Jelaskan pengertian dari pengawetan secara mikrobiologi dan berikan contoh minimal dua

Jelaskan pengertian dari pengawetan secara mikrobiologi dan berikan contoh minimal dua
Ilustrasi makanan kaleng. Shutterstock ©2021 Merdeka.com

TRENDING | 18 September 2021 10:11 {news_reporter_link} {news_ext_reporter}

Merdeka.com - Pengawetan makanan telah dilakukan selama ribuan tahun. Sebagai proses yang diterapkan agar makanan tetap aman dan stabil. Terdapat dua cara utama pengawetan makanan, yakni pengawetan kimia dan pengawetan fisik.

Pengawetan makanan secara kimia melibatkan penambahan bahan-bahan tertentu ke dalam makanan. Lalu disimpan dalam kemasan yang memungkinkan makanan tetap aman dan segar. Sejumlah pengawetan makanan yang terkenal, seperti yogurt, kimchi dan asinan.

Apalagi mengingat bahwa mengurangi limbah makanan menjadi bagian penting. Pengawetan makanan ini sebagai eksplorasi cara limbah tersebut. Mencegah makanan rusak dan teroksidasi, serta menjaga kesegarannya dalam sistem pasokan makanan global.

Pengawetan makanan ini juga penting dalam proses produsen grosir untuk mendistribusikan makanan ke seluruh negeri. Tanpa memengaruhi keamanan atau kualitas makanan.

Dalam pengawetan makanan pun perlu diperhatikan jenis dan bahan makanan itu sendiri. Lantaran tidak semua makanan bisa diawetkan dengan cara yang sama. Semisal ada yang bisa awet meski hanya menggunakan garam, ada yang harus dibekukan, dan masih banyak lagi.

Lebih jelasnya, simak pengawetan makanan secara kimia dan fisik berikut ini, seperti dihimpun dari berbagai sumber, Jumat (17/9).

2 dari 4 halaman

Jelaskan pengertian dari pengawetan secara mikrobiologi dan berikan contoh minimal dua

Shutterstock/HandmadePictures

Pengawetan makanan adalah bahan dan proses yang diterapkan pada makanan, supaya aman serta kualitas stabil. Terdapat dua teknik pengawetan makanan seperti dilansir dari Michigan State University, yaitu:

Pengawetan Makanan Secara Kimia

Pengawetan kimia melibatkan penambahan bahan-bahan tertentu ke dalam makanan. Baru disimpan dalam kemasan yang memungkinkan makanan tetap aman dan segar.

Manusia telah menggunakan pengawetan kimia selama ribuan tahun dan produk makanan yang sudah dikenal seperti yogurt, asinan kubis, dan kimchi.

Penggunaan bahan kimia sebagai pengawet diatur secara ketat oleh pemerintah. Meski memiliki fungsi pengawetan makanan, keamanannya tetap harus dibuktikan sebelum digunakan pada produk makanan.

Pengawetan Makanan Secara Fisik

Pengawetan fisik melibatkan berbagai teknik seperti pengawetan garam, pendinginan, pengasapan, pengeringan, dan banyak lagi untuk melindungi kualitas makanan.

Seperti halnya pengawetan kimia, manusia telah menggunakan cara fisik ini untuk pengawetan makanan sejak zaman kuno. Salah satu contohnya adalah mengeringkan dan mengasapi daging, sayuran, dan banyak lagi.

Teknik pengawetan makanan ini seringkali perlu menggunakan pendekatan pengawetan kimia dan fisik bersamaan. Makanan kaleng adalah contoh yang mudah dijumpai. Karena pengawetan makanan dengan dikalengkan harus memastikan hal berikut:

- Isi makanan mencapai tingkat keasaman tertentu. Biasanya memerlukan penambahan bahan kimia seperti asam askorbat (contoh Vitamin C) atau garam.

- Stoples dan wadah tertutup atau kaleng steril. Melibatkan merebus toples atau proses sterilisasi fisik lainnya.

- Wadah kedap udara. Membatasi oksigen yang dibutuhkan organisme mikroba untuk hidup, serta mencegah mikroba yang tidak diinginkan mencemari makanan. Langkah ini memerlukan teknik pengawetan makanan secara fisik.

3 dari 4 halaman

Jelaskan pengertian dari pengawetan secara mikrobiologi dan berikan contoh minimal dua
ilustrasi Garam, Shutterstock

Kontaminasi mikroba seperti bakteri dan jamur, menjadi jenis utama mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan makanan. Bahkan membawa penyakit tertentu bila terkonsumsi.
Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme saat masa penyimpanan, pengolahan, distribusi, hingga penanganan.

Melansir dari Britannica, sumber utama kontaminasi mikroba ialah tanah, udara, pakan ternak, kulit dan usus hewan, permukaan tanaman, limbah, bahkan mesin atau peralatan saat mengolah makanan.

Metode yang paling umum digunakan untuk membunuh atau mengurangi pertumbuhan mikroorganisme adalah:

  • panas
  • penghilangan air
  • penurunan suhu selama penyimpanan
  • penurunan pH
  • kontrol konsentrasi oksigen dan karbon dioksida
  • menghilangkan dari nutrisi yang dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhan.

Cara Pengawetan Makanan Secara Fisik

Terdapat sejumlah cara dalam pengawetan makanan, di antaranya:

1. Kemasan Anti Induksi Cahaya

Cahaya memengaruhi sejumlah reaksi kimia yang menyebabkan pembusukan makanan. Reaksi-reaksi yang diinduksi cahaya ini termasuk menghancurkan kandungan klorofil, mengakibatkan sayuran tertentu memutih. Lalu perubahan warna daging segar, penghancuran riboflavin dalam susu, serta oksidasi vitamin C dan pigmen karotenoid.

Pengawetan makanan dengan kemasan yang mencegah paparan cahaya adalah salah satu yang efektif untuk mencegah pembusukan.

2. Pendinginan

Cara pengawetan makanan yang paling umum selanjutnya ialah pendinginan. Makanan yang biasanya didinginkan termasuk buah-buahan dan sayuran segar, telur, produk susu, dan daging. Umumnya akan lebih tahan lama dengan penyimpanan pada suhu di bawah 4° Celcius.

Meski begitu, pendinginan tidak dapat meningkatkan kualitas makanan. Ini hanya dapat memperlambat kerusakan.

3. Pembekuan

Penyimpanan beku menyediakan cara yang sangat baik untuk menjaga kualitas gizi makanan. Pada suhu di bawah titik beku, maka proses kehilangan nutrisi sangat lambat selama periode penyimpanan.

4. Pengasapan dan Pengeringan

Pengasapan adalah salah satu metode tertua untuk pengawetan makanan. Bahan makanan akan dikeringkan dengan asap.

Selain memberikan rasa pada makanan (biasanya daging), asap ini akan membantu menjauhkan bakteri pembawa serangga selama proses pengeringan.

4 dari 4 halaman

Jelaskan pengertian dari pengawetan secara mikrobiologi dan berikan contoh minimal dua
Shutterstock/grynold

Pengawet antimikroba umum digunakan untuk mengurangi pembusukan makanan dengan menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur. Berikut ini beberapa produk makanan yang biasanya diawetkan secara kimia:

- Asam sorbat, natrium sorbat, sorbat: keju, anggur, makanan yang dipanggang, roti, kue, daging, dan masih banyak lagi.

- Asam benzoat, natrium benzoat, benzoat: selai, saus salad, jus, acar, minuman berkarbonasi, kecap.

- Sulfur dioksida, sulfit: buah-buahan, anggur, dan sebagainya.

- Nitrit, nitrat: daging.

- Asam laktat: yogurt, kefir, keju cottage, dan masih banyak lagi.

- Asam propionat, natrium propionat: makanan yang dipanggang.

- Belerang dioksida, sulfit: minuman, anggur

- Tokoferol (Vitamin E): minyak, sereal, dan banyak lagi.

Sedangkan beberapa cara umum pengawetan makanan secara alami di antaranya, dengan mencampurkan makanan dengan bahan berikut:

  • Cuka
  • Kluwak
  • Gula
  • Garam
  • Kayu Manis
  • Daun Gambir
  • Bawang putih
(mdk/kur)

1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba!

2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya!


Nama : Ivana Josephin Purnama NIM : H0919054 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pengawetan secara mikrobiologis menggunakan prinsip keterlibatan mikroba yang ditambahkan ke dalam bahan pangan yang akan diolah. Mikroba tumbuh di bahan pangan yang diolah sehingga menghasilkan metabolit yang akan merusak dinding sel mikroba pembusuk sehingga mengalami kebocoran dan berakhir dengan kematian. Metabolit yang dihasilkan dapat berupa alkohol, karbon dioksida, hidrogen peroksida, dan lain sebagainya. Penambahan mikroba tersebut dalam jumlah yang agak banyak sehingga crowd yang besar akan semakin kompetitif dalam mendapatkan nutrisi dari substrat yang semakin besar sehingga mikroba alami/pembusuk akan kekurangan nutrisi, terhambat aktivitasnya, dan berujung pada kematian. Lain halnya dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pengawetan ini biasanya menggunakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Proses yang dilakukan adalah mikroba yang terlebih dahulu diinkubasi dalam kondisi khusus dengan adanya nutrisi serta lingkungan yang memadai sehingga dapat melakukan metabolisme. Hasil metabolisme adalah metabolit yang bersifat anti mikroba seperti asam organik, bakteriosin, diasetil yang diekstrak dan dipurifikasi sehingga dapat ditambahkan ke dalam produk pangan. Jadi di dalam produk pangan, yang bekerja untuk menghambat aktivitas mikroba pembusuk adalah metabolit anti mikroba. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! Sawi asin merupakan produk probiotik hasil pengolahan sayur sawi menggunaka penambahan garam untuk membunuh mikroba lain sehingga keberadaan bakteri asam laktat secara alami dapat terdukung untuk bisa melakukan metabolisme. Prosesnya diawali dengan pencucian sawi menggunakan air mengalir dan dilanjutkan pelayuan sawi hijau melalui penjemuran selama 5 jam. Setelah itu, pemberian 250 gram garam kasar pada permukaan sawi. Lalu, sawi tersebut diperas supaya air dalam sawi dapat dikeluarkan. Kemudian, sawi yang sudah diperas, dimasukkan ke dalam wadah plastik/kaca (yang tidak reaktif) dan diberi penambahan air matang untuk perendaman dan didiamkan selama 3-4 hari. Produk jadi berupa sawi asin memiliki karakteristik rasa asam, karena penurunan pH (3,1-3,2), tekstur renyah, rasa sedikit asin, dan memiliki aroma khas sawi. Selain itu, juga mengandung protein, lemak, serat, karbohidrat, air, dan mineral yang cenderung stabil selama penyimpanan hingga 6 bulan dengan penurunan vitamin c yang agak banyak. Sawi asin memiliki umur simpan yang lebih panjang, karena selama proses berlangsung, terdapat aktivitas pertumbuhan bakteri, seperti Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum, dan Pediococcus arevisae. Hasil metabolit bakteri tersebut adalah asam organik berupa asam laktat sehingga menurunkan pH sawi dan juga menghambat pertumbuhan mikroba lain. Sayur sawi yang tidak diolah hanya memiliki umur simpan rata-rata selama 7-9 hari sedangkan sayur sawi asin dapat bertahan hingga 3-6 bulan. Hal ini juga berkaitan dengan keberadaan garam yang mengikat air sehingga kadar air bebas berkurang, serta populasi bakteri asam laktat dalam jumlah besar yang bersifat anti mikroba terhadap mikroba pembusuk. Sumber:

Marsigit, W. dan Hemiyetti. 2018. Ketersediaan Bahan Baku, Kandungan Gizi, Potensi Probiotik, dan Daya Tahan Simpan Sawi Asin Kering Kabupaten Rejang Lebong sebagai Produk Agroindustri. Jurnal Agroindustri. 8(1): 34-43.

Nama: Annisa Sekar Kinasih NIM: H0919016 1. Pada pengawetan pengawetan mikrobiologis, mikroba yang digunakan adalah dalam kondisi hidup yang kemudian ditambahkan ke dalam suatu bahan. Lalu mikrobia harus tumbuh terlebih dahulu. Ketika mikroba tumbuh maka akan melakukan perubahan karakteristik terhadap bahan, sehingga bahan menjadi awet. Sedangkan, pada pengawetan kimiawi alami menggunakan bahan bersumber dari mikroba, prinsipnya adalah ada mikroba yang bisa menghasilkan senyawa anti mikroba. Mikroba diinkubasi dalam suatu tempat, setelah mikroba diinkubasi, mikroba akan melakukan metabolisme secara umum. Ketika metabolisme ini, mikroba akan menghasilkan senyawa-senyawa anti mikroba. Ada yang menghasilkan asam, bakteriosin, diasetil, dan lain sebagainya. Senyawa ini yang kemudian diekstrak. Ekstrak dari mikroba ini kemudian dipurifikasi atau dimurnikan. Setelah didapat mikroba yang murni, barulah setelah itu diimplementasikan untuk proses pengawetan. Kadang kala, dalam proses kimia alami dengan bahan dari mikroba ini sama sekali tidak menggunakan bahan mikroba dalam proses pengawetannya. Jadi, penggunaan mikroba ialah ketika mikroba menghasilkan metabolit. Sehingga yang digunakan untuk pengawetan hanyalah metabolitnya saja.

2. Kecap manis merupakan salah satu produk fermentasi yang digunakan sebagai produk pencita rasa. Pembuatan kecap secara fermentasi akan terjadi proses yang menguntungkan, salah satunya adalah mengawetkan. Pemanfaatan ampas tahu menjadi kecap dilakukan karena ketersediaannya yang cukup terjamin dan ampas tahu masih mengandung protein sekitar 5 %. Bahan baku kecap yang digunakan adalah ampas tahu. Karakteristik bahan baku ini ialah memiliki kadar air 90% dan protein 2,30%. Komposisi kimia ampas tahu akan berperan penting dalam pembentukan flavor, aroma, dan cita rasa dari kecap. Karakteristik kimia kecap ampas tahu perlakuan terbaik adalah memiliki kandungan protein sebesar 6,83%, memiliki total gula sebesar 41,64%, total padatan terlarut sebesar 48,8%, total mikroba sebesar 1,5x10 cfu/ml, pH 5, viskositas 70,49 dP. Produk kecap manis ampas tahu memiliki umur simpan yang lebih panjang bila dibandingkan dengan bahan bakunya, yaitu ampas tahu. Hal tersebut dikarenakan kecap manis ampas tahu telah melalui proses fermentasi. Penyebab lainnya adalah karena ampas tahu memiliki kadar air yang tinggi, sehingga umur simpan relatif sebentar dan mudah rusak karena dapat dengan mudah ditumbuhi oleh mikroba. Mekanisme pengawetannya adalah dengan penambahan larutan garam pada fermentasi tahap kedua. Konsentrasi garam yang tinggi sangat efektif dalam menghambat mikroba yang tidak dikehendaki, terutama bakteri pembusuk, sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan bakteri dan khamir yang xerofil. Bakteri xerofil yang diharapkan tumbuh pada awal fermentasi moromi adalah bakteri asam laktat. Dengan adanya asam laktat pun digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroba lain.

Nama: Christ Susetia NIM: H0919029 1. Pengawetan secara mikrobiologis menggunakan mikroba yang hidup kemudian ditambahkan ke bahan pahan yang akan diolah/diawetkan. Pada bahan tersebut, mikroba akan tumbuh/melakukan aktivitas sehingga akan merubah karakteristik dari bahan pangan. Contohnya pada fermentasi, di mana mikroba seperti ragi dan bakteri mengubah karbohidrat, seperti pati dan gula menjadi alkohol atau asam yang berfungsi sebagai pengawet alami. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba menggunakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Awalnya mikroba diinkubasi lalu mikroba tersebut melakukan metabolisme yang akan menghasilkan senyawa antimikroba. Pada prinsipnya mekanisme kerja senyawa antimikroba ialah menyebabkan perubahan pada bagian sel yang vital dari bakteri pembusuk seperti dinding sel, membran sitoplasma, enzim-enzim dan protein struktural, serta sebagai antioksidan. 2. Acar merupakan makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi yang terbuat dari sayuran seperti mentimun, wortel, tomat, bawang merah, dan cabai. Proses fermentasi yang terjadi secara alami ini dipengaruhi oleh bahan utama yang digunakan pada pembuatan acar, tipe mikroorganisme yang tumbuh, dan kondisi penyimpanan selama proses fermentasi. Fermentasi diawali dengan tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides yang akan mengondisikan lingkungan agar bakteri asam laktat lain seperti Lactobacilli dan Pediococci dapat tumbuh. Bakteri asam laktat yang sangat penting pada pembuatan acar adalah Lactobacillus plantarum. Selama fermentasi, bakteri asam laktat yang tumbuh dapat mengubah gula pada bahan menjadi asam. Selain menghasilkan flavor khas acar, fermentasi pada pembuatan acar juga dapat meningkatkan gizi serta mempermudah kecernaannya di dalam tubuh. Tekstur sayuran setelah fermentasi menjadi lebih lunak dibandingkan saat masih mentah karena adanya mikrobia seperti Bacillus, Fusarium, Penicillium, Phoma, Cladosporium, Alternaria, Mucor, Aspergillus, dan lain-lain yang dapat menghasilkan enzim pektinase dan mengurai pektin (seperti dinding kokoh yang memberikan tekstur keras pada permukaan sayuran mentah). Selain itu, tekstur lunak juga dapat disebabkan karena adanya pertumbuhan Bacillus vulgates.

Sayuran yang difermentasi (acar) dengan menggunakan larutan garam atau cuka atau minyak kemudian disimpan dalam wadah tertutup selama kurang lebih 5 minggu mempunyai umur simpan yang lebih lama dibanding bahan bakunya (sayuran mentah) yaitu dapat awet hingga 2 tahun.

1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah: a. Prinsip: - Pengawetan secara mikrobiologis: melibatkan mikroba yang ditambahkan dalam produk yang akan diawetkan. Mikroba tersebut nantinya akan tumbuh sampai menghasilkan metabolit. - Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: melibatkan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. b. Fungsi: - Pengawetan secara mikrobiologis: meningkatkan umur simpan bahan, seperti pada proses pengawetan dengan fermentasi - Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: sebagai antioksidan, perasa, agen antibakteri. c. Mekanisme: - Pengawetan secara mikrobiologis: mikroba yang ditambahkan dalam produk. Mikroba ditumbuhkan terlebih dahulu hingga mengalami perubahan karakteristik terhadap produk. Sehingga produk menjadi awet. - Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang di ekstrak dari mikroba: bahan yang telah diekstrak dari mikroba harus diinkubasi hingga mengalami metabolisme. Proses ini dilakukan hingga mikroba menghasilkan senyawa anitmikroba. Setelah ditemukan, dilakukan pemurnian dan selanjutnya dilakukan pengawetan 2. Produk fermentasi: Red Wine - Perbandingan karakteristik: Red Wine memiliki karakteristik berwarna, merah gelap. Aroma khas wine, rasanya sepat. Sedangkan anggur merah memiliki karakteristik berbentuk bulat seperti bola dengan diameter 2-4 cm, berwarna merah, memiliki biji berukuran 1-4 mm sebanyak 2-4 biji, teksturnya lunak, rasanya manis dan segar. - Red wine memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan bakunya berupa anggur. Red wine yang belum terbuka memiliki umur simpan 6 bulan hingga lebih. Namun jika red wine telah dibuka dan dikonsumsi, memiliki umur simpan 3-4 minggu. Sedangkan pada buah anggur memiliki umur simpan 5-7 hari.

- Mekanisme pengawetan red wine adalah dengan proses fermentasi. Hasil fermentasi dari gula yang terdapat pada cairan buah anggur adalah etanol dan karbon dioksida. diperlukan sekitar 2-5% strain S.cerevisiae var.ellipsoideus yang dimasukan ke dalam cairan buah (must) untuk terjadinya fermentasi. Untuk memperoleh pigmen merah dapat diekstrak dari kulit buah dengan pemanasan dan kemudian ditambahkan kembali ke dalam cairan buah untuk memperoleh anggur merah. Pencampuran ini dilakukan tidak kontinyu, sesuai dengan fermentasi alkohol yang memerlukan keadaan anaerob. Suhu optimal dalam kisaran antara 750-800F (23,90-26,70°C) perlu dipertahankan selama proses fermentasi untuk membuat anggur merah dan lama fermentasi 3 sampai 5 hari.

1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pada pengawetan mikrobiologis dilakukan dengan penambahan mikrobia pada produk yang akan diawetkan. Mikrobia dalam produk tersebut akan tumbuh dan melakukan aktivitas yang akan menghasilkan metabolit yang dapat mengubah karakteristik produk sehingga produk menjadi lebih awet. Sedangkan, prinsip dari pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu dengan melibatkan mikrobia yang dapat menghasilkan senyawa antibakteria. Bahan pengawet alami yang telah diekstrak dari kandungan mikrobianya akan diinkubasi, selama proses tersebut mikrobia akan menghasilkan senyawa antibakteria yang nantinya digunakan untuk mengawetkan produk.2. Produk Fermentasi : Tape Singkong - Perbandingan Karakteristik : Tape Singkong memiliki warna kuninng, beraroma khas alkohol, memiliki rasa manis dengan sedikit asam, dan bertekstur empuk dan lunak. Sedangkan singkong memiliki warna putih kekuningan, dengan diameter 2-5 cm dengan panjang 20-60 cm, dan memiliki rasa yang gurih. - Perbandingan umur simpan : Tape singkong memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan singkong, namun akan berpengaruh pada kadar alkohol yang terkandung. Dalam keadaan freezing tape singkong memiliki umur simpan sekitar 1 minggu. Sedangkan singkong memiliki umur simpan selama 2-5 hari setelah pengolahan seperti perebusan, pengukusan, dan penggorengan. - Mekanisme Pengawetan Tape Singkong :

Tape singkong dibuat dengan cara mengupas kulit singkong hingga bersih, kemudian ditimbang sebanyak 500 gram dan disortasi. Setelah itu singkong ditanak selama ± 30 menit, lalu diangkat dan didinginkan pada suhu ruangan selama 1 jam. Singkong yang sudah matang ditimbang dengan berat 100 gram sebanyak 5 kali/sampel. Masing-masing sampel diberi ragi sebanyak 0,85 gram/sampel. Selanjutnya, singkong yang sudah ditaburi ragi dibungkus dengan daun pisang, kemudian disimpan dan difermentasi selama 24, 48, 72, 96 dan 120 jam atau sekitar 5 hari pada suhu kamar.

Nama : Amalia Ristanti NIM : H0919005 Perbedaan pengawetan mikrobiologi dengan pengawetan kimia menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah jika pengawetan mikrobiologis, yang ditambah pada suatu bahan adalah mikroba dalam kondisi hidup lalu mikroba tersebut tumbuh terlebih dahulu sehingga bisa merusak membran sitoplasma sel yang dapat mengubah karakteristik bahannya. Hal ini membuat produk dapat menjadi lebih awet. Sedangkan, pengawet kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, mikroba yang digunakan menghasilkan senyawa antimikroba, mikroba tersebut ditumbuhkan terlebih dahulu dalam kondisi khusus seperti diinkubasi, setelah itu mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan senyawa antimikroba. Kemudian, senyawa antimikroba diekstrak yang kemudian dimurnikan dan baru digunakan untuk pengawetan.

Sosis fermentasi merupakan produk yang terbuat dari daging yang diolah menggunakan kultur bakteri asam laktat yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. Sosis memiliki karakteristik bertekstur kenyal, cooking loss rendah, daya ikat air tinggi (juiceness baik), dan daya irisnya baik. Sedangkan daging memiliki karakteristik bertekstur kenyal tetapi padat, memiliki serat halus dan terdapat lemak berwarna kuning. Produk sosis fermentasi memiliki masa simpan lebih lama dari daging yaitu selama 14-21 hari apabila disimpan pada suhu dingin. Hal ini dikarenakan sosis fermentasi diolah menggunakan BAL yang mengubah karbohiddart menjadi asam laktat yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Efek antimikroba ini disebabkan karena asam laktat terasosiasi mampu menetrasi dinding sel bakteri yang mempengaruhi sistem fisiologis sel bakteri dan pH bahan menurun sehingga dapat menghambat mikroba yang sensitif terhadap pH yang rendah. Bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa-senyawa penghambat lain seperti hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin dan bakteriosin. Hidrogen peroksida yang dihasilkan BAL akan menyebabkan proses oksidasi membran lipid dan protein dari sel mikroba pembusuk. Karbondioksida menyebabkan perubahan komposisi udara sistem fermentasi sehingga O2 menjadi berkurang yang mengakibatkan mikroba aerob berkurang. Kemudian, target bakteriosin adalah membran sitoplasma, bakteriosin akan mengubah permeabilitas membran sehingga mengganggu transpor membran atau menghilangkan tenaga gerak proton yang mengakibatkan terhambatnya produksi energi dan biosintesis protein atau asam nukleat. Maka dengan adanya senyawa diatas, sosis fermentasi menjadi lebih awet dan tahan lama

Nama : Denita Kus Kusumaning Bestari NIM : H0919033 1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba Pengawetan secara mikrobiologis : prinsipnya adalah mikroba ditambahkan kedalam bahan pangan dimana mikroba tersebut akan tumbuh dan menghasilkan metabolit tertentu. Metabolit tersebut akan merubah karakteristik bahan pangan dan bersifat merusak terhadap sel sel mikroba pembusuk atau perusak. Sementara pengawetan bahan kimia alami prinsipnya adalah menggunakan senyawa antimikroba, dimana mikroba nya diinkubasi pada suatu tempat dan tidak dicampurkan dalam bahan pangan. Dimana senyawa senyawa antimikroba tadi akan diesktrak lalu dimurnikan. Setelah itu disubstitusi dalam pengolahan bahan pangan. 2. Produk fermentasi (bandingkan karakteristik produk dan bahan baku, umur simpannya apakah lebih lama dibandingkan bahan baku, mekanisme pengawetan produk) Produk fermentasi : Cuka Apel a. Perbandingan karakteristik produk dengan bahan baku - Apel (bahan baku) memiliki karakteristik berbentuk bulat, ada yang berwarna merah ada yang berwarna hijau, rasa nya manis ada juga yang sedikit asam, tekstur buah renyah, serta kebanyakan buah apel tidak memiliki aroma khusus. Apel termasuk buah non-klimakterik dimana pemanenannya harus dilakukan pada saat buah tua optimal. Dalam 100 gr buah apel mengandung 86,5 gram air, 9,92 gram gula, 14,9 gram karbohidrat, 0,3 gram protein, 0,4 gram lemak, dan 58 kalori. - Cuka apel (produk) memiliki karakteristik berupa cairan yang berwarna kuning atau coklat bening yang memiliki kandungan alkohol. Konsentrasi alkohol yang ada dalam cuka apel adalah 10-13%. Cuka apel memiliki rasa dan bau asam yang sangat menyengat karena kandungan asam asetat didalamnya lumayan tinggi. b. Perbandingan umur simpan Buah apel segar memiliki umur simpan sekitar 1 hingga 3 bulan pada penyimpanan suhu optimum apel yakni sekitar 30°F - 32°F atau setara dengan 0℃. Sementara bila penyimpanan dilakukan pada suhu ruang, maka umur simpan apel hanya bertahan selama 5-7 hari. Sementara, bila difermentasi menjadi cuka apel maka umur simpannya bisa sekitar 24 bulan atau 2 tahun pada penyimpanan suhu ruang (25℃). c. Mekanisme pengawetan Pengawetan pada cuka apel ini berdasarkan proses fermentasi. Dimana terdapat 2 tahap fermentasi yakni fermentasi pertama yang dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae yang akan merombak gula menjadi alcohol. Kemudian, fermentasi kedua dilakukan oleh bakteri asam asetat yakni Acetobacter yang akan mengubah alkohol menjadi asam asetat. Dimana asam asetat dalam cuka ini memiliki kemampuan sebagai antimikroba yang dapat berperan sebagai pengawet. Sumber : Ma’sum, Zuhdi. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Cuka Apel Manalagi. Buana Sains, 6(2): 195-198.

https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/buanasains/article/download/111/111

1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: a.) Pengawetan secara mikrobiologis - Prinsipnya adalah menambahkan mikroorganisme hidup untuk membantu makanan lebih awet. - Mekanismenya adalah mikroorganisme yang ditambahkan akan hidup di dalam bahan pangan hingga menghasilkan metabolit, sehingga menyebabkan perubahan karakteristik hingga organoleptiknya. - Pengawetan ini umumnya melibatkan proses fermentasi, baik fermentasi asam atau fermentasi alkohol, serta fermentasi enzim. b.) Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba - Prinsipnya adalah menambahkan bahan kimiawi yang diekstrak dari mikrobia, seperti mikroba yang menghasilkan senyawa antimikroba. - Mekanismenya adalah bahan yang diekstrak dari mikroba harus diinkubasi hingga bermetabolisme dan menghasilkan senyawa antimikroba. - Pada proses pengawetan ini senyawa antimikroba akan menghambat tumbuhnya mikroba penyebab pembusukan, sehingga umur simpan produk menjadi lebih lama.

2. Produk: Kimchi Sawi Putih

- Karakteristik dan umur simpan bahan baku (Sawi putih): Sawi putih merupakan sayuran segar yang memiliki aroma khas namun netral dan hanya tumbuh pada tempat-tempat sejuk. Seperti sayuran segar pada umumnya, sawi putih memiliki umur simpan yang relatif singkat, yakni hanya 1-2 hari saja. - Karakteristik dan umur simpan produk (Kimchi): Kimchi merupakan makanan tradisional Korea hasil fermentasi dari asinan sayur dengan campuran bumbu pedas, udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe, dan cabe merah bubuk. Karena merupakan hasil fermentasi, kimchi memiliki rasa asam seperti acar. Kimchi memiliki umur simpan yang lebih lama dari bahan segarnya, yakni sampai 1 minggu di suhu ruang dan dapat bertahan hingga 3-6 bulan jika dalam suhu dingin (kulkas).

- Mekanisme pengawetan pada kimchi dilakukan dengan metode fermentasi secara spontan. Fermentasi kimchi dimulai oleh berbagai mikroorganisme yang ada pada bahan, namun secara bertahap fermentasi kimchi didominasi oleh bakteri asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan dari proses fermentasi spontan pada kimchi merupakan senyawa metabolit utama BAL yang mempunyai efek penghambatan karena molekul asam dapat masuk ke dalam membran sel dan menurunkan pH sitoplasma. Selain itu, asam laktat yang dihasilkan oleh BAL dapat menurunkan pH lingkungan dan membunuh bakteri patogen. Selain menjaga umur simpan, BAL juga berperan dalam pembentukan rasa asam pada kimchi.

Nama: Fahimatunisa NIM: H0919042 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: Prinsip pengawetan secara mikrobiologis adalah menumbuhkan mikroba di dalam bahan pangan sehingga mikroba tersebut akan menghasilkan metabolit yang akan mengubah karakteristik bahan pangan tersebut dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk maupun patogen. Metabolit yang dihasilkan biasanya berupa alkohol, karbon dioksida, hidrogen peroksida, dan lain-lain. Sementara, pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba tidak melibatkan mikroba secara langsung. Prinsip pengawetan ini adalah dengan menambahkan senyawa antimikroba hasil metabolisme dari mikroba ke dalam bahan pangan. Mikroba ditumbuhkan terlebih dahulu dengan cara diinkubasi sehingga mikroba akan melakukan metabolisme dan menghasilkan senyawa metabolit yang bersifat antimikroba seperti asam organik, bakteriosin, dan lain-lain. Senyawa antimikroba tersebut kemudian dimurnikan dan ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai pengawet. 2. Produk fermentasi: Tempoyak a. Perbandingan karakteristik produk dengan bahan baku Bahan baku: Durian merupakan jenis buah klimakterik sehingga mudah mengalami kerusakan akibat perubahan kimia, aktivitas enzim dan mikroba. Buah durian memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dibandingkan dengan kandungan gizi lainnya seperti protein dan lemak. Komposisi gizi pada buah durian yaitu kadar abu 1,74%, kadar protein 2,08%, kadar serat 6,01%, kadar lemak 2,26%, dan kadar karbohidrat 23,33%. Produk: Tempoyak merupakan hasil fermentasi daging durian dengan cara spontan tanpa penambahan inokulum. Tempoyak dibuat dengan cara mencampurkan daging durian dengan garam 3% kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3-7 hari. Proses fermentasi ini menyebabkan tekstur durian berubah menjadi semisolid dan timbulnya rasa asam yang kuat. b. Perbandingan umur simpan Tempoyak memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan aslinya yaitu durian. Durian memiliki umur simpan yang relatif singkat karena bersifat mudah rusak yaitu maksimal 2 hari. Sementara, tempoyak memiliki masa simpan sangat bervariasi yaitu antara 2 bulan sampai 1 tahun. c. Mekanisme pengawetan

Adanya penambahan garam (NaCl) akan berpengaruh dalam menentukan jenis dan jumlah mikroorganisme terutama bakteri asam laktat yang sangat membutuhkan NA+ sebagai salah satu faktor pertumbuhannya. BAL yang terlibat dalam fermentasi tempoyak antara lain Pediococcus acidilactisi, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus curvatus, dan Lactobacillus fermentum. Selama proses fermentasi, BAL akan mengekskresikan enzim ekstraseluler pemecah karbohidrat dan menghasilkan gula sederhana seperti disakarida yang dapat dimanfaatkan untuk metabolisme dan menghasilkan asam. Dalam fermentasi ini BAL berperan dalam mengasamkan produk dengan memproduksi asam laktat dan menghasilkan antimikroba berupa asam organik disebut bakteriosin. Keberadaan senyawa tersebut akan menurunkan pH produk sehingga pertumbuhan mikroba patogen akan terhambat. Selain itu, bakteriosin memiliki kemampuan sebagai antimikroba sehingga menyebabkan produk menjadi awet.

Sumber:

Reli, R., Endang, W., dan Mulyorini, R. 2017. Modifikasi Pengolahan Durian Fermentasi (Tempoyak) dan Perbaikan Kemasan Untuk Mempertahankan Mutu dan Memperpanjang Umur Simpan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 27(1): 43-54.

Nama : Livy Febria Tedjamulia NIM : H0919059 Kelas : A Jawab : 1. Sama-sama sebagai upaya mengawetkan makanan guna memperpanjang umur simpan dan menjaga mutu produk pangan, pengawetan secara mikrobiologis (biopreservation) menggunakan mikroba alami atau hidup terkontrol yang ditambahkan langsung ke pangan. Pada pengawetan ini, mikrobiologi menguntungkan dengan sengaja ditambahkan untuk menghambat metabolisme mikroba lain yang tidak dominan sehingga mengontrol kerusakan dan menginaktivasi bakteri pathogen. Contoh aplikasinya adalah fermentasi pangan dengan penambahan mikroba BAL (bakteri asam laktat) yang mengandung bakteriosin, asam organic, dan hidrogen peroksida (Singh, 2018). Berbeda dengan pengawetan secara mikrobiologis, pengawetan kimiawi dengan bahan hasil ekstrak mikroba melibatkan input dalam makanan senyawa metabolit mikroba yang sudah diekstrak dan dipurifikasi. Jadi, perbedaan mayor antara keduanya adalah komponen yang ditambahkan dalam pangan. Sumber: Singh, V. P. 2018. Recent Approaches in Food Bio-Preservation – A Review. Open Veterinary Hournal. 8 (1):104-111 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5918123/) 2. Nama produk hasil fermentasi : sake. Bahan baku utama : beras japonica. Mekanisme pembuatan produk : A.Penggilingan beras Kualitas beras yang dipilih sangat memengaruhi hasil sake. Adapun karakteristik beras yang biasanya dipilih adalah memiliki berwarna putih bersih, butiran besar, kandungan protein rendah, memiliki inti putih besar, tingkat penyerapan air yang tinggi, memiliki tingkat kecernaan enzimatik tinggi, dan rasio retak rendah selama pemolesan. Beras dengan ciri-ciri seperti ini adalah beras japonica jenis Yamada Nishiki. Beras hasil penggilingan ini disebut beras poles. B.Pencucian dan perendaman Setelah dihasilkan berat poles, nuka (bubuk putih) yang tertinggal dicuci untuk penghilangannya. Dilakukan pula perendaman untuk mempertahankan sejumlah kandungan air pada beras yang dikukus. C.Pemasakan Keunikan pembuatan sake adalah bukan mengukus beras seperti hendak memasak nasi. Beras yang tidak dicampur air dibiarkan mendidih menggunakan sedikit uap dari alat penghasil uap (koshiki). D.Pembuatan koji “The first step is making koji, the second is making yeast starter”. Meskipun berbahan baku utama beras japonica, koji juga termasuk bahan baku sake. Sejumlah 20% beras japonica yang digunakan direndam dalam air, dikukus, dan diinokulasi dengan Aspergillus oryzae. Hasil nya adalah koji. Tujuan pembuatan koji ada tiga, yaitu menyediakan sumber enzim untuk menguraikan pati, protein, dan lemak dalam nasi, menghasilkan vitamin dan asam amino untuk memberi nutrisi starter yeast yang ditambahkan kelak, dan sebagai pemberi flavor utama sake. Selama proses pembuatan koji, reproduksi Aspergillus dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga suhu dan kelembapan agar tetap konstan. Karena suhu di dalam beras lebih tinggi daripada suhu di luarnya, reproduksi Aspergillus dapat tidak merata. Kini, masalah ini dapat teratasi dengan adanya mesin koji otomatis yang dapat mengontrol suhu produk dan kelembapan tertentu. E.Pencampuran ragi Setelah koji terbentuk dan ditaburkan ke 80% beras japonica bahan baku, beras dicampur pula dengan ragi dan disimpan selama 2 minggu. Ragi yang digunakan adalah ragi galur S. cerevisiae karena sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan untuk membuat sake. Yeast ini dapat menghasilkan konsentrasi etanol yang lebih tinggi daripada yeast lain yang dapat diakibatkan oleh densitas Buoyant dan toleransi stres sel yeast pada fase stasioner lebih rendah dibanding yeast lainnya. F.Pembuatan moromi dan fermentasi utama Hasil pencampuran beras, koji, dan yeast dipindahkan ke tangki yang lebih besar lalu ditambahkan air hingga berbentuk seperti bubur. Hasil ini disebut moromi. Selanjutnya, moromi difermentasi selama 18 hingga 32 hari. G.Pengepresan Bubur beras moromi terfermentasi selanjutnya dipres dan sisa padatan berwarna putih atau disebut kasu yang tidak dapat difermentasi dikeluarkan sehingga menghasilkan sake jernih. H.Filtrasi Air beras (sake) yang sudah didapat disaring dengan filter arang untuk mendapatkan warna serta rasa yang dikehendaki. I.Pasteurisasi Pasteurisasi sake adalah prosedur opsional. Apabila ingin menghasilkan namazake (sake tanpa pasteurisasi), sake harus disimpan dalam pendingin untuk mempertahankan kesegaran rasanya. Apabila sebaliknya, sake dapat dipasteurisasi dengan mengalirkannya pada pipa terendam air panas dengan durasi pendek suhu rendah (60 hingga 65 derajat Celsius) untuk mematikan enzim perusak rasa dan warna sake. J.Penuaan (aging) Sake mengalami penuaan selama 6 bulan untuk membentuk cita rasa yang halus dan mengurangi etanol karena molekulnya akan berflokulasi dalam sake selama penuaan. Perbandingan karakteristik produk dan bahan bakunya : Sake memiliki kenampakan jernih, sepenuhnya cair dengan kandungan air sebanyak 80%, memiliki wujud bening (tidak memiliki warna) hingga bening kekuningan, terdiri atas alkohol sebesar 13 hingga 17%, rasa yang lebih ringan daripada wine dengan sedikit keasaman dan pahit. Aroma sake tanpa penambahan apapun atau secara alami adalah beraroma sereal fungi karena kandungan koji dan yeastnya. Impresi pertama ketika uji sensoris rasa sake adalah manis dan asam yang selanjutnya diikuti oleh sedikit pahit dan atau umami pada lidah bagian belakang. Kualitas keseluruhan sake adalah kehamonisan setiap elemen. Sementara itu, beras yang sebelum difermentasi memiliki wujud padat, berbentuk bulir, berwarna putih, dan keras apabila belum dimasak. Jika sudah dimasak, beras memiliki tekstur yang lunak, tetap berwarna putih, memiliki daya lengket akibat gelatinisasi, dan berwujud padat. Perbandingan umur simpan produk dan bahan bakunya : Beras japonica yang belum dimasak tergolong sebagai white rice yang memiliki umur simpan 4 hingga 5 tahun. Sementara beras yang sudah dimasak memiliki umur simpan dalam suhu pendingin selama 5 hingga 7 hari. Sementara itu, beras yang sudah diubah menjadi sake memiliki umur simpan 2 tahun dalam kulkas, namun lebih baik diminum dalam kurun waktu 12 bulan. Dengan demikian, masa umur simpan sake berada pada antara beras japonica yang sudah dimasak dan mentah. Referensi : Kanauchi, M. SAKE Alcoholic Beverage Production in Japanese Food Industry in Food Industry Chapter 3. Intech: Springer. Japan Sake and Shochu Makers Association. 2011. A Comprehensive Guide to Japanese Sake. Japan: Japan Sake and Shochu Makers Association and National Research Institute of Brewing.

Zhang, K., Wu, W., dan Yan, Q. 2020. Research Advances on Sake Rice, Koji, and Sake Yeast: A Review. Food Science and Nutrition. 8 (7):2995-3003.

Nama : Anisa Tresnaning Nurani NIM : H0919011 1. Pada pengawetan mikrobiologis, yang ditambahkan pada bahan adalah mikroba dalam kondisi hidup lalu mikroba tersebut tumbuh sehingga bisa merusak membran sitoplasma sel yang dapat mengubah karakteristik bahan sehingga produk menjadi lebih tahan lama. Sedangkan pada pengawetan kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, mikroba yang digunakan menghasilkan senyawa antimikroba, mikroba tersebut ditumbuhkan terlebih dahulu dalam kondisi khusus, setelah itu mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan senyawa antimikroba. Kemudian, senyawa antimikroba diekstrak dan dimurnikan, lalu digunakan sebagai bahan pengawet. 2. Produk : sauerkraut Kubis atau kol (Brassica oleracea) merupakan sayuran yang banyak mengandung vitamin, karbohidrat, protein dan mineral. Kol memiliki umur simpan yang terbatas karena mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama. Sauerkraut (asinan jerman) merupakan produk asinan kol dengan karakteristik sifat inderawi yang khas, yaitu aroma dan cita rasanya yang masam dan asin karena penambahan garam. Kol segar yang difermentasi menjadi sauerkraut menggunakan garam dengan konsentrasi tertentu, sehingga tidak perlu ditambahkan mikroorganisme lain sebagai starter (inoculum) atau ragi, karena bakteri asam laktat sudah ada pada kol. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan garam sebelum proses fermentasi berlangsung. Penggunaan garam mempengaruhi Aw sehingga mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri Lactobacillus plantarum terlibat dalam pembentukan asam laktat selama fermentasi. Kol yang mengandung gula alami dan komponen nutrisi lainnya dapat digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Sifat terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Asam laktat dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan (mikroba pengganggu). Sumber :

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/RTP/article/download/8937/8347&ved=2ahUKEwikwsGdzNrzAhVF7HMBHYXrDNkQFnoECCUQAQ&usg=AOvVaw3q8t0tHaV7wz1m5-3_QwWX

Nama : Monika Diah Maharani K. NIM : H0919066 Kelas : A 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! • Pengawetan mikrobiologis Prinsip dan mekanisme dari pengawetan mikrobiologi adalah dengan menambahkan mikrobia dalam bahan pangan secara langsung dan mikroba tersebut akan menghasilkan beberapa metabolit tertentu. Mikrobia yang ditambahkan bisa merusak membran sitoplasma sel dan menghasilkan metabolit yang nantinya dapat mengubah karakteristik bahan pangan. Apabila jumlah nya lebih besar daripada mikrobia pembusuk, maka dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Metabolit tersebut dapat berupa alkohol, karbon dioksida, hidrogen peroksidan dan lain sebagainya. Contoh prosesnya adalah dalam fermentasi. • Pengawetan kimiawi dari bahan yang diekstrak dari mikroba Prinsip dan mekanisme pengawetan kimiawi dari bahan yang diekstrak dari mikroba adalah bahan tersebut diekstrak untuk mendapatkan senyawa antimikroba pada suatu mikroba. Jadi mikrobia akan dilakukan inkubasi dan akan melakukan metabolisme. Hasil dari metabolisme tersebut salah satunya adalah senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut diekstrak, dimurnikan dan selanjutnya bisa digunakan dalam proses pengawetan pangan dengan mekanisme penghambatan mikrobia pembusuk untuk memperpanjang umur simpannya. 2. Produk fermentasi : (Sweet dessert) fruit wine dari buah naga • Karakteristik : Karakteristik bahan baku (buah naga) adalah memiliki kadar air tinggi sebesar 90%. Umur simpan yang relatif pendek yaitu pada rentang 7-10 hari pada suhu 14ºC. Bentuk buah naga lonjong dengan kulit berwarna merah jambu. Berat buah naga kira-kira 400-650 gr. Karakteristik (sweet dessert) fruit wine buah naga akan memiliki umur simpan yang lebih panjang apabila dilakukan proses pengolahan pasca panen lebih lanjut salah satunya dengan proses fermentasi menjadi beragam produk contohnya fruit wine. Karakteristik (sweet dessert) fruit wine buah naga dengan penambahan gula 25°Brixs serta lama fermentasi 15 hari akan menghasilkan warna merah tua agak jernih. Aroma sangat fruity dengan kadar etanol 8,13%, total padatan terlarut 9,9°Brix, pH 3,5 dan total fenol 0,882 mG/100G. Dicontohkan pada minuman fermentasi buah naga merah yang dimana kandungan betasianin, kualitas fisikokimia, dan mikrobiologis dapat bertahan stabil selama 8 minggu apabila penyimpanan pada suhu dingin. • Mekanisme : Mekanisme pengolahan fruit wine buah naga dimulai dengan persiapan starter terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan proses fermentasi dengan pengambilan sari buah naga terlebih dahulu. Sari buah naga satu kali proses sebanyak 3.600 ml dengan pH 4 dengan °Brixnya yaitu 15°Brix, 20°Brix dan 25°Brix. Selanjutnya difermentasi dengan penambahan starter yang sebelumnya telah dibuat yaitu dry yeast dengan merek Redstar cotas de blanc sebanyak 10% b/v selama 15 hari. Setelah itu, dilakukan proses aging atau penuaan supaya aroma dan rasa yang dihasilkan semakin meningkat dan lebih enak. Proses penuaan sebelumnya di filtrasi terlebih dahulu lalu disimpan selama 1 bulan pada suhu 10 - 14°C. Mekanisme pengawetan menjadi fruit wine ini harus terdapat etanol, maka dari itu yeast ditambahkan supaya mendapatkan etanol hasil konversi gula. Saat fermentasi, enzim inverta seakan memecah gula sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) kemudian akan diubah menjadi etanol dan CO2. REFERENSI https://ojs.unud.ac.id/index.php/agrotechno/issue/view/3147

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6170281/

Nama : Dimas Alfian NIM : H0919038 1. Pengawetan secara mikrobiologis merupakan pengawetan dengan cara menambahkan mikroba dalam kondisi hidup ke dalam suatu bahan, pengawetan secara mikrobiologis sering ditemukan pada produk fermentasi, dimana mikroba akan tumbuh dalam bahan pangan dan melakukan perubahan karakteristik pada bahan sehingga menjadi lebih awet. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, merupakan pengawetan dengan menambahkan ekstrak senyawa metabolit yang diproduksi oleh mikroba ke dalam bahan pangan, senyawa metabolit tersebut adalah antimikroba (asam, bakteriosin, diasetil, dll). Senyawa antimikroba tersebut diekstrak lalu dipurifikasi atau dimurnikan, setelah didapat ekstrak murni tersebut barulah diaplikasikan pada bahan yang akan diawetkan. Pengawetan ini tidak menambahkan mikroba secara langsung ke dalam bahan melainkan hanya menambahkan senyawa metabolitnya saja untuk pengawetan bahan, sehingga pengawetan dengan cara ini tidak menghasilkan produk fermentasi. 2. Produk Fermentasi : Terasi a. Karakteristik bahan baku : Udang rebon (Acetes sp.) mempunyai ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan udang lainnya. Udang rebon (Acetes sp.) segar mengandung protein 12,26%, air 83,55%, lemak 0,6%, dan abu 2,24%. Rebon kering mengandung air 19,00%, protein kasar 48,29, abu 16,05%, dan lemak kasar 3,62%. Karakteristik produk : Terasi dengan bahan baku udang rebon memiliki warna merah yang cerah dan menarik, berbentuk padat, teksturnya agak kasar, dan mempunyai kekhasan berupa aroma yang tajam namun rasanya sangat gurih (umami), dengan kadar protein 35,10% b. Terasi udang rebon memiliki umur simpan yang lebih lama dibanding bahan bakunya, umumnya memiliki umur simpan hingga setahun di suhu ruang (negara tropis), sedangkan udang rebon kering hanya akan tahan selama 4-5 hari dalam penyimpanan suhu ruang sebelum terjadi penurunan kualitas. Mekanisme pengawetan berdasarkan prinsip seleksi mikroba halofilik yang tahan Aw rendah, diduga berasal dari kelompok BAL. Bakteri asam laktat yang bersifat Halofilik atau Halotoleran sering ditemukan pada produk fermentasi yang menggunakan garam dan dapat sebagai penghambat pertumbuhn bakteri patogen dan pembusuk. Lingying et al. (2018) melaporkan bahwa fermentasi pada terasi terjadi dalam beberapa tahap oleh bakteri yang berbeda. Tahap awal (10 hari pertama) menunjukkan bakteri Psychrobacter dan halomonas yang paling dominan, selanjutnya pada tahap berikutnya Lactococcus berperan dalam mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk dan berperan dalam mengawetkan produk terasi. Referensi : Karim, F.A., Swastawati, F. and Anggo, A.D., 2014. Pengaruh perbedaan bahan baku terhadap kandungan asam glutamat pada terasi. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4), pp.51-58.

Lingying DAI, W Limei, S Jiang, Z Lixue, QI Bin. 2018. Microbial community structure and diversity of shrimp paste at different fermentation stages. Applied and Environmental Microbiology. 1-23

Nama : Nisrina Qurrota ‘Aini NIM : H0919075 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! Pada pengawetan secara mikrobiologis menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, bahan yang akan diawetkan diberi penambahan mikroba yang masih hidup kemudian mikroba ditumbuhkan terlebih dahulu sehingga mikroba akan melakukan aktivitas metabolisme dan menghasilkan metabolit. Metabolit tersebut menyebabkan bahan mengalami perubahan karakteristik dan merusak sel mikroba pembusuk sehingga produk menjadi lebih tahan lama. Penerapan dari pengawetan dengan cara ini adalah pada proses fermentasi. Sedangkan pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah mikroorganisme penghasil senyawa antimikroba diinkubasi terlebih dahulu pada kondisi khusus sehingga mikroorganisme tersebut akan melakukan metabolisme dan menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut kemudian dimetabolit dan diekstraksi. Kemudian, senyawa antimikroba tersebut dilakukan purifikasi atau dimurnikan dan dapat digunakan untuk pengawetan produk. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! Produk : Nata de coco Bahan baku : air kelapa 1. Karakteristik Bahan baku air kelapa adalah cairan berwarna putih keruh dengan rasa segar. Air kelapa muda mengandung air sebanyak 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan kadar abu 1,06%. Air kelapa muda juga mengandung glukosa, elektrolit, vitamin, dan protein yang sangat diperlukan oleh tubuh. Nata de coco berbentuk lembaran gel dengan tekstur kenyal, padat, dan berwarna putih sedikit transparan. Kandungan gizi nata de coco per 100 gram nata mengandung 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kal kalori, 20 gram lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor dan 0,5 mg besi (Sihmawati dkk., 2014). 2. Umur simpan Air kelapa umumnya diminum segar dan hanya berdaya simpan 2-3 hari, sedangkan nata de coco dapat bertahan selama 2-3 bulan (Mustofa dan Widanti, 2014). 3. Mekanisme pengawetan Bahan-bahan yang berperan dalam pembuatan nata meliputi air kelapa, gula, asam cuka, dan Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat lebih optimal tumbuh pada pH asam, yaitu 4,3. Acetobacter xylinum bersifat aerob dan menggunakan glukosa atau zat organik lain sebagai substrat untuk dioksidasi menjadi CO2 dan air. Acetobacter xylinum membutuhkan sumber nitrogen untuk biosintesis selulosa. Penggunaan gula pada nata akan mempengaruhi proses fermentasi karena gula merupakan sumber karbon bagi nata dan sebagian gula yang digunakan tersebut akan disintesis menjadi selulosa dan asam. Metabolisme Acetobacter memiliki fungsi untuk mengoksidasi alkohol dan karbohidrat lain menjadi asam asetat. Keasaman yang rendah meningkatkan pertumbuhan Acetobacter xylinum dan mencegah kontaminasi jenis bakteri lain sehingga produk memiliki masa simpan yang lebih lama dan awet (Putri dkk., 2021). Sumber : Mustofa, Akhmad dan Yannie Asrie Widanti. 2014. Uji Penyimpanan Nata De Coco Pada Berbagai Kemasan Plastik. JOGLO. 27(1) : 237-241. Putri, Sherly Novia Yuana, dkk. 2021. Pengaruh Mikroorganisme, Bahan Baku, Dan Waktu Inkubasi Pada Karakter Nata: Review. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 14(1) : 62-74.

Sihmawati, R. R., Devy Oktoviani, dan Wardah. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De Coco Dengan Penambahan Sari Buah Mangga. Jurnal Teknik Industri HEURISTIC. 11(2) : 63-74.

Pengawetan secara mikrobiologis merupakan pengawetan yang dilakukan dengan menambahkan mikroba ke dalam produk yang diawetkan. Mikroba ini akan menghasilkan metabolit yang dapat menyebabkan berubahnya karakteristik produk sehingga produk menjadi lebih awet. Sementara pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba melibatkan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Mikroba yang akan digunakan diinkubasi terlebih dahulu sehingga menghasilkan metabolit. Metabolit berupa senyawa antimikroba ini yang digunakan untuk proses pengawetan. Karakteristik kedelai: Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan yang berbentuk bulat lonjong dan berwarna kuning emas. Biji kacang kedelai termasuk biji berkeping dua yang terbungkus kulit. Kedelai memiliki kandungan protein nabati, karbohidrat, lemak, serat, dan lain sebagainya. Karakteristik tauco: Tauco merupakan salah satu produk pangan berbahan dasar kedelai yang memiliki rasa asin, asam, dan segar. Umumnya, tauco digunakan sebagai bumbu atau penyedap rasa pada makanan lain. Tauco yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya berwarna kuning hingga kecoklatan serta teksturnya yang lebih lunak dibandingkan kedelai. Perbedaan umur simpan: Tauco memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan bakunya kedelai, terutama jika disimpan pada suhu dingin. Hal ini disebabkan adanya proses perendaman dalam larutan garam yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Mekanisme pengawetan: Kacang kedelai dicuci hingga bersih, kemudian direndam selama 24 jam. Setelah itu, dilakukan pengupasan kulit kedelai secara manual. Selanjutnya, kacang kedelai direbus, ditiriskan, dan didinginkan. Setelah dingin, kacang kedelai dicampur dengan ragi, ditebarkan di atas tampah dan ditutup. Proses fermentasi ini dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari. Hasil fermentasi dijemur dan gumpalan biji kedelai dihancurkan. Kemudian, dilakukan perendaman dalam larutan garam natrium klorida selama 2 malam di wadah tertutup. Hasil fermentasi dengan larutan garam inilah yang disebut tauco mentah. Sumber referensi:

Djayasupena, S., dkk. 2014. Potensi Tauco Sebagai Pangan Fungsional. Chimica et Natura Acta. 2(2):137-141.

Jasmine Veldina Gegono - H0919055 Perbedaan utama dari pengawetan secara mikrobiologis dan kimiawi terletak pada komponen yang ditambahkan ke bahan pangan. Pada pengawetan secara mikrobiologis, yang ditambahkan dalam bahan pangan sebagai upaya pengawetan adalah kultur mikrobanya, atau juga bisa dengan mengatur kondisi sedemikian rupa sehingga mikroba yang dikehendaki dapat tumbuh. Dengan tumbuhnya mikroba tersebut diharapkan menghasilkan metabolit (seperti asam organik, CO2, alkohol) sehingga metabolit tersebut dapat menginaktivasi bakteri mikroba yang tidak dikehendaki. Sementara itu, pada pengawetan secara kimia, yang ditambahkan pada bahan pangan adalah senyawa antimikroba yang sudah diekstrak dan dimurnikan. produk fermentasi: tempoyak karakteristik buah durian: merupakan buah klimakterik yang dicirikan dengan produksi CO2 dan etilen yang cepat selama pematangan sehingga mudah mengalami kerusakan akibat perubahan kimia, akitivitas enzim, dan mikroba (Reli dkk., 2017). Durian beraroma lembut, memiliki warna daging kuning tua atau oranye, dan memiliki aroma yang sangat kuat. Durian mengandung berbagai macam nutrisi seperti protein (1,47%), lemak (5,33%), serat (3,1%), dan karbohidrat (27%), (asam linoleat (2,2%), asam miristat (2,52%), asam oleat (4,68%), asam 10-oktadenoat (4,86%), asam palmitoleat (9,50%), asam palmitat (32,91%), dan asam stearat (35,93%) (Husin et al., 2018). Karakteristik tempoyak: merupakan olahan fermentasi buah durian sebagai lauk dan bumbu yang disiapkan dengan memasukkan daging durian ke dalam toples yang ditambahkan garam dan kemudian dicampur dan ditutup rapat dan disimpan selama tujuh hingga sepuluh hari agar fermentasi berlangsung. Tempoyak memiliki cita rasa dan aroma yang kuat yang terbentuk karena keseimbangan antara komponen gula dari buah dan asam laktat yang terbentuk selama fermentasi. Tempoyak merupakan massa yang bersifat semi padat, berwarna putih sampai kekuning-kuningan. Selain itu, tempoyak dikatakan memiliki tekstur lunak, berserat halus, lembut agak kental seperti bubur durian, agak berair, mengandung air sebanyak 55-67%, beraroma asam, durian, alkohol, vinegar (Yuliana, 2007). Produk tempoyak tentunya memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan dengan durian segar karena mikroba fermentasi menghasilkan metabolit seperti alkohol. Mekanisme pengawetan: proses fermentasi tempoyak pada umumnya berlangsung secara spontan. Masyarakat umumnya melumatkan daging buah durian dan diberi garam sampai homogen, kemudian ditempatkan pada wadah tertutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar selama satu minggu sampai 10 hari. Penambahan juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan selapis demi selapis durian dan garam sampai wadah mendekati penuh. Kondisi anaerobik sampai sedikit aerobik perlu diperhatikan karena fermentasi melibatkan bakteri asam laktat yang bersifat aerofilik sehingga bahan fermentasi harus seimbang dengan wadah sehingga hanya tersisa sedikit ruang antara bahan dan tutup wadah. Karena jika terlalu penuh maka akan terjadi desakan tutup oleh gas yang dihasilkan selama fermentasi, namun jika terlalu banyak ruang kosong maka terdapat peluang kontaminasi. Penambahan garam akan menyebabkan pelepasan cairan dari bahan dasar. Cairan tersebut mengandung gula, protein terlarut, mineral, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai substrat BAL. Larutan garam berfungsi sebaai media selektif pertumbuhan mikroorganisme sehingga dengan penambahan larutan garam dalam konsentrasi tinggi, hanya BAL selektif yang dapat hidup sehingga tingkat keasaman berkurang dan rasa asin menjadi dominan. Referensi: Reli, Rapeka, Endang Warsiki, dan Mulyorini Rahayuningsih. 2017. Modifikasi Pengolahan Durian Fermentasi (Tempoyak) dan Perbaikan Kemasan untuk Mempertahankan Mutu dan Memperpanjang Umur Simpan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 27(1): 43-54. Husin, N. H., Sadequr R., Rohini K., dan Subhash J. B. 2018. A Review on the Nutritional, Medicinal, Molecular, and Genome Attributes of Durian (Durio zibethinus L.), the King of Fruits in Malaysia. Bioinformation, 14(6): 265-270.

Yuliana, Neti. 2007. Pengolahan Durian (Durio zibethinus) Fermentasi (Tempoyak). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, 12(2): 74-80.

Nama : Fannia Okta Aldayra

NIM : H0919043

1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba!

·  Pengawetan secara mikrobiologis merupakan proses pengawetan dengan cara menambahkan mikroba hidup ke dalam suatu bahan kemudian mikroba tersebut bisa tumbuh dan menghasilkan metabolit. Metabolit yang bisa dihasilkan mikroba selama proses fermentasi diantaranya yaitu asam organik, karbon dioksida, alkohol, bakteriosin, hidrogen peroksida, asetaldehid, diasetil, dan reuterin. Untuk menghasilkan proses fermentasi yang baik, perlu ditambahkan starter dalam jumlah yang banyak dengan tujuan starter ini akan mendominasi dibandingkan dengan jumlah mikroba kontaminan sehingga bisa mempengaruhi metabolit yang dihasilkan.

·  Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu menggunakan mikroba yang bisa menghasilkan senyawa antimikroba. Tahapan pengawetan ini adalah dengan menumbuhkan mikroba dalam kondisi lisis seperti misalnya diinkubasi. Setelah diinkubasi, mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa ini kemudian diekstrak dan dipurifikasi (dimurnikan) baru kemudian diimplementasikan ke dalam pengawetan sehingga produk-produk yang dihasilkan menjadi beragam. Produk-produk yang dihasilkan dapat berupa produk fermentasi dan non fermentasi. Berbeda dengan pengawetan secara mikrobiologis yang mana produknya hanya berupa produk fermentasi. Jadi, pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba tidak menggunakan mikroba dalam proses pengawetannya, namun hanya menggunakan metabolitnya saja.

2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya!

·  Produk: tempoyak atau pikel durian atau pekasam

·  Karakteristik produk dan bahan baku:

Durian merupakan buah musiman yang memiliki bentuk yang unik dan aroma yang khas. Durian memiliki umur simpan yang terbatas yaitu antara 2-5 hari sehingga diperlukan pengolahan yang tepat agar dapat dikonsumsi selama off season. Tempoyak adalah durian yang difermentasi secara spontan melibatkan bakteri asam laktat (BAL) sebagai penghasil asam-asam organik, alkohol, dan CO2. Tempoyak memiliki karakteristik bewarna kuning muda, rasa asam, tekstur agak lunak, dan aromanya yang tajam. Melalui proses fermentasi, daging durian dapat disimpan selama 2 bulan sampai 1 tahun. Sifat awet yang ditunjukan oleh tempoyak sangat baik untuk kesehatan sehingga BAL yang ada pada tempoyak dimungkinkan dapat bersifat sebagai probiotik.

·  Mekanisme pengawetan:

Untuk menghasilkan tempoyak, buah durian difermentasi dengan penambahan garam yang melibatkan mikroorganisme bakteri asam laktat sehingga fermentasi durian menjadi tempoyak termasuk ke dalam fermentasi bakteri asam laktat. BAL yang membentuk koloni disini adalah Lactobacillus casei sub sp rhamnosus dan Lactobacillus fersantum. Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL akan disekresikan keluar sel dan terakumulasi di dalam substrat sehingga meningkatkan keasaman produk atau penurunan pH. Nilai pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga produk memiliki daya simpan yang lebih lama. Selain itu, pada proses pembuatan tempoyak juga terdapat penambahan garam. Penambahan garam menyebabkan penarikan air dan bahan-bahan bergizi dari jaringan bahan yang difermentasi, yang kemudian akan digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri yang terlibat dalam fermentasi. Larutan garam juga berfungsi sebagai media selektif pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat menghambat aktivitas mikroorganisme. Mekanisme penghambatan mikroorganisme inilah yang membuat tempoyak memiliki masa simpan yang lebih lama.

Sumber:

Arifianti, K.K.Y., 2017. Peran Pendidikan Dan Pengetahuan Ilmu Kimia Dalam Mengembangkan Potensi Pengawetan (Tempoyak Atau Pakasam) Bahan Nabati Dan Hewani Lokal Daerah Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang, 8(1), pp.1-7.

Reli, R., Warsiki, E. and Rahayuningsih, M., 2017. Modifikasi Pengolahan Durian Fermentasi (Tempoyak) Dan Perbaikan Kemasan Untuk Mempertahankan Mutu Dan Memperpanjang Umur Simpan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 27(1).

1. - Pengawetan secara mikrobiologis: dilakukan dengan penambahan mikroorganisme secara langsung ke dalam bahan pangan, mikroorganisme tersebut akan menghasilkan metabolit yang dapat menghambat mikroba pembusuk atau patogen jika mikroorganisme yang ditambahkan berjumlah lebih banyak daripada mikroba pembusuk sehingga membuat produk lebih tahan lama. - Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: dilakukan dengan penambahan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh mikroba yang diinkubasi. Senyawa antimikroba yang digunakan diekstrak dan dimurnikan terlebih dahulu baru kemudian ditambahkan ke dalam bahan pangan. 2. - Produk: Cuka air kelapa - Karakteristik: a. Bahan baku: Air kelapa segar memiliki pH 5,6, warnanya bening, kadar gula total 2,6%, sukrosa 0,64%, fruktosa 2,71%, glukosa 2,72%, kalium 1.840,54%, natrium 20,73%, magnesium 86,54%, vitamin B1 11,97%, dan vitamin B6 0,033%. Kadar air pada air kelapa yaitu 96,48%, kadar abu 0,49%, lemak 0,17% dan protein 0,47%. b. Cuka air kelapa: Cuka air kelapa dihasilkan setelah dilakukan fermentasi selama 18 hari, dan mengandung asam asetat mencapai 4,01-8,22%, pH 3,63-3,8%, kadar gula 2,89-6,81%. Perbedaan karakteristik bahan baku dan produk cuka air kelapa yaitu pada cuka air kelapa mengandung asam asetat sementara pada air kelapa tidak mengandung asam asetat. - Perbandingan umur simpan Air kelapa hanya memiliki umur simpan 2-3 hari, sementara cuka air kelapa dapat bertahan selama 10 bulan karena mengandung asam asetat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun spora penyebab pembusukan. - Mekanisme pengawetan Tahap pertama adalah air kelapa disaring untuk menghilangkan kotoran yang ikut terbawa, tahap kedua dilakukan pasteurisasi untuk membunuh bakteri patogen yang membahayakan. Tahap ketiga adalah penambahan gula lalu direbus hingga mendidih kemudian didinginkan. Tahap keempat adalah pencampuran dengan starter Saccharomyces cerevisiae dan dilakukan fermentasi anaerob selama 5 hari. Setelah selesai fermentasi awal, filtrat air kelapa dipasteurisasi pada suhu 65oC selama 15 menit, dan ditambahkan starter Acetobacter acetii sebanyak 3% pada suhu ruang (30-32oC). Fermentasi kedua dilakukan sesuai perlakuan (13 hari, 15 hari dan 17 hari). Hasil fermentasi kedua dipasteurisasi kembali pada suhu 65oC selama 30 menit. Selanjutnya adalah pemanenan vinegar untuk dikemas/ pembotolan. Sumber: Sari, P. M., Muhardina, V., Hakim, L., Rahmiati, T. M., dan April, A. 2020. Pengaruh Konsentrasi Ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan Lama Fermentasi terhadap Kualitas Cuka Air Kelapa (Cocos nucifera). Jurnal TEKSAGRO, 1(2), 39-46.

Silfia, S. A. 2014. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Kualitas Vinegar Dari Air Kelapa. Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 25(2), 117-124.

1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: a. pengawetan secara mikrobiologis merupakan metode pengawetan yang dilakukan dengan memasukkan atau memberikan mikroba pada bahan secara langsung sehingga mikroba tersebut dapat tumbuh dan berkembang serta bermetabolisme pada bahan tersebut. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, mikroba tersebut dapat mengawetkan bahan/produk dengan 2 cara, yaitu menghasilkan zat metabolit dan dengan kompetisi nutrisi dengan mikroba lain yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain tersebut (pembusuk. b. Pengawetan secara kimiawi dengan menggunakan bahan yang diekstrak dari mikrobia merupakan metode pangawetan yang dilakukan secara tidak langsung. Maksudnya, mikroba ditumbuhkan dan dikembangkan dalam media tertentu yang sesuai kemudian dijaga kondisi dan dipenuhi kebutuhannya sehingga proses metabolism dapat berjalan dengan lancer dan dapat menghasilkan berbagai senyawa metabolit. Senyawa metebolit yang diinginkan dan memiliki fungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba lain (mikroba pembusuk) pada bahan dijadikan target untuk diambil dan diekstrak sehingga memenuhi standar untuk dimasukkan ke dalam bahan pangan. Berbagai proses tersebut memerlukan bantuan dari berbagai zat kimia untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Hasil ekstraksi senyawa metabolit mikroorganisme tersebutlah yang dimasukkan ke dalam bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain (pembusuk). 2. Perbandingan karakteristik kakao fermentasi dengan kakao non-fermentasi Kakao fermentasi merupakan salah satu produk setengah jadi yang dapat diolah lagi menjadi produk jadi, seperti cokelat, bubuk cokelat dsb. Terdapat perbedaan umur simpan antara kakao fermentasi dan non-fermentasi, dimana kakao fermntasi memiliki umur simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan kakao non-fermentasi. Selain itu, kakao fermentasi memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi, kandungan protein dan pH yang lebih rendah, dan aroma yang lebih kuat jika dibandingkan kakao non-fermentasi. Hal ini dikarenakan dari proses fermentasi terdapat mikroorganisme yang dapat mengawetkannya. Mekanisme pengawetan: Fermentasi kakao dilakukan untuk menghancurkan lapisan pulpa dan menginaktifkan kotiledon. Proses fermentasi diawali dengan penumbuhan ragi disekeliling pulpa sehingga meningkatkan keasamannya, memperbanyak fermentasi karbohidrat dan menurunkan kandungan oksigen. Dengan demikian maka pertumbuhan bakteri yang tidak tahan asam dan bakteri aerob akan terhambat. Metabolisme ragi pada proses fermentasi ini berjalan dengan cepat dan akan menghasilkan etanol dan karbondioksida. Keduanya metabolit ini juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan pada bahan. Setelah 2 hari maka pulpa sudah mulai terurai dan dilanjutkan dengan proses oksidasi alcohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat sehingga mengakibatkan dinding sel terbuka. Selama proses ini terjadi perubahan kimia dalam biji kakao, seperti aktivitas enzim, oksidasi dan pemecahan protein menjadi asam amino.

Sumber: Tarigan, E.B. dan Iflah, T. 2017. Beberapa Komponen Fisikokimia Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi. Jurnal Agroindustri Halal. 3(1): 48-62

Nama : Dea Saskya Eka Puji Lestari NIM : H0919032 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pengawetan secara mikrobiologis menambahkan mikroba pada kondisi hidup yang akan menghasilkan metabolit tertentu, dimana metabolit tersebut akan merubah karakteristik bahan dan merusak sel mikroba pembusuk, sehingga produk akan menjadi lebih tahan lama. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pengawetan dengan menambahkan bahan kimiawi yang telah diekstrak dari mikroba, dimana bahan tersebut diperoleh dari mikroba yang diinkubasi hingga melakukan metabolime dan menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut kemudian dimurnikan dan ditambahkan pada produk sebagai pengawet. 2. Produk Fermentasi: Cuka Anggur Bali Cuka anggur merupakan cairan yang terbuat dari buah anggur dengan diberi perlakuan fermentasi alkohol yang diikuti dengan fermentasi asetat yang mempunyai kadar alkohol lebih rendah dibandingkan produk wine. - Perbandingan karakteristik: Buah anggur Bali mempunyai karakteristik berwarna biru kehitamanan, rasa yang asam bercampur kelat dengan kandungan antioksidan pada buah anggur bali cukup tinggi. Sedangkan pada cuka anggur mempunyai warna merah hingga ungu kehitaman dengan nilai pH rendah, tingkat asam yang semakin tinggi, serta aktivitas antioksidan pada cuka anggur yang lebih rendah dibandingkan dengan buah anggur yang diakibatkan karena aerasi pada fermentasi asetat. - Perbandingan umur simpan: Buah anggur mempunyai umur simpan kurang lebih sekitar seminggu, sedangkan cuka anggur mempunyai umur simpan yang lama hingga setahun atau lebih. Hal ini diakibatkan karena cuka anggur mempunyai kandungan asam asetat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang penghasil metoksin.- Mekanisme Pengawetan: Proses pembuatan cuka anggur terdiri dari 3 tahap, yaitu pembuatan inokulum, fermentasi alkohol, dan fermentasi asam asetat. Pembuatan inokulum acetobacer acetii dilarutkan pada media cair dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37℃. Setelah dilakukan pembuatan inokulum yaitu dilakukan fermentasi alkohol dengan pasteurisasi sari buah anggur Bali pada suhu 65℃ selama 30 menit. Setelah didinginkan, ditambahkan inokulum Saccharomyces cerevisiae 5% dan dilakukan fermentasi selama 9 hari pada suhu kamar. Sari anggur Bali kemudian dipasteurisasi lagi untuk menghentikan fermentasi alkohol. Setelah itu, dilakukan fermentasi asetat dengan penambahan inokulum acetobacer acetii dan difermentasi 3 minggu dengan aerasi. Setelah fermentasi selesai, dilakukan penyaringan dan pasteurisasi untuk menghentikan fermentasi asam asetat. Asam asetat inilah yang menyebabkan cuka anggur mempunyai umur simpan yang cukup lama karena mampu mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang. Sumber:

Zubaidah, Elok., dan Christina Veronica. 2014. Studi Aktivitas Antioksidan Cuka Berbasis Buah Anggur Bali (Vitis vinifera) Utuh dan Tanpa Kulit. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 7(2):95-103

Nama: Anggraeni Sekar Mawangi NIM: H0919009 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! Pada prinsipnya pengawetan secara mikrobiologi merupakan pengawetan yang dilakukan dengan menggunakan mikroba yang ditambahkan kedalam bahan pangan dimana mikroba tersebut akan tumbuh dan menghasilkan metabolit yang akan merusak dinding sel mikroba pembusuk. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diektrak dari mikroba dilakukan dengan menginkubasi mikroba yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba seperti asam organik, bakteriosin, dan lainnya yang kemudian diekstrak dan dimurnikan lalu ditambahkan kedalam bahan pangan 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! Produk: Kefir Bahan baku: Susu 1. Karakterisktik Kefir: Kefir merupakan minuman susu yang difermentasi dengan meggunakan biji kefir sebagai starter yang mengandung bakteri asam laktat dan yeast. Setiap jenis kefir memiliki karakteristik kimiawi dan mikrobiologi yang berbeda. Kefir memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yogurt dan memiliki aroma khas yeasty. Kefir juga mempunyai karakteristik khas yaitu campuran rasa asam, alkoholik dan karbonat. Susu: Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan gizi yang tinggi dan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, sehingga susu sangat cepat mengalami kerusakan. Susu segar memiliki rasa sedikit manis dan bau (aroma) khas. Rasa manis disebabkan adanya gula laktosa didalam susu, meskipun sering dirasakan ada sedikit rasa asin yang disebabkan oleh klorida. Bau khas susu disebabkan oleh beberapa senyawa yang mempunyai aroma spesifik dan sebagian bersifat volatil. 2. Umur simpan Kefir memiliki umur simpang yang lebih panjang dibanding dengan susu sapi murni karena bakteri asam laktat (BAL) yang terkandung dalam susu fermentasi dapat mencegah pertumbuhan bakteri pathogen. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kefir dengan waktu simpan sampai 12 hari pada suhu 5°C memiliki kualitas mikrobiologi yang baik dengan bakteri asam laktat berkisar antara 2,81.107–5,98.107cfu/g; pH 3,52-3,88; total asam 1,75-3,45%; dan tidak ditemukan adanya pertumbuhan E. coli. 3. Mekanisme pengawetan

Fementasi kefir diawali dengan susu sapi segar dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 30 menit dan diturunkan suhunya sampai pada suhu kamar ± 27°C, kemudian diinokulasi dengan biji kefir sebanyak 5% dan diaduk hingga rata, setelah itu di tuangkan ke dalam gelas toples yang steril dan diinkubasi pada suhu kamar (25 ± 1°C) selama 20 jam, sehingga susu mengental menjadi kefir. Selama proses fermentasi, mikroba akan mengubah komponen susu. Aktivitas bakteri asam laktat dari biji kefir pada pembuatan kefir akan mengubah laktosa menjadi asam laktat, sehingga pH kefir menurun. Kondisi ini akan menyebabkan bakteri pathogen dan dan mikroba perusak susu akan terhambat, sehingga umur simpan kefir menjadi lebih lama.

Sumber:

Lindawati, S. A., Sriyani, N. L., Hartawan, M., Suranjaya, I. G. 2015. Study Mikrobiologi Kefir dengan Waktu Simpan Berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan, 18(3): 95-99.

Rohmah, F., dan Estiasih, T. 2018. perubahan Karakteristik Kefir Selama Penyimpanan: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustr, 6(3): 30-36.


1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu terletak pada prinsipnya. Prinsip pengawetan mikrobiologis yaitu dilakukan penambahan mikroba yang masih hidup pada bahan pangan sehingga mikroba tersebut akan tumbuh dan melakukan fermentasi sehingga menghasilkan metabolit tertentu. Metabolit tersebut yang akan mengubah karakteristik bahan pangan dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk maupun patogen. Sedangkan prinsip pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu dilakukan penambahan senyawa antimikroba hasil metabolisme dari mikroba ke bahan pangan. Mikroba tersebut diinkubasi terlebih dahulu sehingga akan melakukan metabolisme dan menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa ini kemudian diekstrak dan dimurnikan lalu disubstitusikan sebagai pengawet pada bahan pangan. 2. Produk Fermentasi: Kecap Ikan Bahan Baku: Ikan Layang - Perbandingan Karakteristik: Kecap ikan berwarna cokelat tua, berbau khas, rasa asin, dan memiliki pH 5-6. Sedangkan ikan layang memiliki bentuk memanjang dan pipih dengan panjang tubuh berkisar 15-25 cm yang ditutupi oleh sisik lingkaran (cycloid) halus. - Perbandingan Umur Simpan: Kecap ikan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan bakunya berupa ikan layang. Kecap ikan yang masih tersegel dan disimpan pada suhu ruang, suhu dingin, maupun ruangan gelap dapat bertahan 3-4 tahun. Pada kecap ikan yang sudah terbuka dan disimpan pada suhu kamar dapat bertahan maksimal satu tahun. Hal ini karena penggunaan garam dalam kadar yang tinggi sehingga dapat mengurangi kadar air dalam bahan sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang biak lagi. Sedangkan pada ikan layang, dagingnya cepat membusuk atau kualitasnya cepat menurun. Apabila tidak diawetkan, hanya layak untuk dikonsumsi dalam waktu sehari setelah ditangkap. - Mekanisme Pengawetan Kecap Ikan: Mekanisme garam sebagai pengawet pada proses pembuatan kecap ikan adalah (1) garam bersifat higroskopis yaitu akan menyerap kandungan air pada bahan pangan, sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk media pertumbuhannya, (2) garam bersifat osmotik yaitu menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi plasmolisis (pemecahan dinding sel), (3) garam merupakan Natrium Klorida (NaCl) yaitu (Na+) + (Cl-) dimana Cl- bersifat toksin bagi mikroba sehingga mikroba tidak dapat tumbuh. Sedangkan fungsi enzim bromelin dalam pembuatan kecap ikan layang adalah untuk memotong waktu fermentasi dari pembuatan kecap ikan layang. Penambahan enzim bromelin sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu pembuatan kecap ikan. Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein. Sumber:

Nurfadilah, N. 2018. Pengaruh Penambahan Buah Nenas Dan Garam Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Dalam Pembuatan Kecap Ikan Layang Decapterus Sp Terhadap Total Coloni Bakteri. Jurnal Pengolahan Pangan. 3(2): 38-42.

1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan seacra kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah a. Pada pengawetan secara mikrobiologis, mikroba berperan langsung dalam pengawetan yaitu dengan penambahan mikroba hidup pada bahan pangan dan kemudian mikroba tersebut dapat menghasilkan metabolit yang dapat mengubah karakteristik dari bahan pangan tersebut sehingga membuat produk pangan menjadi awet dengan cara menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. b. Pada dasarnya pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba itu menggunakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba seperti bakteriosin, asam-asam organik, dan lain sebagainya. Mikroba tersebut diinkubasi dalam keadaan terpisah dari bahan makanan yang akan diawetkan. Kemudian mikroba yang diinkubasi tersebut akan menghasilkan metabolit berupa senyawa antimikroba yang kemudian diekstraksi dan dimurnikan lalu dicampurkan ke dalam bahan makanan untuk mengawetkan produk. 2. Produk: kimchi pakcoy a. Perbandingan karakteristik bahan baku dan produk Karakteristik bahan baku (pakcoy): Pakcoy memiliki sifat mudah layu dan busuk akibat kurang tepat dalam pananganan pasca panen. Pakcoy merupakan salah satu bentuk sayuran yang baik karena mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi, magnesium, dan kalsium. Pakcoy pada penyimpanan tanpa perlakuan memiliki umur simpan selama beberapa hari. Karakteristik produk (kimchi pakcoy): kimchi pakcoy memiliki rasa khas yaitu asam yang diakibatkan karena adanya proses fermentasi. Kimchi dibuat dari sayuran dan berbagai campuran bumbu berupa rempah-rempah yang diyakini memiliki khasiat untuk mencegah kanker. Kimchi pakcoy memiliki umur simpan yang lebih lama dari pakcoy, yaitu sekitar 1 minggu pada penyimpanan suhu ruang dan sekitar 3 bulan pada penyimpanan suhu dingin. b. Mekanisme pengawetan Pada pengolahan pakcoy menjadi kimchi pakcoy terdapat beberapa proses pengawetan, yaitu penggaraman, pemberian rempah, dan proses fermentasi. Proses penggaraman yang ditambahkan dalam proses fermentasi dapat membantu mengurangi kelarutan oksigen dalam air dan menghambat aktivitas bakteri proteolitik. Proses fermentasi jangka pendek sebaiknya menggunakan garam yang dibatasi, yaitu berkisar antara 2,5% hingga 10%. Selama proses fermentasi, terjadi pertumbuhan bakteri asam laktat yang dapat mengakibatkan perubahan pada produk, yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat mencegah pembusukan. Bakteri asam laktat juga dapat memproduksi cita rasa yang khas yang berbeda dari bahan dasarnya karena terjadi pembentukan asam.

Sumber: Khasbullah., Windu Mangiring, dan Krisnarini. 2020. Uji Vitamin C dan Mutu Organoleptik Kimchi Pakcoy (Brassica rapa Subsp. Chinensis) terhadap Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi. Jurnal Wacana Pertanian, 16 (2): 47-55.

Nama : Riri Putri Wulandari NIM : H0919085 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pengawetan secara mikrobiologis yaitu metode pengawetan dengan menambahkan mikroorganimse hidup ke dalam bahan pangan. Mikroorganisme yang ditambahkan tersebut nantinya akan menghasilkan metabolit yang mempunyai efek menghambat mikroba kontaminan. Metabolit yang dihasilkan dapat berupa asam organik, karbondioksida, alkohol, bakteriosin, hidrogen peroksida atau acetaldehyde-diacetyl-reuterin. Metabolit-metabolit tersebut mampu mematikan mikrobia kontaminan sehingga dapat membuat makanan menjadi lebih awet. Adapun pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu metode pengawetan yang menggunakan bahan ekstrak dari mikroba yang mengandung antimikroba. Sebelumnya bakteri tersebut diisolasi terlebih dahulu dengan keadaan khusus untuk menghasilkan metabolit yang selanjutnya diekstrak dan dimurnikan untuk digunakan sebagai pengawet makanan. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibandingkan dengan bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya. Produk Fermentasi : Dadih Dadih merupakan salah satu jenis susu fermentasi tradisional asli Sumatera Barat yang terbuat dari susu kerbau sebagai bahan baku. Dadih ini dapat menjadi salah satu pangan fungsiol karena mengandung prebiotik. a. Perbandingan karakteristik produk dan bahan baku Karakteristik dari dadih ini yaitu berwarna putih seperti tahu dengan konsistensi menyerupai yoghurt dan bararoma khas susu asam. Kandungan nutrisi dadih mengandung kadar air 82,10%, protein 6,69%, lemak 8,08%, kandungan laktosa 5,29%, daya cerna protain 86,4-97,7%. Dadih mengandung 16 asam amino sehingga dapat menjadi makanan bergizi yang mudah diserap tubuh. Adapun karakteristik susu kerbau sebagai bahan baku dadih yaitu warna susu lebih putih, kadar air lebih rendah dari susu sapi, rasanya lebih gurih. Kandungan nutrisi dalam susu kerbau mengandung kadar air sebesar 83,10%, protein 3,17%, lemak 12,97%, dan kandungan laktosa sebesar 4,37%. b. Umur simpan produk dibanding bahan baku Umur simpan dari produk dadih yaitu selama 6 hari dalam suhu rung dan pada suhu dingin (4°C) dapat sampai 20 hari sedangkan masa simpan dai susu kerbau pada suhu dingin yaitu sekira 5-7 hari. c. Mekanisme pengawetan Dadih dibuat dengan mamsukkan susu kerbau segar yng telah disaring ke dalam bambu kemudian ditutup dengan menggunakan daun pisang dan dibiarkan pada suhu kamar selama 1-2 hari sampai terbentuk gumpalan. Fermentasi pada dadih dilakukan oleh mikroba yang berasa dari bambu, daun pisang dan susu yang mengandung mikroba seperti kapang, khamir, dan bakteri asam laktat. Dadih yang diproduksi secara tradisional mangandalkan mikroba yang terdapat dalam bahan sebagai inokulan tanpa diberi starter. Dalam penenlitian BAL yang paling dominan yang terdapat dalam dadih yaitu Lactobacillus plantararum dan Lactobacillus casei. Sumber :

Usmiati, Sri dan Risfaheri. 2013. Pengembangan Dadih Sebagai Pangan Fungsional Probiotik Asli Sumetera Barat. Jurnal Litbang Pertanian. 32(1) : 20-29

1. Pengawetan Mikrobiologis: Memanfaatkan mikroba yang masih segar untuk digunakan sebagai starter pada pengawetan makanan (ex: fermentasi BAL). Penggunaan mikroba tersebut bertujuan untuk mengubah beberapa senyawa yang ada pada media, melakukan perombakan pada karakteristik bahan sehingga memiliki sifat sensori, kimia, dan fisik yang baru. Pengawetan mikrobiologis secara langsung menggunakan mikroba sebagai starter. Sedangkan pengawetan kimia menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, tidak mencampurkan mikroba secara langsung dengan produk pangan yang akan diawetkan. Melainkan mikroba di inkubasi terlebih dahulu dengan pengontrolan kondisi tertentu agar mikroba melangsungkan aktivitas metabolisme yang akan menhasilkan senyawa antimikroba. Sehingga jenis mikroba tertentu yang diyakini mengandung senyawa mikroba akan diekstrak dan diolah menjadi bentuk lainnya. 2. Produk Fermentasi Tambelo Daging tambelo masuk ke jenis Bactronophorus sp. yang hidup pada batang kayu bakau mati dan mengalami proses pembusukan genus Rhizophora sp., pada hutan mangrove. Tambelo sangat berpotensi besar jika diolah lebih lanjut dalam bidang pangan dan kesehatan namun di sisi lain daging tambelo mudah mengalami pembusukan karena memiliki kadar air yang sangat tinggi. Proses pengolahan tambelo dengan cara fermentasi dianggap tepat, karena fermentasi dapat menyelamatkan bahan baku dari proses pembusukan, mempertahankan bahkan meningkatkan nilai gizi bahan baku, menambah rasa dan aroma, dapat membantu dalam mengawetkan makanan, serta memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen. Selama proses fermentasi tambelo, dilakukan analisis pH, kadar NaCl, total bakteri, dan total bakteri asam laktat (BAL) pada setiap minggu selam 4 minggu fermentasi. • pH Selama proses fermentasi tambelo terjadi penurunan nilai pH pada minggu pertama dan penurunan cenderung stabil pada minggu ke dua hingga minggu ke empat. Penurunan disebabkan oleh kemampuan bakteri asam laktat mampu mengubah sumber karbohidrat menjadi asam laktat, asam-asam volatil, alkohol, dan ester. • NaCl Selama proses fermentasi tambelo terjadi penurunan kadar NaCl. Terjadinya penurunan kadar garam selama fermentasi peda ikan kembung (Rastrelliger sp.) disebabkan oleh terurainya garam menjadi ion-ion Na+ dan Cl-. Ion-ion Na+ dari garam berfungsi sebagai subtitusi ion-ion K+ ketika terjadi difusi. • Total Bakteri Selama proses fermentasi tambelo terjadi peningkatan total bakteri dan total BAL. Peningkatan total bakteri yang terjadi pada minggu pertama ferementasi disebabkan oleh keberadaan garam yang merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat, kondisi asam pada lingkungan menyebabkan hanya bakteri asam laktat dan halofilik yang dapat tumbuh. Tambelo segar mengandung kadar karbohidrat yang tinggi sehingga dimanfaatkan sebagai sumber glukosa atau karbon untuk pertumbuhan bakteri BAL dan halofilik. Sehingga selama proses fermentasi tambelo terjadi penurunan nilai pH dan kadar NaCl, serta total bakteri dan total bakteri asam laktat (BAL) mengalami peningkatan sampai minggu ke dua, kemudian mengalami penurunan hingga minggu ke empat fermentasi. Tambelo fermentasi memiliki kadar protein total yang lebih tinggi dibandingkan dengan tambelo segar. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan jumlah nitrogen larut air yang disebabkan oleh adanya aktivitas proteolitik yang menguraikan protein menjadi fragmen yang lebih mudah larut air. Peningkatan kandungan protein dalam produk hidrolisat disebabkan selama proses hidrolisis terjadi konversi protein yang bersifat tidak larut menjadi senyawa nitrogen yang bersifat larut, selanjutnya terurai menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana. Selama fermentasi berlangsung sempurna kadar komposisi asam amino totalnya lebih rendah dari tambelo segar namun asamasam amino yang terkandung pada produk fermentasi tambelo merupakan asam amino bebas sehingga avaibilitas gizi asam aminonya lebih mudah tercerna dan dapat langsung terserap oleh tubuh dibandingkan pada daging segar tambelo, karena melalui proses fermentasi terjadi hidrolisis protein menjadi senyawa lebih sederhana yaitu dipeptida hingga asam aminonya. Pengolahan daging tambelo kering dengan cara fermentasi dapat menjadi alternatif pemanfaatan hewan ini. Fermentasi mudah dilakukan, dapat meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan sifat organoleptik (rasa dan aroma), meningkatkan daya cerna, meningkatkan daya simpan yang bertahan hingga 12 hari (jika dibandingkan dengan tambelo segar yang hanya bertahan 2-3 hari), memberikan sifat fisiologis tertentu sebagai pangan fungsional, meningkatkan nilai ekonomi bahan baku, dan menghasilkan produk yang unik Daftar Pustaka: Anwar, L. O. dan Linawati, H. D. 2014. Fermentasi Tambelo dan Karakteristik Produknya. JPHPI, 17 (3): 254-252.

Link: file:///C:/Users/ACER%20PC/Downloads/8914-Article%20Text-25270-1-10-20150115.pdf

NAMA : StEFANNY CLAUDIA KAUNANG NIM : H0919096

1. - Pengawetan makanan secara mikrobologis meliputi:


a). Dengan Fermentasi
Pengawetan secara mikrobiologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Contoh makanan dengan pengawetan fermentasi adalah yoghurt, mengawetkan susu dengan cara fermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Aktivitas fermentasi dari kedua spesies bakteri tersebut dapat menurunkan pH susu sapi, sehingga dapat menghambat aktivitas bakteri proteilitik yang bersifat tidak asam. Lactobacillus bulgaricus ini hidup dari “memakan” laktosa (gula susu) dan mengeluarkan asam laktat. Asam ini sekaligus mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (gula susu). Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan khamir.

- Pengawetan makanan secara Kimiawi meliputi:


a) Penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula. Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis. Contoh beberapa jenis zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. Pengawetan bahan makanan secara kimia menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.

b) Pengasaman


Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi. Acar pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada makanan. Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi, terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.

c) Pengasinan


Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan. Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara memberi garam dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan enzim-enzim khususnya yang merusak daging dan ikan. Selain itu penggaraman mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan mengental serta kadar proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut. Proses penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk menurunkan lebih lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses penggaraman dipengaruhi oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 – 5 mm), ukuran ikan (semakin besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan) dan kemurnian garam (garam yang baik adalah garam murni/Nacl).

d) Pemanisan


Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Penambahan gula adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian gula dengan tujuan untuk mengawetan karena air yang ada akan mengental pada akhirnya akan menurunkan kadar air dari bahan pangan tersebut. Konsentrasi gula yang ditambahkan minimal 40% padatan terlarut sedangkan di bawah itu tidak cukup untuk mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk tersebut disimpan dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu rendah). Contoh makanan dengan pengawetan pemanisan adalah manisan buah. Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa waktu. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara pengawetan makanan yang sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan manisan akan membuat kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhan mikroba perusak sehingga buah akan lebih tahan lama. Pada awalnya manisan dibuat dengan merendam pada larutan gula hanya untuk mengawetkan. Ada beberapa buah yang hanya dipanen pada musim-musim tertentu. Saat musim itu, buah akan melimpah dan kelebihannya akan segera membusuk apabila tidak segera dikonsumsi. Untuk itu manusia mulai berpikir untuk mengawetkan buah dengan membuat manisan. Manisan juga dibuat dengan alasan memperbaiki cita rasa buah yang tadinya masam menjadi manis.

2. Mentimun biasa ditandai dengan penampilan kulit buah yang tipis, lunak, dan pada saat buah muda berwarna hijau keputih-putihan, tetapi setelah tua menjadi berwarna coklat. Mentimun watang memiliki ciri-ciri: kulit buah tebal, agak keras, buah muda berwarna hijau keputih-putihan dan setelah tua berwarna kuning tua. sedangkan pikel timun dengan karakteristik sebagai berikut: total bakteri asam laktat 9,618 log CFU/g ; tekstur 99,40 (gf) ; dan uji organoleptik mutu hedonik terhadap parameter aroma dengan skor 4,7 (Asam-kurang asam), serta uji mutu hedonik kekenyalan dengan skor 4,5 (Kenyal-cukup kenyal).

Pickle adalah proses pengawetan pada sayuran yang mudah mengalami kerusakan atau pembusukan dengan cara perendaman pada larutan garam dan cuka, salah satu proses pengawetan sayuran adalah dengan cara fermentasi. Proses fermentasi pada sayur-sayuran adalah proses fermentasi asam laktat dimana bakteri dari familia Lactobacillaseae dan Enterobacteriaseae mengubah gula pada sayur-sayuran menjadi asam laktat.

Pembuatan pickle dilakukan pada sayuran yang masih muda dan segar dan kelompok.  Contoh bahan untuk membuat pickle adalah ketimun. Karena bahan tambahan pembuatan pickle ini adalah larutan garam, air dan cuka. Dengan kegunaan bahan yang berbeda-beda. Larutan garam yang digunakan tidak terlalu banyak sekitar 5-8% perbandingan dengan air. Penambahan garam berfungsi sebagai pencegahan terhadap pertumbuhan bakteri lain dan pengekstrak sari sayuran dan memberikan menumbuhkan inokulum tetapi dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Selain itu, bila kadar garam yang tinggi dapat menekan laju fermentasi yaitu pertumbuhan inokulum lambat, dan produksi asam yang lambat dan begirupun sebaliknya. Fungsi lain garam adalah mencegahnya pelunakan tekstur sayuran dan dapat mencegah pembusukan sayur karena garam dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme. Penggunaan kadar garam yang tinggi dapat mengurangi pertumbuhan mikroba yang tidak tahan kadar garam dan asam dari penggunaan cuka dan garam. Perlakuan pada pembuatan pickle yang pertama adalah pensortiran sayuran yaitu mentimun. Lalu pencucian bahan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada sayur. Setelah itu, lakukan pencampuran larutan perendam yaitu 1 liter air, 50 gram garam dan 50 ml cuka. Gunakan mentimun yang sesuai dan pas pada toples agar mentimun dapat terendam secra sempurna dan ermentasi berjalan dengan baik. Suhu fermentasi  pun harus sesuai yaitu lebih dari 30°C karena pada suhu 30°C aktivitas mikroba dapat terhambat. Toples yang digunaakn untuk merendam pickle pun kami sterilkan dengan cara merebusnya dengan air yang mendidih, ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi dari mikroba yang sudah berada dalam toples atau lingkungan sekitar. Setelah bahan perendam sudah siap, lakukan perendaman pada mentimun di dalam toples, lalu tutup toples dengan rapat kemudian diamkan selama dua minggu tetapi lakukan pengecekan 3 hari sekali untuk mengontrol keadaan pickle dari pertumbuhan mikroba lain. Fermentasi pickle menggunakan larutan garam seringkali proses fermentasi terkontrol dengan menggunakan kultur starter. Pembuatan pikel ini digunakan penggaraman awal, kemudian diikuti oleh fermentasi asam laktat yang dimulai oleh Leuconostoc mesenteroides dan diselesaikan oleh bakteri asam laktat lainnya seperti Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum. Biasanya pickle disimpan dalam botol jar kaca di lemari es dan dapat bertahan hingga 1 bulan. sedangkan sayur yang menjadi bahan bakunya hanya dapat tahan hingga 5 hari di dalam kulkas. 

Nama: Amanda Hasna Nafila NIM: H0919006 Kelas: Teknologi Pengawetan Pangan C 1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba a) Pengawetan secara mikrobiologis: - Prinsipnya yaitu pengawetan dengan penambahan mikroba dalam bahan pangan secara langsung dan mikroba tersebut akan tumbuh untuk menghasilkan metabolit tertentu. - Mekanisme pengawetan secara mikrobiologis yaitu metabolit yang dihasilkan oleh mikroba akan merubah karakteristik suatu bahan pangan dan bersifat merusak membran sel mikroba kontaminan, sehingga dapat membuat bahan pangan lebih awet b) Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: - Prinsipnya yaitu pengawetan dengan menggunakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba - Mekanisme pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diektrak dari mikroba yaitu dengan menginkubasi bahan pangan yang telah diekstrak dari mikroba sampai mengalami metabolisme dan menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang didapat akan diekstrak dan dimurnikan kemudian dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai pengawet. 2. Produk fermentasi: Mandai a) Karakteristik bahan baku kulit buah cempedak: Kulit buah cempedak berasal dari buah cempedak memiliki rasa yang manis, warna kuning pekat, tekstur lembut, dan kemudian dalam 100 gr buah cempedak mengandung 3,0 gr protein; 0,4 gr lemak; 28,6 gr karbohidrat; 20 mg kalsium; 30 mg fosfor; 1,5 mg zat besi; 20 SI vitamin A; 15 mg vitamin C; dan air 67,0 g. Dari kandungan nutrisi yang bermanfaat tersebut, buah cempedak memiliki kelemahan yaitu mengandung kadar air sebesar 67% sehingga mudah ditumbuhi mikroba kontaminan yang membuat buah cempedak mudah busuk. b) Karakteristik produk mandai: Produk mandai memiliki rasa yang asin, warna coklat, dan tesktur lembek. Hal ini dikarenakan, adanya perlakuan fermentasi spontan pada kulit buah cempedak dengan penambahan larutan garam c) Perbandingan Umur simpan: Umur simpan buah cempedak cenderung lebih cepat yaitu kurang dari 7 hari. Sedangkan umur simpan produk mandai adalah kurang lebih 1 tahun d) Mekanisme pengawetan: Proses pengawetan kulit buah cempedak dilakukan dengan fermentasi spontan yaitu bahan baku kulit buah cempedak diawetkan tanpa penambahan mikroba starter. Hal ini dikarenakan, dalam kulit buah cempedak sudah terdapat bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum dan Pediococcus pentosaceus. Dalam proses fermentasi spontan, diberi penambahan larutan garam untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Larutan garam tersebut akan membantu menurunkan aktivitas air (aW) sehingga menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen. Kemudian, larutan garam juga akan membantu menyeleksi mikroba yang dapat tumbuh. Dalam hal ini, bakteri asam laktat memiliki pH rendah, sehingga mikroba yang memiliki pH di atas bakteri asam laktat dan bersifat patogen akan tereleminasi. Dengan demikian, penambahan larutan garam untuk merangsang aktivitas dan pertumbuhan dapat membantu mengawetkan produk pangan yaitu produk mandai

Sumber: Hartiningtyas N. D., Agus, W., dan Siska, P. S. 2020. Konsentrasi Larutan Garam Pada Fermentasi Kulit Buah Cempedak (Artocarpus integer) Terhadap Sifat Fisik, Organoleptikdan Kadar Vitamin C Mandai. Jurnal Gizido. 12(2): 55-63.

Nama: Rossinta Ratna Komala Sudarman NIM : H0919089 1. Pengawetan secara mikrobiologis: Prinsipnya adalah mikroba dalam kondisi hidup langsung ditambahkan ke dalam bahan pangan dan mikroba tersebut harus tumbuh terlebih dahulu dalam bahan pangan. Dalam pertumbuhannya, mikroba melakukan metabolisme yang akan merubah karakteristik dari bahan dan menyebabkan bahan tersebut berubah menjadi produk fermentasi. Produk fermentasi ini akan menjadi lebih awet karena telah mengalami perubahan karakteristik. Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: Prinsipnya adalah mikroba yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa antimikroba ditumbuhkan dalam kondisi khusus terlebih dahulu, misalnya diinkubasi dalam suatu tempat. Setelah diinkubasi maka mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan metabolit berupa senyawa-senyawa antimikroba. Metabolit ini kemudian diekstrak dan ekstrak tersebut kemudian dipurifikasi (dimurnikan). Selanjutnya, ekstrak murni yang diperoleh dapat digunakan untuk ditambahkan pada proses pengawetan. Produk yang diawetkan dapat berupa produk fermentasi dan non fermentasi. Metode pengawetan ini tidak menggunakan mikroba dalam proses pengawetannya tetapi mikroba hanya digunakan dalam proses menghasilkan metabolit dan yang digunakan hanyalah metabolitnya saja dalam proses pengawetan. 2. Bahan baku: Kedelai hitam dan Beras Produk fermentasi: Miso Karakteristik bahan baku: Kedelai hitam mengandung protein 40,4 g/100 g, karbohidrat 35,4 g/100 g, polifenol 6,13 mg/g, flavonoid 2,19 mg/g, dan antosianin 0,65 mg/g (Fawwaz dkk., 2018). Beras putih memiliki karakteristik berwarna putih agak transparan dan umumnya mengandung 20% amilosa, protein 2,7 g/100 g dan karbohidrat 28 g/ 100 g. Karakteristik produk fermentasi (Miso): Kadar protein, gula reduksi, dan antosianin cenderung menurun seiring bertambahnya waktu fermentasi. Kadar N-amino dan total mikroba cenderung meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi. Tetapi peningkatan total mikroba tidak terjadi secara terus-menerus. Semakin lama fermentasi, peningkatan total mikroba yang terjadi tidak signifikan seperti pada awal fermentasi. Nilai pH cenderung stabil dan hanya mengalami sedikit perubahan seiring bertambahnya waktu fermentasi. Penurunan pH pada awal fermentasi karena adanya aktivitas kapang selama fermentasi dan adanya pertumbuhan mikroba Pediococcus halophilus (Bakteri Asam Laktat) yang berperan menghasilkan asam laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji yang akan menurunkan pH pada awal fermentasi moromi (Andarti dkk., 2018). Apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya: Umur simpan kedelai hitam yang disimpan dalam plastik kedap udara adalah berkisar antara 14 – 15 minggu, sedangkan beras putih dapat bertahan hingga 2 tahun dengan penyimpanan dalam suhu kamar. Pasta miso akan terjaga kualitasnya selama 1 – 1,5 tahun dalam kemasan yang belum dibuka. Umumnya miso dapat mempertahankan kualitas terbaik selama sekitar 3 – 9 bulan setelah kemasan dibuka. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kualitasnya akan menjadi buruk jika melebihi jangka waktu tersebut. Hal ini tergantung cara penyimpanannya. Namun, pada titik tertentu, mungkin memungkinkan adanya sedikit perbedaan dalam rasa terhadap pasta miso segar. Jika kualitas pasta cukup baik untuk digunakan maka miso dapat terus digunakan. Maka secara keseluruhan dapat disimpulkan miso mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya Mekanisme pengawetannya (Andarti dkk., 2018). a. Pembuatan Koji Tujuan dari pembuatan koji adalah memproduksi berbagai macam enzim oleh kapang. Sebanyak 50 gram beras dicuci dengan air mengalir. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan direndam dengan air selama 12-16 jam pada suhu kamar. Perendaman beras bertujuan untuk menurunkan pH sampai 4-5 sehingga kapang bisa tumbuh. Setelah direndam, beras ditiriskan dan dimasukkan kantong plastik tahan panas untuk disterilisasi selama 15 menit dengan suhu 121°C. Setelah disterilisasi, beras ditaruh di wadah dan didinginkan hingga suhu 37- 40°C. Beras steril dicampur dengan ragi tempe sebanyak 0,20% (b/b). Pencampuran dilakukan secara merata, kemudian beras dibungkus menggunakan handuk kering yang telah disterilkan sebelumnya. Fermentasi dilakukan pada suhu kamar selama 3 hari. b. Pembuatan Miso Kedelai hitam yang telah disortir dicuci menggunakan air, kemudian direndam semalaman. Setelah perendaman, kedelai hitam ditiriskan dan ditimbang menjadi 5 bagian masing-masing 100 gram. Kemudian kedelai hitam dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas untuk disterilisasi selama 15 menit. Setelah disterilisasi, kedelai hitam didinginkan pada suhu ruang hingga mencapai suhu ±35⁰C. Kedelai hitam yang sudah steril kemudian dicampur dengan koji dan garam 5% (b/b). Enzim yang dihasilkan kapang pada koji berperan dalam proses penguraian makromolekul bahan baku menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Pencampuran dilakukan secara merata, kemudian dimasukkan ke dalam toples kaca dan ditutup dengan kain. Proses fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 8 minggu. Asam laktat, asam asetat, dan asam organik lain yang dihasilkan dari proses fermentasi berfungsi sebagai antimikroba terhadap mikroba lain karena kemampuannya menurunkan pH dan menyebabkan instabilitas pada membran sel. Andarti, Ika Yuli dan Agustin Krisna Wardani. 2018. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Karakteristik Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Miso Kedelai Hitam (Glycine max (L)). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(1): 889 – 898.

Fawwaz, Muammar, Diana Syam Muliadi, A. Muflihunna. 2018. Kedelai Hitam (Glycine soja) Terhidrolisis sebagai Sumber Flavonoid Total. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 4(1): 194 – 198.

Nama : Rinda Novitasari NIM : H0919083 1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu : Pengawetan secara mikrobiologis pada prinsipnya merupakan proses pengawetan yang dilakukan dengan cara menambahkan mikroba hidup secara langsung ke bahan pangan. Mikroba yang ditambahkan kemudian akan tumbuh menghasilkan metabolit, sehingga dapat merubah karakteristik bahan dan dapat mengawetkan produk fermentasi. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah proses pengawetan yang tidak menggunakan mikroba dalam proses pengawetannya, tetapi mikroba hanya digunakan sebagai penghasil metabolit yang akan digunakan dalam proses pengawetan. Prinsip pengawetan kimiawi dilakukan dengan menggunakan mikroba yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa antimikroba yang harus diinkubasi terlebih dahulu. Pada proses inkubasi, mikroba akan melakukan metabolisme dan menghasilkan senyawa antimikroba. Metabolit yang dihasilkan kemudian dimurnikan untuk ditambahkan dalam produk untuk mengawetkan produk. 2. Produk fermentasi : Kefir Bahan baku : Susu kambing a. Perbandingan karakteristik produk dan bahan baku Karakteristik susu kambing : Susu kambing memiliki karakteristik warna lebih putih, globula lemak susunya relatif kecil sehingga lebih mudah dicerna, dan mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, vitamin A, E, dan B kompleks yang tinggi. Komposisi rata-rata susu kambing adalah air 87,0%, lemak 4,25%, laktosa 4,27%, protein 3,52%, abu 0,86% dan total bahan padat 13,0%. Susu kambing juga memiliki aroma prengus (goaty flavour) yang berasal dari asam lemak rantai pendek dan sedang seperti asam kaproat, asam kaprilat dan asam kaprat. Karakteristik kefir : Kefir merupakan minuman susu yang difermentasi dengan menggunakan biji kefir sebagai starter yang mengandung bakteri asam laktat dan khamir. Kefir mempunyai aroma alkohol mirip tape yang disebabkan oleh aktivitas khamir dalam biji kefir. Kefir memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yoghurt namun tekstur kefir lebih encer, gumpalan susunya lebih lembut dan memiliki aroma khas yeast (seperti tape). Tekstur agak kental yang dimiliki kefir terjadi karena kondisi asam sehingga membuat protein susu (kasein) menggumpal. b. Perbandingan umur simpan Kefir memiliki nilai lebih dibandingkan susu kambing segar, di antaranya memliki daya simpan yang lebih lama, peningkatan kandungan beberapa nutrisi seperti vitamin dan mineral, dan meningkatnya mutu sensori produk. c. Mekanisme pengawetan Proses pembuatan kefir menurut metode Ot’es dan Cagindi (2003) dengan modifikasi. Susu kambing segar dipasteurisasi pada suhu 70°C selama 15 detik dan diturunkan suhunya sampai pada suhu kamar (±27°C), kemudian diinokulasi dengan biji kefir sebanyak 5% dan diaduk hingga rata, setelah itu di tuangkan ke dalam wadah plastik (toples) yang steril dan diinkubasi pada suhu kamar (±27°C) sesuai perlakuan lama fermentasi yaitu selama 36 jam, sehingga susu mengental menjadi kefir. Kemudian kefir disaring untuk memisahkan biji kefir dari substrat kefir dan selanjutnya dilakukan pengujian. Sumber : Aristya, A. L., A. M. Legowo., dan A. N. Al-Baarri. 2013. Karakteristik Fisik, Kimia, dan Mikrobiologis Kefir Susu Kambing dengan Penambahan Jenis dan Konsentrasi Gula yang Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(3): 139-143. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPDG/article/view/1062 Kinteki, G. A., Heni, R., dan Antonius, H. 2019. Pengaruh Lama Fermentasi Kefir Susu Kambing Terhadap Mutu Hedonik, Total Bakteri Asam Laktat (BAL), Total Khamir, dan pH. Jurnal Teknologi Pangan. 3(1): 42-50.

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/tekpangan/article/viewFile/20685/21745

Nama: Diana Puspita Sari NIM: H0919036 1. Pengawetan secara mikrobiologi merupakan pengawetan yang dilakukan dengan menggunakan mikroba yang ditambahkan langsung ke dalam bahan pangan. Mikroba tersebut akan tumbuh dan menghasilkan metabolit yang akan merusak dinding sel mikroba pembusuk. Sedangkan pengawetan secara kimiawi dilakukan menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba dengan menginkubasi mikroba yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba kemudian diekstrak dan dimurnikan lalu ditambahkan kedalam bahan pangan. 2. Buah apel berbentuk bulat berwarna hijau hingga merah dengan daging yang berwarna putih. Buah apel memiliki rasa khasnya yang manis dan sedikit rasa asam, tekstur daging buahnya yang renyah dan berair. Sedangkan cuka apel berbentuk cair dengan warna cokelat keruh dan memiliki endapan dibawah botol yang disebut "mother" atau biang cuka. Serta memiliki aroma yang menyengat. Umur simpan buah apel segar adalah 1-3 bulan, sedangkan umur simpan cuka apel selama 24 bulan pada suhu ruang. Cuka apel merupakan salah satu produk pangan fermentasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet, hal ini dimungkinkan karena kandungan asam asetat yang bersifat sebagai anti mikroorganisme. Pada dasarnya cuka fermentasi berasal dari cairan fermentasi yang dihasilkan oleh aktifitas mikroorganisme pada jaringan-jaringan yang berkarbohidrat. Cuka buah dibuat melalui 2 tahapan fermentasi. Pertama fermentasi alkohol yaitu glukosa diubah menjadi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae secara anaerob. Kedua adalah fermentasi asam asetat oleh Acetobacter aceti yang mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat secara aerob, kedua fermentasi tersebut biasanya dilakukan secara terpisah.

Nurhayati, D., Andayani, N., & Saing, M. D. (2018). Optimalisasi Alat Fermentor pada Lama Fermentasi Cuka Apel. Prosiding Polije. 209-214

Nama: Kania Shofi Ardina NIM: H0919056 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan seacra kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: Pengawetan secara mikrobiologis merupakan proses pengawetan pangan yang dilakukan dengan cara menambahkan mikroorganisme ke dalam bahan pangan secara langsung dimana mikroba tersebut akan menghasilkan metabolit tertentu yang dapat membuat umur simpan produk akan lebih lama. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba merupakan proses pengawetan yang dilakukan tidak dengan memasukkan mikroba langsung ke dalam bahan pangan, melainkan dengan cara mengekstrak bahan untuk mendapatkan senyawa antimikrobanya kemudian diaplikasikan pada produk yang ingin diawetkan. 2. Produk Fermentasi: Keju Mozarella Bahan Baku: Susu Sapi a. Perbandingan karakteristik Keju mozzarella merupakan keju lunak yang proses pembuatannya tidak dimatangkan atau disebut juga keju segar sehingga keju mozzarella memiliki karakteristik yaitu elastis, berserabut, dan lunak. Sedangkan bahan baku yang digunakan yaitu susu sapi memiliki karakteristik berwarna putih bersih sedikit kekuningan, tidak tembus cahaya, dan mempunyai rasa sedikit manis atau gurih. b. Perbandingan umur simpan Keju Mozzarella memiliki umur simpan selama 6 bulan dalam penyimpanan pada suhu 4- 10ºC. Susu sapi segar dalam refrigerator memiliki umur simpan selama 7 hari, sedangkan susu pasteurisasi dapat bertahan 2 minggu dalam refrigerator. Oleh karena itu perlu adanya proses pengolahan menjadi produk tertentu agar daya simpan susu lebih tahan lama, salah satunya adalah keju. c. Mekanisme pengawetan Pembuatan keju Mozzarella dilakukan dengan menggunakan kultur starter bakteri asam laktat (BAL), salah satunya yaitu Lactobacillus bulgaricus yang berfungsi untuk mengasamkan susu dalam mempercepat kerja enzim renin dalam membentuk curd. Starter Lactobacillus bulgaricus akan menghasilkan asam laktat dari laktosa. Jenis bakteri ini berperan utama dalam mengubah laktosa (zat gula) pada susu menjadi asam laktat dimana proses ini dapat menurunkan pH keju sehingga tidak membusuk oleh bakteri pembusuk. Bakteri ini memulai fermentasi laktosa menjadi asam laktat dan menghilangkan oksigen. Protein susu akan terurai oleh aktivitas enzim proteolitik. pH akan turun, keasaman yang dihasilkan saat fermentasi laktosa menjadi asam laktat dapat mempercepat penggumpalan casein, serta mencegah timbulnya mikrorganisme yang tidak diinginkan. Sumber referensi:

Widarta, I Wayan Rai., Ni Wayan Wisaniyasa., dan Herni Prayekti. 2016. Pengaruh Penambahan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Keju Mozzarella. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO, 1(1): 37-45.

Nama : Karina Anastasya Putri NIM : H0919057 1. Pengawetan secara mikrobiologis adalah pengawetan dengan prinsip menambahkan mikroba langsung ke dalam bahan pangan. Mikroba yang ditambahkan masih dalam keadaan hidup akan beraktivitas dan menghasilkan metabolit-metabolit tertentu yang akan berperan dalam mengubah karakteristik maupun merusak mikroba lain sehingga dapat memperpanjang umur simpan makanan tersebut. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu menambahkan senyawa antimikroba atau metabolit yang didapatkan dari menumbuhkan mikroba pada media lain dan dengan perlakuan tertentu, dengan tujuan mendapatkan senyawa atau metabolit yang kemudian diambil dan ditambahkan dalam makanan sebagai pengawet.

2. Produk fermentasi : Tape ketan

Perbandingan karakteristik: Karakeristik beras ketan memiliki bentuk oval memanjang, keras, tidak memiliki rasa, dan warna lebih pekat atau keruh. Sedangkan tape ketan mengalami penurunan pH sehingga memiliki rasa yang lebih asam dan manis, granula pati yang mengembang dan pecah karna proses pemasakan akan membuat tape ketan mengembang dan bertekstur lunak, serta setelah pemasakan warna tape ketan agak memudar. Umur simpan: Umur simpan tape ketan pada suhu ruang mencapai 3 hari dan pada suhu rendah dengan penyimpanan yang baik dapat bertahan sampai 4 minggu. Sedangkan, ketan yang hanya dimasak sederhana seperti perebusan atau pengukusan pada suhu ruang hanya bertahan sekitar 1 hari. Mekanisme: Pembuatan tape ketan dimulai dengan pencucian ketan, dan dilanjutkan dengan perendaman ketan. Perendaman ketan dilakukan untuk membantu proses gelatinisasi. Setelah itu, ketan dikukus. Pengukusan ketan selain untuk mematangkan ketan juga berfungsi untuk membunuh mikroba pathogen dengan suhu tinggi. Ketan yang sudah matang kemudian diberi ragi yang akan berperan dalam fermentasi. Selama fermentasi, tape mengalami perubahan, perubahan biokimia akibat aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan tape adalah dari genus Aspergillus, Saccharomyces dan Acetobacter. Mikroba Aspergillus dalam pembuatan tape berfungsi untuk menghidrolisis pati pada bahan baku menjadi gula-gula sederhana, Saccharomyces berfungsi mengubah gula menjadi alkohol, sedangkan Acetobacter mengubah alkohol menjadi asam laktat. Tape ketan kemudian dikemas secara anaerob untuk mendukung fermentasi oleh mikroba amilolitik dan menjaga kesterilan. Kanino, D. 2019. PENGARUH KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TAPE KETAN (The Effect of Yeast Concentration on Making Tape Ketan). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokompleks, 64-74.

PENGARUH KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TAPE KETAN (The Effect of Yeast Concentration on Making Tape Ketan) | Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokompleks (unhas.ac.id)

Indah Ardityas Siwi H0919051 1. Pengawetan secara mikrobiologis merupakan proses pengawetan dengan menggunakan mikroba yang masih hidup. Mikroba tersebut akan tumbuh dan berkembang biak kemudian merusak mikroba yang menyebabkan kebusukan dalam pangan. Sedangkan, Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pengawetan dengan menggunakan ekstrak bakteri yang menghasilkan senyawa antimikroba yang kemudian diinkubasi dan dimurnikan lalu ditambahkan pada bahan pangan. 2. Susu merupakan cairan yang berasal dari ambing ternak perah sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kandungan alaminya tidak ditambah atau dikurangi sesuatupun dan belum mendapat perlakuan apapun, kecuali proses pendinginan. Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di seluruh dunia. Yoghurt mempunyai karakteristik bentuk yang mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa agak asam. Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu. Pembuatan yoghurt dengan menggunakan kombinasi dua jenis starter bakteri yaitu: Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophyllus. Bahan dasar susu sebelum diinokulasikan dengan starter harus dipanaskan selama 30 menit pada suhu 85°C, hal ini bertujuan untuk menghilangkan bakteri lain yang hidup dalam susu agar tidak mengganggu pertumbuhan bakteri asam laktat, selain itu juga menguapkan kadar air dalam susu agar lebih kental. Setelah dipasteurisasi, starter ditambahkan sebanyak 5% dari bahan dasar susu yang digunakan. Inkubasi atau fermentasi yoghurt pada suhu 37°C selama 15 jam dalam keadaan tertutup rapat, setelah 15 jam keluarkan dari ikubator dan simpan dalam lemari pendingin. Sebagai makanan bernilai nutrisi tinggi, susu merupakan medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini menyebabkan dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar. Susu segar mempunyai umur simpan 100 jam pada suhu 4oC, 89 jam pada 10oC, dan 35 jam pada 15oC. Sedangkan produk susu seperti yoghurt berumur simpan lebih panjang dari susu segar yang umur simpan normalnya kurang dari tiga minggu. Produk tersebut antara lain susu pasteurisasi dan krim, serta yoghurt. Batasan utama umur simpan produk segar ini ialah kerusakan yang disebabkan oleh bakteri, jamur, dan yeast yang tumbuh selama penyimpanan suhu refrigerasi, yaitu <8oC Sumber: Fatmawati, Umi, Faisal I. Prasetyo, dan Mega Supia TA. 2013. Karakteristik Yogurt Yang Terbuat Dari Berbagai Jenis Susu Dengan Penambahan Kultur Campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Bioedukasi, 6(2): 1-9

Hartayanie, Laksmi, dan Ita Sulistyawati. 2010. Sentuhan Teknologi Untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Susu Sapi. Renai: Kajian Politik Lokal dan Sosial Humaniora 10(1): 98-108

Nama : Nabilatus Sa'diyah NIM : H0919069

Kelas : B

1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba

  • Pengawetan secara mikrobiologi merupakan proses pengawetan pangan alami dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme, misalnya bakteri. Pada proses pengawetan secara mikrobiologi, mikroorganisme akan merombak senyawa kompleks dari substrat (bahan pangan) menjadi senyawa lebih sederhana dengan hasil akhir berupa metabolit yang memiliki efek penghambatan terhadap mikroorganisme patogen maupun pembusuk yang merusak produk pangan.
  • Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba merupakan pengawetan dengan menggunakan senyawa dari hasil metabolisme mikroba tanpa menggunakan mikroba secara langsung. Penggunaan bahan yang diekstrak dari mikroba sebagai pengawet diawali dengan menumbuhkan mikroba sehingga menghasilkan metabolit yang memiliki efek antibakteri. Senyawa metabolit dari mikroba tersebut kemudian diekstraksi dan dimurnikan sehingga dapat ditambahkan pada produk pangan untuk mengawetkan makanan.

2. Produk fermentasi yang dipilih : Bekasam

Bahan baku : Ikan Air Tawar

  • Perbandingan karakteristik bekasam dengan ikan air tawar
    • Bekasam merupakan produk olahan fermentasi dari ikan yang banyak dikenal di daerah Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Pembuatan bekasam melalui proses fermentasi spontan dengan bahan baku ikan air tawar, garam dan sumber karbohidrat seperti nasi. Bekasam memiliki karakteristik daging ikan seperti ikan segar dengan daging ikan yang semakin kenyal, memiliki cita rasa yang asam asin khas bekasam dengan aroma tertentu. Selain itu, bekasam juga banyak mengandung bakteri asam laktat dan lamanya proses fermentasi berkisar antara 4-10 hari.
    • Ikan air tawar merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein. Karakteristik dari ikan air tawar yaitu memiliki daging yang lebih lembek dengan kadar air yang lebih tinggi dan terkadang juga berbau lumpur (geosmin). Sebagai bahan pangan, ikan air tawar dapat berperan sebagai sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral.  

  • Perbandingan umur simpan produk dan bahan baku

Bekasam merupakan alternatif pengolahan ikan untuk memperpanjang umur simpan dan mengurangi penyia-nyiaan bahan pangan. Setelah proses fermentasi, bekasam akan mengeluarkan bau khas dan dapat bertahan selama 3-6 bulan. Sementara itu, ikan memiliki masa simpan yang relatif pendek yaitu 8 jam setelah pemanenan. Dengan demikian, bekasam sebagai produk fermentasi ikan memiliki umur simpan yang relatif lebih lama dibandingkan ikan sebagai bahan bakunya.

  • Mekanisme pengawetan bekasam

Mekanisme keawetan dari bekasam yaitu dengan adanya bakteri asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen dengan memproduksi beberapa metabolit seperti asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, dan bakteriosin. BAL berperan untuk memecah karbohidrat sehingga terjadi penurunan pH yang dapat menghambat bakteri pembusuk dan patogen. Kombinasi pH rendah dan asam organik adalah faktor utama pada pengawetan produk fermentasi ikan. Asam organik dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dengan menyebabkan gangguan pada permeabilitas membran luar bakteri. Asam terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion toksik yang mengganggu fungsi fisiologis dan mendestabilisasi protein sel. Efek antibakteri dari hidrogen peroksida (H2O2) adalah hasil dari oksidasi grup sulfohydril yang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim, dan peroksidase membran lipid meningkatkan permeabilitas membran. Bakteriosin merupakan antimikroba peptida yang disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil bakteriosin

Aliya, Himaa., Nisaul Maslakah, Tiwi Numrapi, Ajeng Puspa Buana, Yola Novita Hasri. 2015. Pemanfaatan Asam Laktat Hasil Fermentasi Limbah Kubis Sebagai Pengawet Anggur dan Stroberi. BIOEDUKASI, 9(1): 23-28.

Aulia, Hana., Bambang Sri Anggoro, Gres Maretta., dan Andri Jaya Kesuma. 2018. Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Kunyit (Curcuma longa L.) terhadap Mutu Bekasam Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). BIOSFER Jurnal Tedris Pendidikan Biologi. 9(1): 84-99.

Desniar., Iman Rusmana, Antonius Suwanto, dan Nisa Rachmania Mubarik. 2012. Senyawa Antimikroba yang Dihasilkan Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Bekasam. Jurnal Akuatika, 3(2): 135-145.

Hidayatulloh, Akhmad., Jajang Gumilar, dan Ellin Harlia, 2019. Potensi Senyawa Metabolit yang Dihasilkan Lactobacillus plantarum sebagai bahan Biopreservasi dan Antibakteri pada Bahan pangan Asal Hewan. JITP. 7(2).


Nama : Azizah Zahroh Ihsaniah NIM : H0919024 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba!  Pengawetan secara mikrobiologis dan pengawetan secara kimiawi merupakan pengawetan yang sama-sama menggunakan mikroba, perbedaanya terletak pada bagaimana perlakuan mikroba terhadap objek yang akan diawetkan. Pada pengawetan secara mikrobiologis, mikroba hidup dimasukkan langsung ke dalam makanan yang akan diawetkan, kemudian mikroba ditumbuhkan terlebih dahulu, baru kemudian mikroba akan melakukan aktivitas metabolisme dan menghasilkan metabolit. Metabolit yang dihasilkan merupakan penyebab perubahan karakteristik pada bahan makanan dan akan menjadi awet. Sementara pada pengawetan secara kimiawi menggunakan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh mikroba yang telah diinkubasi. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya!  Produk fermentasi : Yoghurt. Karakteristik produk : Karakteristik organoleptik pada produk yoghurt yaitu memiliki tekstur kental, warna putih kekuningan, putih cerah sampai putih pucat, rasa masam. Bahan baku : Susu sapi segar Karakteristik bahan baku : Karakteristik organoleptik dari bahan baku berupa susu sapi murni yaitu memiliki warna putih kekuningan, bau khas susu sapi, rasa sedikit manis dan sedikit asin serta kekentalan yang encer. Pada produk yoghurt yaitu susu yang difermentasi dengan menggunakan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai dapat memberikan umur simpan lebih lama. Pada susu sapi segar yang disimpan pada suhu dingin hanya bertahan selama 3 hari. Sementara pada yoghurt penyimpanan pada suhu dingin dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Hal tersebut dikarenakan di dalam yoghurt terdapat asam laktat yang mampu memberikan keawetan pada yoghurt sehingga asam laktat tersebut dapat dikatakan sebagai pengawet alami yoghurt. Mekanisme pengawetan yoghurt yaitu dengan proses fermentasi. Dimulai dengan melakukan pemanasan susu sapi segar pada waktu dan suhu tertentu, kemudian didinginkan dan dilakukan penambahan starter bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus). Kemudian dilakukan inkubasi selama beberapa jam pada suhu tertentu, jadilah yoghurt. Sumber : - Rohman, E., dan Maharani, S. 2020. PERANAN WARNA, VISKOSITAS, DAN SINERESIS TERHADAP PRODUK YOGHURT. EDUFORTECH, 5(2):1-11

- Hendarto, D. R., Handayani, A. P., Esterelita, E., & Handoko, Y. A. (2019). Mekanisme Biokimiawi dan Optimalisasi Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dalam Pengolahan Yoghurt yang Berkualitas. Jurnal Sains Dasar, 8(1), 13-19.

Nama : Fauza Dwi Saputri NIM : H0919045 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba - Pengawetan secara mikrobiologis merupakan pengawetan yang memanfaatkan mikroba hidup dimana mikroba tersebut tumbuh dan menghasilkan metabolit tertentu sehingga mengubah karakteristik bahan - Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pengawetan dengan bahan yang diekstrak dari mikroba, dimana mikroba tersebut diberi perlakuan inkubasi sehingga menghasilkan senyawa antimikroba 2. Produk fermentasi : keju -Keju merupakan produk fermentasi dari susu. Karakteristik keju ialah memiliki tekstur keras dan kenyal serta rasa yang hambar. Keju memiliki kandungan lemak 24,5%. Sdengankan susu memiliki karakteristik berwarna putih kekuningan, memiliki rasa yang gurih, dan beraroma susu, kadar lemak pada susu yaitu 3,8%. -Umur simpan keju lebih lama dibandingkan dengan umur simpan susu. umur simpan pada keju beragam, seperti pada keju lunak memiliki umur simpan 2-8 minggu,keju keras memiliki umur simpan 3-6 bulan, serta keju olahan memiliki umur simpan 9-12 bulan. Sedangkan umur simpan pada susu ialah 35—100 jam. - Mekanisme pengawetan : mekanisme pengawetan pada keju yaitu melalui proses fermentasi dimana bahan baku susu skim dipasteurisasi pada suhu 70°C selama 10 menit. Susu hasil pasterisasi diinokulasi dengan 10% bakteri starter (Streptococus thermophlillus dan Lactobacillus lactis dalam medium MRSA) dalam inkubator dengan pada suhu 30° Sumber :

Supriyanti, F.M.T., Herwiandani D.P., dan Kusrijadi, A. 2015. Mikroenkapsulat Minyak Belut (Monopterus Albus) Beromega-3 Sebagai Fortifikan Keju Cottage. Chimica et Natura Acta. Vol.3 (2):70-75

Nama: Nadiya Fistianati Aunillah NIM: H0919072 1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba

Secara prinsipnya, pengawetan dengan mikrobiologis adalah dengan menggunakan mikroorganisme yang masih hidup dan ditumbuhkan pada bahan pangan yang akan diawetkan kemudian akan menghasilkan metabolit yang akan mengawetkan bahan pangan tersebut. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah dengan menggunakan mikroorganisme yang diinkubasi dalam kondisi khusu sehingga dapat menghasilkan senyawa antimikroba dari aktivitas metabolisme. Senyawa antimikroba tersebut kemudian akan diekstraksi dan dimurnikan untuk digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan.

2. Produk fermentasi: Cuka apel Buah apel merupakan salah satu jenis buah yang mudah mengalami kerusakan, sehingga banyak dikembangkan pengolahan buah apel menjadi berbagai macam produk, salah satunya adalah cuka apel. Cuka apel merupakan produk fermentasi berupa larutan asam asetat dalam air yang mengandung cita rasa, zat warna, dan substansi yang terekstrak, asam buah, ester-ester, garam-garam organik dari buah. Proses pembuatan cuka apel pertama adalah dengan menghancurkan buah apel, kemudian disaring lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit. Kemudian tahap selanjutnya adalah dengan menambahkan Saccharomyces cerevisiae dan dibiarkan selama 20 jam untuk menghasilkan alkohol. Kemudian akan ditambahkan bakteri acetobacter aceti lalu dibiarkan selama 36 jam. Bakteri acetobacter aceti tersebut akan menghasilkan asam asetat. Pembentukan asam asetat Proses pengawetan pada cuka apel pertama adalah tahap pembuatan cuka apel selama 7 hari dengan menggunakan bakteri acetobacter aceti kemudian disimpan selama 2 bulan dengan pengemasan botol gelap. Sumber: Nurhayati, Dian., Nanik Andayani., Muhammad Djabir Saing. 2020. Teknik Penyimpanan Produk Cuka Buah Apel Rhome Beauty Untuk Memperpanjang Umur Simpan. Seminar Nasional Hasil Pengabdian Masyarakat.

https://proceedings.polije.ac.id/index.php/ppm/article/view/77/pdf

1. Perbedaan pengawetan mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pada pengawetan mikrobiologis, bahan sengaja ditambahkan mikroba yang nantinya akan tumbuh dan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan mikroba yang dapat menyebabkan kebusukan pada bahan makanan, dengan cara menghasilkan metabolit antara lain seperti alkohol, dan karbon dioksida yang nantinya akan menghambat pertumbuhan mikroba bahkan membunuh sel tersebut. Pada pengawetan kimiawi, mikroba hanya berperan untuk menghasilkan bahan yang nantinya akan digunakan dalam proses pengawetan tersebut. Proses ini dilakukan dengan menginkubasi mikroba dengan kondisi khusus yang memungkinkan mikroba tersebut untuk menghasilkan beberapa metabolit anti-mikroba antara lain bakteriosin dan diasetil yang nantinya akan diekstrak dan dilakukan purifikasi sehingga dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan. 2. Pilih 1 produk fermentasi, dan bandungkan karakter produk tersebut dan bahan bakunya. serta jelaskan apakah produk tersebut mempunyai umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakunya serta disertai dengan mekanisme pengawetannya. Salah satu contoh produk fermentasi yang mempunyai umur simpan yang lebih lama dari produk aslinya adalah tape ketan. Pada proses pembuatan tape ketan dilakukan fermentasi menggunakan mikroba Saccharomyces, Acetobacter dan Aspergillus, dimana setiap mikroba memiliki perannya masing-masing. Aspergillus berperan menghidrolisis pati menjadi gula sederhana. Saccharomyces berperan untuk mengubah gula menjadi alkohol, dan Acetobacter berperan untuk mengubah alkohol menjadi asam laktat. Metabolit yang diperoleh pada saat pemrosesan tape ketan adalah dengan menghasilkan alkohol yang nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba yang mampu merusak bahan makanan.

Kanino, D. (2019). PENGARUH KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TAPE KETAN (The Effect of Yeast Concentration on Making Tape Ketan). Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Agrokompleks. 2(1): 64-74

1. Pengawetan mikrobiologis adalah pengawetan dengan menambahkan mikroba dalam kondisi hidup lalu mikroba tersebut tumbuh sehingga bisa merusak membran sitoplasma sel dan menghasilkan metabolit yang nantinya dapat mengubah karakteristik bahan sehingga produk menjadi lebih tahan lama. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pengawetan dengan menambahakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Mikrobia tersebut akan menghasilkan senyawa antibakteria yang nantinya digunakan untuk mengawetkan produk. 2. Produk Fermentasi : Yogurt

Yogurt memiliki karakteristik rasa (flavour) khas, tekstur semi padat dan halus, rasa asam yang segar, yoghurt yang baik memiliki nilai pH berkisar antara 3,8 - 4,4. Bahan baku pembuatan yogurt itu sendiri yaitu susu. Karakteristik susu memiliki rasa sedikit asin atau creamy , tekstur yang dimiliki susu murni seharusnya tidak menggumpal walaupun sedikit kental, berwarna putih, roma creamy yang khas. Umur simpan yogurt dan susu memiliki kisaran waktu yang relatif sama. Yoghurt yang sudah dibuka kemasannya hanya bisa disimpan hingga lima sampai tujuh hari. Simpan yoghurt di dalam freezer untuk memperpanjang masa simpannya hingga dua minggu. Sedangkan susu, jenis susu apa pun bisa tahan 5-7 hari dalam kulkas apabila cara menyimpannya tepat. Membiarkan susu di luar lemari es selama dua jam dapat membuatnya mulai membusuk.

1. Pengawetan secara mikrobiologis melibatkan mikroba yang ada di dalam bahan pangan dimana mikroba tersebut akan menghasilkan metabolit yang akan mengubah karakteristik bahan pangan dan menghambat pertumbuhan bakteri perusak makanan. Metabolit yang bisa dihasilkan seperti CO2, alcohol, dan lain-lain. Sedangkan pada pengawetan secaara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Mikroba tersebut diinkubasi dan menghasilkan senyawa antimikroba dimana senyawa tersebut akan merusak bagian dari patogen seperti dinding sel dann enzim. 2. Produk fermentasi : Yoghurt - Karakteristik produk Yoghurt merupakan produk hasil fermetnasi susu yang dibuat dari berbagai kultur bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Peranan bakteri asam laktak (BAL) pada proses pembentukan yoghurt adalah memanfaatkan gula yang terdapat dalam susu (laktosa) untuk dipecah menjadi asam laktat sehingga yoghurt yang dihasilkan memiliki rasa asam. - Umur simpan Umur simpan yoghurt cenderung lebih lama daripada umur simpan susu. Namun, hal itu tergantung terhadap suhu penyimpanan. Yoghurt akan bertahan hingga 23 hari jika disimpan pada suhu 23°C sedangkan pada suhu penyimpanan 40°C yoghurt akan bertahan selama 5 hari. Pada suhu ruang, yoghurt akan memiliki umur simpan yang lebih lama daripada yoghurt yang disimpan pada suhu kulkas. Sedangkan susu, akan bertahan hingag 5-7 hari. - Mekanisme pengawetan Proses fermentasi pada yoghurt terjadi pada waktu inkubasi. Proses inubasi dapat dilakukan pada suhu 30°C selama kurang lebih 24 jam. Pada permulaan inkubasi, Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi. Pertumbuhan cepat S.thermophilus menyebabkan akumulasi sejumlah asam laktat, asetaldehid. Ketika pH yoghurt turun dibawah 5,5 maka pertumbuhan cepat dari S.thermophilus ditahan dan L.bulgaricus mulai tumbuh. Mekanisme pengawetan yoghurt dilakukan pada suhu kulkas dimana pada suhu tersebut BAL tidak bekerja. Pada proses pengawetannya, kultur yang digunakan harus dalam keadaan aktif sehingga fase lag dalam proses fermentasi berlangsung seminimal mungkin dan kemampuan menghasilkan produknya tetap stabil. Pembekuan kultur starter yang baik dilakukan pada akhir fase log atau awal fase stasioner. Sumber : Ihsan dkk. 2017. Penentuan Umur Simpan Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Tepung Gembolo Modifikasi Fisik. Edufortech. Vol 2(1) : 1-6.

Puspitarini dan Susilowati. 2020. Aktivitas Antioksidan, Kadar Protein, dan Gula Reduksi Yoghurt Susu Kambung dengan Penambahan Sari Apel Manalagi (Malus sylvestris). Jurnal Peternakan Indonesia. Vol 22(2) : 236-241.

1. Pengawetan mikrobiologi merupakan salah satu teknik bio-preservasi dimana potensi antimikroba alami dan metabolit dari organisme yang ditambahkan secara langsung dalam bahan pangan dieksploitasi/dimanfaatkan untuk tujuan pengawetan produk pangan. Dalam pengawetan pangan, teknik ini mengandalkan kualitas sistem antimikroba biologis seperti bakteriosin, bakteriofag atau enzim berkode bakteriofag. Contoh sederhana pengawetan secara mikrobiologi yaitu adalah proses fermentasi. Sedangkan pengawetan kimia menggunakan bahan yang di ekstrak dari mikroba merupakan teknik pengawetan dimana sumber senyawa kimia yang digunakan untuk mengawetkan bahan pangan berasal dari mikroba. Mikroba penghasil senyawa kimia akan diinkubasi terlebih dahulu untuk didapatkan metobolitnya (CO2, Diasetil (2,3-butanedione), etc) kemudian dipurifikasi untuk selanjutnya diimplementasikan kedalam bahan pangan yang akan diawetkan menggunakan senyawa metabolit tersebut. contoh dari teknik pengawetan ini yaitu adalah senyawa kimia Diasetil (2,3-Butanedione) sebagai hasil samping aktivitas metabolisme BAL yang memiliki Aktivitas antibakteri terhadap Listeria, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia, dan Aeromonas. 2. Produk Fermentasi susu: Kefir Karakteristik bahan baku (susu): Susu merupakan salah satu bahan pangan dengan komponen zat gizi yang cukup lengkap. Zat gizi yang terkandung di dalam susu meliputi Karbohidrat (laktosa), protein, lemak, vitamin, dan mineral. Karakteristik susu sendiri yaitu peka terhadap perubahan fisik maupun mikrobiologis, sehinga rentan terjadi kerusakan yang akan mengakibatkan daya simpan susu menjadi rendah. Karakteristik produk (kefir): kefir merupakan produk fermentasi susu segar (kambing, sapi, atau kerbau) dengan bantuan kefir grain yang akan bersimbiosis dengan yeast dan BAL membentuk aringan padat yang memiliki rasa asam beralkohol. Kadar asam laktat kefir berkisar 0,8-1,1%, alkohol 0,5-2,5%, sedikit gas karbon dioksida, kelompok vitamin B serta diasetil dan asetaldehid. Komposisi dan kadar nutrisi kefir adalah air 89,5%, lemak 1,5%, protein 3,5%, abu 0,6%, laktosa 4,5% dengan nilai pH 4,6. Produk fermentasi susu yaitu kefir memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakunya yaitu susu. Hal ini disebabkan karena metabolit yang dihasilkan kefir grain bersama yeast dan BAL. Metobolit tersebut mampu memproduksi asam-asam organik dan menciptakan penghalang selektif terhadap nonasidofil. Selain itu, kandungan lemak yang rendah akan menyebabkan rendahnya aktivitas enzim lipase dalam mendegradasi lemak, dimana degradasi lemak oleh enzim lipase akan melepaskan asam lemak bebas yang menyebabkan ketengikan. Selanjutnya, mekanisme pengawetan produk kefir yaitu sampel susu dipasteurisasi pada suhu 85 °C selama 15 menit dan kemudian didinginkan hingga suhu fermentasi (25 °C). Susu yang dilarutkan diinokulasi dengan butiran Kefir alami (2%) dan diinkubasi pada suhu 25 ° C selama 20 jam. Butir Kefir dipisahkan dengan penyaringan, dan fermentasinya digunakan sebagai kultur starter alami untuk produksi kefir. Sampel susu diinokulasi dengan kultur starter alami dan diinkubasi pada suhu 25 °C selama kurang lebih 20 jam sampai nilai pH 4,6 tercapai. Sumber: 1. Singh, V. P. (2018). Recent approaches in food bio-preservation-a review. Open veterinary journal, 8(1), 104-111. 2. Satir, G., & Guzel-Seydim, Z. B. (2016). How kefir fermentation can affect product composition?. Small Ruminant Research, 134, 1-7. 3. Rohmah, F., & Estiasih, T. (2019). Perubahan Karakteristik Kefir Selama Penyimpanan: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 6(3), 30-36.

4. Safitri, M. F., & Swarastuti, A. (2013). Kualitas kefir berdasarkan konsentrasi kefir grain. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(2), 87-92.

Nama : Filia Ariska Meylana NIM : H0919046 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! Pengawetan secara mikrobiologis dengan menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pengawetan dimana metabolit tertentu dihasilkan oleh mikroba yang telah tumbuh. Metabolit yang dihasilkan tersebut kemudian digunakan untuk merusak sel mikrobia pembusuk dan mengubah karakteristik bahan pangan. Aplikasi pengawetan secara biologis dapat dilihat di proses peragian atau fermentasi. Sementara itu, perbedaan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pengawetan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa antimikroba dari hasil metabolisme, dimana antimikroba tidak digunakan secara langsung. Pertama, mikroba ditumbuhkan, dimurnikan dan diekstak setelah itu senyawa antimikrobia barulah ditambahkan pada bahan pangan. 2. Produk fermentasi (bandingkan karakteristik produk dan bahan baku, umur simpannya apakah lebih lama dibandingkan bahan baku, mekanisme pengawetan produk) Produk Fermentasi : Nata de Coco a. Perbandingan karakteristik bahan baku dan produk - Bahan Baku = Bahan baku yang sudah umum digunakan sebagai media untuk membuat nata adalah air kelapa. Karakteristik air kelapa muda yaitu mengandung gula natrium 42 mg/100g , kalium 290 mg/100 g, kalsium 44 mg/100 g, magnesium 10 mg/100 g, besi 106 mg/ 100 g, dan tembaga 26 mg/ 100 g. Selain glukosa dan elektrolit, air kelapa muda juga mengandung vitamin dan protein yang sangat diperlukan oleh tubuh. Dalam air kelapa terkandungan air sebanyak 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27%, dan kadar abu 1,06%. Dengan adanya berbagai kandungan nutrisi tersebut maka air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba Acetobacter xylinum. Air kelapa digunakan sebagai substrat bagi Acetobacter xylinum untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam air kelapa dan membentuk nata. - Produk = Produk Ferementasi nata de coco mempunyai karakteristik per 100 gram nata mengandung 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kal kalori, 20 gram lemak, 12 mg Kalsium, 2 mg Fosfor dan 0,5 mg Ferrum (besi). Sedangkan kandungan gizi 100 gram nata de coco yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67,7% air, 12 mg Kalsium, 0,2% lemak, 2 mg Fosfor (jumlah yang sama untuk vitamin B1 dan Protein), 5 mg zat besi dan 0,01 ng (mikrogram) Riboflavin. b. Perbandingan Umur Simpan - Bahan Baku = Air kelapa yang berasal dari buah kelapa muda hanya bertahan selama 2 sampai 3 hari penyimpanan saja. - Produk = Umur simpan produk nata de coco bebas ZA dan bahan pengawet dalam kemasan yaitu pada suhu ruang 28 °C selama 7 hari, 9 hari pada suhu 25 °C, 23 hari pada suhu 15 °C, dan 2 bulan pada suhu 5 °C c. Mekanisme Pengawetan Produk Mekanisme pengawetan produk pangan dengan jalan fermentasi menjadi produk nata de coco, melewati proses sebagai berikut, melakukan fermentasi air kelapa dengan menyetrikan substrat air kelapa dengan menggunakan outoclave atau dengan cara dididihkan selama 15 menit. Substrtat didinginkan hingga suhu 40o C berikut;. Substrat dimasukkan pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar,dengan kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kainbersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15 hari nata dapat dipanen.

Sumber : Sihmawati, Rini Rahayu, Devy Oktoviani, Wardah. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De Coco Dengan Penambahan Sari Buah Mangga. Jurnal Teknik Industri HEURISTIC, 11(2): 63-74.

Nama : Nabilatuzzahro Nurunaja NIM : H0919070 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! Pengawetan secara mikrobiologi adalah pengawetan yang dilakukan dengan menambahkan mikroba hidup ke dalam bahan pangan. Mikroba tersebut kemudain akan menghasilkan metabolit seperti asam organic,karbondioksida, asam asetat dll. Dengan adanya metabolit ini akan menghasilkan efek antimikroba dan menyebabkan perubahan karakteristik bahan pangan menjadi lebih awet. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba menggunakan ekstrak mikroba yang telah ditumbuhkan terlebih dahulu. Mikroba akan diinkubasi sehingga menghasilkan senyawa antimikrob. Senyawa antimikroba tersebut akan diekstrak, kemudian dimurnikan dan selanjutnya ekstral senyawa antimikroba tersebut dapat digunakan dalam pengawetan pangan. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! Produk fermentasi : Tauco Karakteristik bahan baku : Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan yang berbentuk bulat lonjong dan berwarna kuning emas. Biji kedelai berkeping dua dan umumnya berbentuk bulat lonjong, tetapi ada kultivar yang mempunyai biji bulat agak pipih atau bundar, besar biji tergantung dari kultivar. Biji kedelai mempunyai nilai gizi yang baik karena kedelai kaya akan sumber protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Rata-rata kandungan protein dari kedelai adalah 35%, dan lemak 18-20%. Karakteristik produk : Tauco adalah produk berbentuk pasta yang berwarna kekuning–kuningan dan mempunyai rasa yang agak asin dan khas. Tauco digunakan sebagai penyedap masakan alami karena bau dan rasanya yang khas. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungan nutrient seperti protein sebesar 12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat sebesar 10,7%, serat sebesar 3,8%, kalsium sebesar 1,22 mg, xat besi sebesar 5,1 mg dan seng sebesar 3,12 mg. Umur simpan : Tauco memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan baku kedelai. Tauco dapat disimpan lama karena mengandung kadar garam yang tinggi. Tauco sebaiknya dimasukkan dalam wadah kedap udara dan disimpan dalam lemari pendingin Mekanisme Pada prinsipnya proses pembuatan tauco melalui dua tahapan fermentasi yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam. Kacang kedelai mula-mula dibersihkan dari kotoran dan benda asing lainnya, lalu dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan perendaman kedelai selama 1x24 jam, setelah itu dilakukan pengupasan kulit. Kedelai kemudian direbus. Setelah direbus, ditiriskan dan didinginkan, kedelai dicampur dengan ragi, kemudian ditebarkan di atas tampah dan ditutup. Kondisi seperti ini memungkinkan substrat ditumbuhi dan difermentasi oleh kapang secara spontan, karena kapang (sporanya) sudah terdapat pada permukaan tampah dan lingkungan sekitarnya. Pada umumnya fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari. Hasil fermentasi kapang dijemur dan gumpalan biji kedelai yang terbentuk dihancurkan, dan kemudian direndam dalam larutan garam natrium klorida. Tingginya kandungan protein yang terdapat dalam tauco disebabkan oleh kapang R. Oligosporus yang menghasilkan enzim-enzim protease dalam jumlah yang banyak. Penambahan garam dalam fermentasi bertujuan untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Karbohidrat dalam kedelai dipecah menjadi dekstrin, maltosa dan glukosa yang dapat dipergunakan sebagai media pertumbuhan khamir dan bakteri pada fermentasi dalam larutan garam. Selama proses ini, terjadi kenaikan jumlah asam-asam organik seperti asam laktat, asetat, suksinat dan fosfat. Tauco mempunyai rasa dan aroma yang ditimbulkan oleh senyawa glutamat. Murata, K., Ikehata, H dan Miyamoto, T. 1967. Studies on The Vutritionalvalue of Tempeh .Journal of Food Science.32: 5. Sarofa, U. 1987. Perubahan Kimia Selama Fermentasi Garam pada Pembuatan Tauco Secara Tradisional. Institut Pertanian Bogor : Fateta. Rosida, Dedin F., Sudaryati HP, dan Nur Apriliyanti.F. 2014. Karakteristik Fisiko Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Tauco Lamtoro Gung (Leucaena Leucocephala) Angkak. Jurnal Rekapangan. 8 (2) : 156-164.

Djayasupena, Sadiah, Giana Suci Korinna, Saadah Diana Rachman dan Uji Pratomo. 2014. Potensi Tauco Sebagai Pangan Fungsional. Chimica et Natura ActaI. 2 (2) : 137-141.

Nama : Arini Kusumawardhani NIM : H0919019 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu : mikroba dalam kondisi hidup ditambahkan dalam bahan dan melakukan pertumbuhan sehingga terjadi proses fermentasi. Proses fermentasi yang mempunyai efek pengawetan atau penghambatan terhadap mikroba lain terutama mikrobia pembusuk sehingga mempunyai umpur simpan lebih lama dari bahan bakunya. Metabolit yang dihasilkan mikroba dapat berupa asam organik, karbon dioksida, alkohol, bakteriosin, hidrogen peroksida, asetaldehid, dan sebagainya dapat menghambat mikroba. Selain itu, adanya starter pada bahan dapat menyebabkan kompetisi nutrisi dengan mikroba kontaminan atau mikroba secara alami di bahan dan berkaitan dengan pembentukan metabolit shingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba kontaminan. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu mikroba yang ditambahkan dalam pangan diberikan perlakuan khusus misalnya dengan inkubasi sehingga mikroba melakukan metabolisme yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik, diasetil, bakteriosin, dan sebagainya. Kemudian senyawa tersebut harus melalui proses permurnian atau purifikasi terlebih dahulu kemudian bisa digunakan pada pengawetan bahan pangan. 2. Terasi merupakan produk awetan ikan-ikan kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan, dan penjemuran. Karakteristik udang rebon merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak (highly perishable) apabila tidak ditangani dengan baik. Karakteristik terasi udang rebon mempunyai umur simpan yang relatif pendek dikarenakan kadar air yang masih tinggi sehingga sering tumbuh jamur selama proses penyimpanan. Tetapi memiliki umur simpan yang lebih baik daripada udang rebon tanpa penanganan. Apabila terasi dikemas dengan kemasan alumunium foil dapat menghambat kerusakan terasi karena tidak tekontaminasi langsung dengan lingkungan, apabila terasi disimpan pada suhu 40oC, terasi mempunyai umur simpan selama 1 tahun 6 bulan 28 hari. Mekanisme pengawetan terasi : Bakteri asam laktat yang ditambahkan sebagai starter pada terasi dapat memperpanjang umur simpan, karena terdapat kompetisi nutrisi dan BAL memproduksi beberapa metabolit misalnya asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin. Bakteriosin memiliki efek bakterisida terhadap mikroorganisme lain yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen. Bakteriosin dari BAL yang diisolasi dari terasi dapat menghambat ketiga jenis bakteri patogen dan pembusuk yaitu Eschericia coli (gram negative), Vibrio parahaemiliticus, dan Staphylococcus aureus (gram positif dan bakteri anaerobik). Bakteriosin pada terasi mempunyai diameter zona hambat terhadap bakteri E.coli sebesar 2,544 mm. Hal ini disebabkan rebon tambak mengkonsumsi pakan probiotik, sehingga kandungan rebon tambak memiliki nutrisi baik yang dibutuhkan oleh pertumbuhan BAL pada proses fermentasi. Hal ini mendukung tumbuhnya isolat BAL yang menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat bakteri E.coli. Bakteriosin dapat menghambat pertumbuhan Eschericia coli karena kemampuan melisiskan sel dari bakteri patogen. Selain itu, bakteriosin pada terasi dapat menghambat Vibrio parahaemolitycus karena bakteriosin mampu melubangi membran sitoplasma yang dapat menyebabkan kebocoran. Kebocoran ini berdampak pada penurunan gradient pH seluler dan pelepasan melekul intraseluler maupun masuknya substansi ekstraseluler (lingkungan). Efeknya menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan menghasilkan proses kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin. Bakteriosin juga dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus dimana bakteriosin akan menempel pada reseptor membran sitoplasma yang berakibat fungsi membran sitoplasma rusak sehingga menyebabkan terjadinya pengeluaran material intraseluler, sel mengalami lisis dan akhirnya bakteri mati. Sumber : Romadhon, Laras R., dan Apri Dwi Anggo. 2018. Aktivitas Antibakteri Dari Beberapa Tingkatan Mutu Terasi Udang Rebon. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(1): 68-76.

Cahyo, M., Sri Hastuti., dan iffan Maflahah. 2016. Penentuan Umur Simpan Terasi Instan Dalam Kemasan. Agrointek, 1091): 55-61.

Nama : Rinjani Nur Fitriyani NIM : H0919084 Kelas : TPP – A 1. Pengawetan secara mikrobiologis adalah proses pengawetan dimana mikroba akan ditambahkan ke dalam produk untuk mengalami aktivitasnya dalam mendukung proses pengawetan. Pada pengawetan ini digunakan mikroba dalam kondisi hidup lalu ditambahkan ke dalam bahan dengan tujuan untuk merusak komponen sel sehingga, karakteristik bahan juga ikut berubah. Pengawetan secara kimiawi adalah proses pengawetan dimana mikroba akan beraktivitas untuk menghasilkan senyawa antimikroba. Pada pengawetan secara kimiawi menggunakan mikroba yang diperoleh dari ekstraksi yang semula mengalami inkubasi lalu menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa tersebut akan dimurnikan dan digunakan dalam proses pengawetan. 2. Yoghurt merupakan produk yang diperoleh dari koagulasi susu dari proses fermentasi bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus). Karakteristik dari yoghurt adalah memiliki bau yang khas, rasa yang asam, dan kental sedangkan karakteristik dari susu sapi sebagai bahan bakunya adalah memilki rasa sedikit manis atau gurih dengan warna yang putih kekuningan. Yoghurt selama penyimpanan dan distribusi yogurt, dapat memenuhi syarat SNI sampai 13 hari penyimpanan dengan ALT log 9,5148 cfu/ ml dan total asam laktat 1,97% sedangkan jika untuk susu sapi segar hanya 3 hari. Mekanisme pengawetan yoghurt ini adalah selama penyimpanan kandungan oksigen di dalam produk meningkat. Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophiles merupakan bakteri mikroaerofilik, dimana dapat hidup dengan adanya oksigen namun tidak dengan jumlah yang banyak. Oksigen yang berlebih akan diubah menjadi hidrogen peroksida dengan reaksi oksidasi-reduksi oleh enzim piridin nukleotida oksidase, piruvat oksidase dan α-glycerophosphate oksidase. Hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus bulgaricus akan bersifat antagonis bagi organisme lain dalam yogurt. Hidrogen peroksida ditransfer ke dalam sel probiotik merangsang terjadinya reaksi oksidatif yang mengakibatkan akumulasi hidrogen peroksida sebagai metabolit beracun. BAL dalam yogurt tidak memiliki enzim katalase untuk mereduksi hidrogen peroksida sehingga merugikan kelangsungan hidup probiotik. Referensi : Oktavia, Hana Meliana., Netty Kusumawati, dan Indah Kuswardani. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan Selama Distribusi dan Pemasaran Terhadap Viabilitas Bakteri Asam Laktat dan Tingkat Keasaman Pada Yoghurt Murbei Hitam (Morus nigra L.). Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 14 (1): 22 – 30.

https://media.neliti.com/media/publications/232328-pengaruh-lama-penyimpanan-selama-distrib-77c613a3.pdf

Nama : Diinah Salwa Kamiilah NIM : H0919037 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi dengan bahan hasil ekstrak mikroba terdapat pada bahan yang digunakan dalam proses pengawetan. Pengawetan secara mikrobiologis menggunakan mikroorganisme langsung dan/atau produk metabolismenya untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan keamanan pangan. Bakteri, ragi, atau bakteriofag dapat menghilangkan pertumbuhan mikrobiota pembusuk yang tidak diinginkan serta menonaktifkan atau menekan bakteri patogen bawaan makanan, mis. Salmonella, Listeria, Campylobacter, E. coli, Staphylococcus dll. Sementara, pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan hasil ekstrak mikroba adalah pengawetan yang melibatkan hasil ekstraksi dari mikrobia yang dapat menghasilkan senyawa antimikrobia. Senyawa antimikrobia tersebut yang dapat berfungsi sebagai pengawet produk. 2. Bahan baku pembuatan kimchi adalah berbagai jenis sayuran, seperti kubis, lobak, sawi putih,d ll. Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak dan cepat layu atau busuk sehingga diperlukan proses pengolahan untuk memperpanjang umur simpannya. Kimchi adalah sejenis asinan sayuran hasil fermentasi dengan bumbu pedas. Sayuran yang di rendam atau digarami selama beberapa jam kemudian dicuci dan diberi bumbu yang terbuat dari campuran udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe, dan cabe merah bubuk. Penambahan garam berfungsi sebagai penghambat selektif untuk mikrobia kontaminan khususnya mikrobia patogen. Karena hasil fermentasi, kimchi memiliki rasa masam seperti acar. Selain memiliki cita rasa yang khas, kimchi juga dipercaya dapat memberi manfaat bagi kesehatan tubuh manusia karena mengandung kadar serat makanan yang tinggi dan memiliki kadar kalori yang rendah. Pada bahan-bahan fermentasi Kimchi terdapat nutrisi yang diperlukan BAL untuk berkembang biak. BAL pada fermentasi Kimchi akan menghasilkan asam laktat yang dapat mengawetkan atau memiliki daya antibakteri. Hasil dari beberapa penelitian ditemukan adanya genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcusdan Weissella dalam fermentasi Kimchi. Oleh karena itu, kimchi memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakunya.Sumber : 

Azka, Ahmad Baiquni F., Muhammad Thariq Santriadi, dan Muhammad Nur Kholis. 2018. PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK KIMCHI. Agroindustrial Technology Journal 02(01): 91-97.


Yolanda, Benedicta dan Vincentia Irene Meitiniarti. 2017. Isolasi Bakteri Asam Laktat dari Kimchidan Kemampuannya Menghasilkan Senyawa Anti Bakteri. SCRIPTA BIOLOGICA, 4(3): 165–169.


Nama : Mikael Figo Bara Erlangga NIM : H0919065 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pengawetan secara alami dengan cara menambahkan mikrobia alami secara langsung kedalam bahan pangan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen dalam makanan. Pendekatan biologis ini berusaha untuk meminimalkan penambahan bahan kimia tambahan pada makanan, seperti nitrit, natrium klorida, dan asam organik. Sebagian besar penelitian tentang biopreservasi atau pengawetan secara mikrobiologis berfokus pada aktivitas antagonis bakteri asam laktat terhadap pembusukan dan bakteri pathogen (Yost, 2014). Sementara pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba tidak melibatkan mikroba secara langsung. Komponen yang ditambahkan ke dalam bahan pangan adalah senyawa antimikrobia yang dimurnikan dan berasal dari hasil mikrobia. Sumber: Yost, C. K. 2014. Biopreservation. Encyclopedia of Meat Sciences, 76–82. Volume 1 2. Produk Fermentasi : Teh Kombucha Kombucha merupakan minuman hasil fermentasi teh dan gula dengan menggunakan kultur Kombucha. Kombucha dikenal oleh masyarakat sebagai jamur teh yang merupakan campuran kultur bakteri dan khamir sehingga memiliki rasa asam dan terbentuk lapisan nata. a. Karakteristik produk dan bahan bakunya Keunggulan teh kombucha dibandingkan cairan teh biasa adalah kandungan asam-asam organik dan beberapa senyawa seperti vitamin dan asam amino. Berdasarkan analisis karakteristik teh kombucha terbaik adalah yang berbahan baku teh putih dengan karakteristik kapasitas antioksidan 807,86 ppm GAEAC, total asam 3,58%, pH 4,14, total padatan terlarut 10,000 Brix, dan total gula 2,08 mg/100g (Ita dkk, 2018). Penambahan gula dan starter jamur kombu pada kombucha dengan bahan dasar daun gambir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total mikroba (Kurniawan, 2017). b. Perbandingan Umur simpan Umur simpan kombucha pada suhu kamar (±30ᵒC) adalah 28 hari sedangkan pada suhu refrigerator (±5ᵒC) adalah 55 hari berdasarkan asumsi At: 20%, sementara teh buatan sendiri hanya mampu bertahan 1 sampai 2 hari. c. Mekanisme Proses Pengawetannya Prosesnya dawali dengan persiapan bahan, air direbus sampai mendidih kemudian ditambahkan gula sampai 7,5obrix, kemudian ditambahkan the dan didiamkan selama 3 menit, the disaring dan dimasukkan kedalam stoples. Selanjutnya ditambahkan starter kombucha, starter kombucha ini akan meningkatkan keasaman the. Kemudian masukkan SCOBY di atas larutan teh. Proses fermentasi dilakukan selama 7 sampai 14 hari. Pada kombucha terjadi proses fermentasi alcohol dan fermentasi asam asetat. Khamir merombak glukosa menjadi alcohol, dan bakteri asam asetat mengoksidasi alcohol menjadi asam asetat. Proses fermentasi diaali dengan pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa oleh aktivitas khamir. Semakin lama proses fermentasi maka semakin asam dan rasa manis semakin berkurang. Sumber: Ita Purnami, K., Anom Jambe, A., dan Wisaniyasa, N. W. 2018. Pengaruh Jenis Teh Terhadap Karakteristik Teh Kombucha. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 7(2),1.

Kurniawan, M.B., Ginting, S., Nurminah, s. 2017. Pengaruh Penambahan Gula Dan Starter Terhadap Karakteristik Minuman Teh Kombucha Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb). J.Rekayasa Pangan dan Pert. Vol. 5 No. 2

Nama: Bintang Yudhatama NIM: H0919026 1. Pada pengawetan mikrobiologis, mikrobia dimasukkan ke dalam produk dan akan tumbuh melakukan aktivitas yang akan menghasilkan senyawa yang dapat mengubah karakteristik produk sehingga produk menjadi lebih awet. Pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, mikroba ditumbuhkan terlebih dahulu pada media khusus kemudian mikroba akan menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa yang telah diekstrak dari mikroba kemudian dimurnikan dan ditambahkan ke bahan makanan sebagai pengawet. 2. Monosodium Glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid) yang berfungsi sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid sehingga mampu menghasilkan rasa makanan yang lebih lezat. Perbandingan Karakteristik Bahan Baku: Molase merupakan produk sampingan dari industri pengolahan gula yang masih mengandung gula dan asam-asam organik, memiliki kandungan sukrosa berkisar 48-55%, berbentuk cairan kental berwarna coklat (Sebayang, 2006) Produk Jadi: MSG berbentuk kristal, berwarna putih, dan larut dalam air. MSG memiliki rumus kimia C5H8O4NNaH2O dan memiliki berat molekul 187,13 g/mol serta terdiri dari 12,2% natrium, 78,2% glutamat, dan 9,6% H2O (Geha, 2000). Proses Fermentasi MSG dapat diproduksi dengan melalui proses fermentasi dari gula tebu. Proses fermentasi melibatkan bakteri Brevibacterium lactofermentum yang kemudian diperlukan penambahan natrium karbonat. Selanjutnya, MSG harus dimurnikan dan dikristalisasi lalu siap untuk dipasarkan. Namun, dengan perkembangan zaman ada cara lain untuk memproduksi MSG, yaitu dengan proses hidrolisis protein alami. Geha, R., A. Beiser, C. Ren , R. Patterson, P. Greenberger, L. GraMSMer, A. Ditto, K. Harris, M. Saughnessy, P. Yarnold, J. Corrent and A. Saxon. 2000. Review of Alleged Reactionto Monosodium Glutamate and Outcome of aMulticenter Double-Blind Placebo-Controlled Study. The Journal of Nutrition, 130, 1058S-1062S

Sebayang, Firman. 2006. Pembuatan etanol dari molase secara fermentasi menggunakan sel Saccharomyces cerevisiae yang terimobilisasi pada kalsium alginat. Jurnal Teknologi Proses. Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatra Utara: 68–74.

Nama : Yaya Lisa Nugraheni NIM : H0919102 1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! Pengawetan secara mikrobiologis merupakan metode yang digunakan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan suatu produk pangan dengan cara menambahkan secara langsung mikroba alami ke dalam bahan pangan. Mikroba alami tersebut dalam bahan pangan akan melangsungkan aktivitas mikroorganisme dan menghasilkan metabolit penghambat atau zat antimikroba seperti alkohol, asam organik, dan bakteriosin. Antimikroba yang dihasilkan akan menghambat kerusakan bahan pangan akibat aktivitas mikroba lain yang berpotensi merusak bahan pangan. Aplikasi pengawetan secara mikrobiologis dapat dilihat pada proses fermentasi (Faridah dan Sari, 2019). Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba merupakan metode pengawetan bahan pangan dengan cara menambahkan ekstrak metabolit penghambat yang telah dimurnikan terlebih dahulu, sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mencegah pembusukan pangan. Aplikasi pengawetan secara kimiawi dapat dilihat pada penggunaan bakteriosin yang diproduksi oleh Lactobacillus plantarum sebagai pengawet alami untuk daging ayam yang disimpan di suhu ruang (Nurraifah dkk., 2021). 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibandingkan bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! Produk fermentasi : Yoghurt Murbei Hitam Buah murberi hitam merupakan salah satu buah nonklimaterik yang memiliki rasa asam dan mengandung banyak sari berupa cairan. Pada buah murberi hitam terkandung lemak total sebesar 1,1%; total padatan terlarut sebesar 20,4%; kadar keasaman ± 0,25%; pH 5,6; asam askorbat sebesar 22,4 mg/100 g; cyanidin; isoquercentin; sakarida; asam linoleat; asam stearat; asam oleat; karoten; vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C. Buah murberi hitam mudah mengalami kerusakan dan memiliki umur simpan pendek sekitar 5 hari apabila disimpan di suhu ruang (Syafutri dkk., 2008). Yoghurt murberi hitam memiliki karakteristik yaitu total BAL log 9,1484 cfu/ml; pH 3,814; total asam 95,03 °SH dengan konversi asam laktat sebesar 2,14%. Jika dibandingkan dengan murberi hitam, umur simpan yoghurt murberi hitam lebih lama yaitu 13 hari yang mana umur simpan tersebut telah memenuhi standar SNI (Oktavia dkk., 2015). Mekanisme pengawetan : - Asam lemah (HA) yang berasal dari akumulasi asam organik akan masuk ke dalam sitoplasma BAL dan terurai menjadi ion H+ dan A- di dalam sel. Penumpukan ion H+ menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit pada sel bakteri, sehingga bakteri akan berusaha mengeluarkan H+ yang mana selama pengeluaran H+ dibutuhkan pengeluaran ATP dalam jumlah besar. Banyaknya ATP yang harus dikeluarkan ini menyebabkan kematian sel. - Lactobacillus bulgaricus yang ditambahkan dalam pembuatan yoghurt murbei hitam menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida akan ditransfer ke dalam sel probiotik, sehingga merangsang terjadinya reaksi oksidatif. Reaksi oksidatif tersebut mengakibatkan terakumulasinya hidrogen peroksida dan dapat bertindak sebagai metabolit beracun bagi organisme lain dalam yoghurt (Oktavia dkk., 2015). REFERENSI : Faridah, Hayyun Durrotul., dan Silvia Kurnia Sari. 2019. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Pengembangan Makanan Halal Berbasis Bioteknologi. Journal of Halal Product and Research, 2(1): 33-43. Nurraifah, Y., I. I. Arief., dan N. Ulupi. 2021. Penggunaan Bakteriosin yang Diproduksi oleh Lactobacillus plantarum sebagai Pengawet Alami untuk Daging Ayam yang Disimpan di Suhu Ruang. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 9(1): 7-14. Oktavia, Hana Meliana., Netty Kusumawati., dan Indah Kuswardani. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan Selama Distribusi dan Pemasaran Terhadap Viablitas Bakteri Asam Laktat dan Tingkat Keasaman pada Yoghurt Murbei Hitam (Morus nigra L.). Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 14(1): 22-30.

Syafutri, Merynda Indriyani., Clara M., dan Kusharto Budi Setiawan. 2008. Sifat Kimia dan Mikrobiologi Sari Buah Murbei (Morus alba L.) Selama Penyimpanan. Prosiding Seminar PATPI, Palembang : 14-16 Agustus 2008. Hal 186-194.

Nama : Salma Afifunnisa NIM: H0919090 1. Perawatan secara mikrobiologis adalah melakukan penambahan mikroba ke dalam bahan pangan, dimana mikroba tersebut dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk atau perusak pada bahan pangan tersebut. Mikroba dalam bahan pangan tersebut akan tumbuh dan melakukan aktivitas dan kemudian menghasilkan metabolit yang akan akam merubah karakteristik bahan. Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah Menggunakan mikroba yang bisa menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba. Pengawet yang telah diekstrak dari mikroba akan dilakukan proses inkubasi, dimana pada proses inkubasi tersebut mikroba akan menghasilkan senyawa antimikroba yang nantinya digunakan pada pengawetan bahan pangan. 2. Yogurt adalah produk koagilasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Karakteristik dari yoghurt yaitu memiliki flavor yang khas dari hasil fermentasi bakteri asam laktat, tekstur semi padat dan halus, serta rasa asam yang segar. Bahan baku dari pembuatan yohghurt adalah susu. Susu memiliki karakteristik yaitu rasa sedikit asin atau gurih, tekstur susu tidak menggumpal, dan memiliki aroma khas susu. Daya tahan susu segar pada suhu ruang hanya sekitar 4 jam saja. Namun, apabila disimpan pada suhu rendah/suhu refrigerator susu dapat bertahan hingga 3 hari. Umur simpan yoghurt pada suhu 40℃ hanya bertahan hingga 5-6 hari saja, namun pada suhu dingin dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Pengawetan pada yoghurt adalah dengan melakukan fermentasi. Dimana susu harus dipanaskan terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 85℃ dan diinokulasi dengan starter. Hal tersebut agar bakteri lain tidak mengganggu bakteri asam laktat. Kemudian inkubasi pada suhu 37℃ selama 15 jam dan setelah selesai disimpan dalam lemari pendingin. Sumber:

Fatmawati, Umi., Faisal I. Prasetyo., Mega Supia T.A., dan Ardiyanti Nur Utami. Karakteristik Yogurt Yang Terbuat Dari Berbagai Jenis Susu Dengan Penambahan Kultur Campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. BIOEDUKASI, 6(2): 1-9.

Ibnu Hiban Awalumuttaqin H0919104 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diesktrak dari mikroba adalah pada pengawetan secara mikrobiologis, dilakukan penambahan mikroba hidup (starter, contoh: BAL) secara langsung kedalam bahan pangan. Mikroba tersebut akan merombak senyawa yang ada dalam bahan pangan dan menghasilkan metabolit yang dapat menyebabkan perubahan karakteristik bahan pangan sehingga menjadi lebih awet. Pengawetan secara mikrobiologis ini banyak ditemukan pada proses fermentasi. Sementara itu, pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, mikroba yang terlibat adalah mikroba penghasil senyawa antimikrobia. Mikroba tidak ditambahkan secara langsung kedalam bahan pangan, melainkan mikroba tersebut diinkubasi kemudian menghasilkan senyawa metabolit antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut kemudian diekstrak dan dimurnikan lalu diaplikasikan kedalam produk pangan yang akan diawetkan. 2. Produk: Yoghurt Susu Kambing Karakterisitik: Susu kambing memiliki karakteristik yaitu berwarna putih kekuningan, tekstur encer, dan memiliki rasa serta aroma khas susu kambing. Yoghurt susu kambing dibuat dengan fermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococccus thermophilus yang diinokulasikan pada susu menghasilkan konsistensi susu yang semi-padat (agak kental) dan rasa yang agak asam manis serta dapat menghilangkan bau tajam susu kambing. Yoghurt mengandung kadar protein 4-6%, kadar lemak 0,1-1%, laktosa 2-3%, dan asam laktat 0,6-1,3%. Umur simpan: Susu segar khususnya yang baru saja diperah dari hewan ternak, akan sangat cepat basi. Susu kambing segar yang disimpan dalam suhu ruang memiliki umur simpan kurang lebih 5 -10 jam. Pengolahan susu kambing menjadi yoghurt akan meningkatkan masa simpan sampai 2 atau 3 minggu (Surajudin dan Purnomo, 2005). Mekanisme pengawetan: Mekanisme pengawetan pada yoghurt susu kambing adalah adanya proses fermentasi komponen gula yang ada dalam susu, yaitu laktosa menjadi asam laktat dan asam-asam lainnya oleh bakteri L. bulgaricus dan S. thermophillus yang hidup bersimbiosis. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa dan meningkatkan keasaman atau menurunkan pH-nya (Purbasari dan Abduh, 2013). Semakin rendahnya pH atau derajat keasaman susu setelah fermentasi akan menyebabkan semakin sedikitnya mikroba yang mampu bertahan hidup dan menghambat proses pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba perusak susu (Usmiati et al., 2011), sehingga umur simpan susu dapat menjadi lebih lama. Sumber: Utami, M. M. D., Pantaya, D., Subagja, H., Ningsih, N., & Dewi, A. C. (2020). Teknologi Pengolahan Yoghurt Sebagai Diversifikasi Produk Susu Kambing pada Kelompok Ternak Desa Wonoasri Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember. PRIMA: Journal of Community Empowering and Services, 4(1): 30-35.

Sutrisna, D. Y., Suada, I. K., & Sampurna, I. P. (2014). Kualitas susu kambing selama penyimpanan pada suhu ruang berdasarkan berat jenis, uji didih, dan kekentalan. J Veteriner, 3(1), 60-67.

1. Pengawetan secara mikrobiologis dilakukan dengan memasukkan mikroba hidup langsung ke bahan baku. Kemudian, mikroba akan tumbuh dan mengubah karakteristik bahan. Namun, untuk pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah dengan memanfaatkan hasil metabolit mikroba yang nantinya dimasukkan ke dalam bahan pangan sehingga terjadi proses fermentasi. 2. Produk fermentasi: Dadih

Dadih merupakan susu fermentasi asli dari daerah Sumatera Barat berwarna putih dengan konsistensi agak kental menyerupai tahu. Dadih yang berkualitas baik adalah berwarna putih, konsistensi menyerupai yoghurt dan mempunyai aroma khas susu asam. Komposisi nutrisi dadih yaitu memiliki kadar air (82,10%), protein (6,99%), lemak (8,08%), keasaman (130,5°D) dan pH 4,99. Susu yang biasanya memiliki warna putih, sedikit kental, dan creamy. Susu kerbau tetapi memiliki tekstur lebih lembut dan lebih kental. Dadih bisa bertahan hingga 15 hari dalam suhu ruang akibat proses fermentasinya. Namun, susu biasa hanya bertahan kurang dari 3 jam dalam suhu ruang. Dadih dibuat dengan mendiamkan susu kerbau dalam wadah bambu kemudian di tutup dengan daun pisang/talas selama 1-2 hari. Fermentasi terjadi dengan mengandalkan mikroba yang ada di alam atau tanpa menggunakan starter tambahan. Mikroba yang diisolasi dari dadih diperkirakan berasal dari daun pisang sebagai penutup, susu kerbau, dan bambu pada saat disiapkan

1. pengawetan secara mikrobiologis dilakukan dengan cara penambahan mikroorganisme ke dalam makanan dan akitifitas dari mikroba tersebut akan membuat makanan awet. Sedangkan pengawetan secara kimiawi hanya menggunakan metabolit yang dihasilkan dari mikroorganisme dan dimasukan kedalam makanan tanpa mikrobanya sehingga makanan menjadi awet 2.produk fermentasi : yoghurt susu sapi

Susu sapi memiliki tekstur yang encer dengan warna putih kekuningan tidak tembus cahaya serta aroma susu sapi yang khas. Yoghurt memiliki tekstur lebih kental dibandingan susu sapi dengan rasa dan aroma asam yang khas.Susu sapi hanya mampu bertahan sekitar 2-3 jam pada udara terbuka. Pada lemari pendingin, susu sapi memiliki umur yang sedikit lebih panjang yaitu sekitar 3 hari. Sedangkan yoghurt, memiliki umur simpan sekitar 5-7 hari di lemari pendingin dan hingga 2 minggu di freezer. Yoghurt dibuat dengan cara menambahkan bakteri asam laktat pada susu sapi yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua bakteri tersebut akan mengubah laktosa pada susu menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan membuat lingkungan menjadi asam sehingga mikroorganisme lain terhambat pertumbuhannya

Nama : Danik Setyawati NIM : H0919031 1. Pada pengawetan secara mikrobiologis dalam prosesnya menggunakan mikroba dalam kondisi hidup yang ditambahkan ke dalam bahan. Selanjutnya, mikroba akan tumbuh dan melakukan perubahan karakteristik terhadap bahannya sehingga produk dapat menjadi lebih awet. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu mikroba yang dapat menghasilkan senyawa anti mikroba, ditumbuhkan dalam kondisi khusus (seperti inkubasi) lalu mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan senyawa anti mikroba (metabolit). Senyawa ini yang kemudian akan diekstrak dan dimurnikan lalu akan diimplementasikan untuk pengawet 2. Kimchi adalah salah satu produk fermentasi dari asinan sayur berupa sawi putih dengan campuran bumbu pedas. Karakteristik pada kimchi yaitu kenampakan kimchi layu, warna pucat, tekstur lembek, pH rendah dan rasa semakin enak. Sedangkan karakteristik pada sayuran sawi putih segar yaitu daun cenderung berwarna kuning pucat dengan tangkai daun berwarna putih membentuk roset yang rapat satu sama lain serta beraroma khas namun netral. Untuk umur simpan kimchi dapat bertahan hingga 3-6 bulan, sedangkan sawi putih hanya dapat bertahan hingga 2 bulan saja.

Mekanisme pengawetan proses fermentasi kimchi yaitu kimchi dibuat dengan cara mencuci sayuran (sawi putih) dan digarami diseluruh bagian sayuran kemudian diberikan bumbu kimchi yang terbuat dari bubuk cabai, kecap ikan, bawang putih, bawang merah, dan jahe. Fermentasi kimchi dimulai oleh berbagai mikroorganisme yang ada pada bahan, tetapi secara bertahap fermentasi kimchi didominasi oleh bakteri asam laktat. Strain yang ada pada kimchi diantaranya Leunostoc, Pediococcus, dan Lactococcus. Fermentasi kimchi dilakukan pada suhu rendah yaitu 2-70 C selama 18-22 hari. Bakteri asam laktat pada kimchi akan menghasilkan senyawa bakteriosin dan senyawa anti bakteri lainnya yang akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan merusak dinding sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat serta protein.

1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba!

Pengawetan secara mikrobiologis dilakukan dengan menambahkan mikroba pada produk makanan. mikroba tersebut dapat mengawetkan makanan karena dapat menyerang mikroba lain (biasanya target adalah mikroba patogen dan pembusuk) sehingga produk menjadi awet. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan dari mikroba adalah pemanfaatan produk hasil mikroba untuk mengawetkan makanan. contohnya adalah pemanfaatan bakteriosin yang dapat membunuh bakteri lain namun aman untuk dikonsumsi. selain itu, misalnya asam organik yang dihasilkan oleh mikroba dapat menurunkan pH bahan makanan sehingga menjadi lebih awet.

2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya!

produk fermentasi: tape ketan

karakteristik bahan baku: ketan bersifat lengket karena kandungan amilopektin yang tinggi dan rasa yang hambar, warna putih

karakteristik produk: tape ketan terasa manis dan asam, teksturnya lembek dan berair

tape ketan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan ketan yang dimasak dengan direbus biasa. hal ini karena terjadi proses fermentasi yang mellibatkan kapang saccharomyces cerevicae. kapang ini mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida. selain itu, terjadi juga penurunan pH. produk dari kapang inilah yang dapat membuat tape ketan menjadi lebih awet. produk produk tersebut dapat membunuh mikroba yang tidak tahan asam.

Nama : Naya Nulina Citawara NIM : H0919074 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! Pengawetan secara Mikrobiologi adalah jenis pengawetan yang melibatkan mikroba atau organisme dalam prosesnya. Peran dari mikroba dalam pengawetan ini yaitu merusak sel mikroba pembusuk serta merubah karakteristik bahan baku, yang akhirnya dapat memperpanjang daya simpan produk. Contoh sederhana dari proses ini adalah fermentasi. Fermentasi yang digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan pangan dengan cara menekan pertumbuhan Mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti Asam Laktat, Asam Cuka dan Alkohol. Lain hal nya dengan pengawetan secara kimiawi, Mikroba yang digunakan dalam proses ini dalam kondisi hidup ditambahkan dalam bahan dan melakukan pertumbuhan sehingga terjadi proses fermentasi. Sedangkan pada pengawetan kimiawi, mikroba harus melewati proses khusus terlebih dahulu, seperti proses inkubasi. Sehingga mikroba selanjutnay dapat menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik, diasetil, bakteriosin, dan sebagainya. Setelah selesai diberi perlakuan khusus tersebut, mikroba baru dapat digunakan sebagai media pengawetan pangan. 2. Produk fermentasi : Nata de Coco Nata de coco adalah hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan Acetobacter xylinum.. Karakteristik produk : • Nata de coco berbentuk padat berwarna putih, transparan, bertekstur kenyal menyerupai gel dan terapung dipermukaan cairan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi nata de coco per 100 gram nata mengandung 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kal kalori,20 gram lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfat, dan 0,5 mg ferrum (besi). • Umur simpan produk nata de coco bebas ZA dan bahan pengawet dalam kemasan yaitu pada suhu ruang 28 °C selama 7 hari, 9 hari pada suhu 25 °C, 23 hari pada suhu 15 °C, dan 2 bulan pada suhu 5 °C. Karakteristik Bahan baku (Air Kelapa) : • Air kelapa adalah cairan yang berasal dari buah kelapa yang masih muda, bewarna putih keruh, viskositas mirip biasa, berasa manis asi, serta ber aroma khas kelapa • Dalam 100 ml air kelapa, Energi: 17 Kalori (Kal), Protein: 0.2 g, Lemak : 0.1 g, Karbohidrat: 3.8 g, Kalsium: 15 miligram (mg), Fosfor: 8 mg, Besi: 0.2 mg, Natrium: 1 mg • Air kelapa yang sudah dikeluarkan dari buah kelapa dapat bertahan maksimal 7 jam disuhu ruang, dan kurang lebih 4 hari disuhu dingin (lemari pendingin). Air kelapa kan berubah rasa dan aroma menjadi tidak sedap bila terlalu lama dibiarkan disuhu ruang tanpa perlakuan penyimpan khusus, karena terjadinya kontaminsi bakteri pembusuk. Jika dibandingkan, daya simpan produk nata de coco ber bahan baku utama air kelapa, dengan air kelapa asli memiliki perbedaan cukup signifikan. Nata de coco sudah mengalami proses pengawetan yaitu fermentasi dengan penambahan Acetobacter xylinum, yang memperpanjang daya simpannya hingga 1 tahun lebih jika sudah dikemas menjado produk nata de coco, sedangkan pada daya simpan air kelapa sangat rendah yaitu kurang dari 24 jam di suhu ruang, dan kurang dari 7 hari di suhu dingin, serta rawan mengalami kerusakan, Proses pengawetan air kelapa melalui proses fermentasi nata de coco : Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang digunakan dalam produksi nata yang berperan dalam produksi selulosa. Penggunaan bakteri dapat digantikan dengan Acetobacter sp. yang juga berperan dalam mengubah gula menjadi selulosa pada proses fermentasi. Air kelapa yang digunakan pada nata de coco berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri karena mengandung berbagai kandungan gizi yang diperlukan bakteri baik untuk tumbuh. Metabolisme Acetobacter memiliki fungsi untuk mengoksidasi alkohol dan karbohidrat lain menjadi asam asetat. Tingkat keasaman yang rendah memicu pertumbuhan Acetobacter dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, sehingga nata de coco dapat memiliki daya simpan tinggi bila dibandingkan air kelapa murni tanpa fermentasi. Sumber : Sherly Novia, Wahyu F. 2021. Pengaruh Mikroorganisme, Bahan Baku, dan Waktu Inkubasi Pada Karakteristik Nata. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 14(1), 62-74

Indah Putriana dan Siti Aminah 2013. Physical quality, Dietary Fiber and Organoleptic Characteristic from Nata de Cassava Based time of Fermentation. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 04 No. 07

Mathilda Bella H0919062 1. Pengawetan secara mikrobiologi adalah cara pengawetan pangan dengan meneambahkan mikroba untuk memproduksi sejumlah asam yang kemudian menciptkan kondisi yang baik untuk mikroba lainnya yang mampu mengawetkan suatu pangan. Kemudian Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah cara pengawetan dengan menambahkan ekstrak asam dari suatu mikroba baru ditambahkan kedalam suatu produk pangan. Perbedaannya terletak pada perlakuan mikroba dimana pengawetan mikroba dilakukan dengan langsung menambahkan mikrobanya, sedangkan pada pengawetan kimia dengan mengambil ekstrak dari mikroba tersebut. 2. Produk fermentasi: keju Mekanisme pengawetan: Pembuatan keju diawali dengan pembuatan kultur kerja yang digunakan sebagai starter dari pembuatan keju. Starter dibuat dengan cara menginokulasikan Streptococcus lactis. Kemudian hasil inokulasi mikroba akan dicampur dengan susu cair yang diinokulasikan dengan Streptococcus lactis. Lalu starter yang sudah jadi dicampurkan kembali kedalam susu cair pasteurisasi kemudian diinokulasi kembali dan diinkubasi dalam incubator bersuhu 37 derajat Celcius sampai mencapai pH senilai 5,5 (selama 8 jam). Kemudian masing-masing susu terfermantasi ditamba rennet (enzim koagulasi) dan diaduk hingga menjadi keju mentah (curd). Setelah terbentuk curd akan terbentuk juga whey. Whey akan dibuaj melalui penyaringan curd dengan kain kasa dan diperas hingga hanya tersisa curd. Curd yang sudah ada kemudian di press dan dilakukan penggaraman untuk menambah cita rasa dan ketahanan dari keju. Karekteristik: Susu merupakan bahan yang terdiri dari nutrisi dengan proporsi yang seimbang yang terdiri dari air, protein, lemak, laktosa, mineral, dan vitamin-vitamin. Kandungan nutrisi tersebut mudah rusak apabila terdapat kontaminasi mikroba. Hal tersebut menjadi permasalahan bagi peternak susu. Maka dari itu susu diolah menjadi produk yang lebih awet yaitu keju. Keju merupakan produk hasil dari fermentasi susu yang dilakukan dengan bakteri asam laktat. Keju merupakan alternatif dari produk susu yang bertujuan untuk menganekaragamkan produk dan selera. Selain itu bertujuan untuk mengawetkan susu agar lebih lama disimpan.

Purwoko, Tjahjadi, Sutarno dan Solikah Ana Estikomah. Pembuatan Keju (Unripened Cheese) Dengan Starter Campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae. Departemen Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Nama : Oktafiani Aulia Rokhim NIM : H0919077 1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dengan kimiawi dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada pengawetan yang dilakukan secara mikrobiologis memiliki prinsip dengan menambahkan mikroba dalam bahan pangan yang akan diawetkan yang kemudian mikroba tersebut akan tumbuh dan melakukan aktivitas sehingga menghasilkan metabolit yang dapat mengubah karakteristik pada bahan sehingga bahan menjadi awet. Contoh dari pengawetan secara mikrobiologis adalah fermentasi. Sedangkan pengawetan yang dilakukan dengan proses kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pengawetan ini dilakukan dengan menambahkan senyawa metabolit (antimikroba) yang dihasilkan oleh mikroba selama masa inkubasi. Kemudian, senyawa antimikroba tersebut dimurnikan dan diaplikasikan pada bahan yang akan diawetkan. 2. Produk : Kecap kedelai Bahan baku: kacang kedelai - Perbandingan karakteristik: Kecap merupakan bahan makanan yang memiliki tekstur kental dan umumnya memiliki warna hitam pekat. Memiliki rasa manis dan aroma yang khas. Sedangkan kedelai umumnya berbentuk bulat lonjong namun juga ada yang berbentuk bulat pipih, memiliki panjang sekita 0,4 inch dan berat sebesar 0,5 ons. Kedelai mengandung protein sebesar 35-40%. -Perbandingan umur simpan: Kecap merupakan produk fermentasi sehingga punya masa simpan cukup lama sekitar 1 tahun tanpa kulkas. Sedangkan kecap yang belum dibuka bisa awet 2-3 tahun. Hal ini meyebabkan kecap memiliki umur simpan yang lebih lama daripada bahan bakunya yaitu kacang kedelai. -Mekanisme pengawetan Proses pengawetan pada kecap dilakukan dengan metode fermentasi. Fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi moromi). Kapang yang digunakan dalam fermentasi padat, adalah Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Fermentasi padat memerlukan waktu selama 3-5 hari. Hasil fermentasi padat disebut koji jika menggunakan Aspergillus sp., Selanjutnya, koji dikeringkan, kemudian direndam dalam air garam 20-30%. Proses perendaman koji dalam air garam disebut fermentasi moromi. Mikroba yang berperan dalam fermentasi moromi, adalah mikroba tahan garam seperti Hansenula sp., Zygosaccharomeces sp., dan Lactobacillus sp. Fermentasi moromi memerlukan waktu selama 14-28 hari. Cairan hasil fermentasi moromi disebut moromi. Selanjutnya moromi ditambah dengan rempah-rempah dan dikentalkan sehingga diperoleh kecap. Pada fermentasi jamur (koji) maupun fermentasi dalam larutan garam (moromi) terjadi perubahan-perubahan biokimiawi oleh aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Pada fermentasi jamur (koji), mikroba yang dominan adalah Aspergillus soyae menghasilkan enzim protease yang dapat menghidrolisis komponenkomponen protein dalam biji kedelai. Konsentrasi garam yang optimal 17 sampai 19% berpengaruh terhadap hidrolisis protein dalam moromi dan kecepatan pembentukan asam laktat dan alkohol. Mikroba utama adalah jamur Aspergillus soyae, bakteri-bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif, Pseudomonas cerevisae atau P. soyae dan khamir yang toleran terhadap garam tinggi terutama Saccharomyces rouxii. Pada konsentrasi garam yang lebih tinggi 20%-30% P. soyae tetap tumbuh baik dan menghasilkan asam laktat tinggi sehingga dapat menurunkan pH sampai 4,9, bakteri tersebut berperan dalam pembentukan cita rasa dan aroma spesifik untuk kecap. Pada kondisi aerob dalam konsentrasi garam tinggi khamir yaitu S. rouxii mengubah sejumlah glukosa (50%) menjadi gliserol, merupakan komponen penting pendukung cita rasa kecap (Meutia, 2015). Sumber :

Meutia, Yuliasri Ramadhani. 2016. Standardisasi Produk Kecap Kedelai Manis Sebagai Produk Khas Indonesia. Jurnal Standardisasi, 17(2), 147-156.

1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pengawetan secara mikrobiologis merupakan pengolahan pangan fermentasi berupa mikroba dalam kondisi hidup yang ditambahkan dalam bahan. Mikroba yang tumbuh kemudian menimbulkan perubahan karakteristik pada bahan dan menghasilkan produk pangan fermentasi yang menjadi lebih awet atau umur simpannya cenderung lebih lama. Sementara, pengawetan secara kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti gula, garam, nitrat, nitrit, natrium benzoat dan lain sebagainya. Pengawetan secara kimiawi alami dengan bahan bersumber dari mikroba memiliki prinsip pemurnian dan penginkubasian suatu koloni mikroba yang telah diketahui memproduksi senyawa-senyawa antimikroba (asam, bakteriosin, maupun diasetil) dalam proses metabolismenya yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet. Untuk Pengawetan jenis ini tidak hanya menghasilkan produk fermentasi, tetapi juga produk non-fermentasi 2. Produk Fermentasi : Kombucha Bahan baku : Teh dan gula dengan menggunakan starter kultur kombucha (Acetobacter xylinum dan beberapa jenis khamir). Karakteristik produk : Tingkat kecerahan kombucha dipengaruhi oleh senyawa tannin yang mengalami kerusakan akibat adanya asam. Tannin merupakan senyawa flavonoid yang memberikan rasa pahit. Senyawa fenol pada kombucha dipengaruhi oleh flavonoid tiap bahan dan saat proses fementasi terjadi depolimerasi thearubigin. Semakin lama waktu fermentasi, maka pertumbuhan mikrobia akan terhambat dan mengalami penurunan karena kandungan fenol yang merupakan senyawa anti-mikrobia. Jamur kombu yang berisi kultur simbiotik bakteri dan khamir membutuhkan sumber karbon sebagai nutrisi. Sumber karbon pada fermentasi kombucha didapatkan dari penambahan gula. Mekanisme : Tahapan dalam pembuatan teh kombucha yaitu, perebusan air hingga 90oC, lalu air ditambahkan gula sampai tingkat brix mencapai 7.5° brix, dan juga memasukkan daun yang akan digunakan dan diamkan selama 5 menit hingga mendidih. Tahapan selanjutnya adalah memindahkan larutan teh ke dalam wadah dan menambahkan kultur simbotik kombu di atas larutan teh. Fermentasi baiknya dilakukan dalam wadah kaca apabila ingin mendapatkan hasil yang optimal (Siregar., 2003). Menutup mulut wadah fermentasi menggunakan kain dan diamkan 7-10 hari. Terdapat dua tahapan yang terjadi selama proses fermentasi berlangsung yaitu, pembentukan alkohol dan asam laktat. Hal tersebut terjadi karena, yeast yang terdapat didalam kultur simbiotik kombucha akan merombak gula menjadi alkohol, sedangkan alkohol yang sudah terbetuk akan dioksidasi oleh bakteri asam laktat maupun asetat menjadi asama setat. Adanya peran bakteri-bakteri tersebut akan menyebabkan munculnya rasa asam pada produk. Proses fermentasi kombucha menghasilkan beberapa komponen termasuk asam-asam organik yang mempunyai sifat fungsional, seperti asam asetat yang dapat menghambat bakteri berbahaya sehingga sering digunakan menjadi pengawet sehingga dapat memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan minuman teh biasa. Asam asetat merupakan komponen yang memberi aroma dan rasa khas pada kombucha, Asam oksalat dapat berfungsi sebagai pengawet alami dan juga mendukung sel dalam memproduksi energi bagi tubuh.

Sumber : Firdaus, Safira, Anissa Indah C, Livia Isnaini, dan Siti Aminah. 2020. “Review” Teh Kombucha Sebagai Minuman Fungsional dengan Berbagai Bahan Dasar Teh. Prosiding Seminar Nasional Unimus

Nama : Virisya Zahra Ardana NIM: H0919101 1. Pengawetan secara mikrobiologis yaitu dengan cara menumbuhkan mikroorganisme secara selektif derta menghambat mikroba lain yang dapat merusak. Tujuan dari pengawetan tersebut adalah untuk mengawetkan bahan pangan dengan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa pembusuk. Sedangkan pengawetan kimiawi dengan bahan yang diekstrak dari mikroba menggunakan senyawa antimikroba yang diinkubasi, senyawa antimikroba tersebut diekstrak, dimurnikan, dan kemudian dapat digunakan pada proses pengawetan tersebut.

2.  Produk: bahan baku kedelai dan produk fermentasi tauco

Karakteristik bahan baku dan produknya: Kedelai merupakan salah satu tanaman anggota kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika dibandingkan. Kacang kedelai mengandung asam alfa-linolenat, asam lemak omega-6 dan isoflavon, genistein dan daidzein. Kacang kedelai adalah sumber kalsium, zat besi, seng, fosfor, magnesium, tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat. Kedelai mengandung sejumlah besar asam amino esensial untuk manusia, dan begitu juga merupakan sumber yang baik dari protein dan minyak sayur. Sedangkan tauco mempunyai kadar garam yang cukup tinggi (diatas 15%) dapat disimpan lama dan tidak akan rusak atau basi selama penyimpanan tidak terkena air mentah ataupun terkontaminasi dengan bahan organik lainnya, tauco diproduksi dengan teknik fermentasi. kandungan protein tauco cukup tinggi, akan tetapi tauco tidak dapat digunakan sebagai sumber protein dalam makanan secara langsung karena biasanya hanya dimakan dalam jumlah kecil, yaitu sebagai bumbu dalam makanan ataupun sebagai saus, bumbu (condiment) ataupun sebagai penyedap rasa (flavoring agent). Mekanisme pengawetan: Kacang kedelai mula-mula dibersihkan dari kotoran dan benda asing lainnya, lalu dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan perendaman kedelai selama 1x24 jam, setelah itu kulit kedelai dikupas. Kemudian kedelai yang telah dikupas kulitnya direndam dalam air. Setelah itu direbus, ditiriskan dan didinginkan, kedelai dicampur dengan ragi, kemudian ditebarkan di atas tampah dan ditutup. Kondisi seperti ini memungkinkan substrat ditumbuhi dan difermentasi oleh kapang secara spontan, karena kapang (sporanya) sudah terdapat pada permukaan tampah dan lingkungan sekitarnya. Fermentasi dilakukan selama 3 hari sampai spora tumbuh. Hasil fermentasi kapang yang terbentuk dihancurkan. kemudian direndam dalam larutan garam natrium klorida 20% dengan variasi larutan garam (5%, 10%, 15%, 20%, 25%) selama 2 malam. Perendaman dilakukan dalam wadah tertutup, dan dilakukan di tempat terbuka (agar dapat terkena sinar matahari). Hasil fermentasi dalam larutan garam disebut dengan tauco mentah. Masa simpan dari tauco akan lebih lama daripada kedelai, karena tauco mengandung kadar garam yang tinggi dan penyimpanannya di tempat yang dingin serta kedap udara. Sumber: Djayasupena, Sadiah., Giana Suci Korinna, Saadah Diana Rachman., dan Uji Pratomo. 2014. Potensi Tauco sebagai Pangan Fungsional. Chimica et Natura Acta. 2(2) : 137-141. (https://www.researchgate.net/publication/315964058_POTENSI_TAUCO_SEBAGAI_PANGAN_FUNGSIONAL)

Larasati, Nadia. 2017. Studi Aktivitas Antioksidan Dan Karakteristik Fisiko Kimia Tauco yang Beredar di Kota Malang, Jawa Timur. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5(2) : 85-95. (https://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/view/533)

Nama : Indriani Puji Lestari NIM : H0919053 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pada pengawetan secara mikrobiologis, mikroba ditambahkan ke dalam bahan pangan yg bekerja dengan cara merusak dinding sel atau membran intraseluler bakteri pembusuk atau penghambat sehingga pangan memiliki umur simpan yang lebih lama. Selain itu, pada penambahan mikroba dengan jumlah lebih besar dari jumlah mikroba pembusuk atau penghambat akan menyebabkan antar mikroba tersebut berkompetisi untuk mendapatkan nutrisi, namun karena jumlah mikroba non pengganggu atau penghambat lebih banyak, maka mikroba penghambat akan kalah bersaing. Hal tersebut yang akan membuat umur simpan produk lebih lama. Pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yang memiliki senyawa antimikroba. Senyawa tersebut dilakukan penginkubasian di suatu tempat, setelah itu dilakukan pemurnian. Jika sudah sampai tahap pemurnian, senyawa antimikroba

bisa digunakan untuk pengawetan

2. Produk fermentasi : Fermentasi yoghurt probiotik rosella bahan baku susu kambing dan susu sapi A. Karakteristik produk dan bahan baku Fermentasi yoghurt probiotik rosella menggunakan bahan baku susu kambing dan susu sapi yaitu warna pada susu kambing berwarna lebih putih dari pada susu sapi, sedangkan pada susu sapi berwarna agak kekukingan. Pada susu kambing menimbulkan aroma goaty yang tidak ditemukan pada susu sapi dan keduanya memiliki rasa yang sedikit manis dan asin. Jika dilakukan pembandingan karakteristik produk bahan baku dengan produk terjadi perubahan warna

menjadi merah muda karena terdapat penambahan bunga rosella pada produk fermentasi yoghurt dan asa yang asam khas yoghurt.

  B. Perbedaan umur simpan pada produk bahan baku dan produk Umur simpan pada susu segar baik susu sapi dan kambing lebih singkat dibandingkan dengan umur simpan yoghurt karena yoghurt merupakan produk dari fermentasi. Susu segar akan mudah basi jika disimpan pada suhu ruang selama beberapa jam, namun pada produk yoghurt pada penyimpanan 20 jam atau lebih dalam suhu ruang masih memungkinkan untuk dikonsumsi. Hal tersebut ​menandakan bahwa produk yang telah melalui tahap fermentasi umur

simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan baku yang tidak melalui proses apapun.

C. Mekanisme Mekanisme pengawetan fermentasi yoghurt rosella dengan bahan baku susu kambing dan sapi yaitu langkah pertama dilakukan pasteurisasi susu selama 80- 90°C selama 35 menit. Setelah itu didinginkan dengan suhu 40-50°C. Kemudian dilakukan penuangan pada botol erlenmeyer dan dilakukan proses inkubasi dengan 3% vv kultur bakteri yoghurt (Lactobacillus thermophillus dan Lactobacillus bulgariscus) dan probiotik (Lactobacillus achidophillus). Langkah selanjutnya yaitu penginkubasian pada suhu 37°C selama 16 jam. Lalu, dilakukan penambahan ekstrak bungan rosella sebesar 1% dan dilakukan pengadukan serta pengemasan. Langkah terakhir proses penyimpanan pada suhu ruang (29-30°C). Sumber :

Rachman, A., E. Taufik dan I. I. Arief. 2018. Karakteristik Yoghurt Probiotik Rosella Berbahan Baku Susu Kambing dan Susu Sapi Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 6(2): 73-80.

Nama : Anindita N. M. NIM : H0919010 1. Pengawetan secara mikrobiologis: mengawetkan bahan-bahan pangan dengan cara menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti asam laktat, asam cuka dan alkohol Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: mengawetkan bahan pangan dengan menggunakan senyawa antimikroba yang diinkubasi. Kemudian senyawa antimikroba tersebut diekstrak, dimurnikan dan dapat digunakan pada proses pengawetan tersebut. 2. Produk fermentasi: acar sayuran Karakteristik acar: setelah fermentasi, tekstur sayuran menjadi lebih lunak dibandingkan saat masih mentah karena adanya mikrobia seperti Bacillus, Fusarium, Penicillium, Phoma, Cladosporium, Alternaria, Mucor, Aspergillus, dan lain-lain yang dapat menghasilkan enzim pektinase dan mengurai pektin (seperti dinding kokoh yang memberikan tekstur keras pada permukaan sayuran mentah). Selain itu, tekstur lunak juga dapat disebabkan karena adanya pertumbuhan Bacillus vulgates. Karakteristik sayuran: mudah layu dan busuk. Umur simpan: acar mempunyai umur simpan lebih lama daripada bahan bakunya.

Mekanisme pengawetan: proses fermentasi yang terjadi pada acar dipengaruhi oleh bahan utama yang digunakan pada pembuatan acar, tipe mikroorganisme yang tumbuh, dan kondisi penyimpanan selama proses fermentasi. Fermentasi diawali dengan tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides yang akan mengondisikan lingkungan agar bakteri asam laktat lain seperti Lactobacilli dan Pediococci dapat tumbuh. Bakteri asam laktat yang sangat penting pada pembuatan acar secara tradisional adalah Lactobacillus plantarum. Selama fermentasi, bakteri asam laktat yang tumbuh dapat mengubah gula pada bahan menjadi asam. Selain menghasilkan flavor khas acar, fermentasi pada pembuatan acar juga dapat meningkatkan gizi serta mempermudah kecernaannya di dalam tubuh.

1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pada pengawetan pengawetan mikrobiologis, mikroba yang digunakan adalah dalam kondisi hidup yang kemudian ditambahkan ke dalam suatu bahan,dan ditumbuhkan. Mikroba tumbuh di bahan pangan yang diolah sehingga menghasilkan metabolit yang akan merusak dinding sel mikroba pembusuk sehingga mengalami kebocoran dan berakhir dengan kematian. Metabolit yang dihasilkan dapat berupa alkohol, hidrogen peroksida, karbon dioksida, dan lain sebagainya. Penambahan mikroba tersebut dalam jumlah yang agak banyak sehingga crowd yang besar akan semakin kompetitif dalam mendapatkan nutrisi dari substrat yang semakin besar sehingga mikroba alami/pembusuk akan kekurangan nutrisi, terhambat aktivitasnya, dan berujung pada kematian. Pada pengawetan kimiawi alami menggunakan bahan bersumber dari mikroba, prinsipnya adalah ada mikroba yang bisa menghasilkan senyawa anti mikroba. Mikroba diinkubasi dalam suatu tempat, dan mikroba akan melakukan metabolisme secara umum. Ketika metabolisme ini, mikroba akan menghasilkan senyawa-senyawa anti mikroba. Senyawa ini yang kemudian diekstrak, dan kemudian dipurifikasi atau dimurnikan. Setelah didapat mikroba yang murni, baru setelah itu diimplementasikan untuk proses pengawetan. Hasil metabolisme adalah metabolit yang bersifat anti mikroba seperti asam organik, bakteriosin, diasetil yang diekstrak dan dipurifikasi sehingga dapat ditambahkan ke dalam produk pangan. Jadi di dalam produk pangan, yang bekerja untuk menghambat aktivitas mikroba pembusuk adalah metabolit anti mikroba. 2. Produk fermentasi: Wine dari buah bit Karakteristik wine buah bit memiliki karakteristik sebagai berikut : kadar alkohol 4,82%, padatan terlarut 5,47%, kadar gula reduksi 0,67%, aktivitas antioksidan 48,08%, derajat keasaman (pH) 4,23, kadar total asam 0,031%, warna merah maroon pekat, rasa yang sedikit pahit, serta aroma alkohol yang khas. Karakteristik dari buah bit adalah bentuknya yang bulat dan memiliki warna merah keunguan yang sering digunakan sebagai pewarna alami. Warna merah keunguan pada buah bit h mengangkut oksigen ke otak. Selain itu, kandungan protein, dan lemak di dalam buah bit berguna bagi kesehatan. Sudah banyak penelitian mengenai manfaat yang terkandung di dalam buah bit. Seperti pemanfaatan buah bit sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiapoptosis, hepatoprotektif, renal protektif, antihipertensi, dan sebagainya. Wine memiliki umur simpan lebih lama dari pada umur simpan buah bit. Pada wine terdapat mikroba Saccharomyces cereviciae yang nantinya menghasilkan metabolit yang dapat menghambat atau meminimalkan adanya mikroba lain, sehingga membuat wine menjadi lebih awet. Mekanisme: 1. Pembuatan ekstrak buah bit Buah bit dikupas dan dicuci bersih, selanjutnya dipotong dan dihancurkan menggunakan juicer sesuai perlakuan, kemudian ditambahkan air hingga batas 500 ml selanjutnya disaring menggunakan kertas saring dan diendapkan. 2. Pembuatan ekstrak kecambah Kecambah dicuci bersih dan ditimbang sebanyak 120 g, dimasak dengan menambahkan air sebanyak 500 ml selama 10 menit selanjutnya disaring dan diambil ekstraknya kemudian didinginkan hingga suhu 30°C. 3. Pembuatan wine buah bit Ekstrak buah bit 20% dan ekstrak kecambah dicampur dengan menambahkan 100 g gula pasir dan 5 g yeast diaduk hingga merata. Kemudian tuangkan ke dalam botol dan ditutup menggunakan penutup yang sudah diberi selang. Setelah itu lakukan fermentasi sesuai kurang lebih 11 hari. Sumber: Ovihapsany, Rollyana Ajeng , Akhmad Mustofa, dan Nanik Suhartatik. 2018. KARAKTERISTIK MINUMAN BERALKOHOL DENGAN VARIASI KADAR EKSTRAK BUAH BIT (Beta vulgaris L.) DAN LAMA FERMENTASI. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 3 (1): 55–63.

http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1674331&val=11551&title=KARAKTERISTIK%20MINUMAN%20BERALKOHOL%20DENGAN%20VARIASI%20KADAR%20EKSTRAK%20BUAH%20BIT%20BETA%20VULGARIS%20L%20DAN%20LAMA%20FERMENTASI

  1. Pengawetan secara mikrobiologis merupakan proses pengawetan dengan cara menambahkan mikroba hidup ke dalam suatu bahan kemudian mikroba tersebut bisa tumbuh dan menghasilkan metabolit. Metabolit yang bisa dihasilkan mikroba selama proses fermentasi diantaranya yaitu asam organik, karbon dioksida, alkohol, bakteriosin, hidrogen peroksida, asetaldehid, diasetil, dan reuterin. Untuk menghasilkan proses fermentasi yang baik, perlu ditambahkan starter dalam jumlah yang banyak dengan tujuan starter ini akan mendominasi dibandingkan dengan jumlah mikroba kontaminan sehingga bisa mempengaruhi metabolit yang dihasilkan. Sedangkan p

    engawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu menggunakan mikroba yang bisa menghasilkan senyawa antimikroba. Tahapan pengawetan ini adalah dengan menumbuhkan mikroba dalam kondisi lisis seperti misalnya diinkubasi. Setelah diinkubasi, mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa ini kemudian diekstrak dan dipurifikasi (dimurnikan) baru kemudian diimplementasikan ke dalam pengawetan sehingga produk-produk yang dihasilkan menjadi beragam. Produk-produk yang dihasilkan dapat berupa produk fermentasi dan non fermentasi. Berbeda dengan pengawetan secara mikrobiologis yang mana produknya hanya berupa produk fermentasi. Jadi, pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba tidak menggunakan mikroba dalam proses pengawetannya, namun hanya menggunakan metabolitnya saja.

  2. Produk fermentasi : TaucoKarakteristik bahan baku : Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman polong-polongan yang berbentuk bulat lonjong dan berwarna kuning emas. Biji kedelai berkeping dua dan umumnya berbentuk bulat lonjong, tetapi ada kultivar yang mempunyai biji bulat agak pipih atau bundar, besar biji tergantung dari kultivar. Biji kedelai mempunyai nilai gizi yang baik karena kedelai kaya akan sumber protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Rata-rata kandungan protein dari kedelai adalah 35%, dan lemak 18-20%.Tauco adalah produk berbentuk pasta yang berwarna kekuning–kuningan dan mempunyai rasa yang agak asin dan khas. Tauco digunakan sebagai penyedap masakan alami karena bau dan rasanya yang khas. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungan nutrient seperti protein sebesar 12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat sebesar 10,7%, serat sebesar 3,8%, kalsium sebesar 1,22 mg, xat besi sebesar 5,1 mg dan seng sebesar 3,12 mg. Tauco memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan baku kedelai. Tauco dapat disimpan lama karena mengandung kadar garam yang tinggi. Tauco sebaiknya dimasukkan dalam wadah kedap udara dan disimpan dalam lemari pendingin. Mekanisme pembuatan tauco pada prinsipnya proses pembuatan tauco melalui dua tahapan fermentasi yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam. Kacang kedelai mula-mula dibersihkan dari kotoran dan benda asing lainnya, lalu dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan perendaman kedelai selama 1x24 jam, setelah itu dilakukan pengupasan kulit. Kedelai kemudian direbus. Setelah direbus, ditiriskan dan didinginkan, kedelai dicampur dengan ragi, kemudian ditebarkan di atas tampah dan ditutup. Kondisi seperti ini memungkinkan substrat ditumbuhi dan difermentasi oleh kapang secara spontan, karena kapang (sporanya) sudah terdapat pada permukaan tampah dan lingkungan sekitarnya. Pada umumnya fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari. Hasil fermentasi kapang dijemur dan gumpalan biji kedelai yang terbentuk dihancurkan, dan kemudian direndam dalam larutan garam natrium klorida. Tingginya kandungan protein yang terdapat dalam tauco disebabkan oleh kapang R. Oligosporus yang menghasilkan enzim-enzim protease dalam jumlah yang banyak. Penambahan garam dalam fermentasi bertujuan untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Karbohidrat dalam kedelai dipecah menjadi dekstrin, maltosa dan glukosa yang dapat dipergunakan sebagai media pertumbuhan khamir dan bakteri pada fermentasi dalam larutan garam. Selama proses ini, terjadi kenaikan jumlah asam-asam organik seperti asam laktat, asetat, suksinat dan fosfat. Tauco mempunyai rasa dan aroma yang ditimbulkan oleh senyawa glutamat.Sumber :

    Djayasupena, Sadiah, Giana Suci Korinna, Saadah Diana Rachman dan Uji Pratomo. 2014. Potensi Tauco Sebagai Pangan Fungsional. Chimica et Natura ActaI. 2 (2) : 137-141.

    PermalinkShow parentReply




Nama: Dita Amelia Wulandari NIM : H0919040 1. Pengawetan secara mikrobiologi adalah fermentasi dari organisme yang ditambahkan secara langsung dalam bahan pangan yang digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan pangan dengan cara menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti CO2, alkohol, dan lain-lain. Sedangkan pada pengawetan secaara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Mikroba penghasil senyawa kimia akan diinkubasi terlebih dahulu untuk didapatkan metobolitnya untuk selanjutnya ditambahkan kedalam bahan pangan yang akan diawetkan menggunakan senyawa hasil ekstrak mikroba tersebut. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! -Perbandingan karakteristik produk dan bahan baku Kefir merupakan hasil olahan susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yogurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape) (Usmiati, 2007). Kefir juga dikenal dengan beragam nama yang berbeda-beda seperti kippe, kepi, khapov, khephir, dan kiaphir. Kefir adalah produk susu fermentasi yang mempunyai rasa yang spesifik sebagai hasil fermentasi bakteri asam laktat dan khamir yang hidup bersama sama dan saling menguntungkan. Rasa susu fermentasi (kefir) didominasi rasa asam yang disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang timbul pada proses fermentasi laktosa oleh starter. - Bahan Baku Kefir pada umumnya terbuat dari bahan dasar susu, baik dari susu sapi maupun susu kambing. Susu kambing dikenal sebagai susu yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Susu kambing memiliki kandungan total solid 13,09%, lemak 4,8%, protein 3,7%, bahan keringtan palemak 9,10%, abu 0,85% dan laktosa 5%. - Mekanisme Pengawetan Selama proses fermentasi mikroba akan mengubah komponen susu, ketika bakteri asam laktat mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam organik lainnya, maka khamir akan menghasilkan alkohol dan CO2. Pembuatan kefir dilakukan dengan menginokulasikan secara langsung bibit kefir kedalam susu. Susu segar yang digunakan direbus terlebih dahulu, didinginkan hingga 20 - 25oC dan diinokulasikan dengan 2-10% (kadar optimal 5%) bibit kefir. Setelah beberapa waktu, pada umumnya 18-24 jam pada 20 – 25oC, bibit dipisahkan dari susu, dikeringkan pada temperatur ruangan dan disimpan pada temperatur rendah untuk digunakan kembali pada inokulasi selanjutnya. Kefir disimpan pada suhu 4oC untuk beberapa waktu sebelum digunakan (Ot’es S, dan Cagindi O, 2003). -Umur simpan Susu kambing memiliki sifat mudah rusak sehingga memiliki umur simpan yang lebih singkat dari produk kefir. Harald (2002) menyatakan bahwa kefir yang disimpan pada suhu 4°C masih berkualitas baik selama 14 hari. stabilitas dan rasio komposisi mikroorganisme dalam kefir saat produksi sampai waktu konsumsi sangat diperlukan informasi oleh konsumen. sumber: Harald J. Benson. 2002. Microbiological Applications. New York (Amerika). McGraw-Hill Higher Education Ot’es, S., Cagindi O. (2003). Kefir : A Probiotic Dairy-Composition, Nutritional and Therapeutic Aspects. Pakistan Journal of Nutritions, 2 (2), 54-59.

Usmiati, S. 2007. Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa Menyegarkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 29: 2, 12-13

Nama : Angelica Olivia Okta Dameswari NIM : H0919008 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi dengan menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pada umumnya yang menyebabkan kerusakan pada pangan adalah mikroba, tetapi pada pengawetan mikrobiologis akan menyebabkan bahan pangan tersebut memeiliki umur simpan yang lebih lama (contoh produknya adalah fermentasi). Pengawetan mikrobiologis menggunakan prinsip bahwa mikroba akan ditambahkan ke dalam bahan pangan yang diolah. Faktor-faktor yang menyebabkan produk fermentasi atau produk pangan yang mempunyai mikroba starter memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakunya (efek penghambatan mikroba pembusuk/kontaminan) :  Metabolit yang dihasilkan mikroba (pada proses metabolism pasti akan menghasilkan metabolit)  metabolit yang dihasilkan akan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Diantaranya adalah asam organic, karbondioksida, alcohol, bakteriosin, hydrogen peroksida, asetildehid dan diasetil dehid.  Masih terdapat mikroba alami pada bahan tersebut, karena mikroba tersebut ada di dalam sistem panagan maka akan saling berebut nutrisi (substrat) yang ada dalam bahan pangan tersebut. Pada saat terjadi proses berebut nutrisi antara mikroba starter dengan mikroba kontaminan, akan menyebabkan kekurangan nutrisi pada mikroba kontaminan. Hal ini dikarenakan pada mikroba starter memiliki jumlah yang lebih banyak, sehingga akan mendominasi penggunaan nutrisi pada bahan dan akan menghasilkan metabolit yang banyak dan baik. Setelah itu, mikroba kontaminan akan kekurangan nutrisi dan akah kalah pertumbuhannya dengan mikroba starter. Sedangkan, pada pengawetan kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pengawetan kimiawi menggunakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba terlebih dahulu. Dengan menginkubasi mikroba dalam kondisi khusus terlebih dahulu dan dengan adanya nutrisi dan lingkungan yang memadai menyebabkan mikroba dapat melakukan metabolism, dan hasil metabolisme nya adalah metabolit yang bersifat antimikroba yang dapat ditambahkan ke dalam produk pangan dan menghambat aktivitas dari mikroba pembusuk. 2. Produk fermentasi : Brem Karakteristik produk : Brem adalah makanan ringan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kue Brem mengandung energi sebesar 249 kilokalori, protein 3,4 gram, karbohidrat 58 gram, lemak 0,4 gram, kalsium 196 miligram, fosfor 86 miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Kue Brem juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,34 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kue Brem, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Brem dibuat dengan mengandalkan proses fermentasi. Brem dibuat dari ketan. Proses fermentasi akan dibantu dengan sebuah ragi yang dibuat dengan bantuan kapang atau mikroorganisme pengurai. Proses fermentasi brem akan dimulai dengan penghancuran pati yang ditemukan dalam ketan hitam dan ketan putih menjadi gula yang lebih sederhana. Gula yang dibentuk menjadi lebih sederhana kemudian akan dibentuk menjadi alkohol yang kemudian berubah menjadi zat asam. Proses ini memanfaatkan Acetobacter dan Pediococcus. Kemudian setelah proses ini selesai maka asam yang sudah terbentuk akan dirubah menjadi cita rasa yang muncul pada brem. Zat kimia yang terbentuk dalam proses ini adalah asam piruvat dan asam laktat. Sementara itu zat yang terbentuk dalam brem adalah seperti pati dan gula. Brem dikemas berbentuk lempengan agak kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Brem berbentuk lempeng pipih bundar dengan diameter rata-rata 5 cm dan ketebalan sekitar 0,3 cm. Brem asal Wonogiri berwarna putih dan proses pengeringannya melalui dijemur langsung dibawah panas terik matahari selama tiga hari sehingga teksturnya kering renyah dan garing. Cara pembuatan brem padat : Cuci beras ketan sampai bersih kemudian rendam sebentar ; Angkat kemudian kukus kurang lebih 1 jam ; Setelah itu, difermentasikan atau proses peragian dengan menambahkan ragi tape kemudian didiamkan selama 7 hari ; Selanjutnya, proses pengepresan untuk mendapat sari yang dihasilkan ketan yang telah difermentasi ; Rebus sari ketan dan aduk sampai mengental. Kemudian masukkan adonan ke dalam mesin pengaduk dan ditambahkan soda kue secukupnya ; Selanjutnya sari tape ketan keluarkan dan dicetak pada cetakan bulat ; Selanjutnya brem dijemur dengan mengunakan sinar matahari sampai kering ; Brem siap untuk dinikmati atau siap dijual untuk usaha dikemas dengan plastik tebal di press

Sumber : Suseno, Y. Djoko., dan Edi Wibowo. 2018. Peningkatan Produktivitas Produksi Brem Sebagai Upaya untuk Mengangkat Potensi Kabupaten Wonogiri. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 2 (2) : 107-113.

Nama: Fannisa Wardhani NIM : H0919044 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba. Pengawetan secara mikrobiologis menggunakan mikroba hidup yang ditambahkan ke dalam bahan pangan. Kemudian Mikroba tersebut tumbuh di bahan pangan dan menghasilkan metabolit yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk karena adanya persaingan dalam mendapatkan nutrisi sehingga aktivitas mikroba pembusuk terhambat. contohnya pada fermentasi. Sementara itu, pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu pengawetan yang menggunakan mikroba penghasil senyawa antimikroba. Proses yang dilakukan adalah mikroba penghasil senyawa antimikrobia terlebih dahulu diinkubasi sampai menghasilkan metabolit berupa antimikrobia, kemudian senyawa diekstrak dan dimurnikan lalu ditambahkan kedalam bahan pangan. 2. Produk fermentasi: kimchi yang terbuat dari sawi putih karakteristik kimchi: Kimchi merupakan asinan sayuran hasil fermentasi dengan bumbu pedas. Sayuran di rendam atau digarami selama beberapa jam kemudian dicuci dan diberi bumbu yang terbuat dari campuran udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe, dan cabe merah bubuk. kimchi memiliki rasa masam seperti acar. karakteristik sawi: Sawi merupakan salah satu dari sekian banyak macam sayuran dari tanaman hijau yang biasa digunakan untuk bahan olahan makanan. Kebanyakan orang menggunakan sawi untuk dijadikan bahan olahan makanan adalah karena selain harganya yang ekonomis, rasa dari sayuran hijau yang satu ini netral yaitu tidak berasa pahit dan tidak terlalu manis. namun, sayuran merupakan bahan makanan yang mudah mengalami kerusakan apabila tidak segera dikonsumsi. seperti pada sawi jika terlalu lama disimpan maka akan layu dan mengalami kebusukan dengan cepat. kimchi merupakan salah satu produk fermentasi agar sawi memiliki umur simpan yang lama. hal ini disebabkan pada kimchi terjadi penambahan garam yang cukup tinggi berfungsi sebagai penghambat selektif untuk mikrobia kontaminan khususnya mikrobia patogen. selain itu terdapat bubuk cabai yang juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga produk kimchi sawi menjadi lebih awet dibandingkan sawi yang tidak diolah Mekanisme pengawetannya yaitu: Sayuran yang di rendam atau digarami selama beberapa jam kemudian dicuci dan diberi bumbu yang terbuat dari

campuran udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe, dan cabe merah bubuk. setelah itu sayur difermentasi pada wadah tertutup selama beberapa hari.

sumber: https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/atj/article/viewFile/2818/1677

Sheilla Maya Safira

H0919092

1. Pengawetan secara mikrobiologis = mikroba hidup ditambahkan secara langsung ke dalam bahan makanan, sehingga mikroba akan hidup, berkembang biak, dan melakukan metabolisme di dalam bahan makanan. Umumnya mikroba kemudian akan mengubah karakteristik bahan makanan, seperti melakukan fermentasi.

Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan ekstrak mikroba = mikroba dikembangbiakkan secara khusus di media tertentu (dikulturkan), kemudian di media tersebut mikroba akan tumbuh menjadi semakin banyak dan melakukan metabolisme, hasil dari metabolisme tersebut umumnya akan disekresikan, sekresi tersebut yang kemudian akan diekstrak dan akan digunakan sebagai pengawet. Sehingga yang ditambahkan ke dalam bahan makanan hanya ekstrak sekresi metabolisme dari mikrobianya saja.

2. Produk fermentasi : fermented tofu/tahu

Karakteristik produk : memiliki kadar air tinggi (80-88%), pH berkisar 5,8-6,2, mudah rusak (highly perishable), kenyal bergelatin.

Karakteristik bahan baku (soymilk/susu kedelai) : kadar air tinggi (88-90%), pH berkisar 6,5-7,5,  berbentuk cair.

Fermented tofu yang diolah dari soymilk dengan bakteri asam laktat dapat meningkatkan umur simpan hingga 40 hari. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri asam laktat menghasilkan metabolit antimikrobial seperti asam asetat, limonene, benzyl alkohol, phenylethyl alkohol, dll. Selain itu bakteri asam laktat juga menghasilkan bakteriosin dan H2O2 yang dapat meningkatkan efek antimikrobial. Tofu juga lebih stabil secara kimiawi. Soymilk dapat dengan mudah mengalami oksidasi apabila disimpan. Bakteri asam laktat, menghasilkan aldehid, asam laktat, dan beberapa senyawa alkohol lainnya yang berperan dalam menstabilkan kualitas kimia tofu.

Referensi :

Serrazanetti, D. I., Ndagijimana, M., Miserocchi, C., Perillo, L., & Guerzoni, M. E. (2013). Fermented tofu: Enhancement of keeping quality and sensorial properties. Food Control, 34(2), 336–346. doi:10.1016/j.foodcont.2013.04.047

Basharat, Shahnai., et al. (2020). Nutritional and physicochemical characterization of soymilk. International Journal of Biosciences, 16(5), 256-264. doi:10.12692/ijb/16.5.256-264

Nama : Alifah Rifdah Rosyidah NIM : H0919003 1. Pengawetan secara Mikrobiologis adalah fermentasi yang digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan pangan dengan cara menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti asam laktat, asam cuka, alkohol, karbondioksida, bakteriosin, hidrogen peroxida, dll. Dalam pengawetan secara mikrobiologis mikroba starter dan mikroba kontaminan akan saling berebut nutrisi di dalam bahan. Maka, mikroba yang lebih banyak jumlahnya yang akan menang. Semakin banyak starter, maka metabolit akan semakin banyak dan pengawetan secara mikrobiologis akan berhasil. Sedangkan pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan penambahan bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada bahan yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk ekstrak dari mikroba yang akan diawetkan pada bahan kimia. 2. Produk fermentasi : pikel cabai merah keriting Perbandingan karakteristik cabai fermentasi dengan cabai tanpa fermentasi : karakteristik cabai tanpa fermentasi adalah rasa pedas yang dominan, warna mera cabai, mudah mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan tepat sehingga akan terjadi penurunan mutu sebagai dampak akibat kerusakan mekanis, fisiologis, kimia dan biologis pascapanen dari cabai. Karakteristik cabai fermentasi adalah pH 3,8 dengan kadar vitamin C berkisar 26,4 mg, tekstur yang masih kokoh seperti bahan bakunya, warna merah khas cabai yang cerah serta aroma dan rasa khas pikel. Pikel cabai merah keriting lebih awet dibandingkan dengan cabai merah keriting tanpa fermentasi. Mekanisme pengawetan cabai dengan fermentasi : 1. Pembuatan pikel dimulai dengan cara sortasi bahan baku yakni cabai merah keriting dengan ukuran sedang, yang kemudian dibuang bagian tangkainya, lalu dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir. 2. Kemudian di blanching dengan menggunakan air yang dimasak dan telah mencapai suhu 82⁰C selama 5 menit, kemudian dimasukkan ke dalam air dingin sesaat lalu ditiriskan dengan tujuan proses pemasakan akibat proses blanching terhenti, sehingga cabai tidak melunak. 3. Selanjutnya dilakukan proses Perendaman dalam larutan CaCl2 0,2% selama 30 menit & ditiriskan dengan tujuan untuk memperkuat tekstur cabai. 4. Kemudian cabai ditiriskan kembali dan dilakukan proses perendaman dalam larutan garam 5% + gula 1% + asam asetat 1,5% + asam sitrat 0,15% + irisan bawang putih 8 gr, yang telah dilarutkan secara merata dengan cara memasaknya selama 2 menit dengan tujuan agar larutan tercampur dengan rata. 5. Dilakukan perendaman selama 7 hari, dan setelah 7 hari dibuang buihnya lalu dilakukan proses pengemasan pikel. Fermentasi mula-mula terjadi dalam larutan tanpa gula, tetapi karena adanya tekanan osmosis dari garam ke dalam bahan, maka gula yang ada dalam bahan akan merembes ke larutan sehingga kadar gula dalam larutan meningkat. Selanjutnya terjadi fermentasi gula oleh bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Sumber : Novitasari, Rifni. 2018. Studi Pembuatan Pikel Cabai Keriting Utuh. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 7, No. 1

http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=844095&val=13155&title=STUDI%20PEMBUATAN%20PIKEL%20CABAI%20KERITING%20UTUH%20(Capsicum%20annuum%20var.glabiusculum)

Nama = Nauvela Aulia S. NIM = H0919073 Kelas = B 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pada pengawetan secara mikrobiologis, seperti fermentasi, mikroba yang dalam kondisi hidup ditambahkan dalam suatu bahan kemudian mikroba tersebut harus tumbuh terlebih dahulu, baru dapat terjadi perubahan karakteristik bahan. Sedangkan pada pengawetan kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba memiliki prinsip dimana mikroba yang bisa menghasilkan senyawa antimikroba (seperti mikroba yang dapat menghasilkan asam, bacteriocin, diacetyl, dsb) ditumbuhkan dalam kondisi khusus (misal diinkubasi dalam suatu tempat) lalu mikroba akan melakukan metabolisme yang akan menghasilkan senyawa antimikroba. Kemudian senyawa tersebut diekstrak lalu dimurnikan, kemudian baru dapat digunakan untuk proses pengawetan, jadi yang digunakan sebagai pengawet hanya metabolitnya saja (bukan mikroba itu sendiri). 2. Produk fermentasi = Ires (minuman khas Sinjai) Bahan baku = tape singkong Karakteristik minuman Ires ini adalah memiliki rasa yang manis dengan sedikit rasa asam, memiliki warna kuning yang terang dan sedikit beraroma seperti alkohol. Tape singkong sebagai bahan baku Ires memiliki karakteristik mutu hedonik berwarna kuning, agak beraroma khas tape, berasa manis dan mempunyai tekstur agak keras. Tape singkong sedikit mengandung alkohol dan berair. Sedangkan karakteritik kimianya adalah mempunyai kadar air 65,21%, abu 0,73%, dan gula pereduksi 4,53%. Minuman ires ini memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan bahan bakunya yaitu tape singkong. Ires dapat bertahan hingga 3 hari di suhu ruang dan dapat bertahan selama 5 hari atau satu minggu bila disimpan dalam lemari es atau refrigerator jika disimpan dalam kemasan botol plastik biasa. Sementara itu, apabila ires disimpan pada kemasan kaca, maka ires dapat bertahan hingga 9 hari. Sedangkan tape singkong hanya bertahan 3-5 hari di suhu ruang dan 7 hari di freezer. Mekanisme pengawetan ires adalah dengan penambahan ragi Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasinya. Proses fermentasi ires dimulai dengan pengubahan pati dalam ires oleh enzim amilase yang dikeluarkan oleh mikroba menjadi maltosa. Maltosa dapat dirombak menjadi glukosa oleh enzim maltase. Glukosa oleh enzim zimase dirombak menjadi alkohol. Enzim zimase pada Saccharomyces cerevisiae juga dapat menghasilkan CO2. Dalam proses fermentasi, selain alkohol, juga terbentuk asam piruvat dan asam laktat. Asam piruvat dapat diubah menjadi etanol atau asam laktat. Proses fermentasi tersebut akan menimbulkan efek pengawetan yang meningkatkan umur simpan produk, dan dapat menambah citarasa, tekstur, dan aroma bahan pangan.

Sumber = Rosmawati, Syam Husain, Andi Sukainah. 2021. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Minuman Khas Sinjai (Ires). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. 7(1) : 79-92.

Nama: Raifadila Bariza Erwadi NIM: H0919080

1. Pengawetan secara mikrobiologis: Pengawetan pangan dengan cara menambahkan mikroba hidup atau membuat kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba. Lingkungan (bahan pangan) dapat diatur pH, kelembaban, suhu, dan nutrisi spesifik sesuai mikroba yang ingin dimanfaatkan. Baik pada mikroba yang ditumbuhkan atau ditambahkan akan melakukan metabolisme yang juga menghasilkan senyawa antimikroba atau antioksidan sebagai pengawet untuk bahan pangan. Contoh pengawetan secara mikrobiologis adalah fermentasi.


Pengwetan secara kimiawi dengan bahan yang diekstrak dari mikroba: Pengawetan pangan dengan cara menambahkan metabolit mikroba berupa antimikroba ke bahan pangan. Mikroba ditumbuhkan pada media lain, lalu dari hasil metabolismenya diekstraksi zat antimikroba yang akan digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Contoh pengawetannya yaitu bakteriosin seperti nisin, pediosin, enterosin, dan lainnya. Masing-masing pengawetan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pengawetan mikrobiologis persiapannya lebih mudah dan mengawetkan bahan pangan dengan baik, tetapi sangat merubah organoleptik produk yang terkadang tidak dikehendaki. Sedangkan pengawetan kimiawi dengan bakteriosin meski teknologi dan metode pembuatannya lebih rumit, tetapi tidak merubah organoleptik produk secara signifikan jika sesuai dengan batas takarnya. 2. Produk: Cuka kakao

Bahan baku: Pulpa biji kakao


Perbedaan karakteristik:
Pulpa biji kakao adalah selaput berlendir berwarna putih yang membungkus biji kakao, terdapat sekitar 25-30% dari berat biji, diantaranya mengandung 82-87% air, 10-15% gula (60% adalah sukrosa dan 39% campuran glukosa dan fruktosa), 2-3% pentosa, 1-3% asam sitrat, dan 1-1,5% pektin, selain itu juga mengandung protein, asam amino, vitamin (terutama vitamin C), dan mineral sehingga dapat menjadi media yang kaya untuk pertumbuhan mikroba. Pada fermentasi biji kakao, cairan pulpa merupakan hasil samping fermentasi. Selama fermentasi dihasilkan cairan pulpa 12-17% dari berat biji kakao. Cairan pulpa berpotensi sebagai bahan baku pembuatan cuka kakao, tetapi kadar asam asetat yang dihasilkan relatif rendah sehingga dilakukan beberapa metode fermentasi lanjutan dengan variasi penambahan sumber karbon (gula dan alkohol) dan lama fermentasi.

Karakteristik awal cuka kakao sebelum penyimpanan yaitu berwarna coklat bening dengan kadar asam asetat 1,95%; nilai pH 4,12; total padatan terlarut 4,70°Brix; dan tingkat kekeruhan 2,90. Selama proses penyimpanan berlangsung, terjadi penurunan kadar asam asetat pada cuka kakao yang diikuti dengan peningkatan nilai pH, total padatan terlarut, dan tingkat kekeruhan.

Perbadingan umur simpan:

Pulpa biji kakao setelah buah kakao dibuka/dipotong akan segera mengering karena terpapar lingkungan secara langsung dan menempel pada biji kakao. Biji kakao akan menjadi lengket dan lembab. Jika tidak dilakukan pengeringan, biji kakao dengan pulpa yang masih menempel akan menjadi busuk akibat pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Penentuan umur simpan cuka kakao berdasarkan kadar asam asetatnya yang mengalami penurunan lebih dari 50% dari kadar awalnya. Penyimpanan cuka kakao pada suhu 10°C memiliki umur simpan terpanjang yaitu 431 hari, penyimpanan pada suhu ruang (30°C) memiliki umur simpan selama 146 hari, serta penyimpanan pada suhu 50°C memiliki umur simpan 56 hari.

Mekanisme pengawetan produk:

Setelah mengalami dua kali proses fermentasi yaitu fermentasi biji kakao dan fermentasi lanjutan, produk cuka kakao memiliki kadar asam asetat yang cukup tinggi untuk mempertahankan pH asam sehingga bakteri pembusuk serta bakteri patogen tidak dapat tumbuh dan produk menjadi awet. Yeast juga tidak dapat tumbuh karena kandungan glukosa pada produk yang rendah sehingga yeast tidak dapat melakukan metabolisme dan akan mati. Kandungan asam asetat dihasilkan dari metabolisme bakteri asam asetat dengan substrat alkohol. Kandungan alkohol sebelumnya dihasilkan pada fermentasi biji kakao oleh bakteri asam laktat.

Sumber:

Sukmayanti, N. W., G. P. Ganda Putra, dan Lutfi Suhendra. 2018. Penentuan Umur Simpan Cuka Kakao Menggunakan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) Dengan Pendekatan Arrhenius. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 6(2): 135-146. https://ojs.unud.ac.id/index.php/jtip/article/download/39217/23703 Putra, G. P. G., Ni Made Wartini, dan Luh Putu Trisna Darmayanti. 2017. Kajian Metode dan Waktu Fermentasi Cairan Pulpa pada Perubahan Karakteristik Cuka Kakao. Jurnal AGRITECH, 37(1): 38-47.

https://media.neliti.com/media/publications/96183-none-4f1e936d.pdf

Nama : Cholila Qurrotaa'yun NIM : H0919028 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pada saat penambahannya ke dalam bahan pangan. Pada pengawetan mikrobiologis, proses pengawetan dilakukan dengan menambahkan mikroorganisme dalam keadaan hidup ke dalam suatu bahan pangan, kemudian mikroorganisme tersebut dibiarkan untuk melakukan proses metabolisme dengan memanfaatkan substrat yang ada dalam bahan pangan tersebut dan menghasilkan metabolit-metabolit yang akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Sedangkan pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, yang ditambahkan dalam bahan pangan adalah senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme sebagai hasil proses metabolisme (metabolit). Mikroorganisme terlebih dahulu diinkubasi dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung pertumbuhannya sehingga akan berlangsung proses metabolisme dan akan menghasilkan metabolit tertentu. Metabolit itulah yang nantinya akan ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai bahan pengawet. 2. Nama produk : Kombucha dari Jahe dengan Penambahan Madu Perbandingan Karakteristik : Karakteristik bahan baku (Jahe) = Jahe mengandung pati, minyak atsiri, serat, protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain. Selain itu, jahe mengandung beberapa senyawa aktif seperti gingerol, shogaol, dan zingerone yang memberikan efek antioksidan, antiinflamasi, analgesik, antikarsinogenik, non-toksik, non-mutagenik, dan antibakteri. Karakteristik Kombucha = Kombucha mengandung berbagai jenis asam organik seperti asam setat, asam glukoronat, dan asam glukonat. Kombucha memiliki efek antioksidan, antimikroba, memperbaiki mikroflora usus, serta meningkatkan ketahanan tubuh. Mekanisme Pengawetan : Selama proses fermentasi terjadi peningkatan jumlah asam asetat dan senyawa fenol dalam kombucha jahe. Asam asetat yang terlarut di dalam akan terurai melepaskan proton-proton bebas, sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan pH larutan. Asam asetat yang tidak terdisosiasi dapat merusak struktur bilayer lipid bakteri pembusuk dan memasukkan proton ke dalam sitoplasma bakteri pembusuk, semakin banyak jumlah proton intraseluler akan menyebabkan kondisi asam pada sitoplasma sehingga akan terjadi denaturasi protein dan kehilangan energi. Selain itu, meningkatnya total senyawa fenol akan mempengaruhi aktivitas antibakteri kombucha jahe. Senyawa fenol memiliki kemampuan untuk memutuskan ikatan peptidoglikan pada dinding sel dan merusak ikatan hidrofobik dari membran sel saat menerobos dinding sel bakteri pembusuk, sehingga terjadi perubahan permeabilitas dinding sel yang akan menghambat pertumbuhan sel bakteri pembusuk. Berdasarkan penjelasan tersebut, meningkatnya jumlah asam asetat dan senyawa fenol selama proses fermentasi akan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas antibakteri pada kombucha jahe. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan umur simpan produk kombucha jahe lebih panjang aapabila dibandingkan dengan umur simpan bahan bakunya (jahe).

Sumber : Ayuratri, Mega Kristanti., dan Joni Kusnadi. 2017. Aktivitas Antibakteri Kombucha Jahe (Zingiber officinale) (Kajian Varietas Jahe dan Konsentrasi Madu). Jurnal Pangan dan Argoindustri, 5(3): 95-107.

Nama : Afnan Nada Khairunnisa NIM : H0919002 1. Pengawetan secara mikrobiologis yaitu fermentasi, mikroba dalam kondisi hidup ditambahkan pada suatu bahan (langsung ke dalam sistem pangan). Mikroba tersebut tumbuh/berkembang dan mengakibatkan terjadi perubahan karakteristik pada bahan. Mikroba tersebut akan menekan pertumbuhan mikroba pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti asam laktat, asam cuka, dan alkohol. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, tidak menggunakan mikroba dalam proses pengawetan karena yang ditambahkan dalam sistem pangan hanyalah metabolitnya saja. Mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba akan ditumbuhkan dalam kondisi khusus (inkubasi). Selama inkubasi, mikroba akan melakukan metabolisme yang menghasilkan senyawa antimikroba. Kemudian senyawa-senyawa tersebut diekstrak dan dimurnikan. Setelah didapatkan senyawa antimikroba murni kemudian diimplemetasikan untuk proses pengawetan. Produk-produk yang dapat diawetkan sangat beragam (tidak hanya produk fermentasi saja). Contohnya senyawa nisin dari bacteriocins. 2. Produk fermentasi : sauerkraut Kubis atau yang sering disebut kol (Brassica oleracea) memiliki umur simpan yang terbatas karena mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama. Kol dapat diawetkan dengan proses fermentasi menjadi sauerkraut (asinan jerman) untuk menghasilkan produk dengan sifat inderawi yang khas, khususnya aroma dan cita rasa. Sauerkraut mempunyai warna yang kekuningan, tekstur lunak dan bau yang sedap, yaitu antara asam dan alkohol. Sauerkraut memiliki rasa yang khas yaitu rasa masam pada sayur kol yang telah difermentasi. Kol segar yang difermentasi menjadi sauerkraut menggunakan garam dengan konsentrasi tertentu, sehingga tidak perlu ditambahkan mikroorganisme lain sebagai starter (inokulum) atau ragi, karena bakteri asam laktat sudah ada pada kol. Pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan garam sebelum proses fermentasi berlangsung. Kol yang mengandung gula alami dan komponen nutrisi lainnya dapat digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Sifat terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasikan gula menjadi asam laktat. Asam laktat dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan (mikroba pengganggu). Fermentasi asam laktat dapat mengilminasi parasit-parasit dan mikroba-mikroba pathogen tinja yang terdapat pada sayur-sayuran apabila tinja manusia atau hewan digunakan sebagai pupuknya. Dengan mencegah adanya bakteri patogen, sauerkraut memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan kol sendiri. Proses pengawetan : Sayuran kol segar yang telah disortir dari bagian-bagian yang rusak. Dilakukan pencucian, kemudian diiris-iris tipis-tipis ± 2-3 mm. Penambahan garam dan merica dilakukan dengan cara pelumuran pada irisan kol, kemudian diaduk hingga rata. Dimasukkan ke dalam stoples kaca bening dan ditekan-tekan hingga padat. Ditutup rapat sehingga kedap udara dan difermentasi selama 7 hari. Hayati, Rahmah, Rahmat Fadhil, dan Raida Agustina. 2017. Analisis Kualitas Sauerkraut (Asinan Jerman) Dari Kol (Brassica oleracea) Selama Fermentasi Dengan Variasi Konsentrasi Garam. Rona Teknik Pertanian, 10(2): 18-34

http://e-repository.unsyiah.ac.id/RTP/article/view/8937/8347

Nama : Brainindya Santya AdiadmaNIM : H09190271. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba!Penyimpanan mikrobiologi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan suatu produk pangan dengan cara menambahkan mikroba alami secara langsung ke dalam pangan. Mikroba alami dalam makanan ini akan melakukan aktivitas mikroba dan menghasilkan metabolit penghambat atau zat antimikroba seperti alkohol, asam organik, dan bakteriosin. Antimikroba yang dihasilkan akan menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba lain yang dapat merusak bahan pangan. Aplikasi penyimpanan mikrobiologis dapat dilihat pada proses fermentasi.Pengawetan secara kimia menggunakan bahan yang diekstraksi dari mikroba adalah metode pengawetan makanan dengan menambahkan ekstrak metabolit penghambat yang telah dimurnikan sebelumnya untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mencegah pembusukan makanan. Sifat kimiawinya dapat dilihat pada penggunaan bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum sebagai pengawet alami daging ayam yang disimpan pada suhu ruang.

2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibandingkan bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya!Produk fermentasi: Tapai ketan hitam

Tapai ketan hitam memiliki rasa manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki aroma yang menyenangkan,

bertekstur lunak dan berair. Tapai ketan diperoleh dengan cara fermentasi beras ketan dengan ragi tapai. Tahapan proses pembuatan tapai ketan umumnya diawali dengan pencucian beras ketan, perendaman selama semalam, pemasakan, pendinginan, pemberian ragi, dan terakhir fermentasi. Tahapan fermentasi berperan dalam pembentukan produk tapai dengan sifat sensori yang berbeda dari beras ketan. Ragi tapai mengandung mikroba campuran yang terdiri atas bakteri, khamir dan kapang atau jamur. Mikroba yang terkandung dalam ragi memiliki aktivitas enzim seperti amilase yang dihasilkan terutama dari kapang (mold) yang terdapat pada ragi tapai Indonesia. Enzim amilase ini akan mengkonversi pati menjadi oligosakarida dan dekstrin yang nantinya akan dikonversi oleh enzim glukoamilase menjadi maltose dan glukosa. Selain itu, ragi tapai juga mengandung khamir dan yang dominan adalah Saccharomyces cerevisiae. Khamir ini memproduksi enzim invertase yang mengkonversi disakarida menjadi glukosa dan zymase yang mengkonversi glukosa menjadi etanol. Fermentasi tapai ini dapat meningkatkan kadar gula reduksi dari 1% sampai 5% pada fermentasi 24 jam dan maksimal pada fermentasi 36-48 jam yaitu 16- 17%. Produk tapai ketan hitam tidak memiliki umur simpan yang lebih baik dari produk segarnya. Ini dikarenakan bahan segar memiliki karakteristik kering dan mudah disimpan. Sedangkan untuk produknya memiliki karakteristik lembek dan berair. Tapai cepat rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum fermentasi tercapai


Sumber:Faridah, Hayyun Durrotul., dan Silvia Kurnia Sari. 2019. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Pengembangan Makanan Halal Berbasis Bioteknologi. Journal of Halal Product and Research, 2(1): 33-43.Marniza., Syafnil dan Sari Fitria. 2020. Karakteristik Tapai Ketan Hitam dengan Variasi Metode Pemasakan. Jurnal Teknologi Agro-Industri, 7(2): 112-120.Nurraifah, Y., I. I. Arief., dan N. Ulupi. 2021. Penggunaan Bakteriosin yang Diproduksi oleh Lactobacillus plantarum sebagai Pengawet Alami untuk Daging Ayam yang Disimpan di Suhu Ruang. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 9(1): 7-14.

Nama :Siti Khodijah Putri Wibisono NIM :H0919093 1.Pengawetan secara mikrobiologis (contohnya fermentasi), menggunakan mikroba dalam kondisi hidup yang ditambahkan dalam suatu bahan. Mikroba tersebut tumbuh terlebih dahulu sehingga dapat melakukan perubahan karakteristik pada bahan yang diawetkan sehingga bahan menjadi lebih awet. Pengawetan secara kimiawi menggunakan yang diekstrak dari mikroba dilakukan dengan menginkubasi mikroba yang bisa menghasilkan senyawa anti mikroba. Mikroba di inkubasi dalam suatu tempat. Seletah mikroba di inkubasi, mikroba akan melakukan metabolisme secara umum, ketika metabolisme ini mikroba akan menghasilkan senyawa-senyawa anti mikroba (asam, bakteriosin, diasetil, dll). Senyawa-senyawa hasil metabolit dari mikroba ini lah yang kemuadian diekstrak. Ekastraknya kemudian di purifikasi (dimurnikan) setelah itu dapat diimplementasikan dalam pengawetan. 2.Sawi putih merupakan sayuran berbentuk memanjang seperti silinder dengan pangkal yang membulat. Warnanya putih dan dauntu tumbuh membentuk roset yang sangat rapat satu sama lain. Sawi putih apabila disimpan tanpa perlakuan dapat tahan selama 2-3 hari sedangkan bila disimpan pada suhu 10oC-15oC maka dapat tahan selama 7 hari. Kimchi merupakan makanan hasil fermentasi dari sawi putih. Umur simpan kimchi lebih lama jika dibandingkan dengan sawi putih. Kimchi dapat tahan selama satu minggu bila disimpan di suhu ruang dan dapat tahan selama 3-6 bulan apa bila disimpan dalam kulkas. Karena merupakan hasil fermentasi, kimchi memiliki rasa masam dan pedas yang khas. Rasa pedas pada kimchi disebabkan karena penambahan bumbu pedas. Kimchi dibuat dengan merendam sawi putih kemudian digarami sekana beberapa jam kemudian di cuci dan diberi bumbu yang terbuat dari campuran udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe, dan cabe merah bubuk.

sumber: Azka, A. B. F., Santriadi, M. T., & Kholis, M. N. (2018). Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Kimchi. Agroindustrial Technology Journal, 2(1), 91-97.

Nama : Anita Nurul A NIM : H0919013 Kelas : A 1. Pada pengawetan secara mikrobiologis, pada prinsipnya dilakukan dengan penambahan mikroba dalam bahan pangan secara langsung dan mikroba tersebut akan tumbuh untuk menghasilkan metabolit tertentu. Kemudian, metabolit yang dihasilkan oleh mikroba akan merubah karakteristik bahan pangan dan merusak membran sel mikroba kontaminan sehingga dapat mengawetkan. Sedangkan pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, pada prinsipnya tidak dilakukan penambahan mikroba secara langsung, namun dilakukan penumbuhan mikroba tersebih dahulu kemudian diekstrak dan dimurnikan, selanjutnya senyawa antimikrobia hasil metabolisme baru ditambahkan ke dalam bahan pangan sehingga dapat mengawetkan. 2. Produk: Cabai bubuk fermentasi Cabai bubuk fermentasi merupakan cabai yang diolah dengan fermentasi dan pengeringan untuk meningkatkan mutu dan masa simpan produk tanpa menggunakan bahan kimia pengawet. Pada proses fermentasi dihasilkan Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dapat menghasilkan produk metabolit bermanfaat sebagai bahan pengawet. Kemudian bentuk bubuk cabai diperoleh setelah proses pengeringan untuk mengeluarkan air yang terkandung di dalam cabe sehingga pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dapat dihambat. Mekanisme pengawetan pada cabai bubuk fermentasi, dimulai dengan sortasi bahan utama yaitu cabe merah dan rawit yang kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Masing-masing bahan utama dan NaCl ditimbang dan dicampurkan ke dalam toples. Volume air dicampurkan dan diaduk hingga rata. Sampel di dalam toples diberi pemberat dengan kantong plastik yang berisi air untuk menguragi ruang udara dalam toples. Setelah itu, toples ditutup rapat dan difermentasi pada suhu ruang ±37oC selama 24, 48, dan 72 jam. Selanjutnya, cabai yang telah difermentasi dikeluarkan dari toples dan ditiriskan. Cabai kemudian diblanching selama 10-15 menit dengan suhu 70-800C untuk menonaktifkan bakteri asam laktatnya (BAL) dan mempertahankan warna cabai agar tetap segar. Kemudian, cabai dikeringkan dengan blower suhu 65oC hingga diperoleh berat konstan. Cabai yang telah kering, kemudian ditepungkan dengan menggunakan grinder dan diayak hingga 100 mesh. Bubuk cabai dikemas menggunakan kemasan plastik jenis HDPE (High Density Poly Ethelene) secara vakum. Karakteristik dari cabai bubuk fermentasi antara lain memiliki kadar air yang cukup rendah dan ukuran partikel yang cukup halus. Bubuk cabe fermentasi memiliki kadar air 9,15% pada cabe merah dan 5,15% pada cabe rawit. Kemudian memiliki pH yang lebih rendah yaitu pada cabe merah 4,23 sedangkan pada cabe rawit 4,20. Selain itu, memiliki warna merah yang lebih cerah dan terjadi peningkatan tekstur dan nutrisinya. Fermentasi bubuk cabai ini dapat meningkatkan umur simpan produk, dimana pada cabe segar yang sudah matang pada umumnya memiliki umur simpan selama 5-10 hari, sedangkan dengan pengolahan fermentasi ini cabai rawit menjadi memiliki umur simpan selama 78 hari atau 2,6 bulan dan cabai merah selama 62 hari atau 2,1 bulan.

Sumber: Bilang, Mariyati., Amran Laga., dan Trinoviyani. 2017. Pendugaan Umur simpan Cabai Bubuk Fermentasi dari Cabai Rawit (Capsiun frutences L.) dan Cabai Merah 9Capsium annuum L.) Menggunakan Metode Akselerasi Pendekatan Labuza. Reka Pangan, 11(2): 13-22.

Nama: Flora Camellia NIM : H0919047 1. Perbedaan pengawetan secara mikrobiologis dan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba Pengawetan secara mikrobiologis: - pengawetan dilakukan dengan menambahkan mikroba ke bahan yang akan diawetkan tanpa perlu mengekstraksinya. - contoh pengawetannya yaitu fermentasi, dimana dalam menekan pertumbuhan mikroba pembusuk diperlukan senyawa seperti alkohol, asam cuka, asam laktat, dan sebagainya. - yang dibiakkan dalam proses fermentasi adalah zat-zat kimia yang dihasilkan mikroba (menumbuhkan mikroba yang berguna secara selektif). Pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba: - memanfaatkan senyawa peptida antimikroba yang dihasilkan dari ektraksi bakteri, contohnya bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan peroksida, diasetil, dan bakteriosin. - senyawa peptida antimikroba dapat diekstraksi dari sel penghasilnya (bakteri) melalui proses propagasi dalam media dengan kondisi lingkungan pertumbuhan yang dapat menginduksinya untuk menghasilkan senyawa peptida antimikroba (bakteriosin) tersebut. 2. Produk Fermentasi: Sauerkraut (asinan kubis) Saeuerkraut dapat diartikan sebagai kubis asam dan merupakan salah satu makanan hasil fermentasi kubis yang mempunyai daya cerna yang lebih baik dan umumnya dimakan bersama makanan lain untuk meningkatkan selera. Sauerkraut umum dikonsumsi di daerah Eropa Tengah dan Selatan dan juga Amerika Serikat. Meskipun memiliki arti kubis asam, pembuatan sauerkraut menggunakan garam sehingga sering juga disebut asinan kubis. Karakteristik dari asinan kubis antara lain berupa irisan tipis sayuran kubis, berwarna kekuningan, beraroma asam khas fermentasi, berasa asam dengan sedikit asin, dan bertekstur agak renyah. Bahan baku: Kubis dan garam dapurKarakteristik kubis antara lain berwarna hijau cenderung pucat putih, rasa cenderung manis, dengan tekstur daun yang renyah dan lembut. Umur simpan kubis umumnya berkisar antara 5 hingga 7 hari. Sedangkan setelah difermentasi menjadi sauerkraut, kubis dapat meningkat umur simpannya hingga 2 bulan. Hal ini dapat diartikan bahwa proses fermentasi dapat meningkatkan umur simpan dan mengawetkan kubis. Fermentasi kubis menjadi sauerkraut sendiri dapat terjadi karena adanya penambahan garam selama proses fermentasi dan keberadaan bakteri asam laktat (BAL) di udara yang menempel secara alami pada daun kubis. Mekanisme pengawetannya yaitu garam yang ditambahkan dalam proses fermentasi sauerkraut akan menyebabkan cairan yang mengandung nutrisi (termasuk gula) dari sayuran kubis akan keluar dan dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat (BAL) yang secara alami menempel di kubis mentah untuk tumbuh dan berkembang biak. Asam laktat hasil fermentasi gula oleh BAL akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, termasuk juga mikroba pengganggu, sekaligus mengeliminasi parasit dan mikroba patogen tersebut. Selain itu, garam yang ditambahkan juga berperan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk ataupun patogen. Garam akan mempengaruhi aktivitas air (Aw) dalam bahan pangan yang difermentasi, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroba di dalamnya. Sumber:

Hayati, R., R. Fadhil, dan R. Agustina. 2017. Analisis Kualitas Sauerkraut (Asinan Jerman) dari Kol (Brasicca oleracea) selama Fermentasi dengan Variasi Konsentrasi Garam. Jurnal Rona Teknik Pertanian, 10(2): 18-34.


Yusmarini, dkk. 2019. Karakteristik Asinan Kubis yang Dibuat dengan Penambahan Isolat Lactobacillus plantarum 1. Jurnal Teknologi Pangan, 13(1): 39-47.

Nama : Detriani Viki Puspa Asri NIM : H0919034 1. Pengawetan mikrobiologi adalah pengawetan yang dilakukan dengan menambahkan mikroorganisme pada produk yang diawetkan. Mikroorganisme ini menghasilkan metabolit yang dapat mengubah sifat produk dan meningkatkan daya tahan produk. Kemudian pengawetan kimiawi merupakan pengawetan menggunakan bahan yang diekstraksi dari mikroorganisme termasuk mikroorganisme yang dapat menghasilkan senyawa antibakteri. Dilakukan penginkubasian pada mikroorganisme untuk menghasilkan metabolit. Metabolit berupa senyawa antibakteri digunakan dalam proses pengawetan. 2. Produk fermentasi: Yoghurt Karakteristik: Yoghurt memiliki tekstur yang kental dan aroma yang kuat jika dibandingkan dengan bahan bakunya (susu). Selain itu, yoghurt juga mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu segar. Susu yang telah diolah menjadi yoghurt memiliki daya simpan yang lebih panjang jika dibandingkan dengan susu segar. Mekanisme Pengawetan: Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. L. bulgaricus adalah bakteri gram positif berbentuk batang dan tidak membentuk endospora. Dalam susu, L. bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Pertama, susu dipanaskan di atas kompor sampai mencapai suhu 90oC sambil diaduk dan dipertahankan suhunya selama 10 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 43o C. Inokulasi starter (biakan L. bulgaricus dan S. thermophilus) dengan perbandingan 1:1 dilakukan pada suhu 43-45oC sebanyak 2,5-3% dari volume susu, diaduk merata kemudian disaring. Susu yang telah diinokulasi dengan starter dimasukkan ke dalam gelas-gelas plastik yang telah direndam dalam air panas dan diinkubasi dalam inkubator (suhu 45oC) selama 4-6 jam. Setelah diinkubasi, yoghurt diaduk dan dan dikemas dalam wadah sesuai ukuran yang diinginkan. Sumber: Wahyudi, M. (2006). Proses pembuatan dan analisis mutu yoghurt. Buletin Teknik Pertanian Vol, 11(1), 13.

Link: http://203.190.37.42/publikasi/bt111064.pdf

1. Pengawetan secara mikrobiologi adalah pengawetan dengan menambahkan sejumlah mikroba ke dalamnya. Pada pengawetan mikrobiologi tidak diperlukan ekstraksi mikroba. Sementara untuk pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, sebelum pengawetan, dilakukan proses ekstraksi dari mikroba yang akan digunakan, seperti ekstraksi pada benalu kapas. Hasil dari ekstraksi tersebut (antimikrobia) akan ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai pengawet. 2. Produk fermentasi: Peda Peda merupakan salah satu produk olahan fermentasi spontan dari ikan kembung. Peda memiliki tekstur seperti ikan asin, keras, serta memiliki aroma dan citarasa yang khas. Rasanya yang enak dan gurih membuatnya menjadi makanan yang cukup digemari dan angka penjualannya terus meningkat. Dalam setiap 100 gram daging ikan kembung terkandung air 76%, protein 22 g, lemak 1 g, kalsium 20 mg, pospor 20 mg, besi 1 g, vitamin A 30 SI dan vitamin B1 0,05 mg. Peda memiliki tekstur keras yang disebabkan oleh kadar air yang rendah akibat proses penggaraman yang dilakukan sebanyak 2 kali. Bahan baku: ikan kembung Umur simpan dari peda bisa dibilang lebih lama apabila dibandingkan dengan ikan kembung. Hal ini dikarenakan pada ikan kembung masih terkandung cukup banyak air yang mana seperti kita tahu, air adalah salah satu tempat dimana mikroorganisme berkembang biak. Karena kadar air pada peda terbilang cukup rendah, maka umur simpan dari peda sendiri juga meningkat. Hal ini tak lepas dari peran garam sebagai salah satu medium pengeluaran air pada ikan kembung. Mekanisme pengawetan peda/ikan kembung:

Cuci bersih ikan kembung dengan mengeluarkan kotoran perutnya. Cuci sampai bersih kemudian lakukan penggaraman I dengan garam krosok sebanyak 90% dari total konsentrasi perlakuan. Ikan disusun berlapis dan di setiap antara lapisannya ditaburi garam. Fermentasikan ikan selama 7 hari dan setelahnya, bersihkan ikan dari garam dan sisa garam dari penggaraman I dibuat larutan garam 10%. Setelah dicuci, tiriskan ikan di atas para-para selama 24 jam untuk mengeringkan sisa air pada proses pencucian. Lalu dilakukanlah penggaraman II dengan garam krosok sebanyak 10% dari konsentrasi masing-masing perlakuan. Ikan disusun berlapis dengan penaburan garam pada setiap lapisannya. Fermentasikan ikan selama 6 hari dan pada hari ke-7, bersihkan ikan dari sisa garam dan sisa garam dari penggaraman 2 dibuat larutan garam 10%. Setelah dicuci, tiriskan ikan diatas para-para selama 24 jam untuk mengeringkan sisa air pada proses pencucian.

Thariq, Ahmad Sofie, Fronthea Swastawati, dan Titi Surti. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Garam Pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger neglectus) Terhadap Kandungan Asam Glutamat Pemberian Rasa gurih (Umami). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3): 104-111.

https://media.neliti.com/media/publications/124531-ID-none.pdf

1. perbedaan pengawetan dengan mikrobilogi dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang di ekstrak dnegan mikroba pengawetan dengan mikrobiologi: (penambahan mikroba secara langsung kedalam substrat) Pengawetan pangan dengan cara menambahkan mikroba hidup atau membuat kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba. Lingkungan (bahan pangan) dapat diatur pH, kelembaban, suhu, dan nutrisi spesifik sesuai mikroba yang ingin dimanfaatkan. Baik pada mikroba yang ditumbuhkan atau ditambahkan akan melakukan metabolisme yang juga menghasilkan senyawa antimikroba atau antioksidan sebagai pengawet untuk bahan pangan. Contoh pengawetan secara mikrobiologis adalah fermentasi. Pengawetan dengan kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba berbeda dengan pengwetan dengan mikroba pada pengawetan kimiawi pada prinsipnya tidak dilakukan penambahan mikroba secara langsung, namun dilakukan penumbuhan mikroba tersebih dahulu kemudian diekstrak dan dimurnikan, selanjutnya senyawa antimikrobia hasil metabolisme baru ditambahkan ke dalam bahan pangan sehingga dapat mengawetkan. 2. Produk fermentasi yang dipilih: Rice wine Bahan baku: beras Produk jadi: Anggur beras adalah minuman beralkohol yang difermentasi dan disuling dari beras, dikonsumsi secara tradisional di Asia Timur, Asia Tenggara, dan India Timur Laut. Anggur beras dibuat dengan fermentasi tepung beras yang telah diubah menjadi gula. Mikroba adalah sumber enzim yang mengubah pati menjadi gula. Anggur beras biasanya memiliki kandungan alkohol 18-25% ABV. Anggur beras digunakan dalam gastronomi Asia Timur, Asia Tenggara, dan India Timur Laut pada makan malam formal dan jamuan makan serta dalam masakan. Tidak seperti kebanyakan jenis anggur, yang terbuat dari buah yang difermentasi, anggur beras dibuat dari beras ketan yang difermentasi dengan proses di mana ragi mengubah gula menjadi alkohol. Ini digunakan dalam berbagai masakan Asia, terutama masakan Cina, dan sering dimasukkan ke dalam bumbu dan saus untuk menambah rasa manis dan kedalaman rasa. Beberapa varietas juga dikonsumsi sebagai minuman. Sementara rasa anggur beras yang berbeda bervariasi dari satu ke yang lain, semuanya umumnya manis. Varietas anggur beras yang umum termasuk Shaoxing (anggur beras Cina), mirin (anggur beras Jepang yang manis), dan sake (anggur beras Jepang kering), dan sebagian besar memiliki kandungan alkohol yang relatif rendah dibandingkan dengan anggur dan bir Barat. tentu saja rice wine memiliki umur simpan yang lebih lama daripada bahan bakunya (beras). Hal ini dpengaruhi oleh adanya kandungan asam laktat dan alkohol yang tinggi (15%) yang ada di dalam rice wine sehingga bakteri tidak dapat tumbuh. minuman berakohol sebenarnya tidak memiliki expired date tapi ada penurunan cita rasa. apalagi jika sudah dilakukan pembukaan maka rice wine akan mengalami oksidasi walaupun kadang secara penampakan dan penampilan tidak terlihat namun akan ada sedikit perubahan pada sensasi snetuhan taktil khas sake yang menghilang, maka lebih baik disegera untuk dikonsumsi. mekanisme pengawetan pada rice wine: pada awal fermentasi tumbuh mikroba pemecah nitrat seperti Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacter, atau Micrococcus. Mikroba mampu membentuk nitrit dan asam nitrat dengan menggunakan nitrat yang terdapat dalam air. Setelah pertumbuhan mikroba tersebut di atas kemungkinan dapat tumbuh mikroba Leuconostoc mesenteroides var sake dan Lactobacillus sake. Bakteri tersebut dapat mencapai10^7 sampai 10^8 sel/g, menyebabkan moromi asam dan cendrung akan mengurangi aktivitas mikroba sehingga mengakibatkan terbentuknya gula dan konsentrasi asam yang tinggi. Kemudian baru khamir melakukan aktivitas fermentasi. Khamir-khamir liar yang terdapat pada awal fermentasi akan mati karena terbentuknya nitrit yang dihasilkan oleh bakteri reduksi nitrat. Tetapi khamir Hansenulla anomala yang resisten terhadap nitrat tidak dapat hidup dalam keadaan anaerob. Umumnya khamir sake berkembang mencapai 3 sampai 4 x 10^8 sel/g (Steinkraus, 1983)

Steikraus, K. H. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. Maecel Dekker. Inc. New York

Nama : Aminah Maulida Rahmawati Kelas : H0919007 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah pada pengawetan secara mikrobiologis, mikroba yang digunakan masih pada kondisi hidup lalu ditambahkan dalam bahan yang diinginkan untuk diawetkan. Lalu mikroba tersebut tumbuh terlebih dahulu dalam bahan dan menghasilkan hasil metabolisme yang diperlukan untuk proses pengawetan didalam bahan. Sehingga hasil metabolisme mikroba langsung berekasi dengan bahan untuk proses pengawetan. Sedangkan pada pengawetan kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, mikroba ditumbuhkan pada tempat khusus yang keadaanya sudah dikondisikan untuk mikroba itu tumbuh hingga dapat bermetabolisme. Ketika sudah metabolisme, maka hasilnya nanti diambil untuk dijadikan bahan pengawetan suatu bahan makanan. 2. Kecap manis merupakan salah satu produk fermentasi yang digunakan sebagai produk pencita rasa. Kecap kedelai manis adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi kacang kedelai (Glycine max L.) dan gula, gula merah, dengan atau tanpa proses karamelisasi dengan atau tanpa penambahan bahan lain, dengan karakteristik dasar total gula tidak kurang dari 40%. Penampakan dari kecap adalah berwarna hitam dengan aroma manis kedelai khas serta rasa yang manis. Kecap manis memiliki tekstur sangat kental karena banyaknya kandungan gula didalam kecap. Untuk karakteristik bahan bakunya sendiri yaitu kedelai, berbentuk bulat kecil, tidak terlalu memiliki aroma khas, cenderung hambar, namun memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kedelai biasanya diolah menjadi berbagai produk pangan seperti tempe, tauco dan kecap karena karakteristiknya yang mudah membusuk jika tidak diolah cepat. Perbandingan umur simpan dari kedelai tanpa diolah dengan dijadikan kecap lebih singkat. Untuk kedelai biasa setelah dipanen biasanya setelah berumur seminggu sudah menunjukkan karakteristik yang menunjukkan bakteri memulai proses pembusukan. Sedangkan ketika sudah mnejadi kecap, masa penyimpanan dapat bertahan sekitar 1-2 tahun disuhu ruang sekalipun. Proses pembuatan kecap pada umumnya terdiri dari pencucian dan perebusan kedelai, dicuci lagi, ditiriskan serta didinginkan sebentar. Setelah itu proses peragian dan fermentasi. Setelah fermentasi, dilakukan pemasakan tahap pertama untuk kemudian menjadi filtrat. Lalu filtrat ditambahkan dengan gula dan bumbu lalu disaring untuk kemudian dimasak dan menjadi kecap kedelai. Umur kecap dapat bertahan lama dikarenakan proses fermentasi selama pembuatannya. Hasil dari proses fermentasi adalah pH kecap yang diperoleh dari konsentrasi gula yang ditambahkan selama proses fermentasi. Bakteri baik (BAL) pada kecap tersebut akan melawan bakteri jahat yang menyebabkan kedelai cepat basi dengan asam laktat yang dia hasilkan. Proses fermentasi juga membantu menaikkan kualitas cita rasa serta gizi dari kedelai. Pada fermentasi yang terjadi pada kecap yang meliputi fermentasi jamur (koji) maupun fermentasi dalam larutan garam (moromi) terjadi perubahan-perubahan biokimiawi oleh aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba (baik bakteri maupun kapang atau khamir). Pada fermentasi jamur (koji), mikroba yang dominan adalah Aspergillus soyae. Selama proses fermentasi koji, protein yang terkandung dalam kedelai akan dipecah menjadi peptida dan asam amino oleh enzim proteolitik, terutama dari jenis protease netral dan basa. Selain itu, Aspergillus soyae juga mensekresikan enzim α-amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis polisakarida menjadi oligosakarida, disakarida dan monosakarida. Enzim lipase yang dapat memecah lipid juga ditemukan ketika proses fermentasi koji berlangsung. Penambahan garam menghasilkan asam laktat tinggi sehingga dapat menurunkan pH sampai 4,9, bakteri tersebut berperan dalam pembentukan cita rasa dana roma spesifik untuk kecap. Pada kondisi aerob dalam konsentrasi garam tinggi, khamir yaitu Saccharomycesrouxii mengubah sejumlah glukosa (50%) menjadi gliserol, merupakan komponen penting pendukung cita rasa kecap. Gula yang ditambahkan diperlukan dalam pembuatan kecap manis, berfungsi sebagai pemanis sehingga jumlah gula kelapa yang ditambahkan dapat berpengaruh pada respon rasa kecap organic. SUMBER : Humairah, D. 2017. IDENTIFIKASI KAPANG PADA KECAP KEDELAI MANIS PRODUKSI LOKAL KEDIRI DENGAN METODE PENGENCERAN. Jurnal Sains dan Teknologi, 6(1) : 11-20.

Meutia, Yuliasri Ramadhani. 2015. STANDARDISASI PRODUK KECAP KEDELAI MANIS SEBAGAI PRODUK KHAS INDONESIA. Jurnal Standardisas, 17(2) : 147-156.

1. Jelaskan perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba! • Pengawetan mikrobiologis = menggunakan mikroba hidup yang ditambahkan dalam bahan pangan yang akan diolah. Prinsip nya melibatkan mikroba yang ditambahkan ke dalam bahan pangan yang akan diolah untuk menghasilkan metabolit tertentu. • Pengawetan kimiawi = menggunakan bahan yang bersumber dari mikroba, mikroba yang digunakan merupakan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. 2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya! Produk fermentasi : Kombucha Bahan baku : The hijau atau the hitam Karakteristik: -Kombucha : minuman berkarbonasi dengan cita rasa dan aroma yang khas, yaitu rasa asam-manis, mengandung sejumlah vitamin, mineral, dan asam organik -The hijau : warnanya yang tidak sepekat teh lain, serta rasa the yang memiliki banyak karakter -The hitam : warna the yang gelap, dan rasa the yang pekat, memiliki kafein paling tinggi dari jenis the lain Mekanisme: Ekstraksi the hijau/hitam, dan saring untuk memisahkan the dengan air seduhan. Campur ekstrak the denga gula pasir. Dinginkan the agar dapat memasukkan bakteri inokulasi. Inokulasi the dan lakukan fermentasi selama 8-12 hari tergantung suhu. Kemudian pisah dan saring the untuh dikonsumsi

Saat proses fermentasi teh kombucha, bakteri akan mengubah glukosa menjadi berbagai jenis asam, vitamin, dan alkohol yang berkhasiat bagi tubuh. Glukosa tersebut berasal dari inversi sukrosa oleh khamir menghasilkan glukosa dan fruktosa. Pada pembuatan etanol oleh khamir dan selulosa oleh Acetobacter xylinum, glukosa dikonversi menjadi asam glukonat melalui jalur fosfat pentosa oleh bakteri asam asetat, sedangkan sebagian besar fruktosa dimetabolisme menjadi asam asetat dan sejumlah kecil asam glukonat. Glukosa dalam proses tersebut berperan sebagai substrat untuk pertumbuhan sel dan pembentukan produk (asam asetat)

Simanjuntak, Desnilawati Hotmaria, Herpandi, dan Shanti Dwita Lestari. 2016. Karakteristik Kimia dan Aktivitas Antioksidan Kombucha dari Tumbuhan Apu-apu (Pistia stratiotes) Selama Fermentasi. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, vol.5(2)

Ardheniati, Minang, dan Andriani, Bambang Sigit Amanto. 2009. Kinetika fermentasi pada teh kombucha dengan variasi jenis teh berdasarkan pengolahannya. Biofarmasi, vol. 7(1)

Nama : Rika Ardelia NIM : H0919082 Kelas : C 1. Pengawetan secara mikrobiologis memiliki prinsip pengawetan dengan cara menambahkan mikroba hidup ke bahan pangan secara langsung. Dimana, mikroba yang ditambahkan akan menghasilkan metabolit dan mengawetkan produk yang difermentasi. Sedangkan, pengawetan secara kimiawi memiliki prinsip pengawetan secara tidak langsung yaitu dengan cara menambahkan ekstrak murni metabolit ke dalam proses pengawetan yang merupakan hasil dari mikroba yang telah diinkubasi terlebih dahulu. Dimana, ekstrak murni metabolit ini mengandung senyawa-senyawa antimikroba yang dapat mengawetkan produk yang difermentasi. 2. Produk : Kimchi Rebung Karakteristik Rebung segar berpotensi diolah menjadi aneka macam olahan pangan. Dimana, rebung segar memiliki kandungan gizi air, karbohidrat, protein, serat, lemak, vitamin A, vitamin C, riboflavin, thiamin, kalsium, fosfor, besi, dan kalium. Rebung juga memiliki kadar air dan kadar serat yang tinggi serta kadar karbohidrat yang rendah. Kandungan serat pangan pada rebung memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kecambah kedelai, timun dan sawi. Selain itu, rebung juga mengandung HCN (asam sianida) dengan persentasi yang beragam pada tiap rebung. Biasanya kandungan asam sianida pada rebung berada di bawah batas bahaya yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran atau campuran bahan makanan. Kemudian, karakteristik kimchi rebung yang dihasilkan melalui proses fermentasi yaitu memiliki kadar sianida (HCN) yang telah memenuhi batas aman (<50mg/L), kadar pH rendah, kadar air rendah, kadar lemak yang rendah, kadar protein yang semakin meningkat, kadar karbohidrat yang sedikit menurun, dan kadar serat yang semakin meningkat. Selain itu, kimchi rebung yang dihasilkan memiliki warna yang pekat, aroma asam khas kimchi, rasa asam, dan tekstur yang lunak. Umur Simpan Pengolahan rebung menjadi kimchi rebung melalui proses fermentasi akan memperpanjang umur simpan rebung lebih lama dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada proses fermentasi digunakan garam sebagai bahan pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Pada pembuatan kimchi rebung dengan pemakaian konsentrasi garam tinggi akan menyebabkan nilai kadar air semakin rendah. Dimana, garam mempunyai kemampuan untuk menyerap air dari dalam jaringan rebung sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk karena berkurangnya kadar air dalam rebung tersebut. Mekanisme Pengawetan Rebung segar dikupas untuk memisahkan daging dan kulit, dicuci, kemudian diiris dengan ketebalan ±2-3 mm. Rebung yang telah diiris, direbus dalam larutan garam berkonsentrasi 1%, lalu ditiriskan. Rebung direndam kembali dengan larutan garam selama lima jam, dicuci dan ditiriskan. Rebung dicampurkan dengan bumbu-bumbu yang telah disiapkan, dan setelah itu difermentasi. Pada proses fermentasi, bakteri asam laktat dengan aktivitasnya mampu mengubah glukosa menjadi asam laktat yang dapat mengawetkan dan memiliki daya anti bakteri. Selain itu, penambahan garam juga digunakan sebagai bahan pengawet yang akan menyerap cairan pada rebung sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Sumber referensi :

Iwansyah1, A.C., Luthfiyara Ghiyats, Hervelly. 2019. Pengaruh Konsentrasi Natrium Klorida dan Lama Fermentasi pada Mutu Fisikokimia, Mikrobiologi, dan Sensori Kimchi Rebung. Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri, 8(3): 227-237.

Nadiatul Khusna H0919071 1. Pengawetan secara mikrobiologis -> mikroba ditambahkan kedalam bahan pangan dimana mikroba tersebut akan tumbuh dan menghasilkan metabolit tertentu. Metabolit tersebut akan merubah karakteristik bahan pangan dan bersifat merusak terhadap dinding sel sel mikroba pembusuk atau perusak sehingga menyebabkan kebocoran dan berakhir pada kematian mikroba pembusuk. Pengawetan bahan kimia alami -> menggunakan bahan yang diekstrak dari senyawa antimikroba, dimana mikroba diinkubasi pada suatu tempat dan tidak dicampurkan dalam bahan pangan. Senyawa senyawa antimikroba tadi akan diesktrak lalu dimurnikan, setelah itu disubstitusi dalam pengolahan bahan pangan. 2. Salah satu pengawetan alami bahan pangan secara mikrobiologis yaitu fermentasi sayuran. Salah satu jenis sayuran yang bisa dijadikan pengawet bahan pangan alami ialah selada. Selada merupakan isolat yang menghasilkan persentasi asam laktat yang tinggi (0,85) jika dibandingkan dengan kubis (0,80) dan sawi (0,75). Larutan fermentasi selada dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alami dan dapat digunakan sebagai starter bakteri asam laktat seperti halnya fermentasi kubis. Kelebihan dari larutan selada yaitu memproduksi bakteri asam laktat, mengandung senyawa antibakteri seperti seperti asam organik dan hasil metabolit lainnya yang dapat berfungsi secara langsung untuk menghambat atau membunuh bakteri pembusuk. Hal ini disebabkan karena larutan fermentasi selada yang manghasilkan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus Plantarum, dimana Laktobacillus Plantarum ini mempunyai daya hambat paling tinggi terhadap bakteri pembusuk dan pathogen pada bahan pangan dibandingkan spesies bakteri asam laktat lainnya.

Walalangi, R. G. 2013. Efektifitas Fermentasi Daun Selada (Lactuca sativa) sebagai Alternatif Bahan Pengawet Alami Daging Ayam. Jurnal GIZIDO, 5(2), 65-70.

Nama : Annisa Fitri NIM : H0919015 1. Pengawetan mikrobiologis merupakan salah satu teknik pengawetan makanan dengan cara menambahkan mikroba hidup ke dalam makanan sehingga mikroba dapat tumbuh dan melakukan aktivitas metabolisme dan menghasilkan metabolit seperti senyawa asam laktat, asam cuka dan alkohol yang dapat menekan pertumbuhan mikroba pembusuk . Sedangkan pengawetan kimiawi dengan bahan yang diekstrak dari mikroba dilakukan dengan terlebih dahulu menginkubasi mikroba pada media dan kondisi lingkungan yang memadai sehingga mikroba dapat tumbuh dan beraktivitas menghasilkan metabolit antimikroba. Mikroba yang tumbuh pada media tersebut kemudian dimaserasi dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental mikroba. Dengan begitu, pada teknik pengawetan kimiaw ekstrak mikroba, yang diaplikasikan pada makanan bukanlah bentuk asli mikroba tersebut, melainkan ekstrak nya. 2. Produk Fermentasi : Keju Keju merupakan salah satu produk fermentasi berbahan dasar susu sapi yang digumpalkan dengan asam atau enzim dan bakteri kemudian dipadatkan. Berbagai jenis keju telah diproduksi dari berbagai belahan dunia, namun secara umum terdapat 2 jenis keju yaitu keju lunak dan keju keras. Keju lunak membutuhkan waktu fermentasi sekitar 4 minggu sedangkan keju keras berfermentasi selama 2-3 tahun. Pembuatan keju teridir dari beberapa tahap yaitu pasteurisasi, pengukuran pH, fermentasi, dan inkubasi, koagulasi susu fermentasi, pembuangan whey, pengepresan curd dan penimbangan berat curd kemudian penggaraman. Tahap fermentasi bertujuan untuk menumbuhkan bakteri asam laktat. Kelompok BAL yang palng sering digunakan pada pembuatan keju adalah Streptococcus dan Lactobacillus, adapun yang menggunakan Acetobacter yang bersifat asam cuka. Proses fermentasi oleh bakteri akan mengubah karbohidrat pada susu menjadi asam laktat sehingga susu berubah bersifat asam dan lebih awet karena mikroba pembusuk tidak dapat berkembang biak. Karakterisik bahan dan produk : Susu memiliki bahan penyusun utama berupa air, protein, lemak, laktosa, mnerla dan vitamin-vitamin. Karena susu kaya akan nutrisi, sehingga menyebabkan susu mudah rusak dan umur simpan yang pendek. Susu sebaiknya harus langsung diminum, namun jika sudah dipasteurisasi dan disimpan pada lemari pendingin susu hanya bertahan hingga 3 hari. Secara sensoris, susu berwarna putih sedikit kekuningan, mempunyai rasa sedikit manis atau gurih, serta berbau khas susu. Setelah menjadi keju, kadar air menurun, total asam meningkat, kadar protein meningkat. Berdasarkan karakteristik sensoris, keju cenderung memiliki rasa yang asin dan sedikit masam, berwarna putih kekuningan hingga kuning, beraroma khas keju, tekstur keras lunak, dan padat. Umur simpan keju lebih lama dibandingkan umur simpan susu baik pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Umur simpan keju bervarasi sesuai jenisnya, contohnya keju edam dapat bertahan hingga 1 bulan pada suhu lemari es sedangkan keju cheddar memiliki umur simpan hingga 4 bulan pada penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan keju pada suhu ruang menyebabkan tekstur keju mengeras. Referensi: Dewi, Novita. 2017. Kajian Pembuatan Keju Olahan. Jurnal Ilmu dan TeknologiHasil Ternak, 2(1): 10-14.

https://scholar.archive.org/work/yuxh2boudrhr3jkhg6yfmses6i/access/wayback/http://www.jitek.ub.ac.id:80/index.php/jitek/article/download/105/103

Nama : Siti Nirmala Dewi NIM     : H0919094 Kelas   : TPP C 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, yaitu pada pengawetan mikrobiologis, mikroba yang dilibatkan ditambahkan ke dalam bahan pangan, yang selanjutnya mikroba akan tumbuh dan menghasilkan metabolit seperti asam organik, karbon dioksida, alkohol, bakteriosin, hidrogen peroksida, Acetaldehyde-Diacetyl-Reuterin, yang nantinya akan mengakibatkan mikroba yang tidak diharapkan dalam bahan pangan (mikroba pembusuk) tidak dapat bertahan dan mengalami kematian sehingga produk akan memiliki umur simpan yang lebih lama. Sementara pada pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba, yang dilibatkan yaitu suatu bahan yang mengandung zat aktif antimikrobia. Setelah diekstraksi, selanjutnya dilakukan inkubasi, kemudian dilakukan pengujian dan pemurnian, hingga kemudian digunakan dalam proses pengolahan pangan. Adapun mekanismenya menurut Mustafa (2006) dalam Widiyanti dkk (2016), yaitu senyawa antimikroba (dalam hal ini fenol pada kunyit), dimana senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membran sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel. 2. Produk fermentasi : Kefir merupakan hasil olahan susu fermentasi yang termasuk dalam jenis pangan fungsional karena memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan tubuh serta mengandung bakteri probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan saluran pencernaan manusia (Rumen et al., 2018). Karakteristik kefir : memiliki rasa, warna, dan konsistensi yang menyerupai yogurt dan memiliki aroma khas yeasty (seperti tape) (Usmiati, 2007). Kefir meggunakan biji kefir sebagai starter yang mengandung bakteri asam laktat dan yeast (Lindawati dkk., 2015). Karakteristik susu : berwarna putih, memiliki pH netral (Diastari dan Kadek, 2013), memiliki rasa yang hampir tidak dapat diterangkan, tetapi agak manis (Navyanti dan Retno, 2015). Rasa manis berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Umur simpan : Kefir memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan susu karena aktivitas bakteri asam laktat dari biji kefir pada pembuatan kefir akan mengubah laktosa menjadi asam laktat, sehingga pH kefir menurun. Kondisi ini menyebabkan bakteri patogen tidak dapat tumbuh (Lindawati dkk., 2015). Harald (2002) menyatakan bahwa kefir yang disimpan pada suhu 4°C masih berkualitas baik selama 14 hari. Mekanisme pengawetan susu hingga menjadi kefir menurut Lindawati dkk (2015): - Susu sapi segar dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 30 menit dan diturunkan suhunya sampai pada suhu kamar ± 27°C. - Susu tadi kemudian diinokulasi dengan biji kefir sebanyak 5% dan diaduk hingga rata dan dilakukan penuangan ke dalam gelas toples yang steril. - Penginkubasian pada suhu kamar (25 ± 1°C) selama 20 jam, sehingga susu mengental menjadi kefir. - Kefir ini kemudian disaring untuk memisahkan biji kefir dari substrat kefir. - Biji kefir kemudian disimpan untuk digunakan pada inokulasi selanjutnya, sedangkan kefir (substrat aktif) dimasukkan kedalam toples steril dan disimpan pada suhu 5°C digunakan untuk perlakuan. - Selanjutnya dilakukan pengujian. Sumber Referensi : Diastari, I Gusti Ayu Fitri., Kadek Karang Agustina. 2013. Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus, 2(4): 453 - 460. Harald J. Benson. 2002. Microbiological Applications. McGraw-Hill Higher Education. New York, US. Lindawati, S. A., N. L. P. Sriyani, M. Hartawan, Dan I G. Suranjaya. 2015. Study Mikrobiologis Kefir Dengan Waktu Simpan Berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan, 18(3): 95-99. Mustafa, R.M. 2006. Study Efektivitas Bahan Pengawet Alami Dalam Pengawetan Tahu. Prodi Gizi Masyarakat IPB. Bogor.

Navyanti, Feryalin., Retno Adriyani. 2015. Higiene Sanitasi, Kualitas Fisik dan Bakteriologi Susu Sapi Segar Perusahaan Susu X di Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 8(1): 36–47.

Usmiati S. 2007. Kefir, Susu Fermentasi Dengan Rasa Menyegarkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, 29(2): 23-2.
Widiyanti, N.L.P.M., S.Mulyadiharja., I.N. Sukarta. 2016. Analisis Ekstrak Tumbuhan Rempah Sebagai Preservatives Makanan Tahu Diuji Secara In Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi, 5(2): 833-848.

Nama : Dhabita Syaurah Nurrosna 

NIM : H0919035

1. Pengawetan secara mikrobiologis adalah salah satu teknik pengawetan dengan menambahkan mikroba hidup kedalam makanan sehingga mikroba tersebut dapat tumbuh dan menghasilkan metabolit tertentu yang mempengaruhi kondisi bahan pangan sehingga dapat berdampak buruk kepada bakteri pembusuk. Sedangkan pengawetan secara kimiawi yang diekstrak dari mikroba menggunakan hasil dari metabolisme mikroorganisme yang mempunyai hasil metabolit yang bersifat antibakteri dan ditambahkan kepada bahan pangan. Sehingga, pada pengawetan kimiawi yang diekstrak dari mikroba ini bersifat tidak langsung sedangkan pengawetan secara mikrobiologis bersifat langsung.

2. Pilih 1 produk fermentasi, bandingkan karakteristik produk dan bahan bakunya, serta jelaskan apakah produk fermentasi tersebut mempunyai umur simpan lebih lama dibanding bahan bakunya disertai mekanisme pengawetannya!

Produk fermentasi yang dipilih adalah sauerkraut 

Sauerkraut merupakan produk fermentasi yang dibuat dengan cara dengan menambahkan garam konsentrasi tertentu pada irisan kubis. Sauerkraut mempunyai rasa yang cukup asam dan dapat bertahan lebih lama pada mutu yang baik dibandingkan dengan kubis segar. Rasa yang asam ini disebabkan karena terjadi fermentasi oleh bakteri asam laktat. Sauerkraut dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan kubis segar karena kadar garamnya yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan lingkungan yang tidak ramah bagi beberapa jenis bakteri pembusuk.

Mekanisme pengawetan dari saurkraut adalah dengan  menggunakan metode penggaraman. Garam menarik keluar air dan nutrisi yang terdapat pada jaringan kubis, dan nutrisi tersebut menjadi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan menghambat enzim yang dapat melunakkan kubis (Handoko, 2018).

Sumber :

Handoko, E. S. 2018. Pengaruh Jenis Kubis (Brassica Oleracea) dan Konsentrasi Gula Terhadap Karakteristik Yoghurtkraut (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Nama: Ratna Ayu Kusumah NIM: H0919081 1. Perbedaan antara pengawetan secara mikrobiologis dengan pengawetan secara kimiawi dengan menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba adalah: - Prinsip: Pengawetan secara mikrobiologis melibatkan mikroba yang ditambahkan dalam produk yang akan diawetkan. Mikroba tersebut nantinya akan tumbuh sampai menghasilkan metabolit. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba melibatkan mikroba yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba. - Fungsi: Pengawetan secara mikrobiologis berfungsi untuk meningkatkan umur simpan bahan, seperti pada proses pengawetan dengan fermentasi. Sedangkan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yang berfungsi sebagai antioksidan, perasa, agen antibakteri. - Mekanisme Mekanisme pengawetan secara mikrobiologis yaitu dengan menambahkan mikroba dalam produk. Mikroba ditumbuhkan terlebih dahulu hingga mengalami perubahan karakteristik terhadap produk. Sehingga produk menjadi awet. Sedangkan mekanisme pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang di ekstrak dari mikroba bahan yang telah diekstrak dari mikroba harus diinkubasi hingga mengalami metabolisme. Proses ini dilakukan hingga mikroba menghasilkan senyawa anitmikroba. Setelah ditemukan, dilakukan pemurnian dan selanjutnya dilakukan pengawetan 2. Produk fermentasi: Tape Ketan HItam Karakteristik bahan baku dibandingkan hasil fermentasi: Tape merupakan makanan selingan yang cukup populer di Indonesia. Pada dasarnya ada dua tipe tape, yaitu tape ketan dan tape singkong. Tape ketan hitam dibuat dari bahan baku beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa L.) merupakan salah satu jenis beras yang berwarna ungu pekat mendekati hitam. Tape ketan memiliki rasa manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki aroma khas (manis, asam dan sedikit beralkohol), bertekstur lunak, mengalami perubahan warna menjadi lebih pekat, dan berair. Umur simpan dibanding bahan baku: Tape ketan hitam memiliki umur simpan yang lebih Panjang dibandingkan ketan yang dikukus biasa tanpa metode fermentasi. Tape dapat bertahan lebih lama dibandingkan ketan biasa karena memiliki kadar gula dan alkohol yang lebih tinggi. Hal ini dapat menimbulkan lingkungan yang tidak ramah bagi beberapa jenis bakteri pembusuk. Mekanisme pengawetan : Mekanisme pengawetan pada fermentasi tape yaitu pati di hidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang, khamir, atau bakteri yang bersifat amilolitik. Mikroorganisme yang hadir akan memetabolisme senyawa nutrisi yang terdapat pada beras ketan selama proses fermentasi tape. khamir akan menghidrolisis pati menjadi gula sederhana yang selanjutnya akan difermentasi sehingga menghasilkan alkohol dan sejumlah komponen flavor yang menjadi khas pada tape. Akibat dari kadar gula dan alkohol yang lebih tinggi. Hal ini dapat menimbulkan lingkungan yang tidak ramah bagi beberapa jenis bakteri pembusuk. Sumber:

Marniza, Syafnil dan Sari Fitria. 2020. Karakteristik Tapai Ketan Hitam dengan Variasi Metode Pemasakan. Jurnal Teknologi Agro-Industri. 7 (2):112-120.

1. Pengawetan secara mikrobiologis -> Proses pengawetan yang prinsipnya melibatkan mikroba hidup yang ditambahkan saat atau sebelum proses pengolahan produk pangan. Dalam hal ini, mikroba akan berangsur tumbuh dan menghasilkan metabolit contohnya adalah bakteriosin, asam organik, asetaldehid, alakohol, dan lain sebagainya. Metabolit inilah yang akan berperan mengubah karakteristik bahan pangan sehingga menjadi lebih awet. Selain itu, perlu ditambahkan pula starter-starter bakteri yang mendukung proses fermentasi sehingga dapat mempengaruhi kerja metabolit. Berbeda halnya dengan pengawetan secara kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba dimana prinsipnya adalah menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba seperti halnya bakteriosin, alkohol, asam organik dan lainnya. Selanjutnya, senyawa tersebut dipurifikasi (dimurnikan) kemudian baru dapat diaplikasikan ke dalam proses pengawetan sehingga dihasilkan produk yang beragam. Jadi, intinya adalah pengawetan secara mikrobiologis yaitu menggunakan mikroba hidup dalam prosesnya sedangkan pengawetan kimiawi menggunakan bahan yang diekstrak dari mikroba yaitu prosesnya hanya menambahkan senyawa antimikroba/metabolitnya saja tanpa penambahan mikroba secara langsung. 2.Produk: Susu Kedelai dan yogurt susu kedelai - Karakteristik susu kedelai: Susu hasil ektraksi dari bahan kedelai. Komposisi gizinya hampir sama dengan susu sapi namun memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Umumnya, pembuatan susu kedelai melalui beberapa jenis tahapan yaitu penghancuran, pengenceran, perebusan 1, penyaringan, pencampuran bahan, perebusan 2, pembotolan, dan pasteurisasi. Namun, susu kedelai kurang disukai oleh masyarakat karena adanya bau langu sehingga dibutuhkan proses fermentasi di dalamnya. - Karakteristik Soyghurt Produk fermentasi susu kedelai yang menggunakan starter bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang merupakan spesies mikroba yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik serta umum digunakan dalam pembuatan yogurt. - Mekanisme pengawetan: Susu kedelai dibuat dengan perbandingan jumlah air terhadap biji kedelai adalah 8:1 kemudian susu kedelai dipasteurisasi pada suhu antara 70ºC selama 15 menit. Saat pasteurisasi ditambahkan gula tambahan berupa glukosa dan sukrosa dengan perbandingan 3:1. Sedangkan stabilizer yang digunakan adalah gelatin dan CMC. Keduanya ditambahkan sebanyak 1,5% dari jumlah susu kedelai yang digunakan. Setelah pasteurisasi selesai, susu kedelai didinginkan hingga 37ºC (suhu pertumbuhan optimum bagi aktivitas asam laktat) kemudian ditambahkan starter berupa Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus (perbandingan 1:1) yang berumur 18 jam dengan tujuan memproduksi asam laktat. Setelah penambahan starter, susu kedelai diinkubasi pada suhu 37ºC selama 14 jam. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah koloni dan pH untuk menentukan masa simpan optimum. Hasilnya: susu kedelai dalam bentuk soyghurt memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan susu kedelai yaitu selama 8 hari (dengan penambahan gelatin) dan selama 10 hari (dengan penambahan CMC). Sumber: Layadi, Natalia., Sedyandini, Prawasmita., Aylianawati., dan Soetaredjo, Felycia Edi. 2009. Pengaruh Waktu Simpan Terhadap Kualitas Soyghurt dengan Penambahan Gula dan Stabilizer. WIDYA TEKNIK, 8(1): 1-11.

https://media.neliti.com/media/publications/231946-pengaruh-waktu-simpan-terhadap-kualitas-20364650.pdf

Nama: Aditya Bayhaqi Suraji NIM: H0919001 1. Pengawetan secara mikrobiologis merupakan proses pengawetan dimana mikroba dalam kondisi hiudp akan ditambahkan ke dalam suatu bahan untuk mendukung proses pengawetannya. Dengan begitu, mikroba akan tumbuh dan melakukan perubahan karakteristik terhadap bahannya sehingga produk dapat menjadi lebih awet. Selain itu, pengawetan secara fermentasi juga bertujuan untuk merusak komponen sel sehingga karakteristik bahan juga ikut berubah. Sementara itu, pengawetan secara kimiawi merupakan proses pengawetan dimana mikroba akan beraktivitas untuk menghasilkan senyawa antimikroba dengan cara ditumbuhkan dalam kondisi khusus, misalnya seperti inkubasi. Setelah melewati masa inkubasi, bahan akan menghasilkan senyawa antimikroba yang nantinya akan dimurnikan dan digunakan dalam proses pengawetan. 2. Produk fermentasi: Fruit wine Buah merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable) sehingga perlu diolah untuk memperpanjang umur simpannya. Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpannya adalah dengan mengolahnya menjadi Fruit wine. Fruit wine sendiri merupakan minuman beralkohol yang dibuat melalui proses fermentasi sari buah selain buah anggur dengan menggunakan inokulum Saccharomyces cerevisiae. Kualitas fruit wine salah satunya ditentukan oleh kandungan flavornya. Flavor pada fruit wine terbentuk selama proses aging. Proses aging dapat merubah karakteristik dari fruit wine sehingga perlu dilakukan analisa untuk menjamin mutu dan keamanan fruit wine tersebut. Karakteristik yang akan dianalisa adalah karakteristik fisikokimia (warna, kekeruhan, kandungan gula, pH, etanol, metanol, asam volatil dan aktivitas antioksidan), mikrobiologi (total plate count dan pewarnaan Gram) serta sensori (warna, aroma, rasa, sweetness, after taste dan overall). Tahapan pembuatan fruit wine terdiri dari persiapan dan pencucian bahan baku buah, pemisahan kulit dari daging buah, penghancuran daging buah, penambahan bahan tertentu (SO2, gula, asam, nitrogen, dan enzim), ekstrasi serta klarifikasi sari buah, sterilisasi, inokulasi, fermentasi, dan aging. Fruit wine mengandung etil alkohol, gula, asam, tannin, aldehid, ester, asam amino, mineral, vitamin dan komponen aromatik minor seperti flavor. Flavor pada wine berasal dari bahan baku anggur/buah, terbentuk selama proses ekstraksi, hasil produksi yeast dan bakteri selama fermentasi serta muncul selama proses aging. Fruit wine sendiri memiliki masa simpan selama kurang lebih 1-2 tahun yang dimana jauh lebih lama daripada umur simpan buah, yaitu 1 hari - 1 bulan.Fruit Wine dibuat melalui proses fermentasi sari buah dengan menggunakan inokulum Saccharomyces cerevisiae yang memecah gula menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cerevisiae yang memiliki sifat resisten terhadap kandungan alkohol yang tinggi (8-15%) dapat digunakan dalam proses fermentasi wine. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan wine adalah suhu, keberadaan senyawa SO2, dan komposisi substrat. Selain Saccharomyces cerevisiae, bakteri asam laktat juga berperan pada fermentasi malolaktat wine, tetapi jumlah bakteri asam laktat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan wine karena bakteri tersebut melakukan reaksi autolisis. Penurunan kualitas wine juga dapat terjadi akibat adanya bakteri asam asetat karena bakteri tersebut dapat mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid dan asam asetat sehingga menimbulkan flavor seperti cuka.

Nama: Muhammad Naufal Salman NIM: H0919068 1. Prinsip pengawetan secara mikrobiologis adalah menumbuhkan mikroba di dalam bahan pangan sehingga mikroba tersebut akan menghasilkan metabolit yang akan mengubah karakteristik bahan pangan tersebut dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk maupun patogen. Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan pena m bahan bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada bahan yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan.

2. Produk fermentasi yang dipilih adalah kimchi. Karakteristik bahan bakunya, yaitu kubis, berkarakteristik kering dan kaku. Sedangkan produk jadinya cenderung lembek dan lebih basah. Umur simpan dari kimchi tidak lebih lama dari bahan bakunya. Mekanismenya adalah adanya bakteri laktobasilus yang berperan dalam proses fermentasi kimci menghasilkan asam laktat dengan kadar yang lebih tinggi daripada yogurt.