Loading Preview Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Penjualan Angsuran (Barang Bergerak/Barang Dagang) Metode penjualan angsuran pada mulanya berasal dari penjualan rumah pada perusahaan real estate, tetapi pada masa sekarang penjualan dengan metode ini telah berkembang pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan kendaraan seperti mobil, motor; mesin; alat-alat rumah tangga dan lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini telah menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar. Metode penjualan angsuran ini cukup berkembang pesat dan disukai di kalangan usahawan dan juga di kalangan pembeli. Bagi usahawan metode ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya meningkatkan laba, bagi pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran untuk melunasi barang yang dicicil tersebut. Meskipun dengan metode ini resiko atas tidak tertagihnya piutang akan meningkat, tetapi kelemahan metode ini dapat diatasi dengan meningkatnya volume penjualan perusahaan.
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya. Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik. Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli. Untuk mengurangi barang angsuran tersebut dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat menetapkan syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk kepentingkan pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang angsuran hilang atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli diwajibkan oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si pembeli.
Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah sangat kompleks, karena beban sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut tidak hanya terjadi pada saat penjualan angsuran tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang penjualan angsuran tersebut belum dilunasi. Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara beban dengan pendapatan (matching costs against revenue), maka pada saat penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan, harga pokok dan beban yang terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran meliputi beberapa periode, timbul masalah bagaimana beban yang terjadi pada periode berikutnya (misalkan beban penagihan, administrasi, perbaikan dan pemilikan kembali) sehubungan penagihan piutang usaha angsuran tersebut. Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan dengan metode Laba Kotor direalisasi sesuai dengan penerimaan kas. Dalam metode ini laba kotor diakui sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari penjualan angsuran yang diterima pada periode akuntansi yang bersangkutan. Prosedur yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan angsuran adalah:
Metode ini memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan prosporsional dengan tingkat penerimaan pembayaran angsuran. Di dalam akuntansi prosedur demikian dikenal dengan metode angsuran atau dasar angsuran (installment method or installment basis). Jika penjualan angsuran berupa barang dagang, dan perusahaan menggunakan system phisik di dalam pencatatan persediaannya, maka perusahaan akan mendebit perkiraan piutang usaha angsuran dan mengkredit perkiraan penjualan angsuran. Jurnalnya adalah: Piutang usaha angsuran xxxxxx Penjualan angsuran xxxxxx Sedangkan jika digunakan system balance permanen selain jurnal tersebut di atas ditambah jurnal pengakuan harga pokok penjualan angsuran tersebut Jurnalnya adalah: Piutang usaha angsuran xxxxxx Penjualan angsuran xxxxxx Harga pokok penjualan angsuran xxxxxx Persediaan barang dagang xxxxxx Mengenai penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit perkiraan kas dan mengkredit perkiraan piutang usaha Jurnalnya adalah: Kas xxxxxx Piutang usaha angsuran xxxxxx Selanjutnya pada akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatata mengenai tiga hal, yaitu:
angsuran dan mengkredit pengiriman barang angsuran. Perkiraan pengiriman barang angsuran merupakan perkiraan rugi laba atau perkiraan nominal dan harus ditutup ke perkiraan ikhtisar rugi laba. Jurnalnya adalah: Harga pokok penjualan angsuran xxxxxx Pengiriman barang penjualan angsuran xxxxxx Jurnal ini dicatat jika perusahaan menggunakan system phisik dalam pencatatan persediaannya, jika digunakan system balance permanen (perpetual) jurnal ini tidak diperlukan, karena pengakuan harga pokok penjuaaln angsuran telah dilakukan pada saat terjadinya penjualan angsuran tersebut.
Jurnalnya adalah: Penjualan angsuran xxxxxx Harga pokok penjualan angsuran xxxxxx Laba kotor yang berlum direalisasi (ditangguhkan) xxxxxx
Jurnalnya adalah: Laba kotor yang belum direalisasi xxxxxx Laba kotor yang direalisasi xxxxxx Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran dengan harga pokoknya. Laba kotor yang berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha angsuran yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari piutang usaha angsuran tersebut. Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi laba kotor yang belum direalisasi dengan penjualan angsuran yang bersangkutan dan hasilnya dikalikan 100%. Laba kotor yang belum direalisasi = Penjualan – HPP (Harga Pokok Penjualan) % Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi : Penjualan angsuran) x 100% Contoh soal:
Penyusunan neraca pada perusahan yang melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan biasa, hanya terdapat hal yang harus dieprhatikan adalah:
Cara yang paling umum adalah laba kotor yang belum direalisasi dicatat sebagai kelompok kewajiban.
