kolektif itu adalah suatu konsensus masyarakat yang mengatur hubungan sosial  diantara masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran kolektif ini merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan psikis / kejiwaan dan merupakan suatu ‘kesadaran dari kesadaran yang berada di luar  dan di atas individu - individu dan dengan kesadaran yang demikian itu maka masyarakat adalah merupakan suatu yang lebih baik dari pada individu.

Sebagai seorang filusuf, nama Marx mungkin berdengung diseluruh dunia dengan kehebatan yang luar biasa. Bahkan lebih dari itu, Marx dikenal pula sebagai seorang pemikir dalam banyak bidang ilmu. Mulai dari lapangan ekonomi sampai kepada sosiologi. Filsuf yang di lahirkan pada tanggal 5 mei 1818 di kota trier di tepi sungai rhine ini sesungguh nya keturunan seorang borjuis, karya Marx yang pertama kali yang dapat dicatat adalah di sertasinya sendiri di Universitas jana, yang berjudul On the differences between the natural philoshopy of  democritus and epicurus (1841) dimana sesungguhnya dia sudah mulai menyerang konsep - konsep agama dan karya - karya Marx tidaklah terbilang banyak nya. Mulai dari “The Mesery of philophy, The Poverty of philosophy”, sampai kepada  Manifesto Komunis dan Das Kapital. Buku yang di sebut terakhir ini justru merupakan buku yang paling termashur.

Sejarah kehidupan manusia kata Marx, tidak lebih dari pertentangan antar kelas, atau antar golongan, mulai dari golongan atau kelas yang berdiri dari orang-orang yang bebas merdeka dari budak - budak, sampai kepada pertentangan antara kelas penindas dengan yang ditindas. Disinilah keistimewan Marx sebenarnya, yang melihat adanya suatu pertikaian abadi yang menandai sejarah perkembangan manusia.

b)     Teori Sosiologi Modern

Teori Sosiologi modern berbeda dari teori sosiologi klasik. Teori sosiologi klasik memusat kan analisanya pada pemikiran tokoh - tokoh  sosiologi sedangkan teori - teori sosiologi modren memusatkan analisanya pada aliran sosiologi pergeseran dari para ahli teori sosiologi  secara idividual kedalam aliran - aliran sosiologi menunjukkan bahwa sosiologi mengalami perubahan. Pada awal perkembangannya, sosiologi itu di dominasi oleh para ahli termasyur secara individual, seperti Comte, Marx, Durkheim, Weber, ataupun Simmel. Tetapi dewasa ini analisa sosiologi lebih terarah kepada aliran - aliran.

E.     Sejarah Lahirya Antropologi

1.      Fase pertama(Sebelum 1800)

            Dengan Kedatangan Bangsa Eropa barat ke benua Afrika, Asia, dan Amerika selama 4 abad. sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-16 membawa pengaruh bagi berbagai suku bangsa ketiga benua tersebut. Bersamaan dengan itu mulai terkumpul tulisa buah tangan para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama nasrani, penerjemah kitab injil, dan pegawai pemerintahan jajahan dalam bentuk kisah perjalanan, laporan dan sebagainya. Dalam buku-buku tersebut terdapat berbagai pengetahuan berupa diskripsi tentang adat istiadat, susunan, masyarakat, dan ciri-ciri fisik dari beragam suku bangsa baik di Afrika, Asia, Oseania (yaitu kepulauan di laut teduh) maupun suku bangsa Indian, penduduk pribumi Amerika. Bahan deskripsi itu disebut ‘etnografi’ dari kata ethos yang berarti bangsa sangat menarik bagi orang-orang eropa pada waktu itu.

Akan tetapi, deskripsi tersebut sering kali tidak jelas/kabur, tidak teliti, dan hanya memperhatikan hal-hal yang tampak aneh bagi mereka. Selain itu ada tulisan yang baik dan teliti. Kemudian dalam pandangan kalangan terpelajar di Eropa Barat timbul tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa Afrika, Asia,Oseania, dan orang-orang Indian di Amerika tadi, yaitu:

Ø  Ada yang berpandangan bahwa orang-orang itu bukan manusia sebenarnya, melainkan mereka manusia liar,  keturunan iblis dan sebagainya. Dengan demikian timbul istilah-istilah seperti iblis dan sebagainya. Karena itulah timbul istilah-istilah seperti savages, primitives, untuk menyebut bangsa-bangsa tadi.

Ø  Pandangan bahwa masyarakat pribumi adalah contoh dari masyarakat yang masih murni, belum mengenal kejahatan dan keburukan seperti yang ada dalam masyarakat bangsa-bangsa Eropa Barat waktu itu.