Di dalam penyusunan perhitungan rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus dipisahkan antara penjualan biasa dengan angsuran. Laba kotor penjualan angsuran periode tersebut dikurangi dengan saldo laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan laba kotor periode tersebut yang telah direalisasi.
v Undang-undang Perpajakan No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Menurut salah satu metode penjualan angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan tagihan uang kas yang diterima, sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa periode fiskal. Sedangkan menurut pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang no.7 bahwa laba hasrus diakui pada saat penjualan dilakukan. Sehingga terdapat perbedaan persepsi antara laba menurut metode penjualan angsuran dengan undang-undang pajak penghasilan. Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia pasal 9 tentang pajak penghasilan, yaitu:
Contoh soal:
Pajak pengahsilan menurut perusahaan Rp. 10.250.000,00 Pajak pengahsilan menurut UU pajak penghasilan Rp. 9.500.000,00 Selisih Rp. 750.000,00
Ikhtisar rugi/laba Rp. 10.250.000,00 Hutang pajak (PPh pasal 29) Rp. 9.500.000,00 Pajak penghasilan yang ditangguhkan Rp. 750.000,00 Jika perusahaan menggunakan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan angsuran, maka tidak terdapat perbedaan antara laba menurut perusahaan dengan laba menurut pajak. v Undang-undang perpajakan No.8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah Untuk perusahaan dagang umumnya dan perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan apakah perusahaan tersebut adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP. Bila perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya harus dikenakan PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN. PPN yang dikenakan atas nilai jual ini disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN masukkan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran. Selain itu perusahaan juga membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila barang yang dibeli merupakan kategori barang mewah. Tarif ini berkisar anatar 10% – 30%. PPnBM ini dikenakan hanya sekali pada pengusaha dan tidak daoat dikreditkan dengan PPN keluarannya sehingga harus dimasukkan sebagai harga pokok barang yang dibelinya. Contoh soal dan penyelesaian penjualan angsuran barang bergerak. PT. A NERACA Per 31 Desember 1992 (Jutaan Rp)
Kas 500 Hutang Usaha 60 Persediaan BD 400 LK yg belum direalisasi th 92 50 Piutang Usaha (biasa) 300 LK yg belum direalisasi th 91 40 Piutang Usaha Cicilan th 92 200 Modal Saham 500 Piutang Usaha Cicilan th 91 100 Laba yang ditahan 850 1.500 1.500 Penjualan cicilan th 92 dengan tingkat laba kotor 25% dan penjulan cicilan th 91 dengan tingkat laba kotor 40%. Transaksi dan ayat jurnal untuk PT. A yang berhubungan dengan penjulan biasa dan penjualan angsuran th. 1993 adalah sbb: 1 Januari 1993 sampai dengan 31 Desember 1993
Pembelian 300 juta Hutang Usaha 300 juta
Kredit 300 juta Cicilan 200 juta 900 juta Kas 400 juta Piutang Usaha 300 juta Penjualan 700 juta Piutang Usaha Cicilan th 93 200 juta Penjualan Cicilan 200 juta
Piutang Usaha 280 juta Piutang Usaha Cicilan th. 93 100 juta Piutang Usaha Cicilan th. 92 100 juta Piutang Usaha Cicilan th. 91 70 juta 550 juta Kas 550 juta Piutang Usaha 280 juta Piutang Usaha Cicilan – th. 93 100 juta Piutang Usaha Cicilan – th. 92 100 juta Piutang Usaha Cicilan – th. 91 70 juta Hutang Usaha 350 juta -/- Potongan ( 3 juta) 347 juta Biaya operasi 53,5 juta Jumlah kas yg dikeluarkan 400,5 juta Hutang Usaha 350 juta B. Operasi 53,5 juta Potongan pembelian 3 juta Kas 400,5 juta Bila pada th. 93 tingkat laba kotor dari penjualan adalah 50% maka Harga Pokok barang yang berkaitan dengan penjulan adalah Rp. 100 juta. HPP Cicilan 100 juta Pengiriman atas penjualan Cicilan 100 juta
Penjualan Cicilan 200 juta HPP Cicilan 100 juta LK yang belum direalisasi th. 93 100 juta
Th. 93 = 50% x 100 juta = 50 juta Th. 92 = 25% x 100 juta = 25 juta Th. 91 = 40% x 70 juta = 28 juta 103 juta LK yang belum direalisasi th. 93 50 juta LK yang belum direalisasi th. 92 25 juta LK yang belum direalisasi th. 91 28 juta LK yang direalisasi 103 juta
Ikhtisar R/L 597 juta Pengiriman atas penjulan cicilan 100 juta Potongan pembelian 3 juta Persediaan BD (awal) 400 juta Pembelian 300 juta
Persediaan BD (akhir) 150 juta Ikhtisar R/L 150 juta
Penjualan (biasa) 700 juta LK yang direalisasi 103 juta Biaya operasi 53,5 juta Ikt. R/L 749,5 juta
10% x 25 juta = 2,5 juta 15% x 25 juta = 3,75 juta 30% x 252,5 juta = 75,75 juta 82 juta Pajak penghasilan 82 juta Hutang pajak penghasilan 82 juta
Ikt. R/L 82 juta Pajak penghasilan 82 juta
Ikt. R/L 220,5 juta Laba yang ditahan 220,5 juta Masalah tukar-tambah dalam penjualan cicilan barang bergerak. Misalkan barang dagangan dengan harga pokok Rp. 72 juta dijual seharga Rp. 100 juta. Sebagai pengganti uang muka, maka diterima barang bekas dengan nilai tukar tambah sebesar Rp. 30 juta. Perusahaan memperkirakan biaya perbaikan barang bekas ini sebesar Rp. 2 juta dan harga jual setelah diperbaiki sebesar 25 juta. Perusahaan biasanya mengharapkan laba kotor sebesar 12% atas penjualan barang bekas. Nilai barang tukar tambah dan selisih nilai tukar tambah dihitung sbb : Jumlah yang ditetapkan atas tukar tambah Rp. 30 juta Nilai barang tukar tambah : Rp. 25 juta Nilai penjualannya Dikurangi: Biaya perbaikan Rp. 2 juta Laba kotor yg diharapkan atas penjualan kembali barang bekas = Rp. 3 juta (Rp. 5 juta) (Rp. 20 juta) Nilai tukar lebih Rp. 10 juta Jurnal untuk mencatat penjualan cicilan dengan tukar tambah ini adalah sbb : Barang dagangan (tukar tambah) Rp. 20 juta Nilai tukar lebih atas penj. cicilan dg tukar tambah Rp. 10 juta Piutang penjualan cicilan Rp. 70 juta Penjualan Cicilan Rp. 100 juta HPP Cicilan Rp. 72 juta Barang dagangan Rp. 72 juta Persentase laba kotor = 18 juta : 90 juta x 100% = 20% Masalah pembatalan penjualan angsuran barang bergerak akibat ketidakmampuan membayar. Misalkan penjualan cicilan th. 93 Rp. 200 juta Tingkat LK atas penjualan cicilan th. 93 Rp. 50 juta Pada tahun ’94, seorang customer tidak mampu membayar kontrak penjualan cicilan sebesar Rp. 10 juta yang berasal dari transaksi th. 93 dan total yang telah ditagih pada th. 93 adalah Rp. 5 juta. Barang dimiliki kembali dan dinilai sebesar Rp. 2 juta. Maka jurnal untuk mencatat ketidakmampuan membayar dan kepemilikan kembali adalah: Barang dagangan (pemilikan kembali) Rp. 2 juta LK yang belum direalisasi th. 93 Rp. 2,5 juta Kerugian atas pemilikkan kembali Rp. 0,5 juta Hutang Usaha Cicilan th. 93 Rp. 5 juta |