Ø  Ada yang tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa di Afrika,Asia, Oseania, dan Amerika pribumi tadi itu. Kumpulan-kumpulan pribadi itu ada yang dihimpun jadi satu, supaya dapat dilihat oleh umum, dengan demikian timbul museum-museum pertama tentang kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa.

Pada permulaan abad ke-19 perhatian terhadap himpunan pengetahuan tentang masyarakat, adat-istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan pengetahuan etnografi tadi menjadi satu.

2.      Fase kedua (kira-kira pertengahan abad ke 19)

Integrasi yang sungguh-sungguh baru, timbul pada pertengahan abad ke-19. Dengan terbitnya Karangan-karangan yang tersusun berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat. Yaitu , masyarakat dan kebudayaan menusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dan tingkat-tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat antara, sampai ke tingkat-tingkat. Bentuk masyarakat dan kebudayaan seperti yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semua bentuk masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Eropa (oleh orang Eropa disebut primitive) dianggap sebagai contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang masih hidup sampai sekarang sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu. Berdasarkan cara berfikit tersebut, maka semua bangsa di dunia dapat digolongakan menurut tingkat evolusi itu. Dengan timbulanya beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang mengklasifikasikan tentang beragam kebudayaan diseluruh dunia ke dalam tingkat-tingkat evolusi tertentu. Maka muncul ilmu antropologi.

Kemudian selanjutnya  lahir pula beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Di sini pun kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari kebudayaan manusia yang kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan menusia yang kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu orang menambah pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa fase perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal, dengan tujuan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapatkan suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

3.      Fase Ketiga (permulaan Abad ke-20)

            Pada permulaan abad ke-20, sebagian negara penjajah di Eropa berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah jajahan di luar Eropa. Untuk keperluan pemerintahan jajahannya tadi, yang waktu itu mulai berhadapan langsung dengan bangsa-bangsa terjajah diluar Eropa, maka ilmu antropologi sebagai ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daerah di luar Eropa itu, menjadi sangat penting. Berkaitan erat dengan itu dikembangkan pemahaman bahwa mempelajari bangsa-bangsa di daerah di luar Eropa itu penting karena bangsa-bangsa itu pada umumnya mesih mempunyai masyarakat yang belum kompleks seperti masyarakat bangsa Eropa. Suatu pengertian tentang masyarakat yang tidak kompleks akan menambah juga pengertian orang tentang masyarakat yang kompleks.

 Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai tadi, terutama perkembangan di inggris sebagai negara penjajah yang utama, ddan juga yang semua negara koloni lainnya. Amerika Serikat pun bukan negara kolonial, tetapi telah mengalami berbagai masalah yang berhubungan dengan suku-suku bangsa indian penduduk pribumi Benua Amerika, kemudian terpengaruh oleh ilmu Antropologi yang baru tadi.

 Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis, dan tujuannya dapat dirumuskan sebagai berikut: mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa, guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapatkan suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.

4.      Fase keempat (sesudah kira-kira 1930)

Dalam fase ini antropologi mengalami perkembangannya yang paling luas, baik mengenai bertambahannya bahwa pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat adanya dua perubahan di dunia:

Ø  Timbulnya antipati terhadap kolonialisme terhadap Perang Dunia II.

Ø  Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah Perang Dunia II memang hampir tidak ada lagi bumi ini. Proses-proses tersebut menyebabkan ilmu antropologi seolah-olah kehilangan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang baru.

 Adapun warisan dari fase-fase perkembangan semula, Yaitu yang pertama, kedua, dan ketiga, berupa bahan etnografi dan banyak metode ilmiah, tentu tidak dibuang sedemikian saja, tetapi menjadi umum di negara-negara lain juga setelah tahun 1951, ketika 60 orang tokoh ahli antropologi dari berbagai negara di Amerika dan Eropa (termasuk Uni Soviet), mengadakan suatu simposium internasional untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari ilmu antropologi yang baru itu.

          Pokok atau sasaran dari penelitian para akli antropologi sudah sejak tahun 1930, memang tidak hanya suku-suku bangsa primitif yang tinggal di Benua Eropa saja, tetapi sudah teralih kepada manusia di daerah pedesaan pada umumnya, ditinjau dari sudut keragaman fisiknya, masyarakatnya, serta kebudayaannya. Dalam hal itu, perhatian tidak hanya tertuju kepada penduduk daerah pedesaan di luar benua Eropa, tetapi juga kepada suku-suku bangsa di daerah pedesaan di Eropa (seperti suku-suku bangsa Soami, Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk pegunungan Sierra dan lain-lain), dan kepada penduduk beberapa kota kecil di Amerika Serikat (Middletown, Jonesville dan lain-lain).

           Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase-perkembangan yang keempat ini dapat di bagi dua, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademiknya adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena di dalam praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.

5.      Pengertian antropologi

Antropologi berasal dari kata anthropos yang artinya  "manusia", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi merupakan cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi ini lahir dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.[4]

6.      Teori-teori Antropologi

a.       Teori Evolusi Kebudayaan

Menurut Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kesenian, kepercayaan,moral, hukum,adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Morgan, sebagaimana yang dikemukakanya dalam buku yang ditulis tahun 1877 tersebut,semua bangsa didunia telah menyelesaikan proses evolusinya yang melalui lima tingkatan, yaitu :

1.      Era liar tua atau zaman paling awal sampai manusia menemukan api.

2.      Era liar madya atau sejak menemukan api sampai manusia menemukan senjata.

3.      Era liar muda atau sejak menemukan senjata sampai pandai membuat tembikar dan    masih berprofesi sebagai pemburu.

4.      Era barbar tua atau zaman sampai manusia mulai beternak dan bercocok taman.

5.      Era barbar madya atau zaman sampai manusia pandai membuat peralatan dari logam, era barbar muda atau zaman sampai manusia mengenal tulisan,era peradaban purba, dan era masa kini.

b. Teori Difusi Kebudayaan

Unsur-unsur persamaan yang dimiliki oleh sebuah kebudayaan sangat diperhatikan secara cermat untuk kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kategori yang disebutkan dengan dua istilah yang dikemukakan di atas. dengan cara seperti ini maka akan diketahui unsur-unsur kebudayaan yang ada dalam bergam kebudayaan manusia

7.      Hubungan Antropologi dan Sosiologi

            Sosiologi dan ilmu politik merupakan disiplin ilmu dengan asal usul yang sama, dan telah lama ilmu politik membahas tentang masyarakat dan negara. Sosiologi sebagai ilmu sosial yang paling pokok dan umum sifatnya, membantu sarjana politik untuk memahami latar belakang, susunan, dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat. Dengan menggunakan pengertian dan teori sosiologi, para sarjana politik dapat mengetahui sampai dimana susunan dan stratifikasi sosial dapat memengaruhi atau dipengaruhi.

Sosiologi menyumbangkan pengertian akan adanya perubahan dan pembaruan dalam masyarkat. Sosiologi dan ilmu politik mempelajari tentang negara, tetapi sosiologi menganggap negara adalah salah satu lembaga pengendalian sosial. Sosiologi juga menganggap negara sebagai salah satu asosiasi dalam masyarakat dan memerhatikan bagaimana anggota asosiasi itu dapat memengaruhi sifat dan kegiatan negara. Dalam buku Goodin, disebutkan bahwa ilmu politik banyak meminjam konsep sosiologi, seperti akomodasi, asimilasi, integrasi sosial, dan sebagainya. 

          Jika sosiologi memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara menyeluruh, maka antropologi menyumbangkan pengertian dan teori tentang kedudukan dan peran berbagai satuan sosial dan budaya yang lebih kecil dan sederhana. Antropologi lebih memusatkan perhatian pada masyarakat di desa dan pedalaman. Bagi seorang sarjana ilmu politik, kesadaran akan kenyataan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang masing-masing mempunyai daerah asal dan kebudayaan berbeda memungkinkannya untuk melaksanakan beberapa penelitian khusus, seperti seberapa besar keragaman sosial masyarakat terhadap corak dan gaya kehidupan politik di masing-masing tempat. Dengan begitu, antropologi dapat digunakan oleh ilmu politik untuk penelitian hubungan internasional dan memahami politik internasional, karena antropologi membahas hubungan antar berbagai jenis suku. Antropologi telah berpengaruh dalam bidang metodologi penelitian ilmu politik. Salah satu pengaruh yang amat berguna dan terkenal serta kini sering dipakai dalam ilmu politik ialah metode peserta pengamat(participant observer). Penelitian semacam ini memaksa sarjana ilmu politik untuk meniliti gejala-gejala kehidupan sosial “dari dalam” masyarakat yang menjadi objek penelitiannya. 

Basrowi. 2005. pengantar sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia

Haryanto, Dany. 2011. Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher

Koentjaraningrat. 2005. pengantar antropologi –jilid I, Jakarta: PT. Rineka Cipta

[3] Koentjaranigrat, 2005


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA