Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Internet merupakan jaringan komputer yang dihasilkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melewati proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita bisa memperagakan komunikasi dalam jarak yang tak terhingga melewati arus telepon. Proyek ARPANET merancang wujud jaringan, kehandalan, seberapa besar informasi dapat dialihkan, dan kesudahannya seluruh standar yang mereka tentukan menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

Show

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk kebutuhan militer. Pada masa itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membikin sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi serangan nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat remeh dihancurkan.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, dan secara umum ARPANET dikenalkan pada bulan Oktober 1972. Tak lama kemudian proyek ini mengembang pesat di seluruh kawasan, dan seluruh universitas di negara tersebut mau bergabung, sehingga membikin ARPANET kesukaran untuk mengaturnya.

Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk kebutuhan militer dan "ARPANET" baru yang semakin kecil untuk kebutuhan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan kesudahannya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan menjadi Internet.

Daftar perihal jadinya penting

TahunPerihal jadinya
1957Uni Soviet (sekarang Rusia) meluncurkan wahana luar angkasa, Sputnik.
1958Sebagai buntut dari "kekalahan" Amerika Serikat dalam meluncurkan wahana luar angkasa, dibentuklah sebuah badan di dalam Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Advanced Research Projects Agency (ARPA), yang mempunyai tujuan supaya Amerika Serikat mampu meningkatkan ilmu ilmu dan teknologi negara tersebut. Salah satu tujuannya adalah teknologi komputer.
1962J.C.R. Licklider menulis sebuah tulisan mengenai sebuah visi di mana komputer-komputer dapat saling dihubungkan antara satu dengan pautannya secara global supaya setiap komputer tersebut mampu menawarkan akses terhadap program dan juga data. Pada tahun ini juga RAND Corporation memulai riset terhadap ide ini (jaringan komputer terdistribusi), yang ditujukan untuk tujuan militer.
Awal 1960-anTeori mengenai packet-switching dapat diimplementasikan dalam dunia nyata.
Menengah 1960-anARPA mengembangkan ARPANET untuk mempublikasikan "Cooperative Networking of Time-sharing Computers", dengan hanya empat buah host komputer yang dapat dihubungkan sampai tahun 1969, yakni Stanford Research Institute, University of California, Los Angeles, University of California, Santa Barbara, dan University of Utah.
1965Istilah "Hypertext" dikeluarkan oleh Ted Nelson.
1968Jaringan Tymnet dihasilkan.
1971Anggota jaringan ARPANET semakin menjadi 23 buah node komputer, yang terdiri atas komputer-komputer untuk riset milik pemerintah Amerika Serikat dan universitas.
1972Sebuah himpunan kerja yang disebut dengan International Network Working Group (INWG) dihasilkan untuk meningkatkan teknologi jaringan komputer dan juga membikin standar-standar untuk jaringan komputer, termasuk di antaranya adalah Internet. Pembicara pertama dari organisasi ini adalah Vint Cerf, yang kemudian disebut sebagai "Bapak Internet"
1972-1974Beberapa layanan basis data komersial seperti Dialog, SDC Orbit, Lexis, The New York Times DataBank, dan pautannya, mendaftarkan dirinya ke ARPANET melewati jaringan dial-up.
1973ARPANET ke luar Amerika Serikat: pada tahun ini, anggota ARPANET semakin lagi dengan masuknya beberapa universitas di luar Amerika Serikat yakni University College of London dari Inggris dan Royal Radar Establishment di Norwegia.
1974Vint Cerf dan Bob Kahn mempublikasikan spesifikasi detail protokol Transmission Control Protocol (TCP) dalam artikel "A Protocol for Packet Network Interconnection".
1974Bolt, Beranet & Newman (BBN), pontraktor untuk ARPANET, buka sebuah versi komersial dari ARPANET yang mereka sebut sebagai Telenet, yang merupakan layanan paket data publik pertama.
1977Sudah telah tersedia 111 buah komputer yang sudah terhubung ke ARPANET.
1978Protokol TCP dipecah menjadi dua ronde, yakni Transmission Control Protocol dan Internet Protocol (TCP/IP).
1979Grup dialog Usenet pertama dihasilkan oleh Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, alumni dari Duke University dan University of North Carolina Amerika Serikat. Sesudah itu, penggunaan Usenet pun meningkat secara drastis.
Pada tahun ini pula, emoticon diusulkan oleh Kevin McKenzie.
Awal 1980-anKomputer pribadi (PC) mewabah, dan menjadi ronde dari banyak hidup manusia.
Tahun ini tercatat ARPANET sudah beranggota sampai 213 host yang terhubung.
Layanan BITNET (Because It's Time Network) dimulai, dengan menyediakan layanan e-mail, mailing list, dan juga File Transfer Protocol (FTP).
CSNET (Computer Science Network) pun dibangun pada tahun ini oleh para ilmuwan dan mahir pada ronde ilmu komputer dari Purdue University, University of Washington, RAND Corporation, dan BBN, dengan dukungan dari National Science Foundation (NSF). Jaringan ini menyediakan layanan e-mail dan beberapa layanan pautannya kepada para ilmuwan tersebut tanpa harus mengakses ARPANET.
1982Istilah "Internet" pertama kali dipergunakan, dan TCP/IP diadopsi sebagai protokol universal untuk jaringan tersebut.
Name server mulai dikembangkan, sehingga mengizinkan para pengguna supaya dapat terhubung kepada sebuah host tanpa harus mengetahui jalur pasti menuju host tersebut.
Tahun ini tercatat telah tersedia semakin dari 1000 buah host yang tergabung ke Internet.
1986Dikenalkan sistem nama domain, yang sekarang dikenal dengan DNS (Domain Name System) yang berfungsi untuk menyeragamkan sistem pemberian nama alamat di jaringan komputer. 

Perihal jadinya penting pautannya

Tahun 1971, Ray Tomlinson sukses menyempurnakan program e-mail yang dia ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu remeh sehingga langsung menjadi populer. Pada tahun yang sama, ikon "@" juga dikenalkan sebagai simbol penting yang menunjukkan “at” atau “pada”. Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat.

Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang telah tersedia di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang mahir komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang semakin besar, yang menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.

Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris sukses mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah semakin dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, membuat newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom membuat gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang bisa saling menelpon sambil berkomunikasi dengan video link.

Karena komputer yang membentuk jaringan semakin hari semakin banyak, karenanya diperlukan sebuah protokol resmi yang diakui oleh seluruh jaringan. Pada tahun 1982 dihasilkan Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal seluruh. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan perbuatan yang berguna jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan perbuatan yang berguna e-mail dan newsgroup USENET.

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang telah tersedia, karenanya pada tahun 1984 dikenalkan sistem nama domain, yang sekarang kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang telah tersedia sudah melebihi 1000 komputer semakin. Pada 1987 banyak komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 semakin.

Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, banyak komputer yang saling berkomunikasi kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer sekarang membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang sangat bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang pautannya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau World Wide Web.

Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan pada tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet sudah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berganti. Pada tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus lahir Netscape Navigator.


edunitas.com


Page 2

Internet merupakan jaringan komputer yang diproduksi oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melewati proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita dapat melaksanakan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melewati aliran telepon. Proyek ARPANET merancang bangun jaringan, kehandalan, seberapa agung informasi dapat dialihkan, dan belakangnya semua standar yang mereka tentukan diproduksi menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk kebutuhan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membikin sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi agresi nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini mengembang pesat di seluruh kawasan, dan semua universitas di negara tersebut berhasrat bergabung, sehingga membikin ARPANET kesukaran untuk mengaturnya.

Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk kebutuhan militer dan "ARPANET" baru yang semakin kecil untuk kebutuhan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan belakangnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan diproduksi menjadi Internet.

Daftar perihal jadinya penting

TahunPerihal jadinya
1957Uni Soviet (sekarang Rusia) meluncurkan wahana luar angkasa, Sputnik.
1958Sebagai buntut dari "kekalahan" Amerika Serikat dalam meluncurkan wahana luar angkasa, dibentuklah sebuah badan di dalam Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Advanced Research Projects Agency (ARPA), yang ada tujuan supaya Amerika Serikat mampu meningkatkan ilmu ilmu dan teknologi negara tersebut. Salah satu sasarannya adalah teknologi komputer.
1962J.C.R. Licklider menulis sebuah tulisan mengenai sebuah visi di mana komputer-komputer dapat saling dihubungkan selang satu dengan lainnya secara global supaya setiap komputer tersebut mampu menawarkan akses terhadap program dan juga data. Pada tahun ini juga RAND Corporation memulai riset terhadap ide ini (jaringan komputer terdistribusi), yang ditujukan untuk tujuan militer.
Awal 1960-anTeori mengenai packet-switching dapat diimplementasikan dalam dunia nyata.
Pertengahan 1960-anARPA mengembangkan ARPANET untuk mempromosikan "Cooperative Networking of Time-sharing Computers", dengan hanya empat buah host komputer yang dapat dihubungkan sampai tahun 1969, yakni Stanford Research Institute, University of California, Los Angeles, University of California, Santa Barbara, dan University of Utah.
1965Istilah "Hypertext" dikeluarkan oleh Ted Nelson.
1968Jaringan Tymnet diproduksi.
1971Anggota jaringan ARPANET lebih diproduksi menjadi 23 buah node komputer, yang terdiri atas komputer-komputer untuk riset milik pemerintah Amerika Serikat dan universitas.
1972Sebuah kumpulan kerja yang disebut dengan International Network Working Group (INWG) diproduksi untuk meningkatkan teknologi jaringan komputer dan juga membikin standar-standar untuk jaringan komputer, termasuk di selangnya adalah Internet. Pembicara pertama dari organisasi ini adalah Vint Cerf, yang kemudian disebut sebagai "Bapak Internet"
1972-1974Beberapa layanan basis data komersial seperti Dialog, SDC Orbit, Lexis, The New York Times DataBank, dan lainnya, mendaftarkan dirinya ke ARPANET melewati jaringan dial-up.
1973ARPANET ke luar Amerika Serikat: pada tahun ini, anggota ARPANET lebih lagi dengan masuknya beberapa universitas di luar Amerika Serikat yakni University College of London dari Inggris dan Royal Radar Establishment di Norwegia.
1974Vint Cerf dan Bob Kahn mempublikasikan spesifikasi detail protokol Transmission Control Protocol (TCP) dalam artikel "A Protocol for Packet Network Interconnection".
1974Bolt, Beranet & Newman (BBN), pontraktor untuk ARPANET, membuka sebuah versi komersial dari ARPANET yang mereka sebut sebagai Telenet, yang merupakan layanan paket data publik pertama.
1977Sudah ada 111 buah komputer yang telah terhubung ke ARPANET.
1978Protokol TCP dipecah diproduksi menjadi dua anggota, yakni Transmission Control Protocol dan Internet Protocol (TCP/IP).
1979Grup diskusi Usenet pertama diproduksi oleh Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, alumni dari Duke University dan University of North Carolina Amerika Serikat. Setelah itu, penggunaan Usenet pun meningkat secara drastis.
Pada tahun ini pula, emoticon diusulkan oleh Kevin McKenzie.
Awal 1980-anKomputer pribadi (PC) mewabah, dan diproduksi menjadi anggota dari banyak hidup manusia.
Tahun ini tercatat ARPANET telah memiliki anggota sampai 213 host yang terhubung.
Layanan BITNET (Because It's Time Network) dimulai, dengan menyediakan layanan e-mail, mailing list, dan juga File Transfer Protocol (FTP).
CSNET (Computer Science Network) pun dibangun pada tahun ini oleh para ilmuwan dan berbakat pada anggota ilmu komputer dari Purdue University, University of Washington, RAND Corporation, dan BBN, dengan dukungan dari National Science Foundation (NSF). Jaringan ini menyediakan layanan e-mail dan beberapa layanan lainnya untuk para ilmuwan tersebut tanpa harus mengakses ARPANET.
1982Istilah "Internet" pertama kali digunakan, dan TCP/IP diadopsi sebagai protokol universal untuk jaringan tersebut.
Name server mulai dikembangkan, sehingga mengizinkan para pengguna supaya dapat terhubung untuk sebuah host tanpa harus mengetahui jalur pasti menuju host tersebut.
Tahun ini tercatat ada semakin dari 1000 buah host yang tergabung ke Internet.
1986Diperkenalkan sistem nama domain, yang sekarang dikenal dengan DNS (Domain Name System) yang berfungsi untuk menyeragamkan sistem pemberian nama alamat di jaringan komputer. 

Perihal jadinya penting lainnya

Tahun 1971, Ray Tomlinson sukses menyempurnakan program e-mail yang beliau ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung diproduksi menjadi populer. Pada tahun yang sama, ikon "@" juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan “at” atau “pada”. Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat.

Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang diproduksi menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang berbakat komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah pendapat yang semakin agung, yang diproduksi menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.

Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris sukses mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah semakin dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, membikin newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom membikin gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang dapat saling menelpon sambil mengadakan komunikasi dengan video link.

Karena komputer yang membentuk jaringan makin hari makin banyak, karenanya dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 diproduksi Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan afal yang berguna jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan afal yang berguna e-mail dan newsgroup USENET.

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, karenanya pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer semakin. Pada 1987 banyak komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 semakin.

Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, banyak komputer yang saling mengadakan komunikasi kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang dapat menjelajah selang satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau World Wide Web.

Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan pada tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh diproduksi menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berganti. Pada tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator.


edunitas.com


Page 3

Internet merupakan jaringan komputer yang diproduksi oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melewati proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita dapat melaksanakan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melewati aliran telepon. Proyek ARPANET merancang bangun jaringan, kehandalan, seberapa agung informasi dapat dialihkan, dan belakangnya semua standar yang mereka tentukan diproduksi menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk kebutuhan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membikin sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi agresi nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini mengembang pesat di seluruh kawasan, dan semua universitas di negara tersebut berhasrat bergabung, sehingga membikin ARPANET kesukaran untuk mengaturnya.

Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk kebutuhan militer dan "ARPANET" baru yang semakin kecil untuk kebutuhan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan belakangnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan diproduksi menjadi Internet.

Daftar perihal jadinya penting

TahunPerihal jadinya
1957Uni Soviet (sekarang Rusia) meluncurkan wahana luar angkasa, Sputnik.
1958Sebagai buntut dari "kekalahan" Amerika Serikat dalam meluncurkan wahana luar angkasa, dibentuklah sebuah badan di dalam Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Advanced Research Projects Agency (ARPA), yang ada tujuan supaya Amerika Serikat mampu meningkatkan ilmu ilmu dan teknologi negara tersebut. Salah satu sasarannya adalah teknologi komputer.
1962J.C.R. Licklider menulis sebuah tulisan mengenai sebuah visi di mana komputer-komputer dapat saling dihubungkan selang satu dengan lainnya secara global supaya setiap komputer tersebut mampu menawarkan akses terhadap program dan juga data. Pada tahun ini juga RAND Corporation memulai riset terhadap ide ini (jaringan komputer terdistribusi), yang ditujukan untuk tujuan militer.
Awal 1960-anTeori mengenai packet-switching dapat diimplementasikan dalam dunia nyata.
Pertengahan 1960-anARPA mengembangkan ARPANET untuk mempromosikan "Cooperative Networking of Time-sharing Computers", dengan hanya empat buah host komputer yang dapat dihubungkan sampai tahun 1969, yakni Stanford Research Institute, University of California, Los Angeles, University of California, Santa Barbara, dan University of Utah.
1965Istilah "Hypertext" dikeluarkan oleh Ted Nelson.
1968Jaringan Tymnet diproduksi.
1971Anggota jaringan ARPANET lebih diproduksi menjadi 23 buah node komputer, yang terdiri atas komputer-komputer untuk riset milik pemerintah Amerika Serikat dan universitas.
1972Sebuah kumpulan kerja yang disebut dengan International Network Working Group (INWG) diproduksi untuk meningkatkan teknologi jaringan komputer dan juga membikin standar-standar untuk jaringan komputer, termasuk di selangnya adalah Internet. Pembicara pertama dari organisasi ini adalah Vint Cerf, yang kemudian disebut sebagai "Bapak Internet"
1972-1974Beberapa layanan basis data komersial seperti Dialog, SDC Orbit, Lexis, The New York Times DataBank, dan lainnya, mendaftarkan dirinya ke ARPANET melewati jaringan dial-up.
1973ARPANET ke luar Amerika Serikat: pada tahun ini, anggota ARPANET lebih lagi dengan masuknya beberapa universitas di luar Amerika Serikat yakni University College of London dari Inggris dan Royal Radar Establishment di Norwegia.
1974Vint Cerf dan Bob Kahn mempublikasikan spesifikasi detail protokol Transmission Control Protocol (TCP) dalam artikel "A Protocol for Packet Network Interconnection".
1974Bolt, Beranet & Newman (BBN), pontraktor untuk ARPANET, membuka sebuah versi komersial dari ARPANET yang mereka sebut sebagai Telenet, yang merupakan layanan paket data publik pertama.
1977Sudah ada 111 buah komputer yang telah terhubung ke ARPANET.
1978Protokol TCP dipecah diproduksi menjadi dua anggota, yakni Transmission Control Protocol dan Internet Protocol (TCP/IP).
1979Grup diskusi Usenet pertama diproduksi oleh Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, alumni dari Duke University dan University of North Carolina Amerika Serikat. Setelah itu, penggunaan Usenet pun meningkat secara drastis.
Pada tahun ini pula, emoticon diusulkan oleh Kevin McKenzie.
Awal 1980-anKomputer pribadi (PC) mewabah, dan diproduksi menjadi anggota dari banyak hidup manusia.
Tahun ini tercatat ARPANET telah memiliki anggota sampai 213 host yang terhubung.
Layanan BITNET (Because It's Time Network) dimulai, dengan menyediakan layanan e-mail, mailing list, dan juga File Transfer Protocol (FTP).
CSNET (Computer Science Network) pun dibangun pada tahun ini oleh para ilmuwan dan berbakat pada anggota ilmu komputer dari Purdue University, University of Washington, RAND Corporation, dan BBN, dengan dukungan dari National Science Foundation (NSF). Jaringan ini menyediakan layanan e-mail dan beberapa layanan lainnya untuk para ilmuwan tersebut tanpa harus mengakses ARPANET.
1982Istilah "Internet" pertama kali digunakan, dan TCP/IP diadopsi sebagai protokol universal untuk jaringan tersebut.
Name server mulai dikembangkan, sehingga mengizinkan para pengguna supaya dapat terhubung untuk sebuah host tanpa harus mengetahui jalur pasti menuju host tersebut.
Tahun ini tercatat ada semakin dari 1000 buah host yang tergabung ke Internet.
1986Diperkenalkan sistem nama domain, yang sekarang dikenal dengan DNS (Domain Name System) yang berfungsi untuk menyeragamkan sistem pemberian nama alamat di jaringan komputer. 

Perihal jadinya penting lainnya

Tahun 1971, Ray Tomlinson sukses menyempurnakan program e-mail yang beliau ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung diproduksi menjadi populer. Pada tahun yang sama, ikon "@" juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan “at” atau “pada”. Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat.

Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang diproduksi menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang berbakat komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah pendapat yang semakin agung, yang diproduksi menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.

Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris sukses mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah semakin dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, membikin newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom membikin gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang dapat saling menelpon sambil mengadakan komunikasi dengan video link.

Karena komputer yang membentuk jaringan makin hari makin banyak, karenanya dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 diproduksi Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan afal yang berguna jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan afal yang berguna e-mail dan newsgroup USENET.

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, karenanya pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer semakin. Pada 1987 banyak komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 semakin.

Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, banyak komputer yang saling mengadakan komunikasi kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang dapat menjelajah selang satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau World Wide Web.

Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan pada tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh diproduksi menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berganti. Pada tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator.


edunitas.com


Page 4

Internet merupakan jaringan komputer yang diproduksi oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melewati proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita dapat melaksanakan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melewati aliran telepon. Proyek ARPANET merancang bangun jaringan, kehandalan, seberapa agung informasi dapat dialihkan, dan belakangnya semua standar yang mereka tentukan diproduksi menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk kebutuhan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membikin sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi agresi nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini mengembang pesat di seluruh kawasan, dan semua universitas di negara tersebut berhasrat bergabung, sehingga membikin ARPANET kesukaran untuk mengaturnya.

Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk kebutuhan militer dan "ARPANET" baru yang semakin kecil untuk kebutuhan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan belakangnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan diproduksi menjadi Internet.

Daftar perihal jadinya penting

TahunPerihal jadinya
1957Uni Soviet (sekarang Rusia) meluncurkan wahana luar angkasa, Sputnik.
1958Sebagai buntut dari "kekalahan" Amerika Serikat dalam meluncurkan wahana luar angkasa, dibentuklah sebuah badan di dalam Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Advanced Research Projects Agency (ARPA), yang ada tujuan supaya Amerika Serikat mampu meningkatkan ilmu ilmu dan teknologi negara tersebut. Salah satu sasarannya adalah teknologi komputer.
1962J.C.R. Licklider menulis sebuah tulisan mengenai sebuah visi di mana komputer-komputer dapat saling dihubungkan selang satu dengan lainnya secara global supaya setiap komputer tersebut mampu menawarkan akses terhadap program dan juga data. Pada tahun ini juga RAND Corporation memulai riset terhadap ide ini (jaringan komputer terdistribusi), yang ditujukan untuk tujuan militer.
Awal 1960-anTeori mengenai packet-switching dapat diimplementasikan dalam dunia nyata.
Pertengahan 1960-anARPA mengembangkan ARPANET untuk mempromosikan "Cooperative Networking of Time-sharing Computers", dengan hanya empat buah host komputer yang dapat dihubungkan sampai tahun 1969, yakni Stanford Research Institute, University of California, Los Angeles, University of California, Santa Barbara, dan University of Utah.
1965Istilah "Hypertext" dikeluarkan oleh Ted Nelson.
1968Jaringan Tymnet diproduksi.
1971Anggota jaringan ARPANET lebih diproduksi menjadi 23 buah node komputer, yang terdiri atas komputer-komputer untuk riset milik pemerintah Amerika Serikat dan universitas.
1972Sebuah kumpulan kerja yang disebut dengan International Network Working Group (INWG) diproduksi untuk meningkatkan teknologi jaringan komputer dan juga membikin standar-standar untuk jaringan komputer, termasuk di selangnya adalah Internet. Pembicara pertama dari organisasi ini adalah Vint Cerf, yang kemudian disebut sebagai "Bapak Internet"
1972-1974Beberapa layanan basis data komersial seperti Dialog, SDC Orbit, Lexis, The New York Times DataBank, dan lainnya, mendaftarkan dirinya ke ARPANET melewati jaringan dial-up.
1973ARPANET ke luar Amerika Serikat: pada tahun ini, anggota ARPANET lebih lagi dengan masuknya beberapa universitas di luar Amerika Serikat yakni University College of London dari Inggris dan Royal Radar Establishment di Norwegia.
1974Vint Cerf dan Bob Kahn mempublikasikan spesifikasi detail protokol Transmission Control Protocol (TCP) dalam artikel "A Protocol for Packet Network Interconnection".
1974Bolt, Beranet & Newman (BBN), pontraktor untuk ARPANET, membuka sebuah versi komersial dari ARPANET yang mereka sebut sebagai Telenet, yang merupakan layanan paket data publik pertama.
1977Sudah ada 111 buah komputer yang telah terhubung ke ARPANET.
1978Protokol TCP dipecah diproduksi menjadi dua anggota, yakni Transmission Control Protocol dan Internet Protocol (TCP/IP).
1979Grup diskusi Usenet pertama diproduksi oleh Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, alumni dari Duke University dan University of North Carolina Amerika Serikat. Setelah itu, penggunaan Usenet pun meningkat secara drastis.
Pada tahun ini pula, emoticon diusulkan oleh Kevin McKenzie.
Awal 1980-anKomputer pribadi (PC) mewabah, dan diproduksi menjadi anggota dari banyak hidup manusia.
Tahun ini tercatat ARPANET telah memiliki anggota sampai 213 host yang terhubung.
Layanan BITNET (Because It's Time Network) dimulai, dengan menyediakan layanan e-mail, mailing list, dan juga File Transfer Protocol (FTP).
CSNET (Computer Science Network) pun dibangun pada tahun ini oleh para ilmuwan dan berbakat pada anggota ilmu komputer dari Purdue University, University of Washington, RAND Corporation, dan BBN, dengan dukungan dari National Science Foundation (NSF). Jaringan ini menyediakan layanan e-mail dan beberapa layanan lainnya untuk para ilmuwan tersebut tanpa harus mengakses ARPANET.
1982Istilah "Internet" pertama kali digunakan, dan TCP/IP diadopsi sebagai protokol universal untuk jaringan tersebut.
Name server mulai dikembangkan, sehingga mengizinkan para pengguna supaya dapat terhubung untuk sebuah host tanpa harus mengetahui jalur pasti menuju host tersebut.
Tahun ini tercatat ada semakin dari 1000 buah host yang tergabung ke Internet.
1986Diperkenalkan sistem nama domain, yang sekarang dikenal dengan DNS (Domain Name System) yang berfungsi untuk menyeragamkan sistem pemberian nama alamat di jaringan komputer. 

Perihal jadinya penting lainnya

Tahun 1971, Ray Tomlinson sukses menyempurnakan program e-mail yang beliau ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung diproduksi menjadi populer. Pada tahun yang sama, ikon "@" juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan “at” atau “pada”. Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat.

Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang diproduksi menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang berbakat komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah pendapat yang semakin agung, yang diproduksi menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.

Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris sukses mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah semakin dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, membikin newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom membikin gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang dapat saling menelpon sambil mengadakan komunikasi dengan video link.

Karena komputer yang membentuk jaringan makin hari makin banyak, karenanya dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 diproduksi Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan afal yang berguna jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan afal yang berguna e-mail dan newsgroup USENET.

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, karenanya pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer semakin. Pada 1987 banyak komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 semakin.

Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, banyak komputer yang saling mengadakan komunikasi kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang dapat menjelajah selang satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau World Wide Web.

Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan pada tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh diproduksi menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berganti. Pada tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator.


edunitas.com


Page 5

Internet merupakan jaringan komputer yang diproduksi oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melewati proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita dapat melaksanakan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melewati aliran telepon. Proyek ARPANET merancang bangun jaringan, kehandalan, seberapa agung informasi dapat dialihkan, dan belakangnya semua standar yang mereka tentukan diproduksi menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk kebutuhan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membikin sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi agresi nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini mengembang pesat di seluruh kawasan, dan semua universitas di negara tersebut berhasrat bergabung, sehingga membikin ARPANET kesukaran untuk mengaturnya.

Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk kebutuhan militer dan "ARPANET" baru yang semakin kecil untuk kebutuhan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan belakangnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan diproduksi menjadi Internet.

Daftar perihal jadinya penting

TahunPerihal jadinya
1957Uni Soviet (sekarang Rusia) meluncurkan wahana luar angkasa, Sputnik.
1958Sebagai buntut dari "kekalahan" Amerika Serikat dalam meluncurkan wahana luar angkasa, dibentuklah sebuah badan di dalam Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Advanced Research Projects Agency (ARPA), yang ada tujuan supaya Amerika Serikat mampu meningkatkan ilmu ilmu dan teknologi negara tersebut. Salah satu sasarannya adalah teknologi komputer.
1962J.C.R. Licklider menulis sebuah tulisan mengenai sebuah visi di mana komputer-komputer dapat saling dihubungkan selang satu dengan lainnya secara global supaya setiap komputer tersebut mampu menawarkan akses terhadap program dan juga data. Pada tahun ini juga RAND Corporation memulai riset terhadap ide ini (jaringan komputer terdistribusi), yang ditujukan untuk tujuan militer.
Awal 1960-anTeori mengenai packet-switching dapat diimplementasikan dalam dunia nyata.
Pertengahan 1960-anARPA mengembangkan ARPANET untuk mempromosikan "Cooperative Networking of Time-sharing Computers", dengan hanya empat buah host komputer yang dapat dihubungkan sampai tahun 1969, yakni Stanford Research Institute, University of California, Los Angeles, University of California, Santa Barbara, dan University of Utah.
1965Istilah "Hypertext" dikeluarkan oleh Ted Nelson.
1968Jaringan Tymnet diproduksi.
1971Anggota jaringan ARPANET lebih diproduksi menjadi 23 buah node komputer, yang terdiri atas komputer-komputer untuk riset milik pemerintah Amerika Serikat dan universitas.
1972Sebuah kumpulan kerja yang disebut dengan International Network Working Group (INWG) diproduksi untuk meningkatkan teknologi jaringan komputer dan juga membikin standar-standar untuk jaringan komputer, termasuk di selangnya adalah Internet. Pembicara pertama dari organisasi ini adalah Vint Cerf, yang kemudian disebut sebagai "Bapak Internet"
1972-1974Beberapa layanan basis data komersial seperti Dialog, SDC Orbit, Lexis, The New York Times DataBank, dan lainnya, mendaftarkan dirinya ke ARPANET melewati jaringan dial-up.
1973ARPANET ke luar Amerika Serikat: pada tahun ini, anggota ARPANET lebih lagi dengan masuknya beberapa universitas di luar Amerika Serikat yakni University College of London dari Inggris dan Royal Radar Establishment di Norwegia.
1974Vint Cerf dan Bob Kahn mempublikasikan spesifikasi detail protokol Transmission Control Protocol (TCP) dalam artikel "A Protocol for Packet Network Interconnection".
1974Bolt, Beranet & Newman (BBN), pontraktor untuk ARPANET, membuka sebuah versi komersial dari ARPANET yang mereka sebut sebagai Telenet, yang merupakan layanan paket data publik pertama.
1977Sudah ada 111 buah komputer yang telah terhubung ke ARPANET.
1978Protokol TCP dipecah diproduksi menjadi dua anggota, yakni Transmission Control Protocol dan Internet Protocol (TCP/IP).
1979Grup diskusi Usenet pertama diproduksi oleh Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, alumni dari Duke University dan University of North Carolina Amerika Serikat. Setelah itu, penggunaan Usenet pun meningkat secara drastis.
Pada tahun ini pula, emoticon diusulkan oleh Kevin McKenzie.
Awal 1980-anKomputer pribadi (PC) mewabah, dan diproduksi menjadi anggota dari banyak hidup manusia.
Tahun ini tercatat ARPANET telah memiliki anggota sampai 213 host yang terhubung.
Layanan BITNET (Because It's Time Network) dimulai, dengan menyediakan layanan e-mail, mailing list, dan juga File Transfer Protocol (FTP).
CSNET (Computer Science Network) pun dibangun pada tahun ini oleh para ilmuwan dan berbakat pada anggota ilmu komputer dari Purdue University, University of Washington, RAND Corporation, dan BBN, dengan dukungan dari National Science Foundation (NSF). Jaringan ini menyediakan layanan e-mail dan beberapa layanan lainnya untuk para ilmuwan tersebut tanpa harus mengakses ARPANET.
1982Istilah "Internet" pertama kali digunakan, dan TCP/IP diadopsi sebagai protokol universal untuk jaringan tersebut.
Name server mulai dikembangkan, sehingga mengizinkan para pengguna supaya dapat terhubung untuk sebuah host tanpa harus mengetahui jalur pasti menuju host tersebut.
Tahun ini tercatat ada semakin dari 1000 buah host yang tergabung ke Internet.
1986Diperkenalkan sistem nama domain, yang sekarang dikenal dengan DNS (Domain Name System) yang berfungsi untuk menyeragamkan sistem pemberian nama alamat di jaringan komputer. 

Perihal jadinya penting lainnya

Tahun 1971, Ray Tomlinson sukses menyempurnakan program e-mail yang beliau ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung diproduksi menjadi populer. Pada tahun yang sama, ikon "@" juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan “at” atau “pada”. Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat.

Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang diproduksi menjadi anggota jaringan Arpanet. Pada tahun yang sama, dua orang berbakat komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah pendapat yang semakin agung, yang diproduksi menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.

Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris sukses mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah semakin dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, membikin newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom membikin gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang dapat saling menelpon sambil mengadakan komunikasi dengan video link.

Karena komputer yang membentuk jaringan makin hari makin banyak, karenanya dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 diproduksi Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua. Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan afal yang berguna jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan afal yang berguna e-mail dan newsgroup USENET.

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, karenanya pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer semakin. Pada 1987 banyak komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 semakin.

Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, banyak komputer yang saling mengadakan komunikasi kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang dapat menjelajah selang satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau World Wide Web.

Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan pada tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh diproduksi menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berganti. Pada tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator.


edunitas.com


Page 6

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Lambang Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Bendera Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Istana Merdeka, salah satu lambang Lembaga Kepresidenan Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang nyaris sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dituturkan nyaris sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (|UUD 1945)dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.

Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilewati lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi. Selain itu ini boleh dituturkan “hanya” diatur dalam konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berbagai jenis maupun angkatan peraturan. Ini berlainan dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang memiliki undang-undang mengenai bangun dan letak lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.

Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian agung diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan akan dibagi menurut masa berjalannya masing-masing konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya tidak terikat dari kesukaran di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode antara tahun 1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang berjalan secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena dinamika yang sedang terus berlangsung, maka pembahasan artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-tidaknya menengah 2009.

Periode 1945–1950

Periode 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950 yaitu periode berjalannya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa yaitu, pertama, antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan kedua antara 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950 saat negara Indonesia bergabung sebagai negara anggota dari negara federasi Republik Indonesia Serikat.

Menurut UUD 1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal[1], terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga ini ditunjuk oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa posisi selama 5 tahun. Sebelum bertugasnya lembaga ini bersumpah di depan MPR atau DPR.

Menurut UUD 1945:

  1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
  2. Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden
  3. Wakil presiden mengalihkan presiden jika presiden mangkat, selesai, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa posisinya
  4. Presiden menetapkan peraturan pemerintah
  5. Presiden dibantu oleh menteri
  6. Presiden dapat memohon pertimbangan kepada DPA
  7. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional Indonesia
  8. Presiden mencetuskan perang dan membikin perdamaian serta akad dengan negara lain atas persetujuan DPR
  9. Presiden mencetuskan adanya bahaya
  10. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik
  11. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
  12. Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan
  13. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR
  14. Presiden berhak memveto RUU dari DPR
  15. Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam adanya mendesak.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1967; Presiden RIS 1949-1950

Pada 18 Agustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden dan wakil presiden ditunjuk oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini kekuasaan presiden sangat agung karena seluruh kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk, dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang diputuskan UUD 1945.

Hanya sebagian bulan pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA memohon kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk menetapkan haluan negara dan membentuk UU menempuh Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan presiden menjadi kurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan kepada Badan Pekerja KNIP. Pada tahun-tahun berikutnya ketika adanya darurat, 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali bersifat presidensial (bertanggung jawab kepada presiden).

Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat bertugasnya saat Agresi Militer Belanda II. Walau ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak selesai. Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta, suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang didirikan di pedalaman Sumatera (22 Desember 1948 – 13 Juli 1949) mendapat legitimasi yang aci. Kondisi inilah yang menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai status pemerintah darurat dan status ketua pemerintah darurat.

Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua Pemerintahan Darurat yaitu penerima tongkat estafet pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu letaknya tidak bisa diabaikan. Lagi pula pada 13 Juli 1949, Ketua Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh. Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan. Lagi pula perundingan-perundingan, seperti Akad Roem-Royen, dilakukan dengan pemerintahan dan lembaga kepresidenan tertawan bukan dengan pemerintah darurat.

Periode 1949–1950

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Negara Federasi Republik Indonesia Serikat 1949-1950

Pada periode 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950, RI bergabung dalam negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan letak sebagai negara anggota. Hal ini mengakibatkan berjalannya 2 konstitusi secara bersamaan di wilayah negara anggota RI, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno telah menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Assaat sebagai Pemangku Posisi Presiden.

Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden. Presiden ditunjuk oleh Dewan Pemilih (Electoral College) yang terdiri atas utusan negara-negara anggota dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum bertugasnya, presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.

Berlainan dengan UUD 1945, Konstitusi RIS mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS (secara khusus[2]):

  1. Presiden bermarkas sebagai kepala negara
  2. Presiden yaitu anggota dari pemerintah [pasal 68 (1) dan (2), 70, 72 (1)];
  3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 74 (4), 118 (2), dan 119];
  4. Presiden dilarang: (a). rangkap posisi dengan posisi apapun patut di dalam ataupun di luar federasi, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara federal maupun negara anggota, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletak posisinya [pasal 79 (4)];
  5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran posisi atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa posisinya [pasal 148 (1)]
  6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];
  7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet Negara [pasal 74 (1) – (4)];
  8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];
  9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 76 (2)];
  10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal 83];
  11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan menyaksikan pelantikannya [pasal 86];
  12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 104];
  13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR [pasal 103 (1)];
  14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan 138 (3)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].
  16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya [pasal 114 (1)] dan melepas mereka atas permintaan sendiri [pasal 114 (4)];
  17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan amnesti [pasal 160];
  18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan melepas mereka atas permintaan sendiri [pasal 116 (4)];
  19. Presiden mengadakan dan mengesahkan akad internasional atas kuasa UU federal [pasal 175];
  20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];
  21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];
  22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal 126].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[3], presiden, menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];
  2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
  3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
  4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];
  5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam adanya mendesak [pasal 139];
  6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
  7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
  8. Mencetuskan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
  9. Mencetuskan adanya bahaya [pasal 184 (1)];
  10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bangun negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di depan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia mengalihkan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Posisi Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Periode 1950–1959

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. Moh Hatta, Wakil Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1956

Masa republik ketiga yaitu periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian disebut dengan UUDS 1950. Konstitusi ini sebenarnya yaitu perubahan konstitusi federal. Dari anggota materi, konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia ini yaitu perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.

Menurut konstitusi sementara, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [Pasal 44, 45, 46 (1), 47, dan 48]. Presiden dan wakil presiden ditunjuk menurut UU dengan syarat tertentu [pasal 45 (3) dan (5)]. Tidak ada masa posisi yang jelas bagi lembaga ini, namun dari sifat konstitusi sementara [pasal 134 dan penjelasan konstitusi], posisi ini dipertahankan sampai ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Sebelum bertugasnya presiden dan wakil presiden bersumpah dihadapan DPR [pasal 47].

Sama seperti konstitusi federal, konstitusi sementara mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Dalam sistematika konstitusi sementara hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal dalam konstitusi. Menurut konstitusi sementara (secara khusus[4]):

  1. Presiden dan wakil presiden yaitu alat perlengkapan negara [pasal 44];
  2. Presiden dan wakil presiden bermarkas di tempat letak pemerintah [pasal 46 (1)];
  3. Presiden bermarkas sebagai Kepala Negara [pasal 45 (1)];
  4. Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan kewajibannya [pasal 45 (2)];
  5. Wakil presiden mengalihkan presiden jika presiden tidak mampu melaksanakan kewajibannya [pasal 48];
  6. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat dan seluruh pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 83 dan 85];
  7. Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap posisi dengan posisi apapun patut di dalam ataupun di luar negara, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara maupun kawasan otonom, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 55 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletak posisinya [pasal 55 (4)];
  8. Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran posisi atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa posisinya [pasal 106 (1)];
  9. Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan UU [pasal 54];
  10. Presiden membentuk kabinet [pasal 50 dan 51];
  11. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 53];
  12. Presiden dan wakil presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 52 (2)];
  13. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 63];
  14. Presiden mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR [pasal 62 (1)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 90 (1), 92, 93, dan 94 (3)];
  16. Presiden berhak mencerai-beraikan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru [pasal 84];
  17. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil ketua Konstituante [pasal 136];
  18. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 140 (2)];
  19. Presiden melepas Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri [pasal 79 (4)];
  20. Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung [pasal 107];
  21. Presiden melepas Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri [pasal 81 (4)];
  22. Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU [pasal 87];
  23. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 123];
  24. Presiden mengadakan dan mengesahkan akad internasional atas kuasa UU [pasal 120];
  25. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 127];
  26. Presiden mencetuskan perang dengan persetujuan DPR [pasal 128];
  27. Presiden mencetuskan adanya bahaya [pasal 129 (1)].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[5], presiden (dan wakil presiden), menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan [pasal 82];
  2. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR [pasal 94 (2) dan 95 (1)];
  3. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam adanya mendesak [pasal 96 (1)];
  4. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 98 (1)];
  5. Memegang urusan umum keuangan [pasal 111 (1)].

Lembaga kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik. Tokoh yang memangku posisi presiden pada periode ini yaitu hasil persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950 [penjelasan konstitusi]. Sedangkan tokoh wakil presiden untuk pertama kalinya ditinggikan oleh presiden dari tokoh yang diajukan oleh DPR [pasal 45 (4)]. Dari hal-hal tersebut jelas bahwa lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) hanya bersifat sementara seiring pemberlakuan konstitusi sementara dan akan akibatnya dengan lembaga kepresidenan menurut konstitusi tetap yang akan dihasilkan.

Dalam perjalanannya posisi wakil presiden mengalami kekosongan per 1 Desember 1956 karena wakil presiden mengundurkan diri. Anggaran pasal 45 (4) tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi lowongan tersebut sedangkan konstitusi tetap maupun UU pemilihan presiden dan wakil presiden belum ada. Pada 1958 presiden sempat berhalangan dan dialihkan oleh pejabat presiden. Kekuasaan lembaga kepresidenan ini otomatis akibatnya seiring munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959 dan dialihkan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD 1945 yang diberlakukan kembali.

Periode 1959–1999

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend Agung TNI Purn. H. M. Soeharto, Pejabat Presiden Indonesia 1967-1968 dan Presiden Indonesia 1968-1998

Masa republik keempat yaitu periode diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sebutan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999. Dengan diberlakukannya kembali konstitusi ini maka semua kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan praktis sama dengan periode republik I. Untuk melihat secara detilnya dimohon melihat kembali masa republik I.

Ada sebagian hal yang menarik dari anggota peraturan perundang-undangan dalam periode ini. Menurut dekrit presiden yang memberlakukan kembali konstitusi dari republik I, anggota penjelasan konstitusi mendapat daya hukum yang mengikat karena diterbitkan dalam lembaran negara. Dengan demikian lembaga kepresidenan tidak hanya diatur dalam pasal-pasal konstitusi namun juga dalam penjelasan konstitusi. Dengan adanya lembaga MPR/MPRS dalam ketatanegaraan republik IV mengundang konsekuensi dengan lahirnya konstitusi semu yang disebut Ketentuan MPR/MPRS. Menempuh produk hukum ini, secara umum lembaga kepresidenan juga diatur, antara lain melalui:

Selain itu presiden sebagai mandataris MPR juga diberi kewenangan dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apapun guna menyelenggarakan pemerintahan, antara lain dengan:

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Indonesia 1998 dan Presiden Indonesia 1998-1999

Dengan landasan hukum tersebut lembaga kepresidenan, terutama presiden, menjadi lembaga tinggi yang “super power” dibanding lembaga tinggi lainnya.

Ada sebagian hal unik dan menarik untuk dicermati pada periode ini. Hal-hal tersebut antara lain, pertama, setelah MPRS terbentuk lembaga ini tidak langsung bersidang untuk menetapkan tokoh yang memangku posisi dalam lembaga kepresidenan yang baru. Kedua, pada tahun 1963 MPRS menetapkan ketentuan MPRS yang mengangkat presiden petahana sebagai presiden seumur hidup. Ketiga, munculnya posisi “Pejabat Presiden” ketika Presiden dimakzulkan pada tahun 1967. Keempat, penetapan “Pejabat Presiden” menjadi Presiden pada tahun 1968. Kelima, pengisian lembaga kepresidenan sesuai dengan konstitusi baru dilakukan pada tahun 1973, tiga belas tahun setelah MPR (MPRS) terbentuk. Keenam, pengucapan sumpah pelantikan presiden oleh wakil presiden tidak dilakukan di depan MPR atau DPR melainkan hanya di depan pimpinan MPR/DPR dan Mahkamah Agung saat presiden mundur dari posisinya pada tahun 1998. Sebenarnya sedang banyak hal lain yang menarik namun mengingat keterbatasan tempat maka hanya enam hal di atas yang dinyatakan.

Gelombang people power yang dikenal dengan “gerakan reformasi 1998” yang muncul pada tahun 1998 akibatnya juga mengakibatkan sistem ketatanegaraan berubah secara cepat. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan penuh dengan dicabutnya Ketentuan MPR No. V/MPR/1998[6] dengan Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998[7]. Dan periode republik IV yang telah berusia empat puluh tahun ini pun akibatnya sekitar satu setahun dari munculnya gelombang people power.

Periode 1999–2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

K. H. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia 1999-2001

Masa republik kelima yaitu periode transisi ketatanegaraan dampak proses perubahan konstitusi “UUD 1945” secara fundamental. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002. Periode ini muncul sebagai dampak dari gelombang people power yang dikenal dengan reformasi 1998. Oleh karena perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan dilakukan secara bertahap maka pembahasan periode ini dilakukan menurut tahapan perubahan konstitusi [8].

Pada tahun 1999 sebagai dampak perubahan I konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Posisi lembaga kepresidenan dibatasi hanya untuk dua kali masa posisi [pasal 7];
  2. Presiden dan wakil presiden dapat bersumpah di depan pimpinan MPR dan Mahkamah Agung jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)];
  3. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif dengan membentuk UU, melainkan hanya berwenang mengajukan RUU kepada parlemen dan ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (1) – (3)];
  4. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)];
  5. Presiden tidak dapat lagi memveto RUU dari parlemen, sebab klausul tersebut dihilangkan [pasal 21];
  6. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];
  7. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];
  8. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

Pada tahun 2000 sebagai dampak perubahan II konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Presiden hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari [pasal 20 (5)].

Pada tahun 2001 sebagai dampak perubahan III konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Pada tahun 2002 sebagai dampak perubahan IV konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Sebagian hal yang menjadi catatan dalam periode republik V ini, antara lain, yaitu, pertama, untuk pertama kalinya presiden ditunjuk oleh MPR dari yang akan menjadi yang berjumlah lebih dari satu orang. Kedua, presiden membekukan parlemen dan berdampak dimakzulkannya presiden. Ketiga, presiden wajib menyampaikan laporan tahunan penyelenggaraan pemerintahan kepada MPR.

Sebenarnya periode transisi ini tidak akibatnya pada tahun 2002 melainkan pada tahun 2004. Namun karena acuannya yaitu konstitusi maka periode ini dicukupkan pada tahun 2002. Periode transisi selanjutnya dibahas pada anggota republik VI.

Sejak 2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr(HC), Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Indonesia 1999-2001 dan Presiden Indonesia 2001-2004

Masa republik keenam yaitu periode diberlakukannya konstitusi yang disahkan PPKI setelah mengalami proses perubahan ketatanegaraan yang fundamental yang tetap dinamakan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini dihitung mulai 10 Agustus 2002 sampai terjadinya perubahan yang fundamental terhadap konstitusi.

Dengan perubahan I-IV konstitusi selama masa republik V maka terjadi perubahan yang sangat fundamental dari anggota ketatanegaraan. Dan dapat dituturkan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, mendapatkan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban yang baru menurut “konstitusi yang baru”.

Menurut konstitusi, lembaga kepresidenan bersifat personal dan terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [pasal 4 (2); 3 (2); 6; 6A; 7; 7A; 7B; 8; dan 9]. Lembaga ini ditunjuk secara langsung oleh rakyat dengan syarat dan atur cara tertentu [pasal 6 dan 6A] dengan masa posisi selama lima tahun dan hanya dibatasi untuk dua periode posisi [pasal 7]. Sebelum bertugasnya lembaga ini dilantik oleh MPR [pasal 3 (2)] dengan bersumpah di depan MPR atau DPR [pasal 9 (1)] atau pimpinan MPR dan pimpinan MA jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)].

Secara sistematika lembaga kepresidenan diatur secara terkonsentrasi pada bab III dari konstitusi. Namun demikian terdapat pengaturan lembaga kepresidenan di bab-bab yang lain dari konstitusi. Menurut konstitusi:

Periode transisi sedang mewarnai masa republik VI ini, setidaknya antara tahun 2002 – 2004. Berbagai peraturan konstitusi semu, yang bernama Ketentuan MPR, yang mengatur lembaga kepresidenan, secara bertahap dinyatakan tidak berjalan oleh lembaga pembuatnya sendiri, yaitu MPR, sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004. Selain itu anggaran peralihan pasal I dan II juga berjalan selama masa transisi ini. Dalam masa transisi ini pula dihasilkan peraturan UU yang mengatur pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung. Mulai tahun 2004, kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan diatur menempuh konstitusi, UU, PP, maupun Perpres. Namun, berlainan dengan lembaga negara lain yang diatur secara terkonsentrasi dalam sebuah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Perpres), peraturan mengenai lembaga kepresidenan tidak terdapat dalam satu UU melainkan tersebar dalam berbagai UU, PP, maupun Perpres. Sebagai catatan akhir, pada tahun 2004, pertama kalinya dalam sejarah, dipersiapkan pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung oleh rakyat.

Soekarno

Soekarno atau lebih umum disebut Bung Karno, yaitu tokoh presiden pertama dari Indonesia. Posisi pertama ini dimulai sejak 18 Agustus 1945. Bung Karno terpilih secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata. Beliau ditemani oleh wakil presiden Drs. Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Menurut anggaran yang ada pada saat itu kekuasaan presiden sangat agung. Seiring berlangsungnya waktu kekuasaan legislatif diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya pada bulan November pada tahun yang sama, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Kabinet Syahrir I. Namun demikian pada 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, Sukarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi adanya darurat[9]. Pada 29 Januari 1948 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil[10]. Wakil presiden Moh Hatta ditugasi untuk memimpin kabinet sehari-hari. Di sini dapat dikawal bahwa presiden dan wakil presiden melakukan pembagian kekuasaan. Sehingga wakil presiden tidak hanya duduk di bangku cadangan yang baru diturunkan ketika pemain utama cedera.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan gerakan militer menyerang ibukota Yogyakarta. Dalam peristiwa ini Sukarno dan Hatta ikut tertawan sehingga praktis pemerintahan lumpuh walau tidak selesai secara resmi. Namun sebelum tertawan, presiden dan wakilnya sempat mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan, dan mandat kepada Menteri Keuangan Mr. A. A. Maramis yang berada di India untuk membentuk pemerintahan pengasingan jika usaha Syafruddin membentuk pemerintahan gagal dilakukan. Syafruddin sukses membentuk pemerintahan darurat di Sumatera pada 22 Desember 1948. Namun Belanda lebih menentukan berunding dengan pemerintahan tertawan. Hal inilah yang menimbulkan adanya pemerintahan ganda. Sampai akibatnya pada 13 Juli 1949, setelah menempuh proses yang berliku, Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pada 16 Desember 1949 Sukarno terpilih sebagai presiden negara federasi Republik Indonesia Serikat[11]. Pada saat yang nyaris bersamaan Hatta terpilih sebagai perdana menteri negara federasi[12]. Konstitusi federal yang melarang rangkap posisi bagi kepala negara federal dan perdana menteri federal dengan posisi apapun, mengharuskan Sukarno dan Hatta untuk meletak posisi bersama-sama. Adanya ini diantisipasi dengan keluarnya UU No 7 Tahun 1949. Dalam UU ini diatur apabila presiden dan wakil presiden berhalangan secara bersama-sama maka ketua parlemen ditinggikan menjadi Pemangku Posisi Presiden. Akibatnya pada 27 Desember 1949 Sukarno selesai sebagai presiden dan menyerahkan posisi lembaga kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo.

Pada 27 Desember 1949 Sukarno memulai masa posisinya yang pertama sebagai presiden negara federal Indonesia. Tidak banyak yang terekam dalam posisi presiden federal ini yang sangat singkat ini. Sebuah persetujuan antara pemerintah federal RIS (yang bertindak atas namanya sendiri dan atas mandat penuh dari pemerintah negara anggota yang tersisa, pemerintah negara anggota Negara Indonesia Timur dan pemerintah negara anggota Negara Sumatera Timur) dan pemerintah negara anggota Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta) menentukan Sukarno sebagai presiden negara kesatuan yang akan dihasilkan dari penggabungan RIS dengan RI (Yogyakarta). Posisi presiden federal dipangku Sukarno sampai tanggal 15 Agustus 1950. Posisi ini dapat dihitung sebagai masa posisi kedua bagi Sukarno. Pada tanggal itu presiden federal memproklamasikan berdirinya negara kesatuan dihadapan sidang gabungan DPR dan Senat di Jakarta. Sore harinya Bung Karno terbang ke Yogyakarta untuk mencerai-beraikan pemerintah RI (Yogyakarta) dan menerima penyerahan kekuasaan dari Pemangku Posisi Presiden. Setelah kembali ke Jakarta pada hari yang sama Sukarno menerima penyerahan kekuasaan dari perdana menteri RIS.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

ISKS Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden Indonesia 1973-1978

Pada 15 Agustus 1950 Sukarno secara resmi telah menjadi presiden negara kesatuan yang pertama setelah menerima kekuasaan dari dua pemerintahan RIS dan RI (Yogyakarta). Posisi ini dapat dihitung sebagai posisi ketiga bagi Sukarno. Keesokan hari tanggal 16 Agustus 1950, Presiden melantik DPR Sementara Negara Kesatuan, hasil penggabungan dari DPR (RIS), Senat (RIS), Badan Pekerja KNI Pusat(RI-Yogyakarta), dan DPA (RI-Yogyakarta). Sesuai konstitusi, Sukarno mengangkat Hatta sebagai Wakil Presiden atas usulan dari DPR Sementara. Bagi Hatta posisi ini dapat dihitung sebagai masa posisi kedua. Sesuai konstitusi pula lembaga ini berulangkali membentuk kabinet. Sampai awal 1956 lembaga kepresidenan telah membentuk setidaknya enam kabinet dan menerima pengembalian mandat pemerintahan sebanyak lima kali. Pada akhir tahun 1956, tanggal 1 Desember 1956, Hatta mengundurkan diri dari posisi wakil presiden. Mulai saat itu, lembaga kepresidenan hanya “dihuni” oleh seorang presiden tanpa wakilnya. UUD Sementara tidak mengatur pemilihan wakil presiden dan menyerahkannya pada konstitusi yang akan disusun oleh Konstituante. Adanya yang kian genting menyebabkan Sukarno mengeluarkan SOB pada 1957[13]. Perlahan namun pasti kekuasaan Sukarno sebagai Penguasa Angkatan Perang meningkat. Puncaknya Sukarno mengeluarkan dekrit untuk memberlakukan kembali konstitusi yang pernah digunakan, UUD 1945, serta mencerai-beraikan konstituante yang tak kunjung habis menyusun konstitusi tetap.

Sukarno tetap menjabat presiden berdasar anggaran peralihan pasal II konstitusi yang disahkan PPKI. Demikian pula DPR Sementara negara kesatuan berubah fungsi menjadi DPR Peralihan[14] sampai diputuskan DPR yang baru menurut konstitusi. Posisi ini dapat dihitung sebagai posisi presiden peralihan atau dapat dihitung sebagai masa posisi keempat bagi Sukarno. Sementara itu, anggaran peralihan pasal III dan IV konstitusi sudah tidak dapat digunakan lagi. Presiden tidak ditemani oleh wakil presiden maupun Komite Nasional menyebabkan seluruh kekuasaan pemerintahan negara berpusat pada presiden. Tidak satu pun yang dapat bermain-main dengan kekuasaan presiden. DPR Peralihan pun dihentikan pada 24 Juni 1960 karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan Sukarno[15]. Sebagai gantinya Sukarno membentuk DPR Gotong Royong[16]. Sesuai Penpres No 14 tahun 1960, Presiden dapat membikin produk legislatif jika tidak terjadi kesepakatan dengan parlemen. Pada Desember 1960 Sukarno membentuk MPR Sementara untuk melaksanakan ketetapan dalam konstitusi. Peranan Sukarno semakin agung dengan mengeluarkan PP No 32/1964 yang mengandung DPR-GR yaitu pembantu Presiden/Pemimpin Agung Revolusi dalam anggota legislatif. Menempuh UU No 19 tahun 1964 Presiden diberi kewenangan untuk mencampuri keputusan peradilan.

MPRS bentukan Sukarno mengeluarkan sebuah produk konstitusi semu untuk menetapkan ide-ide Pemimpin Agung Revolusi dan akibatnya menetapkan Sukarno sebagai presiden definitif dengan masa posisi seumur hidup pada 1963 tanpa ditemani wakil presiden[17]. Lembaga ini juga memberi kekuasaan secara penuh pada Sukarno untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara[18]. Periode ini dapat dihitung sebagai masa posisi kelima bagi Sukarno. Pada periode ini Sukarno menggunakan gelar rangkap “Presiden/Pemimpin Agung Revolusi/Panglima Tertinggi/Mandataris MPRS” banyakan dari gelar yang diberikan konstitusi “Presiden”. Perubahan cuaca perpolitikan terjadi secara cepat pada tahun 1966-1968 sebagai dampak badai politik tahun 1965. Periode ini yaitu kondisi terburuk yang dialami sang proklamator. Pada tahun 1966 berbagai atribut masa kejayaan mulai diurai oleh MPRS. Mulai dari pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan pengangkatan pejabat presiden, pengertian mandataris MPR Sementara, Pemimpin Agung Revolusi, dan berpuncak pada peninjauan kembali pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Akibatnya pada 22 Februari 1967 Sukarno “menyerahkan kekuasaan” kepada pejabat presiden dan dilegalisasi dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, presiden Indonesia dimakzulkan untuk pertama kalinya secara resmi pada 12 Maret 1967[19].

Soeharto

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn. Umar Wirahadikusumah, Wakil Presiden Indonesia 1983-1988

Jenderal TNI Suharto atau yang erat diajak bercakap-cakap Pak Harto yaitu tokoh presiden kedua dari Republik Indonesia. Posisi pertamanya dimulai sejak 27 Maret 1968. Pak Harto ditinggikan oleh MPR Sementara dengan Ketentuan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketentuan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau yaitu presiden kedua yang diputuskan oleh MPR Sementara. Dalam masa posisinya yang pertama ini suami Ibu Tien tidak ditemani oleh wakil presiden sebagaimana diatur menurut konstitusi. Sebagai mandataris MPR Sementara, secara teori, presiden yaitu pelaksana kebijakan lembaga tertinggi negara tersebut. Pak Harto menjalankan kewajibannya sebagai presiden sampai ada presiden definitif yang ditinggikan oleh MPR hasil pemilu.

Pada tahun 1973 pertanggung jawaban Jenderal TNI Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1971 diterima. Kemudian presiden dari kalangan militer yang pertama ini ditinggikan oleh lembaga yang sama sebagai presiden dari yang akan menjadi tunggal pada 24 Maret 1973[20]. Dalam masa posisinya yang kedua Pak Harto ditemani oleh wakil presiden, ISKS Hamengku Buwono IX, Sultan sekaligus Kepala Kawasan Istimewa Yogyakarta[21]. Pada masa-masa ini sampai sekitar 25 tahun mendatang kepemimpinan nasional berlangsung dengan urutan yang remeh disertai relatif tidak diwarnai kontroversi tentang tokoh maupun periodesasi posisi.

Pada tahun 1978 pertanggung jawaban Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1977 diterima. Pada bulan yang sama purnawiran jenderal ini kembali ditinggikan oleh MPR dari yang akan menjadi tunggal[22]. Dalam masa posisi yang ketiga kalinya, Pak Harto ditemani oleh Adam Malik sebagai wakil presiden[23]. Secara matematis, Suharto ditinggikan sehari lebih cepat dari jatah masa posisinya. Selanjutnya pada 1983, lagi-lagi pertanggung jawaban Pak Harto diterima. Bahkan MPR hasil pemilu 1982 memberinya gelar Bapak Pembangunan. Pada 11 Maret 1983, sang purnawirawan kembali ditinggikan oleh MPR untuk mendiami kursi kepresidenannya yang keempat dari yang akan menjadi tunggal[24]. Menurut hitung-hitungan angka beliau ditinggikan tiga belas hari lebih cepat dari masa posisinya yang seharusnya akibatnya pada 23 Maret 1983. Untuk pertama kalinya Pak Harto ditemani oleh purnawirawan militer, Jend TNI (Purn). Umar Wirahadikusumah, sebagai wakil presiden[25].

Tahun 1988, kembali pertanggung jawaban jenderal lahir desa Kemusuk diterima. Setelah genap lima tahun mendiami kursi kepresidenan, Jend (Purn). Suharto kembali dilantik oleh MPR hasil pemilu 1987 pada 11 Maret 1988[26]. Dalam masa posisi kelimanya bapak pembangunan ini ditemani wakil presiden dari kalangan militer, Letjend TNI (Purn). Sudarmono SH[27]. Tahun 1993, untuk ke sekian kalinya pertanggung jawaban sang presiden diterima. Pada 11 Maret 1993, setelah menggenapi masa posisinya, Jenderal TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto ditinggikan untuk mendiami posisi presiden keenam[28]. Lagi-lagi MPR hasil pemilu 1992 mengangkatnya dari yang akan menjadi tunggal. Kini beliau ditemani oleh mantan panglima militer, Jend TNI (Purn) Try Sutrisno, sebagai wakil presiden[29].

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Letjend TNI (Purn). Soedharmono, SH. Wakil Presiden Indonesia 1988-1993

Maret 1998, di tengah badai politik dan ekonomi, pidato pertanggung jawaban Pak Harto diterima oleh MPR. Tidak satupun yang menyangka ini yaitu terakhir kalinya beliau menyampaikan laporan pertanggung jawaban. Kurang sehari dari masa posisi yang seharusnya dijalani, pada tanggal 10 Maret 1998 Jenderal Agung TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto, ditinggikan dari yang akan menjadi tunggal untuk ketujuh kalinya oleh MPR hasil pemilu 1997[30]. Untuk kedua kalinya beliau ditemani oleh seorang sipil, Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden[31]. Berbagai tekanan harus dihadapi sang jenderal yang sudah berusia senja ini. Sebenarnya beliau bisa menggunakan kekuasaan penuh untuk menyingkirkan semua pengganggunya, namun hal itu tidak beliau lakukan. Pimpinan MPR/DPR pada waktu itu sempat memohon mundur sang presiden atau menggelar Sidang Istimewa MPR, sebuah sidang khusus yang dapat berujung pada pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada diri Sukarno. Dan akibatnya pada 21 Mei 1998 Soeharto mencetuskan mundur dari posisinya dampak gelombang people power “Gerakan Reformasi 1998”.

Baharuddin Jusuf Habibie

Baharuddin Jusuf Habibie yaitu tokoh presiden ketiga Republik Indonesia. Posisi pertamanya dimulai pada 21 Mei 1998. Habibi mengalihkan presiden sebelumnya yang mengundurkan diri. Naiknya presiden pertama dari luar Jawa ini menimbulkan sedikit kontroversi setidaknya dalam masalah prosedur formal pengangkatan sebagai presiden. Secara formal pengucapan sumpah kepresidenan dilakukan dihadapan parlemen. Namun, karena gedung parlemen direbut oleh pendukung people power yang menyebabkan para legistalor tidak dapat bersidang, pengucapan sumpah posisi kepresidenan hanya dilakukan oleh Pak Habibi di depan pimpinan MPR/DPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Sebagian bulan setelahnya MPR menggelar Sidang Istimewa. Namun majelis itu tidak memberikan suatu surat pengangkatan khusus sebagaimana pernah diberikan kepada dua presiden sebelumnya Sukarno (1963) dan Suharto ([[1968], 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998). Lembaga tertinggi negara tersebut hanya mengakui menempuh letak Habibi di dalam Ketentuan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Bahkan beliau tidak ditemani oleh wakil presiden.

Catatan yang diraih oleh presiden lahir Provinsi Sulawesi Selatan yaitu penyelenggaraan pemilu 1999 yang menghasilkan parlemen baru. Namun parlemen baru yang ditunjuk menempuh pemilu tersebut menolak pertanggung jawaban presiden setelah presiden diberi kesempatan untuk menggunakan hak jawab kepada parlemen[32]. Pada 19 Oktober 1999 Bacharuddin Yusuf Habibie mengakhiri tugasnya yang sangat singkat dengan mendampingi presiden terpilih mengucapkan sumpah kepresidenan dihadapan sidang umum MPR 1999.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia 1993-1998

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yaitu Presiden ke-4 Indonesia. Masa posisinya dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999. Gus Dur yaitu presiden terakhir yang ditunjuk oleh MPR. Beliau ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Beliau mengalahkan rivalnya Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pemilihan yang dilakukan oleh MPR. Namun MPR menentukan rivalnya dalam pemilihan tersebut, Megawati, sebagai wakil presiden yang mendampinginya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena satu dan lain hal mengenai keterbatasan seperti yang sudah dimaklumi, Gus Dur menyerahkan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan sehari-hari pada wakil presiden. Penugasan ini diputuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari Presiden Republik Indonesia. Pendulum kekuasaan yang berpindah dari eksekutif ke legislatif mengakibatkan lembaga kepresidenan sepenuhnya tunduk pada parlemen. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Dua kali setelah menghadapi memorandum dari DPR, Gus Dur dihadapkan pada suatu pemakzulan. Langkahnya yang mengeluarkan maklumat pembekuan DPR dalam dekrit tidak membuahkan hasil. MPR yang tengah menggelar Sidang Istimewa langsung menolak dekrit itu dengan Ketentuan MPR Nomor I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001. Maklumat tersebut juga mengantarkan lebih cepat pada pemakzulannya oleh MPR pada saat itu juga. Abdurrahman Wahid menjadi presiden kedua yang dimakzulkan oleh MPR di tengah masa posisinya, berdasarkan Ketentuan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri yaitu Presiden ke-5 Indonesia. Posisi pertamanya dimulai 23 Juli 2001. Megawati mengalihkan Gus Dur karena posisinya sebagai wakil presiden. Beliau yaitu wakil presiden kedua yang mengalihkan presiden ketika selesai dalam masa posisinya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa posisinya kurang dari 5 tahun sebab beliau hanya mewarisi masa posisi Gus Dur. Presiden perempuan pertama Indonesia ini ditemani oleh Wakil Presiden Hamzah Haz yang memenangkan pemilihan wakil presiden oleh MPR dari rivalnya Susilo Bambang Yudhoyono. Hamzah oleh MPR ditinggikan sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Catatan dalam masa posisinya yaitu Pemilu Legislatif pada April 2004 serta Pemilu Presiden pada Juli 2004. Pada Pemilu Presiden 2004, Megawati harus mengakui keunggulan SBY setelah menempuh dua putaran pemilihan. Beliau mengakhiri masa posisi pertamanya pada 20 Oktober 2004, sehari lebih lama dari sisa masa posisi Gus Dur yang dilimpahkan kepadanya.

Susilo Bambang Yudhoyono

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2004–2009 dan 2009–2014

Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Presiden ke-6 Indonesia. Posisi pertamanya dimulai pada 20 Oktober 2004. Beliau bersama pasangannya Muhammad Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2004 yang yaitu pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali. Setelah mengakhiri masa posisinya yang pertama, SBY kembali mengucapkan sumpah posisi presiden untuk kedua kalinya di depan sidang MPR pada 20 Oktober 2009. Kali ini beliau ditemani oleh Boediono sebagai wakil presiden.

Pejabat sementara

Syafruddin Prawiranegara

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Syafruddin Prawiranegara, Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, 1948–1949

Syafruddin Prawiranegara yaitu Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Beliau dituding dengan radiogram yang mengandung mandat dari Presiden Soekarno yang saat itu memegang kekuasaan pemerintahan negara pada 18 Desember 1948. Oleh sebab Bukittinggi yang menjadi tempat letaknya juga diserang Belanda, radiogram itu tidak sampai pada waktunya. PDRI tidak bermarkas di satu tempat melainkan selalu berpindah. Bermula dari perkebunan teh di Halaban, Sumatera Barat beliau pergi ke Riau dan kembali lagi ke Sumatera Barat. Pada bulan Mei 1949, beliau membentuk perwakilan PDRI di pulau Jawa. Beliau berselisih mengerti dengan Soekarno karena mengirim utusan kepada Belanda dalam Akad Roem-Royen. Setelah menempuh berbagai proses berliku akibatnya Syafruddin mau mengembalikan mandat yang telah diberikan presiden kepada Hatta. Letak Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sebagai kepala negara dan/atau kepala pemerintahan ataupun setidaknya setingkat pejabat presiden, patut secara de facto maupun de jure, sedang diperdebatkan apakah aci atau tidak.

Assaat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Assaat, Pemangku Posisi Presiden Indonesia 1949–1950

Assaat yaitu Pemangku Posisi Presiden Republik Indonesia. Posisinya dimulai pada 27 Desember 1949 saat Soekarno secara resmi menyerahkan posisi Presiden RI kepadanya. Assaat sebelumnya yaitu Ketua Badan Pekerja KNIP, parlemen Indonesia kala itu. Beliau menjabat sebagai pemangku posisi presiden karena UU No. 7 Tahun 1949 menentukan jika presiden dan wakil presiden secara bersama-sama tidak dapat melakukan kewajibannya maka Ketua DPR menjadi "Pemangku Posisi Presiden". Posisi tersebut diembannya sampai 15 Agustus 1950 saat beliau menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno sebagai Presiden RI (negara kesatuan) sesuai persetujuan RIS dan RI pada 19 Mei 1950.

Sartono

Sartono pernah menjabat sebagai Pejabat Presiden Indonesia. Belum banyak data yang dikenal mengenai tokoh ini. Satu-satunya ajar yang ada ialah Sartono menandatangani Lembaran Negara tahun 1958 nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 ,14, 15, 16, 17, dan 18, tertanggal antara 13 Januari 1958 – 17 Februari 1958, yang salah satunya yaitu UU No 8 tahun 1958 tentang penetapan UU Drt No 9 tahun 1954 tentang perubahan nama Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara (LN 1954 No 66) sebagai UU pada tanggal 17 Februari 1958. Untuk sementara anggaran tokoh ini diabaikan, dengan pengertian, setelah mendapat keterangan yang jelas mengenai letaknya, tokoh ini akan dibawa masuk[33].

Soeharto

Soeharto juga pernah menjadi Pejabat Presiden Indonesia. Posisinya dimulai pada 22 Februari 1967 walau surat pengangkatannya baru dikeluarkan pada 12 Maret 1967. Beliau menjadi pejabat presiden sebagai ketetapan dari Ketentuan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Atur Cara Pengangkatan Pejabat Presiden, setelah Soekarno dimakzulkan dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Seharusnya Soeharto menjadi pejabat presiden sampai dengan adanya presiden yang ditunjuk oleh MPR baru dari hasil pemilihan umum. Namun pada 27 Maret 1968, karena adanya politik saat itu, beliau mengakhiri tugasnya sebagai pejabat presiden karena diputuskan sebagai presiden (penuh) oleh MPRS kala itu.

Polemik periode dan pejabat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Periodisasi posisi lembaga kepresidenan sering menimbulkan polemik. Namun, sebelum masuk terlalu dalam, perlu dikawal dan diperhatikan sebagian hal yang boleh aci bersifat mendasar.

  1. Siapakah yang mendiami posisi lembaga kepresidenan. Apakah cukup presiden dan wakil presiden saja. Ataukah presiden dan wakil presiden serta pejabat presiden (atau sebutan lainnya).
  2. Apakah dapat diakui suatu pemerintahan ganda, dalam ciri utama pada saat yang sama terdapat dua lembaga kepresidenan.
  3. Apakah penentuan naik dan turunnya seorang tokoh dalam lembaga kepresidenan hanya berdasarkan anggaran dalam konstitusi. Atau berdasar konstitusi dan surat pengangkatan/pelantikan (atau sebutan lain). Ataukah lagi hanya berdasarkan pada ketokohan semata, dalam ciri utama satu tokoh dihitung satu masa posisi tanpa memedulikan berapa kali beliau menjabat.
  4. Perlukah suatu daftar resmi dari negara untuk tokoh yang mendiami lembaga kepresidenan beserta periodisasinya agar dapat dikenal secara pasti.

Sebagai ilustrasi, dapat dikawal pada kasus Presiden Filipina. Ilustrasi ini juga didasarkan pada sisi historis, sebab Supomo waktu menjelaskan UUD 1945 beliau membandingkan UUD Indonesia dengan Konstitusi Filipina[34]. Diosdado Pangan Macapagal yaitu Presiden Filipina urutan kesembilan sekaligus presiden kelima dari republik ketiga negara Filipina. Satu yang dapat dikawal disini bahwa beliau mendiami dua buah daftar dengan nomor urut yang berlainan. Presiden Macapagal pada 1962 mengubah perayaan resmi hari kemerdekaan dari 4 Juli (hari ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan Filipina pada 1946, hari yang juga menjadi peringatan kemerdekaan AS) menjadi 12 Juni (hari ketika Emilio Aguinaldo mengumumkan kemerdekaan dari Spanyol pada 1898). Keputusan ini sebagai keputusan hukum tentang waktu yang telah diputuskan sebelumnya. Beliau juga mengakui Jose P. Laurel yang menjadi Presiden Filipina oleh tentara pendudukan Jepang, sebagai presiden resmi negara itu. Sebelumnya Laurel tidak diakui oleh pemerintahan-pemerintahan Filipina setelah Perang Dunia II, karena dianggap tidak ada status hukum apapun namun mengakui dua presiden yang berada dalam pengasingan di Amerika. Di sini dapat dikawal bahwa pemerintahan pengasingan diakui dan pemerintahan ganda juga diakui. Lebih dari itu Macapagal menetapkan suatu keputusan resmi mengenai pengakuan tokoh yang menjabat dalam lembaga kepresidenan Filipina, Ng Pangulo Ng Pilipinas.

Periodisasi masa posisi maupun urutan tokoh yang duduk dalam lembaga kepresidenan sering menimbulkan ketidaksepakatan. Berikut akan diusahakan untuk memilah periodisasi dan urutan tokoh yang menjabat lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) sesuai kronologi tokoh saat memangku posisi untuk yang pertama kalinya.

Soekarno memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi presiden, antara lain:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik akhir keluarnya Supersemar, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 11 Maret 1966
  2. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 22 Februari 1967
  3. Jika RIS dihitung terpisah dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  4. Jika RIS dihitung terpisah dan masa PDRI dihitung terpisah dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 18 Desember 1948, 13 Juli 1949 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  5. Jika RIS dihitung terpisah, masa PDRI dihitung ganda, dan naik turun posisi berdasarkan pada konstitusi dan ketentuan MPRS dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, 15 Agustus 1950 sampai 18 Mei 1963, dan 18 Mei 1963 sampai 22 Februari 1967

Mohammad Hatta memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi wakil presiden, yaitu:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan mengabaikan henti RIS maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 1 Desember 1956
  2. Jika henti RIS dihitung dan naik-turun posisi berdasarkan pada konstitusi maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 dan xx/xx/1950 sampai 1 Desember 1956.[35].

Syafruddin Prawiranegara memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi, yaitu:

  1. Jika posisi “Ketua Pemerintahan Darurat” diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal telegram yang dikirim lembaga kepresidenan dari Yogyakarta, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  2. Jika posisi "Ketua Pemerintahan Darurat" diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal pembentukan PDRI di Sumatera Barat, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  3. Jika posisi “Ketua Pemerintahan Darurat” tidak diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan maka masa jabatannya: tidak diakui/tidak pernah ada.

Assaat memiliki 2 probabilitas periodisasi posisi, yaitu:

  1. Jika posisi “Pemangku Posisi Presiden diakui” diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan serta letak RI yang beribukota di Yogyakarta diakui berdiri sendiri (walau hanya negara bagian) selama periode RIS (memiliki ketatanegaraan yang berlainan dengan RIS), maka masa posisinya yaitu sejak 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950
  2. Jika posisi “Pemangku Posisi Presiden” tidak diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan serta letak negara anggota RI yang beribukota di Yogyakarta tidak diakui berdiri sendiri selama periode RIS (telah lebur menjadi RI), maka masa posisinya tidak diakui.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia 2004-2009

Soeharto memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi, antara lain:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal keluarnya supersemar, maka masa posisinya yaitu sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
  2. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal pengangkatan resmi sebagai pejabat presiden oleh MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 21 Mei 1998
  3. Jika naik turun posisi berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden dihitung, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 27 Maret 1968, 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998
  4. Jika naik turun posisi berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden tidak dihitung, maka masa posisinya yaitu sejak 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998

Hamengkubuwana IX memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978.

Adam Malik memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983.

Umar Wirahadikusumah memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1983 sampai 1988.

Sudharmono memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1988 sampai 1993.

Try Sutrisno memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1993 sampai 1998.

Baharuddin Jusuf Habibie memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 11 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998.
  2. Sebagai presiden sejak 21 Mei 1998 sampai 19 Oktober 1999.

Abdurrahman Wahid memiliki 1 periode posisi presiden yaitu sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.

Megawati Soekarnoputri memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.
  2. Sebagai presiden sejak 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Hamzah Haz memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 26 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 2 periode posisi presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009 dan sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Muhammad Jusuf Kalla memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009.

Boediono memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Untuk mengetahui urutan tokoh atau urutan masa posisi lembaga kepresidenan yang ke berapakah sekarang yang menjabat maka tinggal merangkai masing-masing masa posisi tokoh. Perlu hati-hati dalam merangkai sebagian tokoh karena akan ada over lapping masa tugas dan tidak mungkin over lapping masa tugas. Di sini akan diberi dua contoh berlainan.

Contoh Pertama: Sukarno menurut versi (2), Suharto versi (2), Habibie (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Boediono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014

Contoh Kedua: Soekarno menurut versi (5), Syafruddin (1), Assaat (1), Suharto versi (3), Habibi (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Kedua contoh di atas menunjukkan sebuah perbedaan yang amat mencolok. Dan itu pun baru contoh dari dua versi.

Catatan kaki

  1. ^ dalam ciri utama bukan yaitu suatu kolektivitas
  2. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  3. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  4. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  5. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  6. ^ Ketentuan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  7. ^ Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketentuan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  8. ^ Sebagai acuan awal mulanya yaitu kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik IV. Dan sebagai acuan akibatnya yaitu kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik VI
  9. ^ Pengambil alihan kekuasaan pemerintahan negara dilakukan dengan Maklumat Presiden Tahun 1946 Nomor 1 dan Maklumat Presiden Tahun 1947 Nomor 6]]
  10. ^ Pembentukan Kabinet Presidensil yang dikenal dengan nama Kabinet Hatta I pada 29 Januari 1948 dilakukan dengan Maklumat Presiden 1948 No. 3 jo Maklumat Presiden 1948 No. 2. Selain itu pada 4 Agustus 1949 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil yang dikenal dengan Kabinet Hatta II dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1949
  11. ^ Sukarno dilantik menjadi Presiden RIS oleh Ketua Mahkamah Agung pada 17 Desember 1949 di Bangsal Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Beliau ditunjuk, dari yang akan menjadi tunggal, oleh Dewan Pemilihan Presiden RIS yang bersidang pada 15-16 Desember 1949
  12. ^ Hatta dilantik menjadi Perdana Menteri RIS pada 20 Desember 1949
  13. ^ SOB = Staat van Oorlog en Beleg (negara dalam adanya perang dan darurat). Pada 14 Maret 1957, satu setengah jam setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandat kepada presiden, Sukarno mengeluarkan dekrit Negara Dalam Adanya Darurat Perang. Kemudian pada 17 Desember 1957, beliau meningkatkan status bahaya menjadi Negara Dalam Adanya Perang. Status SOB baru dicabut pada 1 Mei 1963
  14. ^ mulai 22 Juli 1959
  15. ^ DPR Peralihan dihentikan Sukarno dengan Penetapan Presiden (Penpres) No 3 tahun 1960
  16. ^ Bangun DPR Gotong Royong (DPR-GR) diputuskan dengan Penpres No 4 tahun 1960
  17. ^ Ketentuan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Agung Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup
  18. ^ Ketentuan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Agung Haluan Negara dan Haluan Pembangunan
  19. ^ Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ditetapkan/dikeluarkan oleh MPRS pada 12 Maret 1967 namun diberlakukan surut sampai 22 Februari 1967 untuk menghindari vacuum of power dalam negara
  20. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  21. ^ Sultan Yogyakarta ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  22. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  23. ^ Adam Malik ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  24. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  25. ^ Umar Wirahadikusumah ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  26. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  27. ^ Sudarmono ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  28. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  29. ^ Pak Try ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  30. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  31. ^ Pak Habibi ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  32. ^ Pidato pertanggung jawaban Habibi tidak diterima oleh MPR dengan Ketentuan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
  33. ^ Jika UU No 7 tahun 1949 sedang berjalan maka probabilitas agung Sartono yaitu ketua DPR kala itu
  34. ^ lihat penjelasan umum UUD 1945 dan risalah sidang BPUPKI/PPKI
  35. ^ Ada kesukaran mengenai tanggal pengangkatan Hatta karena belum ada data pasti. Menurut konstitusi wakil presiden ditinggikan dari yang akan menjadi yang diusulkan oleh DPR Sementara dan DPR Sementara baru dilantik pada 16 Agustus 1950 maka paling cepat Hatta ditinggikan dalam posisi wakil presiden pada hari yang sama

Referensi

Lihat pula


edunitas.com


Page 7

Untuk artikel tentang nama orang-orang Indonesia, lihat Nama Indonesia

Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama.

Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").

Berbagai catatan lawas bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", dianggarkan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita sedang sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Untuk mereka, kawasan yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya yaitu Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai yaitu "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah jajahannya di kepulauan ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang gunanya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berfaedah pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di permulaan seratus tahun ke-20.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")), yang diurus oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Akhir pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya untuk penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berfaedah "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):

".... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing hendak menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

Earl sendiri mencetuskan menentukan nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada permulaan tulisannya, Logan pun mencetuskan perlunya nama khas untuk kepulauan tanah cairan kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan akhir memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih patut. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1]

Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini yaitu Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di alam dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" kira-kiranya Logan tidak menyadari bahwa di akhir hari nama itu hendak menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan babak etnologi dan geografi. [1]

Pada tahun 1884 guru agung etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang mengandung hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Argumen yang tidak sah itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" yaitu Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia membangun sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.

Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")...

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang yaitu istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhir-akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai dampaknya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. [1]

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berproses dan berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,

"Negara Indonesia Merdeka yang hendak datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) absurd disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Untuk kami nama Indonesia mencetuskan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah cairan pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) hendak berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Di Indonesia Dr. Sutomo membangun Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berproses dan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah cairan yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhir-akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah cairan, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië disahkan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak. Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".

Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.

Lihat pula

Rujukan

  • David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)

Pranala luar

  • (Indonesia) Menapaki Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal Usul Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal-usul Kata Indonesia
  • (Indonesia) Pusatbahasa: Nama Indonesia
  • (Inggris) Nama Indonesia, Jakarta, dan Jawa dalam berbagai bahasa

Referensi

  1. ^ a b c . David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)


edunitas.com


Page 8

Untuk artikel tentang nama orang-orang Indonesia, lihat Nama Indonesia

Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama.

Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").

Berbagai catatan lawas bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", dianggarkan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita sedang sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Untuk mereka, kawasan yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya yaitu Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai yaitu "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang gunanya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berfaedah pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di permulaan seratus tahun ke-20.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")), yang diurus oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Akhir pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya untuk masyarakat Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berfaedah "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):

"... Masyarakat Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing hendak menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

Earl sendiri menyatakan menentukan nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada permulaan tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas untuk kepulauan tanah cairan kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan akhir memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih patut. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1]

Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa masyarakat di kepulauan ini yaitu Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di alam dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" kira-kiranya Logan tidak menyadari bahwa di akhir hari nama itu hendak menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan babak etnologi dan geografi. [1]

Pada tahun 1884 guru agung etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang mengandung hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Argumen yang tidak sah itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" yaitu Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 dia membangun sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.

Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")...

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang yaitu istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" kesudahannya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai kesudahannya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. [1]

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berproses dan berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,

"Negara Indonesia Merdeka yang hendak datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) absurd disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Untuk kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah cairan pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) hendak berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Di Indonesia Dr. Sutomo membangun Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berproses dan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah cairan yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Kesudahannya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah cairan, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië disahkan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak. Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".

Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.

Lihat pula

Rujukan

  • David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)

Pranala luar

  • (Indonesia) Menapaki Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal Usul Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal-usul Kata Indonesia
  • (Indonesia) Pusatbahasa: Nama Indonesia
  • (Inggris) Nama Indonesia, Jakarta, dan Jawa dalam berbagai bahasa

Referensi

  1. ^ a b c . David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)


edunitas.com


Page 9

Untuk artikel tentang nama orang-orang Indonesia, lihat Nama Indonesia

Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama.

Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").

Berbagai catatan lawas bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", dianggarkan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita sedang sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Untuk mereka, kawasan yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya yaitu Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai yaitu "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang gunanya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berfaedah pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di permulaan seratus tahun ke-20.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")), yang diurus oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Akhir pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya untuk masyarakat Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berfaedah "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):

"... Masyarakat Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing hendak menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

Earl sendiri menyatakan menentukan nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada permulaan tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas untuk kepulauan tanah cairan kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan akhir memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih patut. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1]

Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa masyarakat di kepulauan ini yaitu Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di alam dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" kira-kiranya Logan tidak menyadari bahwa di akhir hari nama itu hendak menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan babak etnologi dan geografi. [1]

Pada tahun 1884 guru agung etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang mengandung hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Argumen yang tidak sah itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" yaitu Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 dia membangun sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.

Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")...

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang yaitu istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" kesudahannya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai kesudahannya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. [1]

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berproses dan berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,

"Negara Indonesia Merdeka yang hendak datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) absurd disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Untuk kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah cairan pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) hendak berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Di Indonesia Dr. Sutomo membangun Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berproses dan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah cairan yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Kesudahannya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah cairan, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië disahkan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak. Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".

Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.

Lihat pula

Rujukan

  • David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)

Pranala luar

  • (Indonesia) Menapaki Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal Usul Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal-usul Kata Indonesia
  • (Indonesia) Pusatbahasa: Nama Indonesia
  • (Inggris) Nama Indonesia, Jakarta, dan Jawa dalam berbagai bahasa

Referensi

  1. ^ a b c . David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)


edunitas.com


Page 10

Untuk artikel tentang nama orang-orang Indonesia, lihat Nama Indonesia

Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama.

Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").

Berbagai catatan lawas bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", dianggarkan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita sedang sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Untuk mereka, kawasan yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya yaitu Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai yaitu "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah jajahannya di kepulauan ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang gunanya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berfaedah pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di permulaan seratus tahun ke-20.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")), yang diurus oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Akhir pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya untuk penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berfaedah "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):

".... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing hendak menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

Earl sendiri mencetuskan menentukan nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada permulaan tulisannya, Logan pun mencetuskan perlunya nama khas untuk kepulauan tanah cairan kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan akhir memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih patut. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1]

Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini yaitu Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di alam dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" kira-kiranya Logan tidak menyadari bahwa di akhir hari nama itu hendak menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan babak etnologi dan geografi. [1]

Pada tahun 1884 guru agung etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang mengandung hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Argumen yang tidak sah itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" yaitu Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia membangun sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.

Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")...

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang yaitu istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhir-akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai dampaknya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. [1]

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berproses dan berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,

"Negara Indonesia Merdeka yang hendak datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) absurd disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Untuk kami nama Indonesia mencetuskan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah cairan pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) hendak berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Di Indonesia Dr. Sutomo membangun Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berproses dan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah cairan yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhir-akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah cairan, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië disahkan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak. Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".

Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.

Lihat pula

Rujukan

  • David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)

Pranala luar

  • (Indonesia) Menapaki Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal Usul Nama Indonesia
  • (Indonesia) Asal-usul Kata Indonesia
  • (Indonesia) Pusatbahasa: Nama Indonesia
  • (Inggris) Nama Indonesia, Jakarta, dan Jawa dalam berbagai bahasa

Referensi

  1. ^ a b c . David Chandler, et al. 2005. "The Emergence of Modern Southeast Asia: A New History", disunting oleh Norman G. Owen (U. Hawai‘i Press, 2005)


edunitas.com


Page 11

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Lambang Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Bendera Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Istana Merdeka, salah satu lambang Lembaga Kepresidenan Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang nyaris sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dituturkan nyaris sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (|UUD 1945)dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.

Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilewati lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi. Selain itu ini boleh dituturkan “hanya” diatur dalam konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berbagai jenis maupun angkatan peraturan. Ini berlainan dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang memiliki undang-undang mengenai bangun dan letak lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.

Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian agung diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan akan dibagi menurut masa berjalannya masing-masing konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya tidak terikat dari kesukaran di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode antara tahun 1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang berjalan secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena dinamika yang sedang terus berlangsung, maka pembahasan artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-tidaknya menengah 2009.

Periode 1945–1950

Periode 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950 yaitu periode berjalannya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa yaitu, pertama, antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan kedua antara 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950 saat negara Indonesia bergabung sebagai negara anggota dari negara federasi Republik Indonesia Serikat.

Menurut UUD 1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal[1], terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga ini ditunjuk oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa posisi selama 5 tahun. Sebelum bertugasnya lembaga ini bersumpah di depan MPR atau DPR.

Menurut UUD 1945:

  1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
  2. Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden
  3. Wakil presiden mengalihkan presiden jika presiden mangkat, selesai, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa posisinya
  4. Presiden menetapkan peraturan pemerintah
  5. Presiden dibantu oleh menteri
  6. Presiden dapat memohon pertimbangan kepada DPA
  7. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional Indonesia
  8. Presiden mencetuskan perang dan membikin perdamaian serta akad dengan negara lain atas persetujuan DPR
  9. Presiden mencetuskan adanya bahaya
  10. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik
  11. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
  12. Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan
  13. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR
  14. Presiden berhak memveto RUU dari DPR
  15. Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam adanya mendesak.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1967; Presiden RIS 1949-1950

Pada 18 Agustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden dan wakil presiden ditunjuk oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini kekuasaan presiden sangat agung karena seluruh kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk, dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang diputuskan UUD 1945.

Hanya sebagian bulan pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA memohon kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk menetapkan haluan negara dan membentuk UU menempuh Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan presiden menjadi kurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan kepada Badan Pekerja KNIP. Pada tahun-tahun berikutnya ketika adanya darurat, 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali bersifat presidensial (bertanggung jawab kepada presiden).

Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat bertugasnya saat Agresi Militer Belanda II. Walau ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak selesai. Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta, suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang didirikan di pedalaman Sumatera (22 Desember 1948 – 13 Juli 1949) mendapat legitimasi yang aci. Kondisi inilah yang menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai status pemerintah darurat dan status ketua pemerintah darurat.

Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua Pemerintahan Darurat yaitu penerima tongkat estafet pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu letaknya tidak bisa diabaikan. Lagi pula pada 13 Juli 1949, Ketua Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh. Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan. Lagi pula perundingan-perundingan, seperti Akad Roem-Royen, dilakukan dengan pemerintahan dan lembaga kepresidenan tertawan bukan dengan pemerintah darurat.

Periode 1949–1950

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Negara Federasi Republik Indonesia Serikat 1949-1950

Pada periode 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950, RI bergabung dalam negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan letak sebagai negara anggota. Hal ini mengakibatkan berjalannya 2 konstitusi secara bersamaan di wilayah negara anggota RI, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno telah menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Assaat sebagai Pemangku Posisi Presiden.

Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden. Presiden ditunjuk oleh Dewan Pemilih (Electoral College) yang terdiri atas utusan negara-negara anggota dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum bertugasnya, presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.

Berlainan dengan UUD 1945, Konstitusi RIS mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS (secara khusus[2]):

  1. Presiden bermarkas sebagai kepala negara
  2. Presiden yaitu anggota dari pemerintah [pasal 68 (1) dan (2), 70, 72 (1)];
  3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 74 (4), 118 (2), dan 119];
  4. Presiden dilarang: (a). rangkap posisi dengan posisi apapun patut di dalam ataupun di luar federasi, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara federal maupun negara anggota, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletak posisinya [pasal 79 (4)];
  5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran posisi atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa posisinya [pasal 148 (1)]
  6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];
  7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet Negara [pasal 74 (1) – (4)];
  8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];
  9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 76 (2)];
  10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal 83];
  11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan menyaksikan pelantikannya [pasal 86];
  12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 104];
  13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR [pasal 103 (1)];
  14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan 138 (3)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].
  16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya [pasal 114 (1)] dan melepas mereka atas permintaan sendiri [pasal 114 (4)];
  17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan amnesti [pasal 160];
  18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan melepas mereka atas permintaan sendiri [pasal 116 (4)];
  19. Presiden mengadakan dan mengesahkan akad internasional atas kuasa UU federal [pasal 175];
  20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];
  21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];
  22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal 126].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[3], presiden, menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];
  2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
  3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
  4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];
  5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam adanya mendesak [pasal 139];
  6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
  7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
  8. Mencetuskan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
  9. Mencetuskan adanya bahaya [pasal 184 (1)];
  10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bangun negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di depan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia mengalihkan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Posisi Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Periode 1950–1959

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. Moh Hatta, Wakil Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1956

Masa republik ketiga yaitu periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian disebut dengan UUDS 1950. Konstitusi ini sebenarnya yaitu perubahan konstitusi federal. Dari anggota materi, konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia ini yaitu perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.

Menurut konstitusi sementara, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [Pasal 44, 45, 46 (1), 47, dan 48]. Presiden dan wakil presiden ditunjuk menurut UU dengan syarat tertentu [pasal 45 (3) dan (5)]. Tidak ada masa posisi yang jelas bagi lembaga ini, namun dari sifat konstitusi sementara [pasal 134 dan penjelasan konstitusi], posisi ini dipertahankan sampai ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Sebelum bertugasnya presiden dan wakil presiden bersumpah dihadapan DPR [pasal 47].

Sama seperti konstitusi federal, konstitusi sementara mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Dalam sistematika konstitusi sementara hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal dalam konstitusi. Menurut konstitusi sementara (secara khusus[4]):

  1. Presiden dan wakil presiden yaitu alat perlengkapan negara [pasal 44];
  2. Presiden dan wakil presiden bermarkas di tempat letak pemerintah [pasal 46 (1)];
  3. Presiden bermarkas sebagai Kepala Negara [pasal 45 (1)];
  4. Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan kewajibannya [pasal 45 (2)];
  5. Wakil presiden mengalihkan presiden jika presiden tidak mampu melaksanakan kewajibannya [pasal 48];
  6. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat dan seluruh pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 83 dan 85];
  7. Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap posisi dengan posisi apapun patut di dalam ataupun di luar negara, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara maupun kawasan otonom, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 55 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletak posisinya [pasal 55 (4)];
  8. Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran posisi atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa posisinya [pasal 106 (1)];
  9. Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan UU [pasal 54];
  10. Presiden membentuk kabinet [pasal 50 dan 51];
  11. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 53];
  12. Presiden dan wakil presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 52 (2)];
  13. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 63];
  14. Presiden mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR [pasal 62 (1)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 90 (1), 92, 93, dan 94 (3)];
  16. Presiden berhak mencerai-beraikan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru [pasal 84];
  17. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil ketua Konstituante [pasal 136];
  18. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 140 (2)];
  19. Presiden melepas Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri [pasal 79 (4)];
  20. Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung [pasal 107];
  21. Presiden melepas Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri [pasal 81 (4)];
  22. Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU [pasal 87];
  23. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 123];
  24. Presiden mengadakan dan mengesahkan akad internasional atas kuasa UU [pasal 120];
  25. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 127];
  26. Presiden mencetuskan perang dengan persetujuan DPR [pasal 128];
  27. Presiden mencetuskan adanya bahaya [pasal 129 (1)].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[5], presiden (dan wakil presiden), menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan [pasal 82];
  2. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR [pasal 94 (2) dan 95 (1)];
  3. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam adanya mendesak [pasal 96 (1)];
  4. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 98 (1)];
  5. Memegang urusan umum keuangan [pasal 111 (1)].

Lembaga kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik. Tokoh yang memangku posisi presiden pada periode ini yaitu hasil persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950 [penjelasan konstitusi]. Sedangkan tokoh wakil presiden untuk pertama kalinya ditinggikan oleh presiden dari tokoh yang diajukan oleh DPR [pasal 45 (4)]. Dari hal-hal tersebut jelas bahwa lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) hanya bersifat sementara seiring pemberlakuan konstitusi sementara dan akan akibatnya dengan lembaga kepresidenan menurut konstitusi tetap yang akan dihasilkan.

Dalam perjalanannya posisi wakil presiden mengalami kekosongan per 1 Desember 1956 karena wakil presiden mengundurkan diri. Anggaran pasal 45 (4) tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi lowongan tersebut sedangkan konstitusi tetap maupun UU pemilihan presiden dan wakil presiden belum ada. Pada 1958 presiden sempat berhalangan dan dialihkan oleh pejabat presiden. Kekuasaan lembaga kepresidenan ini otomatis akibatnya seiring munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959 dan dialihkan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD 1945 yang diberlakukan kembali.

Periode 1959–1999

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend Agung TNI Purn. H. M. Soeharto, Pejabat Presiden Indonesia 1967-1968 dan Presiden Indonesia 1968-1998

Masa republik keempat yaitu periode diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sebutan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999. Dengan diberlakukannya kembali konstitusi ini maka semua kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan praktis sama dengan periode republik I. Untuk melihat secara detilnya dimohon melihat kembali masa republik I.

Ada sebagian hal yang menarik dari anggota peraturan perundang-undangan dalam periode ini. Menurut dekrit presiden yang memberlakukan kembali konstitusi dari republik I, anggota penjelasan konstitusi mendapat daya hukum yang mengikat karena diterbitkan dalam lembaran negara. Dengan demikian lembaga kepresidenan tidak hanya diatur dalam pasal-pasal konstitusi namun juga dalam penjelasan konstitusi. Dengan adanya lembaga MPR/MPRS dalam ketatanegaraan republik IV mengundang konsekuensi dengan lahirnya konstitusi semu yang disebut Ketentuan MPR/MPRS. Menempuh produk hukum ini, secara umum lembaga kepresidenan juga diatur, antara lain melalui:

Selain itu presiden sebagai mandataris MPR juga diberi kewenangan dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apapun guna menyelenggarakan pemerintahan, antara lain dengan:

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Indonesia 1998 dan Presiden Indonesia 1998-1999

Dengan landasan hukum tersebut lembaga kepresidenan, terutama presiden, menjadi lembaga tinggi yang “super power” dibanding lembaga tinggi lainnya.

Ada sebagian hal unik dan menarik untuk dicermati pada periode ini. Hal-hal tersebut antara lain, pertama, setelah MPRS terbentuk lembaga ini tidak langsung bersidang untuk menetapkan tokoh yang memangku posisi dalam lembaga kepresidenan yang baru. Kedua, pada tahun 1963 MPRS menetapkan ketentuan MPRS yang mengangkat presiden petahana sebagai presiden seumur hidup. Ketiga, munculnya posisi “Pejabat Presiden” ketika Presiden dimakzulkan pada tahun 1967. Keempat, penetapan “Pejabat Presiden” menjadi Presiden pada tahun 1968. Kelima, pengisian lembaga kepresidenan sesuai dengan konstitusi baru dilakukan pada tahun 1973, tiga belas tahun setelah MPR (MPRS) terbentuk. Keenam, pengucapan sumpah pelantikan presiden oleh wakil presiden tidak dilakukan di depan MPR atau DPR melainkan hanya di depan pimpinan MPR/DPR dan Mahkamah Agung saat presiden mundur dari posisinya pada tahun 1998. Sebenarnya sedang banyak hal lain yang menarik namun mengingat keterbatasan tempat maka hanya enam hal di atas yang dinyatakan.

Gelombang people power yang dikenal dengan “gerakan reformasi 1998” yang muncul pada tahun 1998 akibatnya juga mengakibatkan sistem ketatanegaraan berubah secara cepat. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan penuh dengan dicabutnya Ketentuan MPR No. V/MPR/1998[6] dengan Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998[7]. Dan periode republik IV yang telah berusia empat puluh tahun ini pun akibatnya sekitar satu setahun dari munculnya gelombang people power.

Periode 1999–2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

K. H. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia 1999-2001

Masa republik kelima yaitu periode transisi ketatanegaraan dampak proses perubahan konstitusi “UUD 1945” secara fundamental. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002. Periode ini muncul sebagai dampak dari gelombang people power yang dikenal dengan reformasi 1998. Oleh karena perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan dilakukan secara bertahap maka pembahasan periode ini dilakukan menurut tahapan perubahan konstitusi [8].

Pada tahun 1999 sebagai dampak perubahan I konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Posisi lembaga kepresidenan dibatasi hanya untuk dua kali masa posisi [pasal 7];
  2. Presiden dan wakil presiden dapat bersumpah di depan pimpinan MPR dan Mahkamah Agung jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)];
  3. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif dengan membentuk UU, melainkan hanya berwenang mengajukan RUU kepada parlemen dan ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (1) – (3)];
  4. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)];
  5. Presiden tidak dapat lagi memveto RUU dari parlemen, sebab klausul tersebut dihilangkan [pasal 21];
  6. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];
  7. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];
  8. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

Pada tahun 2000 sebagai dampak perubahan II konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Presiden hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari [pasal 20 (5)].

Pada tahun 2001 sebagai dampak perubahan III konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Pada tahun 2002 sebagai dampak perubahan IV konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Sebagian hal yang menjadi catatan dalam periode republik V ini, antara lain, yaitu, pertama, untuk pertama kalinya presiden ditunjuk oleh MPR dari yang akan menjadi yang berjumlah lebih dari satu orang. Kedua, presiden membekukan parlemen dan berdampak dimakzulkannya presiden. Ketiga, presiden wajib menyampaikan laporan tahunan penyelenggaraan pemerintahan kepada MPR.

Sebenarnya periode transisi ini tidak akibatnya pada tahun 2002 melainkan pada tahun 2004. Namun karena acuannya yaitu konstitusi maka periode ini dicukupkan pada tahun 2002. Periode transisi selanjutnya dibahas pada anggota republik VI.

Sejak 2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr(HC), Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Indonesia 1999-2001 dan Presiden Indonesia 2001-2004

Masa republik keenam yaitu periode diberlakukannya konstitusi yang disahkan PPKI setelah mengalami proses perubahan ketatanegaraan yang fundamental yang tetap dinamakan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini dihitung mulai 10 Agustus 2002 sampai terjadinya perubahan yang fundamental terhadap konstitusi.

Dengan perubahan I-IV konstitusi selama masa republik V maka terjadi perubahan yang sangat fundamental dari anggota ketatanegaraan. Dan dapat dituturkan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, mendapatkan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban yang baru menurut “konstitusi yang baru”.

Menurut konstitusi, lembaga kepresidenan bersifat personal dan terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [pasal 4 (2); 3 (2); 6; 6A; 7; 7A; 7B; 8; dan 9]. Lembaga ini ditunjuk secara langsung oleh rakyat dengan syarat dan atur cara tertentu [pasal 6 dan 6A] dengan masa posisi selama lima tahun dan hanya dibatasi untuk dua periode posisi [pasal 7]. Sebelum bertugasnya lembaga ini dilantik oleh MPR [pasal 3 (2)] dengan bersumpah di depan MPR atau DPR [pasal 9 (1)] atau pimpinan MPR dan pimpinan MA jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)].

Secara sistematika lembaga kepresidenan diatur secara terkonsentrasi pada bab III dari konstitusi. Namun demikian terdapat pengaturan lembaga kepresidenan di bab-bab yang lain dari konstitusi. Menurut konstitusi:

Periode transisi sedang mewarnai masa republik VI ini, setidaknya antara tahun 2002 – 2004. Berbagai peraturan konstitusi semu, yang bernama Ketentuan MPR, yang mengatur lembaga kepresidenan, secara bertahap dinyatakan tidak berjalan oleh lembaga pembuatnya sendiri, yaitu MPR, sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004. Selain itu anggaran peralihan pasal I dan II juga berjalan selama masa transisi ini. Dalam masa transisi ini pula dihasilkan peraturan UU yang mengatur pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung. Mulai tahun 2004, kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan diatur menempuh konstitusi, UU, PP, maupun Perpres. Namun, berlainan dengan lembaga negara lain yang diatur secara terkonsentrasi dalam sebuah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Perpres), peraturan mengenai lembaga kepresidenan tidak terdapat dalam satu UU melainkan tersebar dalam berbagai UU, PP, maupun Perpres. Sebagai catatan akhir, pada tahun 2004, pertama kalinya dalam sejarah, dipersiapkan pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung oleh rakyat.

Soekarno

Soekarno atau lebih umum disebut Bung Karno, yaitu tokoh presiden pertama dari Indonesia. Posisi pertama ini dimulai sejak 18 Agustus 1945. Bung Karno terpilih secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata. Beliau ditemani oleh wakil presiden Drs. Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Menurut anggaran yang ada pada saat itu kekuasaan presiden sangat agung. Seiring berlangsungnya waktu kekuasaan legislatif diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya pada bulan November pada tahun yang sama, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Kabinet Syahrir I. Namun demikian pada 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, Sukarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi adanya darurat[9]. Pada 29 Januari 1948 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil[10]. Wakil presiden Moh Hatta ditugasi untuk memimpin kabinet sehari-hari. Di sini dapat dikawal bahwa presiden dan wakil presiden melakukan pembagian kekuasaan. Sehingga wakil presiden tidak hanya duduk di bangku cadangan yang baru diturunkan ketika pemain utama cedera.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan gerakan militer menyerang ibukota Yogyakarta. Dalam peristiwa ini Sukarno dan Hatta ikut tertawan sehingga praktis pemerintahan lumpuh walau tidak selesai secara resmi. Namun sebelum tertawan, presiden dan wakilnya sempat mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan, dan mandat kepada Menteri Keuangan Mr. A. A. Maramis yang berada di India untuk membentuk pemerintahan pengasingan jika usaha Syafruddin membentuk pemerintahan gagal dilakukan. Syafruddin sukses membentuk pemerintahan darurat di Sumatera pada 22 Desember 1948. Namun Belanda lebih menentukan berunding dengan pemerintahan tertawan. Hal inilah yang menimbulkan adanya pemerintahan ganda. Sampai akibatnya pada 13 Juli 1949, setelah menempuh proses yang berliku, Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pada 16 Desember 1949 Sukarno terpilih sebagai presiden negara federasi Republik Indonesia Serikat[11]. Pada saat yang nyaris bersamaan Hatta terpilih sebagai perdana menteri negara federasi[12]. Konstitusi federal yang melarang rangkap posisi bagi kepala negara federal dan perdana menteri federal dengan posisi apapun, mengharuskan Sukarno dan Hatta untuk meletak posisi bersama-sama. Adanya ini diantisipasi dengan keluarnya UU No 7 Tahun 1949. Dalam UU ini diatur apabila presiden dan wakil presiden berhalangan secara bersama-sama maka ketua parlemen ditinggikan menjadi Pemangku Posisi Presiden. Akibatnya pada 27 Desember 1949 Sukarno selesai sebagai presiden dan menyerahkan posisi lembaga kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo.

Pada 27 Desember 1949 Sukarno memulai masa posisinya yang pertama sebagai presiden negara federal Indonesia. Tidak banyak yang terekam dalam posisi presiden federal ini yang sangat singkat ini. Sebuah persetujuan antara pemerintah federal RIS (yang bertindak atas namanya sendiri dan atas mandat penuh dari pemerintah negara anggota yang tersisa, pemerintah negara anggota Negara Indonesia Timur dan pemerintah negara anggota Negara Sumatera Timur) dan pemerintah negara anggota Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta) menentukan Sukarno sebagai presiden negara kesatuan yang akan dihasilkan dari penggabungan RIS dengan RI (Yogyakarta). Posisi presiden federal dipangku Sukarno sampai tanggal 15 Agustus 1950. Posisi ini dapat dihitung sebagai masa posisi kedua bagi Sukarno. Pada tanggal itu presiden federal memproklamasikan berdirinya negara kesatuan dihadapan sidang gabungan DPR dan Senat di Jakarta. Sore harinya Bung Karno terbang ke Yogyakarta untuk mencerai-beraikan pemerintah RI (Yogyakarta) dan menerima penyerahan kekuasaan dari Pemangku Posisi Presiden. Setelah kembali ke Jakarta pada hari yang sama Sukarno menerima penyerahan kekuasaan dari perdana menteri RIS.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

ISKS Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden Indonesia 1973-1978

Pada 15 Agustus 1950 Sukarno secara resmi telah menjadi presiden negara kesatuan yang pertama setelah menerima kekuasaan dari dua pemerintahan RIS dan RI (Yogyakarta). Posisi ini dapat dihitung sebagai posisi ketiga bagi Sukarno. Keesokan hari tanggal 16 Agustus 1950, Presiden melantik DPR Sementara Negara Kesatuan, hasil penggabungan dari DPR (RIS), Senat (RIS), Badan Pekerja KNI Pusat(RI-Yogyakarta), dan DPA (RI-Yogyakarta). Sesuai konstitusi, Sukarno mengangkat Hatta sebagai Wakil Presiden atas usulan dari DPR Sementara. Bagi Hatta posisi ini dapat dihitung sebagai masa posisi kedua. Sesuai konstitusi pula lembaga ini berulangkali membentuk kabinet. Sampai awal 1956 lembaga kepresidenan telah membentuk setidaknya enam kabinet dan menerima pengembalian mandat pemerintahan sebanyak lima kali. Pada akhir tahun 1956, tanggal 1 Desember 1956, Hatta mengundurkan diri dari posisi wakil presiden. Mulai saat itu, lembaga kepresidenan hanya “dihuni” oleh seorang presiden tanpa wakilnya. UUD Sementara tidak mengatur pemilihan wakil presiden dan menyerahkannya pada konstitusi yang akan disusun oleh Konstituante. Adanya yang kian genting menyebabkan Sukarno mengeluarkan SOB pada 1957[13]. Perlahan namun pasti kekuasaan Sukarno sebagai Penguasa Angkatan Perang meningkat. Puncaknya Sukarno mengeluarkan dekrit untuk memberlakukan kembali konstitusi yang pernah digunakan, UUD 1945, serta mencerai-beraikan konstituante yang tak kunjung habis menyusun konstitusi tetap.

Sukarno tetap menjabat presiden berdasar anggaran peralihan pasal II konstitusi yang disahkan PPKI. Demikian pula DPR Sementara negara kesatuan berubah fungsi menjadi DPR Peralihan[14] sampai diputuskan DPR yang baru menurut konstitusi. Posisi ini dapat dihitung sebagai posisi presiden peralihan atau dapat dihitung sebagai masa posisi keempat bagi Sukarno. Sementara itu, anggaran peralihan pasal III dan IV konstitusi sudah tidak dapat digunakan lagi. Presiden tidak ditemani oleh wakil presiden maupun Komite Nasional menyebabkan seluruh kekuasaan pemerintahan negara berpusat pada presiden. Tidak satu pun yang dapat bermain-main dengan kekuasaan presiden. DPR Peralihan pun dihentikan pada 24 Juni 1960 karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan Sukarno[15]. Sebagai gantinya Sukarno membentuk DPR Gotong Royong[16]. Sesuai Penpres No 14 tahun 1960, Presiden dapat membikin produk legislatif jika tidak terjadi kesepakatan dengan parlemen. Pada Desember 1960 Sukarno membentuk MPR Sementara untuk melaksanakan ketetapan dalam konstitusi. Peranan Sukarno semakin agung dengan mengeluarkan PP No 32/1964 yang mengandung DPR-GR yaitu pembantu Presiden/Pemimpin Agung Revolusi dalam anggota legislatif. Menempuh UU No 19 tahun 1964 Presiden diberi kewenangan untuk mencampuri keputusan peradilan.

MPRS bentukan Sukarno mengeluarkan sebuah produk konstitusi semu untuk menetapkan ide-ide Pemimpin Agung Revolusi dan akibatnya menetapkan Sukarno sebagai presiden definitif dengan masa posisi seumur hidup pada 1963 tanpa ditemani wakil presiden[17]. Lembaga ini juga memberi kekuasaan secara penuh pada Sukarno untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara[18]. Periode ini dapat dihitung sebagai masa posisi kelima bagi Sukarno. Pada periode ini Sukarno menggunakan gelar rangkap “Presiden/Pemimpin Agung Revolusi/Panglima Tertinggi/Mandataris MPRS” banyakan dari gelar yang diberikan konstitusi “Presiden”. Perubahan cuaca perpolitikan terjadi secara cepat pada tahun 1966-1968 sebagai dampak badai politik tahun 1965. Periode ini yaitu kondisi terburuk yang dialami sang proklamator. Pada tahun 1966 berbagai atribut masa kejayaan mulai diurai oleh MPRS. Mulai dari pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan pengangkatan pejabat presiden, pengertian mandataris MPR Sementara, Pemimpin Agung Revolusi, dan berpuncak pada peninjauan kembali pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Akibatnya pada 22 Februari 1967 Sukarno “menyerahkan kekuasaan” kepada pejabat presiden dan dilegalisasi dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, presiden Indonesia dimakzulkan untuk pertama kalinya secara resmi pada 12 Maret 1967[19].

Soeharto

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn. Umar Wirahadikusumah, Wakil Presiden Indonesia 1983-1988

Jenderal TNI Suharto atau yang erat diajak bercakap-cakap Pak Harto yaitu tokoh presiden kedua dari Republik Indonesia. Posisi pertamanya dimulai sejak 27 Maret 1968. Pak Harto ditinggikan oleh MPR Sementara dengan Ketentuan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketentuan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau yaitu presiden kedua yang diputuskan oleh MPR Sementara. Dalam masa posisinya yang pertama ini suami Ibu Tien tidak ditemani oleh wakil presiden sebagaimana diatur menurut konstitusi. Sebagai mandataris MPR Sementara, secara teori, presiden yaitu pelaksana kebijakan lembaga tertinggi negara tersebut. Pak Harto menjalankan kewajibannya sebagai presiden sampai ada presiden definitif yang ditinggikan oleh MPR hasil pemilu.

Pada tahun 1973 pertanggung jawaban Jenderal TNI Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1971 diterima. Kemudian presiden dari kalangan militer yang pertama ini ditinggikan oleh lembaga yang sama sebagai presiden dari yang akan menjadi tunggal pada 24 Maret 1973[20]. Dalam masa posisinya yang kedua Pak Harto ditemani oleh wakil presiden, ISKS Hamengku Buwono IX, Sultan sekaligus Kepala Kawasan Istimewa Yogyakarta[21]. Pada masa-masa ini sampai sekitar 25 tahun mendatang kepemimpinan nasional berlangsung dengan urutan yang remeh disertai relatif tidak diwarnai kontroversi tentang tokoh maupun periodesasi posisi.

Pada tahun 1978 pertanggung jawaban Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1977 diterima. Pada bulan yang sama purnawiran jenderal ini kembali ditinggikan oleh MPR dari yang akan menjadi tunggal[22]. Dalam masa posisi yang ketiga kalinya, Pak Harto ditemani oleh Adam Malik sebagai wakil presiden[23]. Secara matematis, Suharto ditinggikan sehari lebih cepat dari jatah masa posisinya. Selanjutnya pada 1983, lagi-lagi pertanggung jawaban Pak Harto diterima. Bahkan MPR hasil pemilu 1982 memberinya gelar Bapak Pembangunan. Pada 11 Maret 1983, sang purnawirawan kembali ditinggikan oleh MPR untuk mendiami kursi kepresidenannya yang keempat dari yang akan menjadi tunggal[24]. Menurut hitung-hitungan angka beliau ditinggikan tiga belas hari lebih cepat dari masa posisinya yang seharusnya akibatnya pada 23 Maret 1983. Untuk pertama kalinya Pak Harto ditemani oleh purnawirawan militer, Jend TNI (Purn). Umar Wirahadikusumah, sebagai wakil presiden[25].

Tahun 1988, kembali pertanggung jawaban jenderal lahir desa Kemusuk diterima. Setelah genap lima tahun mendiami kursi kepresidenan, Jend (Purn). Suharto kembali dilantik oleh MPR hasil pemilu 1987 pada 11 Maret 1988[26]. Dalam masa posisi kelimanya bapak pembangunan ini ditemani wakil presiden dari kalangan militer, Letjend TNI (Purn). Sudarmono SH[27]. Tahun 1993, untuk ke sekian kalinya pertanggung jawaban sang presiden diterima. Pada 11 Maret 1993, setelah menggenapi masa posisinya, Jenderal TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto ditinggikan untuk mendiami posisi presiden keenam[28]. Lagi-lagi MPR hasil pemilu 1992 mengangkatnya dari yang akan menjadi tunggal. Kini beliau ditemani oleh mantan panglima militer, Jend TNI (Purn) Try Sutrisno, sebagai wakil presiden[29].

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Letjend TNI (Purn). Soedharmono, SH. Wakil Presiden Indonesia 1988-1993

Maret 1998, di tengah badai politik dan ekonomi, pidato pertanggung jawaban Pak Harto diterima oleh MPR. Tidak satupun yang menyangka ini yaitu terakhir kalinya beliau menyampaikan laporan pertanggung jawaban. Kurang sehari dari masa posisi yang seharusnya dijalani, pada tanggal 10 Maret 1998 Jenderal Agung TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto, ditinggikan dari yang akan menjadi tunggal untuk ketujuh kalinya oleh MPR hasil pemilu 1997[30]. Untuk kedua kalinya beliau ditemani oleh seorang sipil, Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden[31]. Berbagai tekanan harus dihadapi sang jenderal yang sudah berusia senja ini. Sebenarnya beliau bisa menggunakan kekuasaan penuh untuk menyingkirkan semua pengganggunya, namun hal itu tidak beliau lakukan. Pimpinan MPR/DPR pada waktu itu sempat memohon mundur sang presiden atau menggelar Sidang Istimewa MPR, sebuah sidang khusus yang dapat berujung pada pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada diri Sukarno. Dan akibatnya pada 21 Mei 1998 Soeharto mencetuskan mundur dari posisinya dampak gelombang people power “Gerakan Reformasi 1998”.

Baharuddin Jusuf Habibie

Baharuddin Jusuf Habibie yaitu tokoh presiden ketiga Republik Indonesia. Posisi pertamanya dimulai pada 21 Mei 1998. Habibi mengalihkan presiden sebelumnya yang mengundurkan diri. Naiknya presiden pertama dari luar Jawa ini menimbulkan sedikit kontroversi setidaknya dalam masalah prosedur formal pengangkatan sebagai presiden. Secara formal pengucapan sumpah kepresidenan dilakukan dihadapan parlemen. Namun, karena gedung parlemen direbut oleh pendukung people power yang menyebabkan para legistalor tidak dapat bersidang, pengucapan sumpah posisi kepresidenan hanya dilakukan oleh Pak Habibi di depan pimpinan MPR/DPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Sebagian bulan setelahnya MPR menggelar Sidang Istimewa. Namun majelis itu tidak memberikan suatu surat pengangkatan khusus sebagaimana pernah diberikan kepada dua presiden sebelumnya Sukarno (1963) dan Suharto ([[1968], 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998). Lembaga tertinggi negara tersebut hanya mengakui menempuh letak Habibi di dalam Ketentuan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Bahkan beliau tidak ditemani oleh wakil presiden.

Catatan yang diraih oleh presiden lahir Provinsi Sulawesi Selatan yaitu penyelenggaraan pemilu 1999 yang menghasilkan parlemen baru. Namun parlemen baru yang ditunjuk menempuh pemilu tersebut menolak pertanggung jawaban presiden setelah presiden diberi kesempatan untuk menggunakan hak jawab kepada parlemen[32]. Pada 19 Oktober 1999 Bacharuddin Yusuf Habibie mengakhiri tugasnya yang sangat singkat dengan mendampingi presiden terpilih mengucapkan sumpah kepresidenan dihadapan sidang umum MPR 1999.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia 1993-1998

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yaitu Presiden ke-4 Indonesia. Masa posisinya dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999. Gus Dur yaitu presiden terakhir yang ditunjuk oleh MPR. Beliau ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Beliau mengalahkan rivalnya Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pemilihan yang dilakukan oleh MPR. Namun MPR menentukan rivalnya dalam pemilihan tersebut, Megawati, sebagai wakil presiden yang mendampinginya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena satu dan lain hal mengenai keterbatasan seperti yang sudah dimaklumi, Gus Dur menyerahkan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan sehari-hari pada wakil presiden. Penugasan ini diputuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari Presiden Republik Indonesia. Pendulum kekuasaan yang berpindah dari eksekutif ke legislatif mengakibatkan lembaga kepresidenan sepenuhnya tunduk pada parlemen. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Dua kali setelah menghadapi memorandum dari DPR, Gus Dur dihadapkan pada suatu pemakzulan. Langkahnya yang mengeluarkan maklumat pembekuan DPR dalam dekrit tidak membuahkan hasil. MPR yang tengah menggelar Sidang Istimewa langsung menolak dekrit itu dengan Ketentuan MPR Nomor I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001. Maklumat tersebut juga mengantarkan lebih cepat pada pemakzulannya oleh MPR pada saat itu juga. Abdurrahman Wahid menjadi presiden kedua yang dimakzulkan oleh MPR di tengah masa posisinya, berdasarkan Ketentuan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri yaitu Presiden ke-5 Indonesia. Posisi pertamanya dimulai 23 Juli 2001. Megawati mengalihkan Gus Dur karena posisinya sebagai wakil presiden. Beliau yaitu wakil presiden kedua yang mengalihkan presiden ketika selesai dalam masa posisinya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa posisinya kurang dari 5 tahun sebab beliau hanya mewarisi masa posisi Gus Dur. Presiden perempuan pertama Indonesia ini ditemani oleh Wakil Presiden Hamzah Haz yang memenangkan pemilihan wakil presiden oleh MPR dari rivalnya Susilo Bambang Yudhoyono. Hamzah oleh MPR ditinggikan sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Catatan dalam masa posisinya yaitu Pemilu Legislatif pada April 2004 serta Pemilu Presiden pada Juli 2004. Pada Pemilu Presiden 2004, Megawati harus mengakui keunggulan SBY setelah menempuh dua putaran pemilihan. Beliau mengakhiri masa posisi pertamanya pada 20 Oktober 2004, sehari lebih lama dari sisa masa posisi Gus Dur yang dilimpahkan kepadanya.

Susilo Bambang Yudhoyono

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2004–2009 dan 2009–2014

Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Presiden ke-6 Indonesia. Posisi pertamanya dimulai pada 20 Oktober 2004. Beliau bersama pasangannya Muhammad Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2004 yang yaitu pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali. Setelah mengakhiri masa posisinya yang pertama, SBY kembali mengucapkan sumpah posisi presiden untuk kedua kalinya di depan sidang MPR pada 20 Oktober 2009. Kali ini beliau ditemani oleh Boediono sebagai wakil presiden.

Pejabat sementara

Syafruddin Prawiranegara

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Syafruddin Prawiranegara, Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, 1948–1949

Syafruddin Prawiranegara yaitu Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Beliau dituding dengan radiogram yang mengandung mandat dari Presiden Soekarno yang saat itu memegang kekuasaan pemerintahan negara pada 18 Desember 1948. Oleh sebab Bukittinggi yang menjadi tempat letaknya juga diserang Belanda, radiogram itu tidak sampai pada waktunya. PDRI tidak bermarkas di satu tempat melainkan selalu berpindah. Bermula dari perkebunan teh di Halaban, Sumatera Barat beliau pergi ke Riau dan kembali lagi ke Sumatera Barat. Pada bulan Mei 1949, beliau membentuk perwakilan PDRI di pulau Jawa. Beliau berselisih mengerti dengan Soekarno karena mengirim utusan kepada Belanda dalam Akad Roem-Royen. Setelah menempuh berbagai proses berliku akibatnya Syafruddin mau mengembalikan mandat yang telah diberikan presiden kepada Hatta. Letak Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sebagai kepala negara dan/atau kepala pemerintahan ataupun setidaknya setingkat pejabat presiden, patut secara de facto maupun de jure, sedang diperdebatkan apakah aci atau tidak.

Assaat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Assaat, Pemangku Posisi Presiden Indonesia 1949–1950

Assaat yaitu Pemangku Posisi Presiden Republik Indonesia. Posisinya dimulai pada 27 Desember 1949 saat Soekarno secara resmi menyerahkan posisi Presiden RI kepadanya. Assaat sebelumnya yaitu Ketua Badan Pekerja KNIP, parlemen Indonesia kala itu. Beliau menjabat sebagai pemangku posisi presiden karena UU No. 7 Tahun 1949 menentukan jika presiden dan wakil presiden secara bersama-sama tidak dapat melakukan kewajibannya maka Ketua DPR menjadi "Pemangku Posisi Presiden". Posisi tersebut diembannya sampai 15 Agustus 1950 saat beliau menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno sebagai Presiden RI (negara kesatuan) sesuai persetujuan RIS dan RI pada 19 Mei 1950.

Sartono

Sartono pernah menjabat sebagai Pejabat Presiden Indonesia. Belum banyak data yang dikenal mengenai tokoh ini. Satu-satunya ajar yang ada ialah Sartono menandatangani Lembaran Negara tahun 1958 nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 ,14, 15, 16, 17, dan 18, tertanggal antara 13 Januari 1958 – 17 Februari 1958, yang salah satunya yaitu UU No 8 tahun 1958 tentang penetapan UU Drt No 9 tahun 1954 tentang perubahan nama Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara (LN 1954 No 66) sebagai UU pada tanggal 17 Februari 1958. Untuk sementara anggaran tokoh ini diabaikan, dengan pengertian, setelah mendapat keterangan yang jelas mengenai letaknya, tokoh ini akan dibawa masuk[33].

Soeharto

Soeharto juga pernah menjadi Pejabat Presiden Indonesia. Posisinya dimulai pada 22 Februari 1967 walau surat pengangkatannya baru dikeluarkan pada 12 Maret 1967. Beliau menjadi pejabat presiden sebagai ketetapan dari Ketentuan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Atur Cara Pengangkatan Pejabat Presiden, setelah Soekarno dimakzulkan dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Seharusnya Soeharto menjadi pejabat presiden sampai dengan adanya presiden yang ditunjuk oleh MPR baru dari hasil pemilihan umum. Namun pada 27 Maret 1968, karena adanya politik saat itu, beliau mengakhiri tugasnya sebagai pejabat presiden karena diputuskan sebagai presiden (penuh) oleh MPRS kala itu.

Polemik periode dan pejabat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Periodisasi posisi lembaga kepresidenan sering menimbulkan polemik. Namun, sebelum masuk terlalu dalam, perlu dikawal dan diperhatikan sebagian hal yang boleh aci bersifat mendasar.

  1. Siapakah yang mendiami posisi lembaga kepresidenan. Apakah cukup presiden dan wakil presiden saja. Ataukah presiden dan wakil presiden serta pejabat presiden (atau sebutan lainnya).
  2. Apakah dapat diakui suatu pemerintahan ganda, dalam ciri utama pada saat yang sama terdapat dua lembaga kepresidenan.
  3. Apakah penentuan naik dan turunnya seorang tokoh dalam lembaga kepresidenan hanya berdasarkan anggaran dalam konstitusi. Atau berdasar konstitusi dan surat pengangkatan/pelantikan (atau sebutan lain). Ataukah lagi hanya berdasarkan pada ketokohan semata, dalam ciri utama satu tokoh dihitung satu masa posisi tanpa memedulikan berapa kali beliau menjabat.
  4. Perlukah suatu daftar resmi dari negara untuk tokoh yang mendiami lembaga kepresidenan beserta periodisasinya agar dapat dikenal secara pasti.

Sebagai ilustrasi, dapat dikawal pada kasus Presiden Filipina. Ilustrasi ini juga didasarkan pada sisi historis, sebab Supomo waktu menjelaskan UUD 1945 beliau membandingkan UUD Indonesia dengan Konstitusi Filipina[34]. Diosdado Pangan Macapagal yaitu Presiden Filipina urutan kesembilan sekaligus presiden kelima dari republik ketiga negara Filipina. Satu yang dapat dikawal disini bahwa beliau mendiami dua buah daftar dengan nomor urut yang berlainan. Presiden Macapagal pada 1962 mengubah perayaan resmi hari kemerdekaan dari 4 Juli (hari ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan Filipina pada 1946, hari yang juga menjadi peringatan kemerdekaan AS) menjadi 12 Juni (hari ketika Emilio Aguinaldo mengumumkan kemerdekaan dari Spanyol pada 1898). Keputusan ini sebagai keputusan hukum tentang waktu yang telah diputuskan sebelumnya. Beliau juga mengakui Jose P. Laurel yang menjadi Presiden Filipina oleh tentara pendudukan Jepang, sebagai presiden resmi negara itu. Sebelumnya Laurel tidak diakui oleh pemerintahan-pemerintahan Filipina setelah Perang Dunia II, karena dianggap tidak ada status hukum apapun namun mengakui dua presiden yang berada dalam pengasingan di Amerika. Di sini dapat dikawal bahwa pemerintahan pengasingan diakui dan pemerintahan ganda juga diakui. Lebih dari itu Macapagal menetapkan suatu keputusan resmi mengenai pengakuan tokoh yang menjabat dalam lembaga kepresidenan Filipina, Ng Pangulo Ng Pilipinas.

Periodisasi masa posisi maupun urutan tokoh yang duduk dalam lembaga kepresidenan sering menimbulkan ketidaksepakatan. Berikut akan diusahakan untuk memilah periodisasi dan urutan tokoh yang menjabat lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) sesuai kronologi tokoh saat memangku posisi untuk yang pertama kalinya.

Soekarno memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi presiden, antara lain:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik akhir keluarnya Supersemar, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 11 Maret 1966
  2. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 22 Februari 1967
  3. Jika RIS dihitung terpisah dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  4. Jika RIS dihitung terpisah dan masa PDRI dihitung terpisah dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 18 Desember 1948, 13 Juli 1949 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  5. Jika RIS dihitung terpisah, masa PDRI dihitung ganda, dan naik turun posisi berdasarkan pada konstitusi dan ketentuan MPRS dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, 15 Agustus 1950 sampai 18 Mei 1963, dan 18 Mei 1963 sampai 22 Februari 1967

Mohammad Hatta memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi wakil presiden, yaitu:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan mengabaikan henti RIS maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 1 Desember 1956
  2. Jika henti RIS dihitung dan naik-turun posisi berdasarkan pada konstitusi maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 dan xx/xx/1950 sampai 1 Desember 1956.[35].

Syafruddin Prawiranegara memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi, yaitu:

  1. Jika posisi “Ketua Pemerintahan Darurat” diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal telegram yang dikirim lembaga kepresidenan dari Yogyakarta, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  2. Jika posisi "Ketua Pemerintahan Darurat" diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal pembentukan PDRI di Sumatera Barat, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  3. Jika posisi “Ketua Pemerintahan Darurat” tidak diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan maka masa jabatannya: tidak diakui/tidak pernah ada.

Assaat memiliki 2 probabilitas periodisasi posisi, yaitu:

  1. Jika posisi “Pemangku Posisi Presiden diakui” diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan serta letak RI yang beribukota di Yogyakarta diakui berdiri sendiri (walau hanya negara bagian) selama periode RIS (memiliki ketatanegaraan yang berlainan dengan RIS), maka masa posisinya yaitu sejak 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950
  2. Jika posisi “Pemangku Posisi Presiden” tidak diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan serta letak negara anggota RI yang beribukota di Yogyakarta tidak diakui berdiri sendiri selama periode RIS (telah lebur menjadi RI), maka masa posisinya tidak diakui.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia 2004-2009

Soeharto memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi, antara lain:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal keluarnya supersemar, maka masa posisinya yaitu sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
  2. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal pengangkatan resmi sebagai pejabat presiden oleh MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 21 Mei 1998
  3. Jika naik turun posisi berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden dihitung, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 27 Maret 1968, 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998
  4. Jika naik turun posisi berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden tidak dihitung, maka masa posisinya yaitu sejak 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998

Hamengkubuwana IX memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978.

Adam Malik memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983.

Umar Wirahadikusumah memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1983 sampai 1988.

Sudharmono memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1988 sampai 1993.

Try Sutrisno memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1993 sampai 1998.

Baharuddin Jusuf Habibie memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 11 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998.
  2. Sebagai presiden sejak 21 Mei 1998 sampai 19 Oktober 1999.

Abdurrahman Wahid memiliki 1 periode posisi presiden yaitu sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.

Megawati Soekarnoputri memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.
  2. Sebagai presiden sejak 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Hamzah Haz memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 26 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 2 periode posisi presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009 dan sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Muhammad Jusuf Kalla memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009.

Boediono memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Untuk mengetahui urutan tokoh atau urutan masa posisi lembaga kepresidenan yang ke berapakah sekarang yang menjabat maka tinggal merangkai masing-masing masa posisi tokoh. Perlu hati-hati dalam merangkai sebagian tokoh karena akan ada over lapping masa tugas dan tidak mungkin over lapping masa tugas. Di sini akan diberi dua contoh berlainan.

Contoh Pertama: Sukarno menurut versi (2), Suharto versi (2), Habibie (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Boediono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014

Contoh Kedua: Soekarno menurut versi (5), Syafruddin (1), Assaat (1), Suharto versi (3), Habibi (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Kedua contoh di atas menunjukkan sebuah perbedaan yang amat mencolok. Dan itu pun baru contoh dari dua versi.

Catatan kaki

  1. ^ dalam ciri utama bukan yaitu suatu kolektivitas
  2. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  3. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  4. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  5. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  6. ^ Ketentuan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  7. ^ Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketentuan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  8. ^ Sebagai acuan awal mulanya yaitu kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik IV. Dan sebagai acuan akibatnya yaitu kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik VI
  9. ^ Pengambil alihan kekuasaan pemerintahan negara dilakukan dengan Maklumat Presiden Tahun 1946 Nomor 1 dan Maklumat Presiden Tahun 1947 Nomor 6]]
  10. ^ Pembentukan Kabinet Presidensil yang dikenal dengan nama Kabinet Hatta I pada 29 Januari 1948 dilakukan dengan Maklumat Presiden 1948 No. 3 jo Maklumat Presiden 1948 No. 2. Selain itu pada 4 Agustus 1949 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil yang dikenal dengan Kabinet Hatta II dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1949
  11. ^ Sukarno dilantik menjadi Presiden RIS oleh Ketua Mahkamah Agung pada 17 Desember 1949 di Bangsal Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Beliau ditunjuk, dari yang akan menjadi tunggal, oleh Dewan Pemilihan Presiden RIS yang bersidang pada 15-16 Desember 1949
  12. ^ Hatta dilantik menjadi Perdana Menteri RIS pada 20 Desember 1949
  13. ^ SOB = Staat van Oorlog en Beleg (negara dalam adanya perang dan darurat). Pada 14 Maret 1957, satu setengah jam setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandat kepada presiden, Sukarno mengeluarkan dekrit Negara Dalam Adanya Darurat Perang. Kemudian pada 17 Desember 1957, beliau meningkatkan status bahaya menjadi Negara Dalam Adanya Perang. Status SOB baru dicabut pada 1 Mei 1963
  14. ^ mulai 22 Juli 1959
  15. ^ DPR Peralihan dihentikan Sukarno dengan Penetapan Presiden (Penpres) No 3 tahun 1960
  16. ^ Bangun DPR Gotong Royong (DPR-GR) diputuskan dengan Penpres No 4 tahun 1960
  17. ^ Ketentuan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Agung Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup
  18. ^ Ketentuan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Agung Haluan Negara dan Haluan Pembangunan
  19. ^ Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ditetapkan/dikeluarkan oleh MPRS pada 12 Maret 1967 namun diberlakukan surut sampai 22 Februari 1967 untuk menghindari vacuum of power dalam negara
  20. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  21. ^ Sultan Yogyakarta ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  22. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  23. ^ Adam Malik ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  24. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  25. ^ Umar Wirahadikusumah ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  26. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  27. ^ Sudarmono ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  28. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  29. ^ Pak Try ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  30. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  31. ^ Pak Habibi ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  32. ^ Pidato pertanggung jawaban Habibi tidak diterima oleh MPR dengan Ketentuan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
  33. ^ Jika UU No 7 tahun 1949 sedang berjalan maka probabilitas agung Sartono yaitu ketua DPR kala itu
  34. ^ lihat penjelasan umum UUD 1945 dan risalah sidang BPUPKI/PPKI
  35. ^ Ada kesukaran mengenai tanggal pengangkatan Hatta karena belum ada data pasti. Menurut konstitusi wakil presiden ditinggikan dari yang akan menjadi yang diusulkan oleh DPR Sementara dan DPR Sementara baru dilantik pada 16 Agustus 1950 maka paling cepat Hatta ditinggikan dalam posisi wakil presiden pada hari yang sama

Referensi

Lihat pula


edunitas.com


Page 12

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Lambang Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Bendera Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Istana Merdeka, salah satu lambang Lembaga Kepresidenan Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dituturkan hampir sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (|UUD 1945)dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.

Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilewati lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi. Selain itu ini boleh dituturkan “hanya” diatur dalam konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berjenis-jenis maupun angkatan peraturan. Ini berlainan dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang memiliki undang-undang mengenai bentuk dan letak lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.

Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian agung diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan akan dibagi menurut masa berjalannya masing-masing konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya tidak terikat dari kesukaran di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode antara tahun 1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang berjalan secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena dinamika yang sedang terus berlangsung, maka pembahasan artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-tidaknya pertengahan 2009.

Periode 1945–1950

Periode 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950 yaitu periode berjalannya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa yaitu, pertama, antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan kedua antara 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950 saat negara Indonesia bergabung sebagai negara anggota dari negara federasi Republik Indonesia Serikat.

Menurut UUD 1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal[1], terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga ini ditunjuk oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa jabatan selama 5 tahun. Sebelum bertugasnya lembaga ini bersumpah di depan MPR atau DPR.

Menurut UUD 1945:

  1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
  2. Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden
  3. Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
  4. Presiden menetapkan peraturan pemerintah
  5. Presiden dibantu oleh menteri
  6. Presiden dapat memohon pertimbangan kepada DPA
  7. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional Indonesia
  8. Presiden mencetuskan perang dan membikin perdamaian serta janji dengan negara lain atas persetujuan DPR
  9. Presiden mencetuskan demikianlah keadaanya bahaya
  10. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik
  11. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
  12. Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan
  13. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR
  14. Presiden berhak memveto RUU dari DPR
  15. Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam demikianlah keadaanya mendesak.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1967; Presiden RIS 1949-1950

Pada 18 Agustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden dan wakil presiden ditunjuk oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini kekuasaan presiden sangat agung karena seluruh kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk, dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang diputuskan UUD 1945.

Hanya sebagian bulan pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA memohon kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk menetapkan haluan negara dan membentuk UU menempuh Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan presiden menjadi kurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan kepada Badan Pekerja KNIP. Pada tahun-tahun berikutnya ketika demikianlah keadaanya darurat, 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali bersifat presidensial (bertanggung jawab kepada presiden).

Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat bertugasnya saat Penyerangan negara Militer Belanda II. Walau ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak selesai. Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta, suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang didirikan di pedalaman Sumatera (22 Desember 1948 – 13 Juli 1949) mendapat legitimasi yang aci. Kondisi inilah yang menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai status pemerintah darurat dan status ketua pemerintah darurat.

Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua Pemerintahan Darurat yaitu penerima tongkat estafet pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu letaknya tidak bisa diabaikan. Apalagi pada 13 Juli 1949, Ketua Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh. Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan. Apalagi perundingan-perundingan, seperti Janji Roem-Royen, dilakukan dengan pemerintahan dan lembaga kepresidenan tertawan bukan dengan pemerintah darurat.

Periode 1949–1950

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Negara Federasi Republik Indonesia Serikat 1949-1950

Pada periode 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950, RI bergabung dalam negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan letak sebagai negara anggota. Hal ini mengakibatkan berjalannya 2 konstitusi secara bersamaan di wilayah negara anggota RI, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno telah menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Assaat sebagai Pemangku Jabatan Presiden.

Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden. Presiden ditunjuk oleh Dewan Pemilih (Electoral College) yang terdiri atas utusan negara-negara anggota dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum bertugasnya, presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.

Berlainan dengan UUD 1945, Konstitusi RIS mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS (secara khusus[2]):

  1. Presiden bermarkas sebagai kepala negara
  2. Presiden yaitu anggota dari pemerintah [pasal 68 (1) dan (2), 70, 72 (1)];
  3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala pertanggung jawaban ada di tangan kabinet [pasal 74 (4), 118 (2), dan 119];
  4. Presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun adil di dalam ataupun di luar federasi, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara federal maupun negara anggota, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 79 (4)];
  5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya [pasal 148 (1)]
  6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];
  7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet Negara [pasal 74 (1) – (4)];
  8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];
  9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 76 (2)];
  10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal 83];
  11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan menyaksikan pelantikannya [pasal 86];
  12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 104];
  13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR [pasal 103 (1)];
  14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan 138 (3)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].
  16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya [pasal 114 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri [pasal 114 (4)];
  17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan amnesti [pasal 160];
  18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri [pasal 116 (4)];
  19. Presiden mengadakan dan mengesahkan janji internasional atas kuasa UU federal [pasal 175];
  20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];
  21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];
  22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal 126].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[3], presiden, menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];
  2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
  3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
  4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];
  5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam demikianlah keadaanya mendesak [pasal 139];
  6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
  7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
  8. Mencetuskan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
  9. Mencetuskan demikianlah keadaanya bahaya [pasal 184 (1)];
  10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di depan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia menggantikan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Jabatan Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Periode 1950–1959

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. Moh Hatta, Wakil Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1956

Masa republik ketiga yaitu periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian disebut dengan UUDS 1950. Konstitusi ini sebenarnya yaitu perubahan konstitusi federal. Dari anggota materi, konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia ini yaitu perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.

Menurut konstitusi sementara, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [Pasal 44, 45, 46 (1), 47, dan 48]. Presiden dan wakil presiden ditunjuk menurut UU dengan syarat tertentu [pasal 45 (3) dan (5)]. Tidak ada masa jabatan yang jelas bagi lembaga ini, namun dari sifat konstitusi sementara [pasal 134 dan penjelasan konstitusi], jabatan ini dipertahankan sampai ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Sebelum bertugasnya presiden dan wakil presiden bersumpah dihadapan DPR [pasal 47].

Sama seperti konstitusi federal, konstitusi sementara mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Dalam sistematika konstitusi sementara hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal dalam konstitusi. Menurut konstitusi sementara (secara khusus[4]):

  1. Presiden dan wakil presiden yaitu alat perlengkapan negara [pasal 44];
  2. Presiden dan wakil presiden bermarkas di tempat letak pemerintah [pasal 46 (1)];
  3. Presiden bermarkas sebagai Kepala Negara [pasal 45 (1)];
  4. Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan kewajibannya [pasal 45 (2)];
  5. Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden tidak mampu melaksanakan kewajibannya [pasal 48];
  6. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat dan seluruh pertanggung jawaban ada di tangan kabinet [pasal 83 dan 85];
  7. Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun adil di dalam ataupun di luar negara, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara maupun kawasan otonom, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 55 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 55 (4)];
  8. Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya [pasal 106 (1)];
  9. Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan UU [pasal 54];
  10. Presiden membentuk kabinet [pasal 50 dan 51];
  11. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 53];
  12. Presiden dan wakil presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 52 (2)];
  13. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 63];
  14. Presiden mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR [pasal 62 (1)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 90 (1), 92, 93, dan 94 (3)];
  16. Presiden berhak mencerai-beraikan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru [pasal 84];
  17. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil ketua Konstituante [pasal 136];
  18. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 140 (2)];
  19. Presiden memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri [pasal 79 (4)];
  20. Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung [pasal 107];
  21. Presiden memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri [pasal 81 (4)];
  22. Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU [pasal 87];
  23. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 123];
  24. Presiden mengadakan dan mengesahkan janji internasional atas kuasa UU [pasal 120];
  25. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 127];
  26. Presiden mencetuskan perang dengan persetujuan DPR [pasal 128];
  27. Presiden mencetuskan demikianlah keadaanya bahaya [pasal 129 (1)].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[5], presiden (dan wakil presiden), menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan [pasal 82];
  2. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR [pasal 94 (2) dan 95 (1)];
  3. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam demikianlah keadaanya mendesak [pasal 96 (1)];
  4. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 98 (1)];
  5. Memegang urusan umum keuangan [pasal 111 (1)].

Lembaga kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik. Tokoh yang memangku jabatan presiden pada periode ini yaitu hasil persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950 [penjelasan konstitusi]. Sedangkan tokoh wakil presiden untuk pertama kalinya ditinggikan oleh presiden dari tokoh yang diajukan oleh DPR [pasal 45 (4)]. Dari hal-hal tersebut jelas bahwa lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) hanya bersifat sementara seiring pemberlakuan konstitusi sementara dan akan akhir suatu peristiwanya dengan lembaga kepresidenan menurut konstitusi tetap yang akan diproduksi.

Dalam perjalanannya jabatan wakil presiden mengalami kekosongan per 1 Desember 1956 karena wakil presiden mengundurkan diri. Anggaran pasal 45 (4) tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi lowongan tersebut sedangkan konstitusi tetap maupun UU pemilihan presiden dan wakil presiden belum ada. Pada 1958 presiden sempat berhalangan dan digantikan oleh pejabat presiden. Kekuasaan lembaga kepresidenan ini otomatis akhir suatu peristiwanya seiring munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959 dan digantikan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD 1945 yang diberlakukan kembali.

Periode 1959–1999

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend Agung TNI Purn. H. M. Soeharto, Pejabat Presiden Indonesia 1967-1968 dan Presiden Indonesia 1968-1998

Masa republik keempat yaitu periode diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sebutan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999. Dengan diberlakukannya kembali konstitusi ini maka semua kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan praktis sama dengan periode republik I. Untuk melihat secara detilnya dimohon melihat kembali masa republik I.

Ada sebagian hal yang menarik dari anggota peraturan perundang-undangan dalam periode ini. Menurut dekrit presiden yang memberlakukan kembali konstitusi dari republik I, anggota penjelasan konstitusi mendapat daya hukum yang mengikat karena diterbitkan dalam lembaran negara. Dengan demikian lembaga kepresidenan tidak hanya diatur dalam pasal-pasal konstitusi namun juga dalam penjelasan konstitusi. Dengan demikianlah keadaanya lembaga MPR/MPRS dalam ketatanegaraan republik IV mengundang konsekuensi dengan lahirnya konstitusi semu yang disebut Ketentuan MPR/MPRS. Menempuh produk hukum ini, secara umum lembaga kepresidenan juga diatur, antara lain melalui:

Selain itu presiden sebagai mandataris MPR juga diberi kewenangan dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apapun guna menyelenggarakan pemerintahan, antara lain dengan:

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Indonesia 1998 dan Presiden Indonesia 1998-1999

Dengan landasan hukum tersebut lembaga kepresidenan, terutama presiden, menjadi lembaga tinggi yang “super power” dibanding lembaga tinggi lainnya.

Ada sebagian hal unik dan menarik untuk dicermati pada periode ini. Hal-hal tersebut antara lain, pertama, setelah MPRS terbentuk lembaga ini tidak langsung bersidang untuk menetapkan tokoh yang memangku jabatan dalam lembaga kepresidenan yang baru. Kedua, pada tahun 1963 MPRS menetapkan ketentuan MPRS yang mengangkat presiden petahana sebagai presiden seumur hidup. Ketiga, munculnya jabatan “Pejabat Presiden” ketika Presiden dimakzulkan pada tahun 1967. Keempat, penetapan “Pejabat Presiden” menjadi Presiden pada tahun 1968. Kelima, pengisian lembaga kepresidenan sesuai dengan konstitusi baru dilakukan pada tahun 1973, tiga belas tahun setelah MPR (MPRS) terbentuk. Keenam, pengucapan sumpah pelantikan presiden oleh wakil presiden tidak dilakukan di depan MPR atau DPR melainkan hanya di depan pimpinan MPR/DPR dan Mahkamah Agung saat presiden mundur dari jabatannya pada tahun 1998. Sebenarnya sedang banyak hal lain yang menarik namun mengingat keterbatasan tempat maka hanya enam hal di atas yang dinyatakan.

Gelombang people power yang dikenal dengan “gerakan reformasi 1998” yang muncul pada tahun 1998 akhir suatu peristiwanya juga mengakibatkan sistem ketatanegaraan berubah secara cepat. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan penuh dengan dicabutnya Ketentuan MPR No. V/MPR/1998[6] dengan Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998[7]. Dan periode republik IV yang telah berusia empat puluh tahun ini pun akhir suatu peristiwanya sekitar satu setahun dari munculnya gelombang people power.

Periode 1999–2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

K. H. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia 1999-2001

Masa republik kelima yaitu periode transisi ketatanegaraan dampak proses perubahan konstitusi “UUD 1945” secara fundamental. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002. Periode ini muncul sebagai dampak dari gelombang people power yang dikenal dengan reformasi 1998. Oleh karena perubahan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan dilakukan secara bertahap maka pembahasan periode ini dilakukan menurut tahapan perubahan konstitusi [8].

Pada tahun 1999 sebagai dampak perubahan I konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Jabatan lembaga kepresidenan dibatasi hanya untuk dua kali masa jabatan [pasal 7];
  2. Presiden dan wakil presiden dapat bersumpah di depan pimpinan MPR dan Mahkamah Agung jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)];
  3. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif dengan membentuk UU, melainkan hanya berwenang mengajukan RUU kepada parlemen dan ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (1) – (3)];
  4. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)];
  5. Presiden tidak dapat lagi memveto RUU dari parlemen, sebab klausul tersebut dihilangkan [pasal 21];
  6. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];
  7. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];
  8. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

Pada tahun 2000 sebagai dampak perubahan II konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Presiden hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari [pasal 20 (5)].

Pada tahun 2001 sebagai dampak perubahan III konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Pada tahun 2002 sebagai dampak perubahan IV konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Sebagian hal yang menjadi catatan dalam periode republik V ini, antara lain, yaitu, pertama, untuk pertama kalinya presiden ditunjuk oleh MPR dari yang akan menjadi yang berjumlah lebih dari satu orang. Kedua, presiden membekukan parlemen dan berdampak dimakzulkannya presiden. Ketiga, presiden wajib menyampaikan laporan tahunan penyelenggaraan pemerintahan kepada MPR.

Sebenarnya periode transisi ini tidak akhir suatu peristiwanya pada tahun 2002 melainkan pada tahun 2004. Namun karena acuannya yaitu konstitusi maka periode ini dicukupkan pada tahun 2002. Periode transisi selanjutnya dibahas pada anggota republik VI.

Sejak 2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr(HC), Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Indonesia 1999-2001 dan Presiden Indonesia 2001-2004

Masa republik keenam yaitu periode diberlakukannya konstitusi yang disahkan PPKI setelah mengalami proses perubahan ketatanegaraan yang fundamental yang tetap dinamakan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini dihitung mulai 10 Agustus 2002 sampai terjadinya perubahan yang fundamental terhadap konstitusi.

Dengan perubahan I-IV konstitusi selama masa republik V maka terjadi perubahan yang sangat fundamental dari anggota ketatanegaraan. Dan dapat dituturkan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, mendapatkan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban yang baru menurut “konstitusi yang baru”.

Menurut konstitusi, lembaga kepresidenan bersifat personal dan terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [pasal 4 (2); 3 (2); 6; 6A; 7; 7A; 7B; 8; dan 9]. Lembaga ini ditunjuk secara langsung oleh rakyat dengan syarat dan atur cara tertentu [pasal 6 dan 6A] dengan masa jabatan selama lima tahun dan hanya dibatasi untuk dua periode jabatan [pasal 7]. Sebelum bertugasnya lembaga ini dilantik oleh MPR [pasal 3 (2)] dengan bersumpah di depan MPR atau DPR [pasal 9 (1)] atau pimpinan MPR dan pimpinan MA jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)].

Secara sistematika lembaga kepresidenan diatur secara terkonsentrasi pada bab III dari konstitusi. Namun demikian terdapat pengaturan lembaga kepresidenan di bab-bab yang lain dari konstitusi. Menurut konstitusi:

Periode transisi sedang mewarnai masa republik VI ini, setidaknya antara tahun 2002 – 2004. Berbagai peraturan konstitusi semu, yang bernama Ketentuan MPR, yang mengatur lembaga kepresidenan, secara bertahap dinyatakan tidak berjalan oleh lembaga pembuatnya sendiri, yaitu MPR, sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004. Selain itu anggaran peralihan pasal I dan II juga berjalan selama masa transisi ini. Dalam masa transisi ini pula diproduksi peraturan UU yang mengatur pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung. Mulai tahun 2004, kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan diatur menempuh konstitusi, UU, PP, maupun Perpres. Namun, berlainan dengan lembaga negara lain yang diatur secara terkonsentrasi dalam sebuah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Perpres), peraturan mengenai lembaga kepresidenan tidak terdapat dalam satu UU melainkan tersebar dalam berbagai UU, PP, maupun Perpres. Sebagai catatan belakang, pada tahun 2004, pertama kalinya dalam sejarah, dipersiapkan pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung oleh rakyat.

Soekarno

Soekarno atau lebih umum disebut Bung Karno, yaitu tokoh presiden pertama dari Indonesia. Jabatan pertama ini dimulai sejak 18 Agustus 1945. Bung Karno terpilih secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata. Beliau ditemani oleh wakil presiden Drs. Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Menurut anggaran yang ada pada saat itu kekuasaan presiden sangat agung. Seiring berlangsungnya waktu kekuasaan legislatif diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya pada bulan November pada tahun yang sama, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Kabinet Syahrir I. Namun demikian pada 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, Sukarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi demikianlah keadaanya darurat[9]. Pada 29 Januari 1948 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil[10]. Wakil presiden Moh Hatta ditugasi untuk memimpin kabinet sehari-hari. Di sini dapat dikawal bahwa presiden dan wakil presiden melakukan pembagian kekuasaan. Sehingga wakil presiden tidak hanya duduk di bangku cadangan yang baru diturunkan ketika pemain utama cedera.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan gerakan militer menyerang ibukota Yogyakarta. Dalam peristiwa ini Sukarno dan Hatta ikut tertawan sehingga praktis pemerintahan lumpuh walau tidak selesai secara resmi. Namun sebelum tertawan, presiden dan wakilnya sempat mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang ada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan, dan mandat kepada Menteri Keuangan Mr. A. A. Maramis yang ada di India untuk membentuk pemerintahan pengasingan jika usaha Syafruddin membentuk pemerintahan gagal dilakukan. Syafruddin sukses membentuk pemerintahan darurat di Sumatera pada 22 Desember 1948. Namun Belanda lebih menentukan berunding dengan pemerintahan tertawan. Hal inilah yang menimbulkan demikianlah keadaanya pemerintahan ganda. Sampai akhir suatu peristiwanya pada 13 Juli 1949, setelah menempuh proses yang berliku, Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pada 16 Desember 1949 Sukarno terpilih sebagai presiden negara federasi Republik Indonesia Serikat[11]. Pada saat yang hampir bersamaan Hatta terpilih sebagai perdana menteri negara federasi[12]. Konstitusi federal yang melarang rangkap jabatan bagi kepala negara federal dan perdana menteri federal dengan jabatan apapun, mengharuskan Sukarno dan Hatta untuk meletakkan jabatan bersama-sama. Demikianlah keadaanya ini diantisipasi dengan keluarnya UU No 7 Tahun 1949. Dalam UU ini diatur apabila presiden dan wakil presiden berhalangan secara bersama-sama maka ketua parlemen ditinggikan menjadi Pemangku Jabatan Presiden. Akhir suatu peristiwanya pada 27 Desember 1949 Sukarno berhenti sebagai presiden dan menyerahkan jabatan lembaga kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo.

Pada 27 Desember 1949 Sukarno memulai masa jabatannya yang pertama sebagai presiden negara federal Indonesia. Tidak banyak yang terekam dalam jabatan presiden federal ini yang sangat singkat ini. Sebuah persetujuan antara pemerintah federal RIS (yang bertindak atas namanya sendiri dan atas mandat penuh dari pemerintah negara anggota yang tersisa, pemerintah negara anggota Negara Indonesia Timur dan pemerintah negara anggota Negara Sumatera Timur) dan pemerintah negara anggota Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta) menentukan Sukarno sebagai presiden negara kesatuan yang akan diproduksi dari penggabungan RIS dengan RI (Yogyakarta). Jabatan presiden federal dipangku Sukarno sampai tanggal 15 Agustus 1950. Jabatan ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kedua bagi Sukarno. Pada tanggal itu presiden federal memproklamasikan berdirinya negara kesatuan dihadapan sidang gabungan DPR dan Senat di Jakarta. Sore harinya Bung Karno terbang ke Yogyakarta untuk mencerai-beraikan pemerintah RI (Yogyakarta) dan menerima penyerahan kekuasaan dari Pemangku Jabatan Presiden. Setelah kembali ke Jakarta pada hari yang sama Sukarno menerima penyerahan kekuasaan dari perdana menteri RIS.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

ISKS Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden Indonesia 1973-1978

Pada 15 Agustus 1950 Sukarno secara resmi telah menjadi presiden negara kesatuan yang pertama setelah menerima kekuasaan dari dua pemerintahan RIS dan RI (Yogyakarta). Jabatan ini dapat dihitung sebagai jabatan ketiga bagi Sukarno. Keesokan hari tanggal 16 Agustus 1950, Presiden melantik DPR Sementara Negara Kesatuan, hasil penggabungan dari DPR (RIS), Senat (RIS), Badan Pekerja KNI Pusat(RI-Yogyakarta), dan DPA (RI-Yogyakarta). Sesuai konstitusi, Sukarno mengangkat Hatta sebagai Wakil Presiden atas usulan dari DPR Sementara. Bagi Hatta jabatan ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kedua. Sesuai konstitusi pula lembaga ini berulangkali membentuk kabinet. Sampai awal 1956 lembaga kepresidenan telah membentuk setidaknya enam kabinet dan menerima pengembalian mandat pemerintahan sebanyak lima kali. Pada belakang tahun 1956, tanggal 1 Desember 1956, Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden. Mulai saat itu, lembaga kepresidenan hanya “dihuni” oleh seorang presiden tanpa wakilnya. UUD Sementara tidak mengatur pemilihan wakil presiden dan menyerahkannya pada konstitusi yang akan disusun oleh Konstituante. Demikianlah keadaanya yang kian genting menyebabkan Sukarno mengeluarkan SOB pada 1957[13]. Perlahan namun pasti kekuasaan Sukarno sebagai Penguasa Angkatan Perang meningkat. Puncaknya Sukarno mengeluarkan dekrit untuk memberlakukan kembali konstitusi yang pernah digunakan, UUD 1945, serta mencerai-beraikan konstituante yang tak kunjung habis menyusun konstitusi tetap.

Sukarno tetap menjabat presiden berdasar anggaran peralihan pasal II konstitusi yang disahkan PPKI. Demikian pula DPR Sementara negara kesatuan berubah fungsi menjadi DPR Peralihan[14] sampai diputuskan DPR yang baru menurut konstitusi. Jabatan ini dapat dihitung sebagai jabatan presiden peralihan atau dapat dihitung sebagai masa jabatan keempat bagi Sukarno. Sementara itu, anggaran peralihan pasal III dan IV konstitusi sudah tidak dapat digunakan lagi. Presiden tidak ditemani oleh wakil presiden maupun Komite Nasional menyebabkan seluruh kekuasaan pemerintahan negara berpusat pada presiden. Tidak satu pun yang dapat bermain-main dengan kekuasaan presiden. DPR Peralihan pun dihentikan pada 24 Juni 1960 karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan Sukarno[15]. Sebagai gantinya Sukarno membentuk DPR Gotong Royong[16]. Sesuai Penpres No 14 tahun 1960, Presiden dapat membikin produk legislatif jika tidak terjadi kesepakatan dengan parlemen. Pada Desember 1960 Sukarno membentuk MPR Sementara untuk melaksanakan ketetapan dalam konstitusi. Peranan Sukarno semakin agung dengan mengeluarkan PP No 32/1964 yang mengandung DPR-GR yaitu pembantu Presiden/Pemimpin Agung Revolusi dalam anggota legislatif. Menempuh UU No 19 tahun 1964 Presiden diberi kewenangan untuk mencampuri keputusan peradilan.

MPRS bentukan Sukarno mengeluarkan sebuah produk konstitusi semu untuk menetapkan ide-ide Pemimpin Agung Revolusi dan akhir suatu peristiwanya menetapkan Sukarno sebagai presiden definitif dengan masa jabatan seumur hidup pada 1963 tanpa ditemani wakil presiden[17]. Lembaga ini juga memberi kekuasaan secara penuh pada Sukarno untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara[18]. Periode ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kelima bagi Sukarno. Pada periode ini Sukarno menggunakan gelar rangkap “Presiden/Pemimpin Agung Revolusi/Panglima Tertinggi/Mandataris MPRS” lebih banyak dari gelar yang diberikan konstitusi “Presiden”. Perubahan cuaca perpolitikan terjadi secara cepat pada tahun 1966-1968 sebagai dampak badai politik tahun 1965. Periode ini yaitu kondisi terburuk yang dialami sang proklamator. Pada tahun 1966 berbagai atribut masa kejayaan mulai diurai oleh MPRS. Mulai dari pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan pengangkatan pejabat presiden, pengertian mandataris MPR Sementara, Pemimpin Agung Revolusi, dan berpuncak pada peninjauan kembali pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Akhir suatu peristiwanya pada 22 Februari 1967 Sukarno “menyerahkan kekuasaan” kepada pejabat presiden dan dilegalisasi dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, presiden Indonesia dimakzulkan untuk pertama kalinya secara resmi pada 12 Maret 1967[19].

Soeharto

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn. Umar Wirahadikusumah, Wakil Presiden Indonesia 1983-1988

Jenderal TNI Suharto atau yang erat diajak bercakap-cakap Pak Harto yaitu tokoh presiden kedua dari Republik Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai sejak 27 Maret 1968. Pak Harto ditinggikan oleh MPR Sementara dengan Ketentuan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketentuan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau yaitu presiden kedua yang diputuskan oleh MPR Sementara. Dalam masa jabatannya yang pertama ini suami Ibu Tien tidak ditemani oleh wakil presiden sebagaimana diatur menurut konstitusi. Sebagai mandataris MPR Sementara, secara teori, presiden yaitu pelaksana kebijakan lembaga tertinggi negara tersebut. Pak Harto menjalankan kewajibannya sebagai presiden sampai ada presiden definitif yang ditinggikan oleh MPR hasil pemilu.

Pada tahun 1973 pertanggung jawaban Jenderal TNI Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1971 diterima. Kemudian presiden dari kalangan militer yang pertama ini ditinggikan oleh lembaga yang sama sebagai presiden dari yang akan menjadi tunggal pada 24 Maret 1973[20]. Dalam masa jabatannya yang kedua Pak Harto ditemani oleh wakil presiden, ISKS Hamengku Buwono IX, Sultan sekaligus Kepala Kawasan Istimewa Yogyakarta[21]. Pada masa-masa ini sampai sekitar 25 tahun mendatang kepemimpinan nasional berlangsung dengan urutan yang mudah disertai relatif tidak diwarnai kontroversi tentang tokoh maupun periodesasi jabatan.

Pada tahun 1978 pertanggung jawaban Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1977 diterima. Pada bulan yang sama purnawiran jenderal ini kembali ditinggikan oleh MPR dari yang akan menjadi tunggal[22]. Dalam masa jabatan yang ketiga kalinya, Pak Harto ditemani oleh Adam Malik sebagai wakil presiden[23]. Secara matematis, Suharto ditinggikan sehari lebih cepat dari jatah masa jabatannya. Selanjutnya pada 1983, lagi-lagi pertanggung jawaban Pak Harto diterima. Bahkan MPR hasil pemilu 1982 memberinya gelar Bapak Pembangunan. Pada 11 Maret 1983, sang purnawirawan kembali ditinggikan oleh MPR untuk mendiami kursi kepresidenannya yang keempat dari yang akan menjadi tunggal[24]. Menurut hitung-hitungan angka beliau ditinggikan tiga belas hari lebih cepat dari masa jabatannya yang seharusnya akhir suatu peristiwanya pada 23 Maret 1983. Untuk pertama kalinya Pak Harto ditemani oleh purnawirawan militer, Jend TNI (Purn). Umar Wirahadikusumah, sebagai wakil presiden[25].

Tahun 1988, kembali pertanggung jawaban jenderal lahir desa Kemusuk diterima. Setelah genap lima tahun mendiami kursi kepresidenan, Jend (Purn). Suharto kembali dilantik oleh MPR hasil pemilu 1987 pada 11 Maret 1988[26]. Dalam masa jabatan kelimanya bapak pembangunan ini ditemani wakil presiden dari kalangan militer, Letjend TNI (Purn). Sudarmono SH[27]. Tahun 1993, untuk ke sekian kalinya pertanggung jawaban sang presiden diterima. Pada 11 Maret 1993, setelah menggenapi masa jabatannya, Jenderal TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto ditinggikan untuk mendiami jabatan presiden keenam[28]. Lagi-lagi MPR hasil pemilu 1992 mengangkatnya dari yang akan menjadi tunggal. Kini beliau ditemani oleh mantan panglima militer, Jend TNI (Purn) Try Sutrisno, sebagai wakil presiden[29].

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Letjend TNI (Purn). Soedharmono, SH. Wakil Presiden Indonesia 1988-1993

Maret 1998, di tengah badai politik dan ekonomi, pidato pertanggung jawaban Pak Harto diterima oleh MPR. Tidak satupun yang menyangka ini yaitu terakhir kalinya beliau menyampaikan laporan pertanggung jawaban. Kurang sehari dari masa jabatan yang seharusnya dijalani, pada tanggal 10 Maret 1998 Jenderal Agung TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto, ditinggikan dari yang akan menjadi tunggal untuk ketujuh kalinya oleh MPR hasil pemilu 1997[30]. Untuk kedua kalinya beliau ditemani oleh seorang sipil, Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden[31]. Berbagai tekanan harus dihadapi sang jenderal yang sudah berusia senja ini. Sebenarnya beliau bisa menggunakan kekuasaan penuh untuk menyingkirkan semua pengganggunya, namun hal itu tidak beliau lakukan. Pimpinan MPR/DPR pada waktu itu sempat memohon mundur sang presiden atau menggelar Sidang Istimewa MPR, sebuah sidang khusus yang dapat berujung pada pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada diri Sukarno. Dan akhir suatu peristiwanya pada 21 Mei 1998 Soeharto mencetuskan mundur dari jabatannya dampak gelombang people power “Gerakan Reformasi 1998”.

Baharuddin Jusuf Habibie

Baharuddin Jusuf Habibie yaitu tokoh presiden ketiga Republik Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai pada 21 Mei 1998. Habibi menggantikan presiden sebelumnya yang mengundurkan diri. Naiknya presiden pertama dari luar Jawa ini menimbulkan sedikit kontroversi setidaknya dalam masalah prosedur formal pengangkatan sebagai presiden. Secara formal pengucapan sumpah kepresidenan dilakukan dihadapan parlemen. Namun, karena gedung parlemen direbut oleh pendukung people power yang menyebabkan para legistalor tidak dapat bersidang, pengucapan sumpah jabatan kepresidenan hanya dilakukan oleh Pak Habibi di depan pimpinan MPR/DPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Sebagian bulan setelahnya MPR menggelar Sidang Istimewa. Namun majelis itu tidak memberikan suatu surat pengangkatan khusus sebagaimana pernah diberikan kepada dua presiden sebelumnya Sukarno (1963) dan Suharto ([[1968], 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998). Lembaga tertinggi negara tersebut hanya mengakui menempuh letak Habibi di dalam Ketentuan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Bahkan beliau tidak ditemani oleh wakil presiden.

Catatan yang diraih oleh presiden lahir Provinsi Sulawesi Selatan yaitu penyelenggaraan pemilu 1999 yang menghasilkan parlemen baru. Namun parlemen baru yang ditunjuk menempuh pemilu tersebut menolak pertanggung jawaban presiden setelah presiden diberi kesempatan untuk menggunakan hak jawab kepada parlemen[32]. Pada 19 Oktober 1999 Bacharuddin Yusuf Habibie mengakhiri tugasnya yang sangat singkat dengan mendampingi presiden terpilih mengucapkan sumpah kepresidenan dihadapan sidang umum MPR 1999.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia 1993-1998

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yaitu Presiden ke-4 Indonesia. Masa jabatannya dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999. Gus Dur yaitu presiden terakhir yang ditunjuk oleh MPR. Beliau ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Beliau mengalahkan rivalnya Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pemilihan yang dilakukan oleh MPR. Namun MPR menentukan rivalnya dalam pemilihan tersebut, Megawati, sebagai wakil presiden yang mendampinginya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena satu dan lain hal mengenai keterbatasan seperti yang sudah dimaklumi, Gus Dur menyerahkan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan sehari-hari pada wakil presiden. Penugasan ini diputuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari Presiden Republik Indonesia. Pendulum kekuasaan yang berpindah dari eksekutif ke legislatif mengakibatkan lembaga kepresidenan sepenuhnya tunduk pada parlemen. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Dua kali setelah menghadapi memorandum dari DPR, Gus Dur dihadapkan pada suatu pemakzulan. Langkahnya yang mengeluarkan maklumat pembekuan DPR dalam dekrit tidak membuahkan hasil. MPR yang tengah menggelar Sidang Istimewa langsung menolak dekrit itu dengan Ketentuan MPR Nomor I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001. Maklumat tersebut juga mengantarkan lebih cepat pada pemakzulannya oleh MPR pada saat itu juga. Abdurrahman Wahid menjadi presiden kedua yang dimakzulkan oleh MPR di tengah masa jabatannya, berdasarkan Ketentuan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri yaitu Presiden ke-5 Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai 23 Juli 2001. Megawati menggantikan Gus Dur karena posisinya sebagai wakil presiden. Beliau yaitu wakil presiden kedua yang menggantikan presiden ketika berhenti dalam masa jabatannya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa jabatannya kurang dari 5 tahun sebab beliau hanya mewarisi masa jabatan Gus Dur. Presiden perempuan pertama Indonesia ini ditemani oleh Wakil Presiden Hamzah Haz yang memenangkan pemilihan wakil presiden oleh MPR dari rivalnya Susilo Bambang Yudhoyono. Hamzah oleh MPR ditinggikan sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Catatan dalam masa jabatannya yaitu Pemilu Legislatif pada April 2004 serta Pemilu Presiden pada Juli 2004. Pada Pemilu Presiden 2004, Megawati harus mengakui keunggulan SBY setelah menempuh dua putaran pemilihan. Beliau mengakhiri masa jabatan pertamanya pada 20 Oktober 2004, sehari lebih lama dari sisa masa jabatan Gus Dur yang dilimpahkan kepadanya.

Susilo Bambang Yudhoyono

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2004–2009 dan 2009–2014

Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Presiden ke-6 Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai pada 20 Oktober 2004. Beliau bersama pasangannya Muhammad Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2004 yang yaitu pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali. Setelah mengakhiri masa jabatannya yang pertama, SBY kembali mengucapkan sumpah jabatan presiden untuk kedua kalinya di depan sidang MPR pada 20 Oktober 2009. Kali ini beliau ditemani oleh Boediono sebagai wakil presiden.

Pejabat sementara

Syafruddin Prawiranegara

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Syafruddin Prawiranegara, Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, 1948–1949

Syafruddin Prawiranegara yaitu Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Beliau dituding dengan radiogram yang mengandung mandat dari Presiden Soekarno yang saat itu memegang kekuasaan pemerintahan negara pada 18 Desember 1948. Oleh sebab Bukittinggi yang menjadi tempat letaknya juga diserang Belanda, radiogram itu tidak sampai pada waktunya. PDRI tidak bermarkas di satu tempat melainkan selalu berpindah. Bermula dari perkebunan teh di Halaban, Sumatera Barat beliau pergi ke Riau dan kembali lagi ke Sumatera Barat. Pada bulan Mei 1949, beliau membentuk perwakilan PDRI di pulau Jawa. Beliau berselisih paham dengan Soekarno karena mengirim utusan kepada Belanda dalam Janji Roem-Royen. Setelah menempuh berbagai proses berliku akhir suatu peristiwanya Syafruddin mau mengembalikan mandat yang telah diberikan presiden kepada Hatta. Letak Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sebagai kepala negara dan/atau kepala pemerintahan ataupun setidaknya setingkat pejabat presiden, adil secara de facto maupun de jure, sedang diperdebatkan apakah aci atau tidak.

Assaat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Assaat, Pemangku Jabatan Presiden Indonesia 1949–1950

Assaat yaitu Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia. Jabatannya dimulai pada 27 Desember 1949 saat Soekarno secara resmi menyerahkan jabatan Presiden RI kepadanya. Assaat sebelumnya yaitu Ketua Badan Pekerja KNIP, parlemen Indonesia kala itu. Beliau menjabat sebagai pemangku jabatan presiden karena UU No. 7 Tahun 1949 menentukan jika presiden dan wakil presiden secara bersama-sama tidak dapat melakukan kewajibannya maka Ketua DPR menjadi "Pemangku Jabatan Presiden". Jabatan tersebut diembannya sampai 15 Agustus 1950 saat beliau menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno sebagai Presiden RI (negara kesatuan) sesuai persetujuan RIS dan RI pada 19 Mei 1950.

Sartono

Sartono pernah menjabat sebagai Pejabat Presiden Indonesia. Belum banyak data yang dikenal mengenai tokoh ini. Satu-satunya ajar yang ada ialah Sartono menandatangani Lembaran Negara tahun 1958 nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 ,14, 15, 16, 17, dan 18, tertanggal antara 13 Januari 1958 – 17 Februari 1958, yang salah satunya yaitu UU No 8 tahun 1958 tentang penetapan UU Drt No 9 tahun 1954 tentang perubahan nama Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara (LN 1954 No 66) sebagai UU pada tanggal 17 Februari 1958. Untuk sementara anggaran tokoh ini diabaikan, dengan pengertian, setelah mendapat keterangan yang jelas mengenai letaknya, tokoh ini akan dibawa masuk[33].

Soeharto

Soeharto juga pernah menjadi Pejabat Presiden Indonesia. Jabatannya dimulai pada 22 Februari 1967 walau surat pengangkatannya baru dikeluarkan pada 12 Maret 1967. Beliau menjadi pejabat presiden sebagai ketetapan dari Ketentuan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Atur Cara Pengangkatan Pejabat Presiden, setelah Soekarno dimakzulkan dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Seharusnya Soeharto menjadi pejabat presiden sampai dengan demikianlah keadaanya presiden yang ditunjuk oleh MPR baru dari hasil pemilihan umum. Namun pada 27 Maret 1968, karena demikianlah keadaanya politik saat itu, beliau mengakhiri tugasnya sebagai pejabat presiden karena diputuskan sebagai presiden (penuh) oleh MPRS kala itu.

Polemik periode dan pejabat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Periodisasi jabatan lembaga kepresidenan sering menimbulkan polemik. Namun, sebelum masuk terlalu dalam, perlu dikawal dan diperhatikan sebagian hal yang boleh aci bersifat mendasar.

  1. Siapakah yang mendiami jabatan lembaga kepresidenan. Apakah cukup presiden dan wakil presiden saja. Ataukah presiden dan wakil presiden serta pejabat presiden (atau sebutan lainnya).
  2. Apakah dapat diakui suatu pemerintahan ganda, dalam arti pada saat yang sama terdapat dua lembaga kepresidenan.
  3. Apakah penentuan naik dan turunnya seorang tokoh dalam lembaga kepresidenan hanya berdasarkan anggaran dalam konstitusi. Atau berdasar konstitusi dan surat pengangkatan/pelantikan (atau sebutan lain). Ataukah lagi hanya berdasarkan pada ketokohan semata, dalam arti satu tokoh dihitung satu masa jabatan tanpa memedulikan berapa kali beliau menjabat.
  4. Perlukah suatu daftar resmi dari negara untuk tokoh yang mendiami lembaga kepresidenan beserta periodisasinya agar dapat dikenal secara pasti.

Sebagai ilustrasi, dapat dikawal pada kasus Presiden Filipina. Ilustrasi ini juga didasarkan pada sisi historis, sebab Supomo waktu menjelaskan UUD 1945 beliau membandingkan UUD Indonesia dengan Konstitusi Filipina[34]. Diosdado Pangan Macapagal yaitu Presiden Filipina urutan kesembilan sekaligus presiden kelima dari republik ketiga negara Filipina. Satu yang dapat dikawal disini bahwa beliau mendiami dua buah daftar dengan nomor urut yang berlainan. Presiden Macapagal pada 1962 mengubah perayaan resmi hari kemerdekaan dari 4 Juli (hari ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan Filipina pada 1946, hari yang juga menjadi peringatan kemerdekaan AS) menjadi 12 Juni (hari ketika Emilio Aguinaldo mengumumkan kemerdekaan dari Spanyol pada 1898). Keputusan ini sebagai keputusan hukum tentang waktu yang telah diputuskan sebelumnya. Beliau juga mengakui Jose P. Laurel yang menjadi Presiden Filipina oleh tentara pendudukan Jepang, sebagai presiden resmi negara itu. Sebelumnya Laurel tidak diakui oleh pemerintahan-pemerintahan Filipina setelah Perang Dunia II, karena dianggap tidak ada status hukum apapun namun mengakui dua presiden yang ada dalam pengasingan di Amerika. Di sini dapat dikawal bahwa pemerintahan pengasingan diakui dan pemerintahan ganda juga diakui. Lebih dari itu Macapagal menetapkan suatu keputusan resmi mengenai pengakuan tokoh yang menjabat dalam lembaga kepresidenan Filipina, Ng Pangulo Ng Pilipinas.

Periodisasi masa jabatan maupun urutan tokoh yang duduk dalam lembaga kepresidenan sering menimbulkan ketidaksepakatan. Berikut akan diusahakan untuk memilah periodisasi dan urutan tokoh yang menjabat lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) sesuai kronologi tokoh saat memangku jabatan untuk yang pertama kalinya.

Soekarno memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan presiden, antara lain:

  1. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik belakang keluarnya Supersemar, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 11 Maret 1966
  2. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 22 Februari 1967
  3. Jika RIS dihitung terpisah dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  4. Jika RIS dihitung terpisah dan masa PDRI dihitung terpisah dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 18 Desember 1948, 13 Juli 1949 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  5. Jika RIS dihitung terpisah, masa PDRI dihitung ganda, dan naik turun jabatan berdasarkan pada konstitusi dan ketentuan MPRS dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, 15 Agustus 1950 sampai 18 Mei 1963, dan 18 Mei 1963 sampai 22 Februari 1967

Mohammad Hatta memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan wakil presiden, yaitu:

  1. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan mengabaikan henti RIS maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 1 Desember 1956
  2. Jika henti RIS dihitung dan naik-turun jabatan berdasarkan pada konstitusi maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 dan xx/xx/1950 sampai 1 Desember 1956.[35].

Syafruddin Prawiranegara memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan, yaitu:

  1. Jika jabatan “Ketua Pemerintahan Darurat” diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal telegram yang dikirim lembaga kepresidenan dari Yogyakarta, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  2. Jika jabatan "Ketua Pemerintahan Darurat" diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal pembentukan PDRI di Sumatera Barat, maka masa jabatannya yaitu sejak 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  3. Jika jabatan “Ketua Pemerintahan Darurat” tidak diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan maka masa jabatannya: tidak diakui/tidak pernah ada.

Assaat memiliki 2 probabilitas periodisasi jabatan, yaitu:

  1. Jika jabatan “Pemangku Jabatan Presiden diakui” diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan serta letak RI yang beribukota di Yogyakarta diakui berdiri sendiri (walau hanya negara bagian) selama periode RIS (memiliki ketatanegaraan yang berlainan dengan RIS), maka masa jabatannya yaitu sejak 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950
  2. Jika jabatan “Pemangku Jabatan Presiden” tidak diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan serta letak negara anggota RI yang beribukota di Yogyakarta tidak diakui berdiri sendiri selama periode RIS (telah lebur menjadi RI), maka masa jabatannya tidak diakui.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia 2004-2009

Soeharto memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan, antara lain:

  1. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal keluarnya supersemar, maka masa jabatannya yaitu sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
  2. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal pengangkatan resmi sebagai pejabat presiden oleh MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 21 Mei 1998
  3. Jika naik turun jabatan berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden dihitung, maka masa jabatannya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 27 Maret 1968, 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998
  4. Jika naik turun jabatan berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden tidak dihitung, maka masa jabatannya yaitu sejak 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998

Hamengkubuwana IX memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978.

Adam Malik memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983.

Umar Wirahadikusumah memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1983 sampai 1988.

Sudharmono memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1988 sampai 1993.

Try Sutrisno memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1993 sampai 1998.

Baharuddin Jusuf Habibie memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 11 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998.
  2. Sebagai presiden sejak 21 Mei 1998 sampai 19 Oktober 1999.

Abdurrahman Wahid memiliki 1 periode jabatan presiden yaitu sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.

Megawati Soekarnoputri memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.
  2. Sebagai presiden sejak 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Hamzah Haz memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 26 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 2 periode jabatan presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009 dan sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Muhammad Jusuf Kalla memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009.

Boediono memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Untuk mengetahui urutan tokoh atau urutan masa jabatan lembaga kepresidenan yang ke berapakah sekarang yang menjabat maka tinggal merangkai masing-masing masa jabatan tokoh. Perlu hati-hati dalam merangkai sebagian tokoh karena akan ada over lapping masa tugas dan tidak mungkin over lapping masa tugas. Di sini akan diberi dua contoh berlainan.

Contoh Pertama: Sukarno menurut versi (2), Suharto versi (2), Habibie (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Pejabat keNama pejabatMasa jabatanJabatan kePeriode ke
1Soekarno18/08/1945-22/02/196711
2Soeharto22/02/1967-21/05/199812
3Habibie21/05/1998-19/10/199913
4Abdurrahman Wahid19/10/1999-23/07/200114
5Megawati Soekarnoputri23/07/2001-20/10/200415
6SBYMulai 20/10/200416

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Boediono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014

Contoh Kedua: Soekarno menurut versi (5), Syafruddin (1), Assaat (1), Suharto versi (3), Habibi (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Pejabat keNama pejabatMasa jabatanJabatan kePeriode ke
1Soekarno18/08/1945-27/12/194911
2Syafruddin Prawiranegara (PDRI)22/12/1948-13/07/194912
1Soekarno (RIS)27/12/1949-15/08/195023
3Assaat (RI)27/12/1949-15/08/195014
1Soekarno15/08/1950-18/05/196335
1Soekarno18/05/1963-22/02/196746
4Soeharto22/02/1967-27/03/196817
4Soeharto27/03/1968-24/03/197328
4Soeharto24/03/1973-23/03/197839
4Soeharto23/03/1978-11/03/1983410
4Soeharto11/03/1983-11/03/1988511
4Soeharto11/03/1988-11/03/1993612
4Soeharto11/03/1993-10/03/1998713
4Soeharto10/03/1998-21/05/1998814
5Habibie21/05/1998-19/10/1999115
6Abdurrahman Wahid19/10/1999-23/07/2001116
7Megawati Soekarnoputri23/07/2001-20/10/2004117
8SBY20/10/2004-20/10/2009118
8SBYSejak 20/10/2009219

Kedua contoh di atas menunjukkan sebuah perbedaan yang amat mencolok. Dan itu pun baru contoh dari dua versi.

Catatan kaki

  1. ^ dalam arti bukan yaitu suatu kolektivitas
  2. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  3. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  4. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  5. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  6. ^ Ketentuan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  7. ^ Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketentuan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  8. ^ Sebagai acuan awal mulanya yaitu kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik IV. Dan sebagai acuan akhir suatu peristiwanya yaitu kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik VI
  9. ^ Pengambil alihan kekuasaan pemerintahan negara dilakukan dengan Maklumat Presiden Tahun 1946 Nomor 1 dan Maklumat Presiden Tahun 1947 Nomor 6]]
  10. ^ Pembentukan Kabinet Presidensil yang dikenal dengan nama Kabinet Hatta I pada 29 Januari 1948 dilakukan dengan Maklumat Presiden 1948 No. 3 jo Maklumat Presiden 1948 No. 2. Selain itu pada 4 Agustus 1949 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil yang dikenal dengan Kabinet Hatta II dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1949
  11. ^ Sukarno dilantik menjadi Presiden RIS oleh Ketua Mahkamah Agung pada 17 Desember 1949 di Bangsal Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Beliau ditunjuk, dari yang akan menjadi tunggal, oleh Dewan Pemilihan Presiden RIS yang bersidang pada 15-16 Desember 1949
  12. ^ Hatta dilantik menjadi Perdana Menteri RIS pada 20 Desember 1949
  13. ^ SOB = Staat van Oorlog en Beleg (negara dalam demikianlah keadaanya perang dan darurat). Pada 14 Maret 1957, satu setengah jam setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandat kepada presiden, Sukarno mengeluarkan dekrit Negara Dalam Demikianlah keadaanya Darurat Perang. Kemudian pada 17 Desember 1957, beliau meningkatkan status bahaya menjadi Negara Dalam Demikianlah keadaanya Perang. Status SOB baru dicabut pada 1 Mei 1963
  14. ^ mulai 22 Juli 1959
  15. ^ DPR Peralihan dihentikan Sukarno dengan Penetapan Presiden (Penpres) No 3 tahun 1960
  16. ^ Bentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) diputuskan dengan Penpres No 4 tahun 1960
  17. ^ Ketentuan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Agung Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup
  18. ^ Ketentuan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Agung Haluan Negara dan Haluan Pembangunan
  19. ^ Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ditetapkan/dikeluarkan oleh MPRS pada 12 Maret 1967 namun diberlakukan surut sampai 22 Februari 1967 untuk menghindari vacuum of power dalam negara
  20. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  21. ^ Sultan Yogyakarta ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  22. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  23. ^ Adam Malik ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  24. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  25. ^ Umar Wirahadikusumah ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  26. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  27. ^ Sudarmono ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  28. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  29. ^ Pak Try ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  30. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  31. ^ Pak Habibi ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  32. ^ Pidato pertanggung jawaban Habibi tidak diterima oleh MPR dengan Ketentuan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
  33. ^ Jika UU No 7 tahun 1949 sedang berjalan maka probabilitas agung Sartono yaitu ketua DPR kala itu
  34. ^ lihat penjelasan umum UUD 1945 dan risalah sidang BPUPKI/PPKI
  35. ^ Ada kesukaran mengenai tanggal pengangkatan Hatta karena belum ada data pasti. Menurut konstitusi wakil presiden ditinggikan dari yang akan menjadi yang diusulkan oleh DPR Sementara dan DPR Sementara baru dilantik pada 16 Agustus 1950 maka paling cepat Hatta ditinggikan dalam jabatan wakil presiden pada hari yang sama

Referensi

Lihat pula


edunitas.com


Page 13

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Lambang Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Bendera Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Istana Merdeka, salah satu lambang Lembaga Kepresidenan Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dituturkan hampir sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (|UUD 1945)dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.

Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilewati lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi. Selain itu ini boleh dituturkan “hanya” diatur dalam konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berjenis-jenis maupun angkatan peraturan. Ini berlainan dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang memiliki undang-undang mengenai bentuk dan letak lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.

Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian agung diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan akan dibagi menurut masa berjalannya masing-masing konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya tidak terikat dari kesukaran di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode antara tahun 1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang berjalan secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena dinamika yang sedang terus berlangsung, maka pembahasan artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-tidaknya pertengahan 2009.

Periode 1945–1950

Periode 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950 yaitu periode berjalannya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa yaitu, pertama, antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan kedua antara 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950 saat negara Indonesia bergabung sebagai negara anggota dari negara federasi Republik Indonesia Serikat.

Menurut UUD 1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal[1], terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga ini ditunjuk oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa jabatan selama 5 tahun. Sebelum bertugasnya lembaga ini bersumpah di depan MPR atau DPR.

Menurut UUD 1945:

  1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
  2. Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden
  3. Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
  4. Presiden menetapkan peraturan pemerintah
  5. Presiden dibantu oleh menteri
  6. Presiden dapat memohon pertimbangan kepada DPA
  7. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional Indonesia
  8. Presiden mencetuskan perang dan membikin perdamaian serta janji dengan negara lain atas persetujuan DPR
  9. Presiden mencetuskan demikianlah keadaanya bahaya
  10. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik
  11. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
  12. Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan
  13. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR
  14. Presiden berhak memveto RUU dari DPR
  15. Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam demikianlah keadaanya mendesak.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1967; Presiden RIS 1949-1950

Pada 18 Agustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden dan wakil presiden ditunjuk oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini kekuasaan presiden sangat agung karena seluruh kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk, dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang diputuskan UUD 1945.

Hanya sebagian bulan pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA memohon kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk menetapkan haluan negara dan membentuk UU menempuh Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan presiden menjadi kurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan kepada Badan Pekerja KNIP. Pada tahun-tahun berikutnya ketika demikianlah keadaanya darurat, 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali bersifat presidensial (bertanggung jawab kepada presiden).

Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat bertugasnya saat Penyerangan negara Militer Belanda II. Walau ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak selesai. Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta, suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang didirikan di pedalaman Sumatera (22 Desember 1948 – 13 Juli 1949) mendapat legitimasi yang aci. Kondisi inilah yang menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai status pemerintah darurat dan status ketua pemerintah darurat.

Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua Pemerintahan Darurat yaitu penerima tongkat estafet pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu letaknya tidak bisa diabaikan. Apalagi pada 13 Juli 1949, Ketua Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh. Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan. Apalagi perundingan-perundingan, seperti Janji Roem-Royen, dilakukan dengan pemerintahan dan lembaga kepresidenan tertawan bukan dengan pemerintah darurat.

Periode 1949–1950

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Negara Federasi Republik Indonesia Serikat 1949-1950

Pada periode 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950, RI bergabung dalam negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan letak sebagai negara anggota. Hal ini mengakibatkan berjalannya 2 konstitusi secara bersamaan di wilayah negara anggota RI, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno telah menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Assaat sebagai Pemangku Jabatan Presiden.

Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden. Presiden ditunjuk oleh Dewan Pemilih (Electoral College) yang terdiri atas utusan negara-negara anggota dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum bertugasnya, presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.

Berlainan dengan UUD 1945, Konstitusi RIS mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS (secara khusus[2]):

  1. Presiden bermarkas sebagai kepala negara
  2. Presiden yaitu anggota dari pemerintah [pasal 68 (1) dan (2), 70, 72 (1)];
  3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala pertanggung jawaban ada di tangan kabinet [pasal 74 (4), 118 (2), dan 119];
  4. Presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun adil di dalam ataupun di luar federasi, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara federal maupun negara anggota, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 79 (4)];
  5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya [pasal 148 (1)]
  6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];
  7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet Negara [pasal 74 (1) – (4)];
  8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];
  9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 76 (2)];
  10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal 83];
  11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan menyaksikan pelantikannya [pasal 86];
  12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 104];
  13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR [pasal 103 (1)];
  14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan 138 (3)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].
  16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya [pasal 114 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri [pasal 114 (4)];
  17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan amnesti [pasal 160];
  18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri [pasal 116 (4)];
  19. Presiden mengadakan dan mengesahkan janji internasional atas kuasa UU federal [pasal 175];
  20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];
  21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];
  22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal 126].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[3], presiden, menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];
  2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
  3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
  4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];
  5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam demikianlah keadaanya mendesak [pasal 139];
  6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
  7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
  8. Mencetuskan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
  9. Mencetuskan demikianlah keadaanya bahaya [pasal 184 (1)];
  10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di depan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia menggantikan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Jabatan Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Periode 1950–1959

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. Moh Hatta, Wakil Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1956

Masa republik ketiga yaitu periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian disebut dengan UUDS 1950. Konstitusi ini sebenarnya yaitu perubahan konstitusi federal. Dari anggota materi, konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia ini yaitu perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.

Menurut konstitusi sementara, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [Pasal 44, 45, 46 (1), 47, dan 48]. Presiden dan wakil presiden ditunjuk menurut UU dengan syarat tertentu [pasal 45 (3) dan (5)]. Tidak ada masa jabatan yang jelas bagi lembaga ini, namun dari sifat konstitusi sementara [pasal 134 dan penjelasan konstitusi], jabatan ini dipertahankan sampai ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Sebelum bertugasnya presiden dan wakil presiden bersumpah dihadapan DPR [pasal 47].

Sama seperti konstitusi federal, konstitusi sementara mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Dalam sistematika konstitusi sementara hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal dalam konstitusi. Menurut konstitusi sementara (secara khusus[4]):

  1. Presiden dan wakil presiden yaitu alat perlengkapan negara [pasal 44];
  2. Presiden dan wakil presiden bermarkas di tempat letak pemerintah [pasal 46 (1)];
  3. Presiden bermarkas sebagai Kepala Negara [pasal 45 (1)];
  4. Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan kewajibannya [pasal 45 (2)];
  5. Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden tidak mampu melaksanakan kewajibannya [pasal 48];
  6. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat dan seluruh pertanggung jawaban ada di tangan kabinet [pasal 83 dan 85];
  7. Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun adil di dalam ataupun di luar negara, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara maupun kawasan otonom, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 55 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 55 (4)];
  8. Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya [pasal 106 (1)];
  9. Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan UU [pasal 54];
  10. Presiden membentuk kabinet [pasal 50 dan 51];
  11. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 53];
  12. Presiden dan wakil presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 52 (2)];
  13. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 63];
  14. Presiden mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR [pasal 62 (1)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 90 (1), 92, 93, dan 94 (3)];
  16. Presiden berhak mencerai-beraikan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru [pasal 84];
  17. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil ketua Konstituante [pasal 136];
  18. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 140 (2)];
  19. Presiden memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri [pasal 79 (4)];
  20. Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung [pasal 107];
  21. Presiden memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri [pasal 81 (4)];
  22. Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU [pasal 87];
  23. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 123];
  24. Presiden mengadakan dan mengesahkan janji internasional atas kuasa UU [pasal 120];
  25. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 127];
  26. Presiden mencetuskan perang dengan persetujuan DPR [pasal 128];
  27. Presiden mencetuskan demikianlah keadaanya bahaya [pasal 129 (1)].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[5], presiden (dan wakil presiden), menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan [pasal 82];
  2. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR [pasal 94 (2) dan 95 (1)];
  3. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam demikianlah keadaanya mendesak [pasal 96 (1)];
  4. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 98 (1)];
  5. Memegang urusan umum keuangan [pasal 111 (1)].

Lembaga kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik. Tokoh yang memangku jabatan presiden pada periode ini yaitu hasil persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950 [penjelasan konstitusi]. Sedangkan tokoh wakil presiden untuk pertama kalinya ditinggikan oleh presiden dari tokoh yang diajukan oleh DPR [pasal 45 (4)]. Dari hal-hal tersebut jelas bahwa lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) hanya bersifat sementara seiring pemberlakuan konstitusi sementara dan akan akhir suatu peristiwanya dengan lembaga kepresidenan menurut konstitusi tetap yang akan diproduksi.

Dalam perjalanannya jabatan wakil presiden mengalami kekosongan per 1 Desember 1956 karena wakil presiden mengundurkan diri. Anggaran pasal 45 (4) tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi lowongan tersebut sedangkan konstitusi tetap maupun UU pemilihan presiden dan wakil presiden belum ada. Pada 1958 presiden sempat berhalangan dan digantikan oleh pejabat presiden. Kekuasaan lembaga kepresidenan ini otomatis akhir suatu peristiwanya seiring munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959 dan digantikan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD 1945 yang diberlakukan kembali.

Periode 1959–1999

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend Agung TNI Purn. H. M. Soeharto, Pejabat Presiden Indonesia 1967-1968 dan Presiden Indonesia 1968-1998

Masa republik keempat yaitu periode diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sebutan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999. Dengan diberlakukannya kembali konstitusi ini maka semua kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan praktis sama dengan periode republik I. Untuk melihat secara detilnya dimohon melihat kembali masa republik I.

Ada sebagian hal yang menarik dari anggota peraturan perundang-undangan dalam periode ini. Menurut dekrit presiden yang memberlakukan kembali konstitusi dari republik I, anggota penjelasan konstitusi mendapat daya hukum yang mengikat karena diterbitkan dalam lembaran negara. Dengan demikian lembaga kepresidenan tidak hanya diatur dalam pasal-pasal konstitusi namun juga dalam penjelasan konstitusi. Dengan demikianlah keadaanya lembaga MPR/MPRS dalam ketatanegaraan republik IV mengundang konsekuensi dengan lahirnya konstitusi semu yang disebut Ketentuan MPR/MPRS. Menempuh produk hukum ini, secara umum lembaga kepresidenan juga diatur, antara lain melalui:

Selain itu presiden sebagai mandataris MPR juga diberi kewenangan dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apapun guna menyelenggarakan pemerintahan, antara lain dengan:

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Indonesia 1998 dan Presiden Indonesia 1998-1999

Dengan landasan hukum tersebut lembaga kepresidenan, terutama presiden, menjadi lembaga tinggi yang “super power” dibanding lembaga tinggi lainnya.

Ada sebagian hal unik dan menarik untuk dicermati pada periode ini. Hal-hal tersebut antara lain, pertama, setelah MPRS terbentuk lembaga ini tidak langsung bersidang untuk menetapkan tokoh yang memangku jabatan dalam lembaga kepresidenan yang baru. Kedua, pada tahun 1963 MPRS menetapkan ketentuan MPRS yang mengangkat presiden petahana sebagai presiden seumur hidup. Ketiga, munculnya jabatan “Pejabat Presiden” ketika Presiden dimakzulkan pada tahun 1967. Keempat, penetapan “Pejabat Presiden” menjadi Presiden pada tahun 1968. Kelima, pengisian lembaga kepresidenan sesuai dengan konstitusi baru dilakukan pada tahun 1973, tiga belas tahun setelah MPR (MPRS) terbentuk. Keenam, pengucapan sumpah pelantikan presiden oleh wakil presiden tidak dilakukan di depan MPR atau DPR melainkan hanya di depan pimpinan MPR/DPR dan Mahkamah Agung saat presiden mundur dari jabatannya pada tahun 1998. Sebenarnya sedang banyak hal lain yang menarik namun mengingat keterbatasan tempat maka hanya enam hal di atas yang dinyatakan.

Gelombang people power yang dikenal dengan “gerakan reformasi 1998” yang muncul pada tahun 1998 akhir suatu peristiwanya juga mengakibatkan sistem ketatanegaraan berubah secara cepat. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan penuh dengan dicabutnya Ketentuan MPR No. V/MPR/1998[6] dengan Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998[7]. Dan periode republik IV yang telah berusia empat puluh tahun ini pun akhir suatu peristiwanya sekitar satu setahun dari munculnya gelombang people power.

Periode 1999–2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

K. H. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia 1999-2001

Masa republik kelima yaitu periode transisi ketatanegaraan dampak proses perubahan konstitusi “UUD 1945” secara fundamental. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002. Periode ini muncul sebagai dampak dari gelombang people power yang dikenal dengan reformasi 1998. Oleh karena perubahan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan dilakukan secara bertahap maka pembahasan periode ini dilakukan menurut tahapan perubahan konstitusi [8].

Pada tahun 1999 sebagai dampak perubahan I konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Jabatan lembaga kepresidenan dibatasi hanya untuk dua kali masa jabatan [pasal 7];
  2. Presiden dan wakil presiden dapat bersumpah di depan pimpinan MPR dan Mahkamah Agung jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)];
  3. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif dengan membentuk UU, melainkan hanya berwenang mengajukan RUU kepada parlemen dan ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (1) – (3)];
  4. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)];
  5. Presiden tidak dapat lagi memveto RUU dari parlemen, sebab klausul tersebut dihilangkan [pasal 21];
  6. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];
  7. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];
  8. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

Pada tahun 2000 sebagai dampak perubahan II konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Presiden hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari [pasal 20 (5)].

Pada tahun 2001 sebagai dampak perubahan III konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Pada tahun 2002 sebagai dampak perubahan IV konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Sebagian hal yang menjadi catatan dalam periode republik V ini, antara lain, yaitu, pertama, untuk pertama kalinya presiden ditunjuk oleh MPR dari yang akan menjadi yang berjumlah lebih dari satu orang. Kedua, presiden membekukan parlemen dan berdampak dimakzulkannya presiden. Ketiga, presiden wajib menyampaikan laporan tahunan penyelenggaraan pemerintahan kepada MPR.

Sebenarnya periode transisi ini tidak akhir suatu peristiwanya pada tahun 2002 melainkan pada tahun 2004. Namun karena acuannya yaitu konstitusi maka periode ini dicukupkan pada tahun 2002. Periode transisi selanjutnya dibahas pada anggota republik VI.

Sejak 2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr(HC), Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Indonesia 1999-2001 dan Presiden Indonesia 2001-2004

Masa republik keenam yaitu periode diberlakukannya konstitusi yang disahkan PPKI setelah mengalami proses perubahan ketatanegaraan yang fundamental yang tetap dinamakan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini dihitung mulai 10 Agustus 2002 sampai terjadinya perubahan yang fundamental terhadap konstitusi.

Dengan perubahan I-IV konstitusi selama masa republik V maka terjadi perubahan yang sangat fundamental dari anggota ketatanegaraan. Dan dapat dituturkan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, mendapatkan kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban yang baru menurut “konstitusi yang baru”.

Menurut konstitusi, lembaga kepresidenan bersifat personal dan terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [pasal 4 (2); 3 (2); 6; 6A; 7; 7A; 7B; 8; dan 9]. Lembaga ini ditunjuk secara langsung oleh rakyat dengan syarat dan atur cara tertentu [pasal 6 dan 6A] dengan masa jabatan selama lima tahun dan hanya dibatasi untuk dua periode jabatan [pasal 7]. Sebelum bertugasnya lembaga ini dilantik oleh MPR [pasal 3 (2)] dengan bersumpah di depan MPR atau DPR [pasal 9 (1)] atau pimpinan MPR dan pimpinan MA jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)].

Secara sistematika lembaga kepresidenan diatur secara terkonsentrasi pada bab III dari konstitusi. Namun demikian terdapat pengaturan lembaga kepresidenan di bab-bab yang lain dari konstitusi. Menurut konstitusi:

Periode transisi sedang mewarnai masa republik VI ini, setidaknya antara tahun 2002 – 2004. Berbagai peraturan konstitusi semu, yang bernama Ketentuan MPR, yang mengatur lembaga kepresidenan, secara bertahap dinyatakan tidak berjalan oleh lembaga pembuatnya sendiri, yaitu MPR, sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004. Selain itu anggaran peralihan pasal I dan II juga berjalan selama masa transisi ini. Dalam masa transisi ini pula diproduksi peraturan UU yang mengatur pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung. Mulai tahun 2004, kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan diatur menempuh konstitusi, UU, PP, maupun Perpres. Namun, berlainan dengan lembaga negara lain yang diatur secara terkonsentrasi dalam sebuah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Perpres), peraturan mengenai lembaga kepresidenan tidak terdapat dalam satu UU melainkan tersebar dalam berbagai UU, PP, maupun Perpres. Sebagai catatan belakang, pada tahun 2004, pertama kalinya dalam sejarah, dipersiapkan pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung oleh rakyat.

Soekarno

Soekarno atau lebih umum disebut Bung Karno, yaitu tokoh presiden pertama dari Indonesia. Jabatan pertama ini dimulai sejak 18 Agustus 1945. Bung Karno terpilih secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata. Beliau ditemani oleh wakil presiden Drs. Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Menurut anggaran yang ada pada saat itu kekuasaan presiden sangat agung. Seiring berlangsungnya waktu kekuasaan legislatif diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya pada bulan November pada tahun yang sama, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Kabinet Syahrir I. Namun demikian pada 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, Sukarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi demikianlah keadaanya darurat[9]. Pada 29 Januari 1948 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil[10]. Wakil presiden Moh Hatta ditugasi untuk memimpin kabinet sehari-hari. Di sini dapat dikawal bahwa presiden dan wakil presiden melakukan pembagian kekuasaan. Sehingga wakil presiden tidak hanya duduk di bangku cadangan yang baru diturunkan ketika pemain utama cedera.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan gerakan militer menyerang ibukota Yogyakarta. Dalam peristiwa ini Sukarno dan Hatta ikut tertawan sehingga praktis pemerintahan lumpuh walau tidak selesai secara resmi. Namun sebelum tertawan, presiden dan wakilnya sempat mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang ada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan, dan mandat kepada Menteri Keuangan Mr. A. A. Maramis yang ada di India untuk membentuk pemerintahan pengasingan jika usaha Syafruddin membentuk pemerintahan gagal dilakukan. Syafruddin sukses membentuk pemerintahan darurat di Sumatera pada 22 Desember 1948. Namun Belanda lebih menentukan berunding dengan pemerintahan tertawan. Hal inilah yang menimbulkan demikianlah keadaanya pemerintahan ganda. Sampai akhir suatu peristiwanya pada 13 Juli 1949, setelah menempuh proses yang berliku, Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pada 16 Desember 1949 Sukarno terpilih sebagai presiden negara federasi Republik Indonesia Serikat[11]. Pada saat yang hampir bersamaan Hatta terpilih sebagai perdana menteri negara federasi[12]. Konstitusi federal yang melarang rangkap jabatan bagi kepala negara federal dan perdana menteri federal dengan jabatan apapun, mengharuskan Sukarno dan Hatta untuk meletakkan jabatan bersama-sama. Demikianlah keadaanya ini diantisipasi dengan keluarnya UU No 7 Tahun 1949. Dalam UU ini diatur apabila presiden dan wakil presiden berhalangan secara bersama-sama maka ketua parlemen ditinggikan menjadi Pemangku Jabatan Presiden. Akhir suatu peristiwanya pada 27 Desember 1949 Sukarno berhenti sebagai presiden dan menyerahkan jabatan lembaga kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo.

Pada 27 Desember 1949 Sukarno memulai masa jabatannya yang pertama sebagai presiden negara federal Indonesia. Tidak banyak yang terekam dalam jabatan presiden federal ini yang sangat singkat ini. Sebuah persetujuan antara pemerintah federal RIS (yang bertindak atas namanya sendiri dan atas mandat penuh dari pemerintah negara anggota yang tersisa, pemerintah negara anggota Negara Indonesia Timur dan pemerintah negara anggota Negara Sumatera Timur) dan pemerintah negara anggota Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta) menentukan Sukarno sebagai presiden negara kesatuan yang akan diproduksi dari penggabungan RIS dengan RI (Yogyakarta). Jabatan presiden federal dipangku Sukarno sampai tanggal 15 Agustus 1950. Jabatan ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kedua bagi Sukarno. Pada tanggal itu presiden federal memproklamasikan berdirinya negara kesatuan dihadapan sidang gabungan DPR dan Senat di Jakarta. Sore harinya Bung Karno terbang ke Yogyakarta untuk mencerai-beraikan pemerintah RI (Yogyakarta) dan menerima penyerahan kekuasaan dari Pemangku Jabatan Presiden. Setelah kembali ke Jakarta pada hari yang sama Sukarno menerima penyerahan kekuasaan dari perdana menteri RIS.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

ISKS Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden Indonesia 1973-1978

Pada 15 Agustus 1950 Sukarno secara resmi telah menjadi presiden negara kesatuan yang pertama setelah menerima kekuasaan dari dua pemerintahan RIS dan RI (Yogyakarta). Jabatan ini dapat dihitung sebagai jabatan ketiga bagi Sukarno. Keesokan hari tanggal 16 Agustus 1950, Presiden melantik DPR Sementara Negara Kesatuan, hasil penggabungan dari DPR (RIS), Senat (RIS), Badan Pekerja KNI Pusat(RI-Yogyakarta), dan DPA (RI-Yogyakarta). Sesuai konstitusi, Sukarno mengangkat Hatta sebagai Wakil Presiden atas usulan dari DPR Sementara. Bagi Hatta jabatan ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kedua. Sesuai konstitusi pula lembaga ini berulangkali membentuk kabinet. Sampai awal 1956 lembaga kepresidenan telah membentuk setidaknya enam kabinet dan menerima pengembalian mandat pemerintahan sebanyak lima kali. Pada belakang tahun 1956, tanggal 1 Desember 1956, Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden. Mulai saat itu, lembaga kepresidenan hanya “dihuni” oleh seorang presiden tanpa wakilnya. UUD Sementara tidak mengatur pemilihan wakil presiden dan menyerahkannya pada konstitusi yang akan disusun oleh Konstituante. Demikianlah keadaanya yang kian genting menyebabkan Sukarno mengeluarkan SOB pada 1957[13]. Perlahan namun pasti kekuasaan Sukarno sebagai Penguasa Angkatan Perang meningkat. Puncaknya Sukarno mengeluarkan dekrit untuk memberlakukan kembali konstitusi yang pernah digunakan, UUD 1945, serta mencerai-beraikan konstituante yang tak kunjung habis menyusun konstitusi tetap.

Sukarno tetap menjabat presiden berdasar anggaran peralihan pasal II konstitusi yang disahkan PPKI. Demikian pula DPR Sementara negara kesatuan berubah fungsi menjadi DPR Peralihan[14] sampai diputuskan DPR yang baru menurut konstitusi. Jabatan ini dapat dihitung sebagai jabatan presiden peralihan atau dapat dihitung sebagai masa jabatan keempat bagi Sukarno. Sementara itu, anggaran peralihan pasal III dan IV konstitusi sudah tidak dapat digunakan lagi. Presiden tidak ditemani oleh wakil presiden maupun Komite Nasional menyebabkan seluruh kekuasaan pemerintahan negara berpusat pada presiden. Tidak satu pun yang dapat bermain-main dengan kekuasaan presiden. DPR Peralihan pun dihentikan pada 24 Juni 1960 karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan Sukarno[15]. Sebagai gantinya Sukarno membentuk DPR Gotong Royong[16]. Sesuai Penpres No 14 tahun 1960, Presiden dapat membikin produk legislatif jika tidak terjadi kesepakatan dengan parlemen. Pada Desember 1960 Sukarno membentuk MPR Sementara untuk melaksanakan ketetapan dalam konstitusi. Peranan Sukarno semakin agung dengan mengeluarkan PP No 32/1964 yang mengandung DPR-GR yaitu pembantu Presiden/Pemimpin Agung Revolusi dalam anggota legislatif. Menempuh UU No 19 tahun 1964 Presiden diberi kewenangan untuk mencampuri keputusan peradilan.

MPRS bentukan Sukarno mengeluarkan sebuah produk konstitusi semu untuk menetapkan ide-ide Pemimpin Agung Revolusi dan akhir suatu peristiwanya menetapkan Sukarno sebagai presiden definitif dengan masa jabatan seumur hidup pada 1963 tanpa ditemani wakil presiden[17]. Lembaga ini juga memberi kekuasaan secara penuh pada Sukarno untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara[18]. Periode ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kelima bagi Sukarno. Pada periode ini Sukarno menggunakan gelar rangkap “Presiden/Pemimpin Agung Revolusi/Panglima Tertinggi/Mandataris MPRS” lebih banyak dari gelar yang diberikan konstitusi “Presiden”. Perubahan cuaca perpolitikan terjadi secara cepat pada tahun 1966-1968 sebagai dampak badai politik tahun 1965. Periode ini yaitu kondisi terburuk yang dialami sang proklamator. Pada tahun 1966 berbagai atribut masa kejayaan mulai diurai oleh MPRS. Mulai dari pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan pengangkatan pejabat presiden, pengertian mandataris MPR Sementara, Pemimpin Agung Revolusi, dan berpuncak pada peninjauan kembali pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Akhir suatu peristiwanya pada 22 Februari 1967 Sukarno “menyerahkan kekuasaan” kepada pejabat presiden dan dilegalisasi dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, presiden Indonesia dimakzulkan untuk pertama kalinya secara resmi pada 12 Maret 1967[19].

Soeharto

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn. Umar Wirahadikusumah, Wakil Presiden Indonesia 1983-1988

Jenderal TNI Suharto atau yang erat diajak bercakap-cakap Pak Harto yaitu tokoh presiden kedua dari Republik Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai sejak 27 Maret 1968. Pak Harto ditinggikan oleh MPR Sementara dengan Ketentuan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketentuan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau yaitu presiden kedua yang diputuskan oleh MPR Sementara. Dalam masa jabatannya yang pertama ini suami Ibu Tien tidak ditemani oleh wakil presiden sebagaimana diatur menurut konstitusi. Sebagai mandataris MPR Sementara, secara teori, presiden yaitu pelaksana kebijakan lembaga tertinggi negara tersebut. Pak Harto menjalankan kewajibannya sebagai presiden sampai ada presiden definitif yang ditinggikan oleh MPR hasil pemilu.

Pada tahun 1973 pertanggung jawaban Jenderal TNI Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1971 diterima. Kemudian presiden dari kalangan militer yang pertama ini ditinggikan oleh lembaga yang sama sebagai presiden dari yang akan menjadi tunggal pada 24 Maret 1973[20]. Dalam masa jabatannya yang kedua Pak Harto ditemani oleh wakil presiden, ISKS Hamengku Buwono IX, Sultan sekaligus Kepala Kawasan Istimewa Yogyakarta[21]. Pada masa-masa ini sampai sekitar 25 tahun mendatang kepemimpinan nasional berlangsung dengan urutan yang mudah disertai relatif tidak diwarnai kontroversi tentang tokoh maupun periodesasi jabatan.

Pada tahun 1978 pertanggung jawaban Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1977 diterima. Pada bulan yang sama purnawiran jenderal ini kembali ditinggikan oleh MPR dari yang akan menjadi tunggal[22]. Dalam masa jabatan yang ketiga kalinya, Pak Harto ditemani oleh Adam Malik sebagai wakil presiden[23]. Secara matematis, Suharto ditinggikan sehari lebih cepat dari jatah masa jabatannya. Selanjutnya pada 1983, lagi-lagi pertanggung jawaban Pak Harto diterima. Bahkan MPR hasil pemilu 1982 memberinya gelar Bapak Pembangunan. Pada 11 Maret 1983, sang purnawirawan kembali ditinggikan oleh MPR untuk mendiami kursi kepresidenannya yang keempat dari yang akan menjadi tunggal[24]. Menurut hitung-hitungan angka beliau ditinggikan tiga belas hari lebih cepat dari masa jabatannya yang seharusnya akhir suatu peristiwanya pada 23 Maret 1983. Untuk pertama kalinya Pak Harto ditemani oleh purnawirawan militer, Jend TNI (Purn). Umar Wirahadikusumah, sebagai wakil presiden[25].

Tahun 1988, kembali pertanggung jawaban jenderal lahir desa Kemusuk diterima. Setelah genap lima tahun mendiami kursi kepresidenan, Jend (Purn). Suharto kembali dilantik oleh MPR hasil pemilu 1987 pada 11 Maret 1988[26]. Dalam masa jabatan kelimanya bapak pembangunan ini ditemani wakil presiden dari kalangan militer, Letjend TNI (Purn). Sudarmono SH[27]. Tahun 1993, untuk ke sekian kalinya pertanggung jawaban sang presiden diterima. Pada 11 Maret 1993, setelah menggenapi masa jabatannya, Jenderal TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto ditinggikan untuk mendiami jabatan presiden keenam[28]. Lagi-lagi MPR hasil pemilu 1992 mengangkatnya dari yang akan menjadi tunggal. Kini beliau ditemani oleh mantan panglima militer, Jend TNI (Purn) Try Sutrisno, sebagai wakil presiden[29].

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Letjend TNI (Purn). Soedharmono, SH. Wakil Presiden Indonesia 1988-1993

Maret 1998, di tengah badai politik dan ekonomi, pidato pertanggung jawaban Pak Harto diterima oleh MPR. Tidak satupun yang menyangka ini yaitu terakhir kalinya beliau menyampaikan laporan pertanggung jawaban. Kurang sehari dari masa jabatan yang seharusnya dijalani, pada tanggal 10 Maret 1998 Jenderal Agung TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto, ditinggikan dari yang akan menjadi tunggal untuk ketujuh kalinya oleh MPR hasil pemilu 1997[30]. Untuk kedua kalinya beliau ditemani oleh seorang sipil, Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden[31]. Berbagai tekanan harus dihadapi sang jenderal yang sudah berusia senja ini. Sebenarnya beliau bisa menggunakan kekuasaan penuh untuk menyingkirkan semua pengganggunya, namun hal itu tidak beliau lakukan. Pimpinan MPR/DPR pada waktu itu sempat memohon mundur sang presiden atau menggelar Sidang Istimewa MPR, sebuah sidang khusus yang dapat berujung pada pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada diri Sukarno. Dan akhir suatu peristiwanya pada 21 Mei 1998 Soeharto mencetuskan mundur dari jabatannya dampak gelombang people power “Gerakan Reformasi 1998”.

Baharuddin Jusuf Habibie

Baharuddin Jusuf Habibie yaitu tokoh presiden ketiga Republik Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai pada 21 Mei 1998. Habibi menggantikan presiden sebelumnya yang mengundurkan diri. Naiknya presiden pertama dari luar Jawa ini menimbulkan sedikit kontroversi setidaknya dalam masalah prosedur formal pengangkatan sebagai presiden. Secara formal pengucapan sumpah kepresidenan dilakukan dihadapan parlemen. Namun, karena gedung parlemen direbut oleh pendukung people power yang menyebabkan para legistalor tidak dapat bersidang, pengucapan sumpah jabatan kepresidenan hanya dilakukan oleh Pak Habibi di depan pimpinan MPR/DPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Sebagian bulan setelahnya MPR menggelar Sidang Istimewa. Namun majelis itu tidak memberikan suatu surat pengangkatan khusus sebagaimana pernah diberikan kepada dua presiden sebelumnya Sukarno (1963) dan Suharto ([[1968], 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998). Lembaga tertinggi negara tersebut hanya mengakui menempuh letak Habibi di dalam Ketentuan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Bahkan beliau tidak ditemani oleh wakil presiden.

Catatan yang diraih oleh presiden lahir Provinsi Sulawesi Selatan yaitu penyelenggaraan pemilu 1999 yang menghasilkan parlemen baru. Namun parlemen baru yang ditunjuk menempuh pemilu tersebut menolak pertanggung jawaban presiden setelah presiden diberi kesempatan untuk menggunakan hak jawab kepada parlemen[32]. Pada 19 Oktober 1999 Bacharuddin Yusuf Habibie mengakhiri tugasnya yang sangat singkat dengan mendampingi presiden terpilih mengucapkan sumpah kepresidenan dihadapan sidang umum MPR 1999.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia 1993-1998

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yaitu Presiden ke-4 Indonesia. Masa jabatannya dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999. Gus Dur yaitu presiden terakhir yang ditunjuk oleh MPR. Beliau ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Beliau mengalahkan rivalnya Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pemilihan yang dilakukan oleh MPR. Namun MPR menentukan rivalnya dalam pemilihan tersebut, Megawati, sebagai wakil presiden yang mendampinginya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena satu dan lain hal mengenai keterbatasan seperti yang sudah dimaklumi, Gus Dur menyerahkan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan sehari-hari pada wakil presiden. Penugasan ini diputuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari Presiden Republik Indonesia. Pendulum kekuasaan yang berpindah dari eksekutif ke legislatif mengakibatkan lembaga kepresidenan sepenuhnya tunduk pada parlemen. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Dua kali setelah menghadapi memorandum dari DPR, Gus Dur dihadapkan pada suatu pemakzulan. Langkahnya yang mengeluarkan maklumat pembekuan DPR dalam dekrit tidak membuahkan hasil. MPR yang tengah menggelar Sidang Istimewa langsung menolak dekrit itu dengan Ketentuan MPR Nomor I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001. Maklumat tersebut juga mengantarkan lebih cepat pada pemakzulannya oleh MPR pada saat itu juga. Abdurrahman Wahid menjadi presiden kedua yang dimakzulkan oleh MPR di tengah masa jabatannya, berdasarkan Ketentuan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri yaitu Presiden ke-5 Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai 23 Juli 2001. Megawati menggantikan Gus Dur karena posisinya sebagai wakil presiden. Beliau yaitu wakil presiden kedua yang menggantikan presiden ketika berhenti dalam masa jabatannya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa jabatannya kurang dari 5 tahun sebab beliau hanya mewarisi masa jabatan Gus Dur. Presiden perempuan pertama Indonesia ini ditemani oleh Wakil Presiden Hamzah Haz yang memenangkan pemilihan wakil presiden oleh MPR dari rivalnya Susilo Bambang Yudhoyono. Hamzah oleh MPR ditinggikan sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Catatan dalam masa jabatannya yaitu Pemilu Legislatif pada April 2004 serta Pemilu Presiden pada Juli 2004. Pada Pemilu Presiden 2004, Megawati harus mengakui keunggulan SBY setelah menempuh dua putaran pemilihan. Beliau mengakhiri masa jabatan pertamanya pada 20 Oktober 2004, sehari lebih lama dari sisa masa jabatan Gus Dur yang dilimpahkan kepadanya.

Susilo Bambang Yudhoyono

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2004–2009 dan 2009–2014

Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Presiden ke-6 Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai pada 20 Oktober 2004. Beliau bersama pasangannya Muhammad Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2004 yang yaitu pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali. Setelah mengakhiri masa jabatannya yang pertama, SBY kembali mengucapkan sumpah jabatan presiden untuk kedua kalinya di depan sidang MPR pada 20 Oktober 2009. Kali ini beliau ditemani oleh Boediono sebagai wakil presiden.

Pejabat sementara

Syafruddin Prawiranegara

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Syafruddin Prawiranegara, Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, 1948–1949

Syafruddin Prawiranegara yaitu Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Beliau dituding dengan radiogram yang mengandung mandat dari Presiden Soekarno yang saat itu memegang kekuasaan pemerintahan negara pada 18 Desember 1948. Oleh sebab Bukittinggi yang menjadi tempat letaknya juga diserang Belanda, radiogram itu tidak sampai pada waktunya. PDRI tidak bermarkas di satu tempat melainkan selalu berpindah. Bermula dari perkebunan teh di Halaban, Sumatera Barat beliau pergi ke Riau dan kembali lagi ke Sumatera Barat. Pada bulan Mei 1949, beliau membentuk perwakilan PDRI di pulau Jawa. Beliau berselisih paham dengan Soekarno karena mengirim utusan kepada Belanda dalam Janji Roem-Royen. Setelah menempuh berbagai proses berliku akhir suatu peristiwanya Syafruddin mau mengembalikan mandat yang telah diberikan presiden kepada Hatta. Letak Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sebagai kepala negara dan/atau kepala pemerintahan ataupun setidaknya setingkat pejabat presiden, adil secara de facto maupun de jure, sedang diperdebatkan apakah aci atau tidak.

Assaat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Assaat, Pemangku Jabatan Presiden Indonesia 1949–1950

Assaat yaitu Pemangku Jabatan Presiden Republik Indonesia. Jabatannya dimulai pada 27 Desember 1949 saat Soekarno secara resmi menyerahkan jabatan Presiden RI kepadanya. Assaat sebelumnya yaitu Ketua Badan Pekerja KNIP, parlemen Indonesia kala itu. Beliau menjabat sebagai pemangku jabatan presiden karena UU No. 7 Tahun 1949 menentukan jika presiden dan wakil presiden secara bersama-sama tidak dapat melakukan kewajibannya maka Ketua DPR menjadi "Pemangku Jabatan Presiden". Jabatan tersebut diembannya sampai 15 Agustus 1950 saat beliau menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno sebagai Presiden RI (negara kesatuan) sesuai persetujuan RIS dan RI pada 19 Mei 1950.

Sartono

Sartono pernah menjabat sebagai Pejabat Presiden Indonesia. Belum banyak data yang dikenal mengenai tokoh ini. Satu-satunya ajar yang ada ialah Sartono menandatangani Lembaran Negara tahun 1958 nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 ,14, 15, 16, 17, dan 18, tertanggal antara 13 Januari 1958 – 17 Februari 1958, yang salah satunya yaitu UU No 8 tahun 1958 tentang penetapan UU Drt No 9 tahun 1954 tentang perubahan nama Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara (LN 1954 No 66) sebagai UU pada tanggal 17 Februari 1958. Untuk sementara anggaran tokoh ini diabaikan, dengan pengertian, setelah mendapat keterangan yang jelas mengenai letaknya, tokoh ini akan dibawa masuk[33].

Soeharto

Soeharto juga pernah menjadi Pejabat Presiden Indonesia. Jabatannya dimulai pada 22 Februari 1967 walau surat pengangkatannya baru dikeluarkan pada 12 Maret 1967. Beliau menjadi pejabat presiden sebagai ketetapan dari Ketentuan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Atur Cara Pengangkatan Pejabat Presiden, setelah Soekarno dimakzulkan dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Seharusnya Soeharto menjadi pejabat presiden sampai dengan demikianlah keadaanya presiden yang ditunjuk oleh MPR baru dari hasil pemilihan umum. Namun pada 27 Maret 1968, karena demikianlah keadaanya politik saat itu, beliau mengakhiri tugasnya sebagai pejabat presiden karena diputuskan sebagai presiden (penuh) oleh MPRS kala itu.

Polemik periode dan pejabat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Periodisasi jabatan lembaga kepresidenan sering menimbulkan polemik. Namun, sebelum masuk terlalu dalam, perlu dikawal dan diperhatikan sebagian hal yang boleh aci bersifat mendasar.

  1. Siapakah yang mendiami jabatan lembaga kepresidenan. Apakah cukup presiden dan wakil presiden saja. Ataukah presiden dan wakil presiden serta pejabat presiden (atau sebutan lainnya).
  2. Apakah dapat diakui suatu pemerintahan ganda, dalam arti pada saat yang sama terdapat dua lembaga kepresidenan.
  3. Apakah penentuan naik dan turunnya seorang tokoh dalam lembaga kepresidenan hanya berdasarkan anggaran dalam konstitusi. Atau berdasar konstitusi dan surat pengangkatan/pelantikan (atau sebutan lain). Ataukah lagi hanya berdasarkan pada ketokohan semata, dalam arti satu tokoh dihitung satu masa jabatan tanpa memedulikan berapa kali beliau menjabat.
  4. Perlukah suatu daftar resmi dari negara untuk tokoh yang mendiami lembaga kepresidenan beserta periodisasinya agar dapat dikenal secara pasti.

Sebagai ilustrasi, dapat dikawal pada kasus Presiden Filipina. Ilustrasi ini juga didasarkan pada sisi historis, sebab Supomo waktu menjelaskan UUD 1945 beliau membandingkan UUD Indonesia dengan Konstitusi Filipina[34]. Diosdado Pangan Macapagal yaitu Presiden Filipina urutan kesembilan sekaligus presiden kelima dari republik ketiga negara Filipina. Satu yang dapat dikawal disini bahwa beliau mendiami dua buah daftar dengan nomor urut yang berlainan. Presiden Macapagal pada 1962 mengubah perayaan resmi hari kemerdekaan dari 4 Juli (hari ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan Filipina pada 1946, hari yang juga menjadi peringatan kemerdekaan AS) menjadi 12 Juni (hari ketika Emilio Aguinaldo mengumumkan kemerdekaan dari Spanyol pada 1898). Keputusan ini sebagai keputusan hukum tentang waktu yang telah diputuskan sebelumnya. Beliau juga mengakui Jose P. Laurel yang menjadi Presiden Filipina oleh tentara pendudukan Jepang, sebagai presiden resmi negara itu. Sebelumnya Laurel tidak diakui oleh pemerintahan-pemerintahan Filipina setelah Perang Dunia II, karena dianggap tidak ada status hukum apapun namun mengakui dua presiden yang ada dalam pengasingan di Amerika. Di sini dapat dikawal bahwa pemerintahan pengasingan diakui dan pemerintahan ganda juga diakui. Lebih dari itu Macapagal menetapkan suatu keputusan resmi mengenai pengakuan tokoh yang menjabat dalam lembaga kepresidenan Filipina, Ng Pangulo Ng Pilipinas.

Periodisasi masa jabatan maupun urutan tokoh yang duduk dalam lembaga kepresidenan sering menimbulkan ketidaksepakatan. Berikut akan diusahakan untuk memilah periodisasi dan urutan tokoh yang menjabat lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) sesuai kronologi tokoh saat memangku jabatan untuk yang pertama kalinya.

Soekarno memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan presiden, antara lain:

  1. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik belakang keluarnya Supersemar, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 11 Maret 1966
  2. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 22 Februari 1967
  3. Jika RIS dihitung terpisah dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  4. Jika RIS dihitung terpisah dan masa PDRI dihitung terpisah dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 18 Desember 1948, 13 Juli 1949 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  5. Jika RIS dihitung terpisah, masa PDRI dihitung ganda, dan naik turun jabatan berdasarkan pada konstitusi dan ketentuan MPRS dengan titik belakang pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, 15 Agustus 1950 sampai 18 Mei 1963, dan 18 Mei 1963 sampai 22 Februari 1967

Mohammad Hatta memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan wakil presiden, yaitu:

  1. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan mengabaikan henti RIS maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 1 Desember 1956
  2. Jika henti RIS dihitung dan naik-turun jabatan berdasarkan pada konstitusi maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 dan xx/xx/1950 sampai 1 Desember 1956.[35].

Syafruddin Prawiranegara memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan, yaitu:

  1. Jika jabatan “Ketua Pemerintahan Darurat” diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal telegram yang dikirim lembaga kepresidenan dari Yogyakarta, maka masa jabatannya yaitu sejak 18 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  2. Jika jabatan "Ketua Pemerintahan Darurat" diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal pembentukan PDRI di Sumatera Barat, maka masa jabatannya yaitu sejak 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  3. Jika jabatan “Ketua Pemerintahan Darurat” tidak diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan maka masa jabatannya: tidak diakui/tidak pernah ada.

Assaat memiliki 2 probabilitas periodisasi jabatan, yaitu:

  1. Jika jabatan “Pemangku Jabatan Presiden diakui” diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan serta letak RI yang beribukota di Yogyakarta diakui berdiri sendiri (walau hanya negara bagian) selama periode RIS (memiliki ketatanegaraan yang berlainan dengan RIS), maka masa jabatannya yaitu sejak 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950
  2. Jika jabatan “Pemangku Jabatan Presiden” tidak diakui bermarkas setara dengan jabatan “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai jabatan dalam lembaga kepresidenan serta letak negara anggota RI yang beribukota di Yogyakarta tidak diakui berdiri sendiri selama periode RIS (telah lebur menjadi RI), maka masa jabatannya tidak diakui.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia 2004-2009

Soeharto memiliki sebagian probabilitas periodisasi jabatan, antara lain:

  1. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal keluarnya supersemar, maka masa jabatannya yaitu sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
  2. Jika seluruh masa jabatan dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal pengangkatan resmi sebagai pejabat presiden oleh MPRS, maka masa jabatannya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 21 Mei 1998
  3. Jika naik turun jabatan berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden dihitung, maka masa jabatannya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 27 Maret 1968, 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998
  4. Jika naik turun jabatan berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden tidak dihitung, maka masa jabatannya yaitu sejak 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998

Hamengkubuwana IX memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978.

Adam Malik memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983.

Umar Wirahadikusumah memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1983 sampai 1988.

Sudharmono memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1988 sampai 1993.

Try Sutrisno memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1993 sampai 1998.

Baharuddin Jusuf Habibie memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 11 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998.
  2. Sebagai presiden sejak 21 Mei 1998 sampai 19 Oktober 1999.

Abdurrahman Wahid memiliki 1 periode jabatan presiden yaitu sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.

Megawati Soekarnoputri memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.
  2. Sebagai presiden sejak 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Hamzah Haz memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 26 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 2 periode jabatan presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009 dan sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Muhammad Jusuf Kalla memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009.

Boediono memiliki 1 periode jabatan wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Untuk mengetahui urutan tokoh atau urutan masa jabatan lembaga kepresidenan yang ke berapakah sekarang yang menjabat maka tinggal merangkai masing-masing masa jabatan tokoh. Perlu hati-hati dalam merangkai sebagian tokoh karena akan ada over lapping masa tugas dan tidak mungkin over lapping masa tugas. Di sini akan diberi dua contoh berlainan.

Contoh Pertama: Sukarno menurut versi (2), Suharto versi (2), Habibie (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Pejabat keNama pejabatMasa jabatanJabatan kePeriode ke
1Soekarno18/08/1945-22/02/196711
2Soeharto22/02/1967-21/05/199812
3Habibie21/05/1998-19/10/199913
4Abdurrahman Wahid19/10/1999-23/07/200114
5Megawati Soekarnoputri23/07/2001-20/10/200415
6SBYMulai 20/10/200416

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Boediono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014

Contoh Kedua: Soekarno menurut versi (5), Syafruddin (1), Assaat (1), Suharto versi (3), Habibi (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Pejabat keNama pejabatMasa jabatanJabatan kePeriode ke
1Soekarno18/08/1945-27/12/194911
2Syafruddin Prawiranegara (PDRI)22/12/1948-13/07/194912
1Soekarno (RIS)27/12/1949-15/08/195023
3Assaat (RI)27/12/1949-15/08/195014
1Soekarno15/08/1950-18/05/196335
1Soekarno18/05/1963-22/02/196746
4Soeharto22/02/1967-27/03/196817
4Soeharto27/03/1968-24/03/197328
4Soeharto24/03/1973-23/03/197839
4Soeharto23/03/1978-11/03/1983410
4Soeharto11/03/1983-11/03/1988511
4Soeharto11/03/1988-11/03/1993612
4Soeharto11/03/1993-10/03/1998713
4Soeharto10/03/1998-21/05/1998814
5Habibie21/05/1998-19/10/1999115
6Abdurrahman Wahid19/10/1999-23/07/2001116
7Megawati Soekarnoputri23/07/2001-20/10/2004117
8SBY20/10/2004-20/10/2009118
8SBYSejak 20/10/2009219

Kedua contoh di atas menunjukkan sebuah perbedaan yang amat mencolok. Dan itu pun baru contoh dari dua versi.

Catatan kaki

  1. ^ dalam arti bukan yaitu suatu kolektivitas
  2. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  3. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  4. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  5. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  6. ^ Ketentuan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  7. ^ Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketentuan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  8. ^ Sebagai acuan awal mulanya yaitu kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik IV. Dan sebagai acuan akhir suatu peristiwanya yaitu kekuasaan, bentuk dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik VI
  9. ^ Pengambil alihan kekuasaan pemerintahan negara dilakukan dengan Maklumat Presiden Tahun 1946 Nomor 1 dan Maklumat Presiden Tahun 1947 Nomor 6]]
  10. ^ Pembentukan Kabinet Presidensil yang dikenal dengan nama Kabinet Hatta I pada 29 Januari 1948 dilakukan dengan Maklumat Presiden 1948 No. 3 jo Maklumat Presiden 1948 No. 2. Selain itu pada 4 Agustus 1949 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil yang dikenal dengan Kabinet Hatta II dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1949
  11. ^ Sukarno dilantik menjadi Presiden RIS oleh Ketua Mahkamah Agung pada 17 Desember 1949 di Bangsal Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Beliau ditunjuk, dari yang akan menjadi tunggal, oleh Dewan Pemilihan Presiden RIS yang bersidang pada 15-16 Desember 1949
  12. ^ Hatta dilantik menjadi Perdana Menteri RIS pada 20 Desember 1949
  13. ^ SOB = Staat van Oorlog en Beleg (negara dalam demikianlah keadaanya perang dan darurat). Pada 14 Maret 1957, satu setengah jam setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandat kepada presiden, Sukarno mengeluarkan dekrit Negara Dalam Demikianlah keadaanya Darurat Perang. Kemudian pada 17 Desember 1957, beliau meningkatkan status bahaya menjadi Negara Dalam Demikianlah keadaanya Perang. Status SOB baru dicabut pada 1 Mei 1963
  14. ^ mulai 22 Juli 1959
  15. ^ DPR Peralihan dihentikan Sukarno dengan Penetapan Presiden (Penpres) No 3 tahun 1960
  16. ^ Bentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) diputuskan dengan Penpres No 4 tahun 1960
  17. ^ Ketentuan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Agung Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup
  18. ^ Ketentuan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Agung Haluan Negara dan Haluan Pembangunan
  19. ^ Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ditetapkan/dikeluarkan oleh MPRS pada 12 Maret 1967 namun diberlakukan surut sampai 22 Februari 1967 untuk menghindari vacuum of power dalam negara
  20. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  21. ^ Sultan Yogyakarta ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  22. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  23. ^ Adam Malik ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  24. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  25. ^ Umar Wirahadikusumah ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  26. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  27. ^ Sudarmono ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  28. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  29. ^ Pak Try ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  30. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  31. ^ Pak Habibi ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  32. ^ Pidato pertanggung jawaban Habibi tidak diterima oleh MPR dengan Ketentuan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
  33. ^ Jika UU No 7 tahun 1949 sedang berjalan maka probabilitas agung Sartono yaitu ketua DPR kala itu
  34. ^ lihat penjelasan umum UUD 1945 dan risalah sidang BPUPKI/PPKI
  35. ^ Ada kesukaran mengenai tanggal pengangkatan Hatta karena belum ada data pasti. Menurut konstitusi wakil presiden ditinggikan dari yang akan menjadi yang diusulkan oleh DPR Sementara dan DPR Sementara baru dilantik pada 16 Agustus 1950 maka paling cepat Hatta ditinggikan dalam jabatan wakil presiden pada hari yang sama

Referensi

Lihat pula


edunitas.com


Page 14

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Lambang Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Bendera Presiden Republik Indonesia

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Istana Merdeka, salah satu lambang Lembaga Kepresidenan Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang nyaris sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dituturkan nyaris sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (|UUD 1945)dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.

Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilewati lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi. Selain itu ini boleh dituturkan “hanya” diatur dalam konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berbagai jenis maupun angkatan peraturan. Ini berlainan dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang memiliki undang-undang mengenai bangun dan letak lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.

Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian agung diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan akan dibagi menurut masa berjalannya masing-masing konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya tidak terikat dari kesukaran di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode antara tahun 1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang berjalan secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena dinamika yang sedang terus berlangsung, maka pembahasan artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-tidaknya menengah 2009.

Periode 1945–1950

Periode 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950 yaitu periode berjalannya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa yaitu, pertama, antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan kedua antara 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950 saat negara Indonesia bergabung sebagai negara anggota dari negara federasi Republik Indonesia Serikat.

Menurut UUD 1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal[1], terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga ini ditunjuk oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa posisi selama 5 tahun. Sebelum bertugasnya lembaga ini bersumpah di depan MPR atau DPR.

Menurut UUD 1945:

  1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
  2. Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden
  3. Wakil presiden mengalihkan presiden jika presiden mangkat, selesai, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa posisinya
  4. Presiden menetapkan peraturan pemerintah
  5. Presiden dibantu oleh menteri
  6. Presiden dapat memohon pertimbangan kepada DPA
  7. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional Indonesia
  8. Presiden mencetuskan perang dan membikin perdamaian serta akad dengan negara lain atas persetujuan DPR
  9. Presiden mencetuskan adanya bahaya
  10. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik
  11. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
  12. Presiden memberi gelar dan tanda kehormatan
  13. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR
  14. Presiden berhak memveto RUU dari DPR
  15. Presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam adanya mendesak.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1967; Presiden RIS 1949-1950

Pada 18 Agustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden dan wakil presiden ditunjuk oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini kekuasaan presiden sangat agung karena seluruh kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk, dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang diputuskan UUD 1945.

Hanya sebagian bulan pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA memohon kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk menetapkan haluan negara dan membentuk UU menempuh Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan presiden menjadi kurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan kepada Badan Pekerja KNIP. Pada tahun-tahun berikutnya ketika adanya darurat, 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali bersifat presidensial (bertanggung jawab kepada presiden).

Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat bertugasnya saat Agresi Militer Belanda II. Walau ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak selesai. Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta, suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang didirikan di pedalaman Sumatera (22 Desember 1948 – 13 Juli 1949) mendapat legitimasi yang aci. Kondisi inilah yang menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai status pemerintah darurat dan status ketua pemerintah darurat.

Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua Pemerintahan Darurat yaitu penerima tongkat estafet pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu letaknya tidak bisa diabaikan. Lagi pula pada 13 Juli 1949, Ketua Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh. Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan. Lagi pula perundingan-perundingan, seperti Akad Roem-Royen, dilakukan dengan pemerintahan dan lembaga kepresidenan tertawan bukan dengan pemerintah darurat.

Periode 1949–1950

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Negara Federasi Republik Indonesia Serikat 1949-1950

Pada periode 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950, RI bergabung dalam negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan letak sebagai negara anggota. Hal ini mengakibatkan berjalannya 2 konstitusi secara bersamaan di wilayah negara anggota RI, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno telah menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Assaat sebagai Pemangku Posisi Presiden.

Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden. Presiden ditunjuk oleh Dewan Pemilih (Electoral College) yang terdiri atas utusan negara-negara anggota dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum bertugasnya, presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.

Berlainan dengan UUD 1945, Konstitusi RIS mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS (secara khusus[2]):

  1. Presiden bermarkas sebagai kepala negara
  2. Presiden yaitu anggota dari pemerintah [pasal 68 (1) dan (2), 70, 72 (1)];
  3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 74 (4), 118 (2), dan 119];
  4. Presiden dilarang: (a). rangkap posisi dengan posisi apapun patut di dalam ataupun di luar federasi, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara federal maupun negara anggota, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletak posisinya [pasal 79 (4)];
  5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran posisi atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa posisinya [pasal 148 (1)]
  6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];
  7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet Negara [pasal 74 (1) – (4)];
  8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];
  9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 76 (2)];
  10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal 83];
  11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan menyaksikan pelantikannya [pasal 86];
  12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 104];
  13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR [pasal 103 (1)];
  14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan 138 (3)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].
  16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya [pasal 114 (1)] dan melepas mereka atas permintaan sendiri [pasal 114 (4)];
  17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan amnesti [pasal 160];
  18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan melepas mereka atas permintaan sendiri [pasal 116 (4)];
  19. Presiden mengadakan dan mengesahkan akad internasional atas kuasa UU federal [pasal 175];
  20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];
  21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];
  22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal 126].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[3], presiden, menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];
  2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
  3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
  4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];
  5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam adanya mendesak [pasal 139];
  6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
  7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
  8. Mencetuskan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
  9. Mencetuskan adanya bahaya [pasal 184 (1)];
  10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bangun negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di depan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia mengalihkan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Posisi Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Periode 1950–1959

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. Moh Hatta, Wakil Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1956

Masa republik ketiga yaitu periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian disebut dengan UUDS 1950. Konstitusi ini sebenarnya yaitu perubahan konstitusi federal. Dari anggota materi, konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia ini yaitu perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.

Menurut konstitusi sementara, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [Pasal 44, 45, 46 (1), 47, dan 48]. Presiden dan wakil presiden ditunjuk menurut UU dengan syarat tertentu [pasal 45 (3) dan (5)]. Tidak ada masa posisi yang jelas bagi lembaga ini, namun dari sifat konstitusi sementara [pasal 134 dan penjelasan konstitusi], posisi ini dipertahankan sampai ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Sebelum bertugasnya presiden dan wakil presiden bersumpah dihadapan DPR [pasal 47].

Sama seperti konstitusi federal, konstitusi sementara mengatur letak dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Dalam sistematika konstitusi sementara hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal dalam konstitusi. Menurut konstitusi sementara (secara khusus[4]):

  1. Presiden dan wakil presiden yaitu alat perlengkapan negara [pasal 44];
  2. Presiden dan wakil presiden bermarkas di tempat letak pemerintah [pasal 46 (1)];
  3. Presiden bermarkas sebagai Kepala Negara [pasal 45 (1)];
  4. Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan kewajibannya [pasal 45 (2)];
  5. Wakil presiden mengalihkan presiden jika presiden tidak mampu melaksanakan kewajibannya [pasal 48];
  6. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat dan seluruh pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 83 dan 85];
  7. Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap posisi dengan posisi apapun patut di dalam ataupun di luar negara, (b). ikut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang dipersiapkan negara maupun kawasan otonom, (c). dan ada piutang atas tanggungan negara [pasal 55 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berjalan selama tiga tahun setelah presiden meletak posisinya [pasal 55 (4)];
  8. Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran posisi atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa posisinya [pasal 106 (1)];
  9. Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan UU [pasal 54];
  10. Presiden membentuk kabinet [pasal 50 dan 51];
  11. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 53];
  12. Presiden dan wakil presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 52 (2)];
  13. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 63];
  14. Presiden mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR [pasal 62 (1)];
  15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 90 (1), 92, 93, dan 94 (3)];
  16. Presiden berhak mencerai-beraikan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru [pasal 84];
  17. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil ketua Konstituante [pasal 136];
  18. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 140 (2)];
  19. Presiden melepas Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri [pasal 79 (4)];
  20. Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung [pasal 107];
  21. Presiden melepas Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri [pasal 81 (4)];
  22. Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU [pasal 87];
  23. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 123];
  24. Presiden mengadakan dan mengesahkan akad internasional atas kuasa UU [pasal 120];
  25. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 127];
  26. Presiden mencetuskan perang dengan persetujuan DPR [pasal 128];
  27. Presiden mencetuskan adanya bahaya [pasal 129 (1)].

Selain bertindak secara khusus, sebagai anggota dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler[5], presiden (dan wakil presiden), menurut konstitusi, antara lain:

  1. Menjalankan pemerintahan [pasal 82];
  2. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR [pasal 94 (2) dan 95 (1)];
  3. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam adanya mendesak [pasal 96 (1)];
  4. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 98 (1)];
  5. Memegang urusan umum keuangan [pasal 111 (1)].

Lembaga kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik. Tokoh yang memangku posisi presiden pada periode ini yaitu hasil persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950 [penjelasan konstitusi]. Sedangkan tokoh wakil presiden untuk pertama kalinya ditinggikan oleh presiden dari tokoh yang diajukan oleh DPR [pasal 45 (4)]. Dari hal-hal tersebut jelas bahwa lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) hanya bersifat sementara seiring pemberlakuan konstitusi sementara dan akan akibatnya dengan lembaga kepresidenan menurut konstitusi tetap yang akan dihasilkan.

Dalam perjalanannya posisi wakil presiden mengalami kekosongan per 1 Desember 1956 karena wakil presiden mengundurkan diri. Anggaran pasal 45 (4) tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi lowongan tersebut sedangkan konstitusi tetap maupun UU pemilihan presiden dan wakil presiden belum ada. Pada 1958 presiden sempat berhalangan dan dialihkan oleh pejabat presiden. Kekuasaan lembaga kepresidenan ini otomatis akibatnya seiring munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959 dan dialihkan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD 1945 yang diberlakukan kembali.

Periode 1959–1999

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend Agung TNI Purn. H. M. Soeharto, Pejabat Presiden Indonesia 1967-1968 dan Presiden Indonesia 1968-1998

Masa republik keempat yaitu periode diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sebutan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999. Dengan diberlakukannya kembali konstitusi ini maka semua kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan praktis sama dengan periode republik I. Untuk melihat secara detilnya dimohon melihat kembali masa republik I.

Ada sebagian hal yang menarik dari anggota peraturan perundang-undangan dalam periode ini. Menurut dekrit presiden yang memberlakukan kembali konstitusi dari republik I, anggota penjelasan konstitusi mendapat daya hukum yang mengikat karena diterbitkan dalam lembaran negara. Dengan demikian lembaga kepresidenan tidak hanya diatur dalam pasal-pasal konstitusi namun juga dalam penjelasan konstitusi. Dengan adanya lembaga MPR/MPRS dalam ketatanegaraan republik IV mengundang konsekuensi dengan lahirnya konstitusi semu yang disebut Ketentuan MPR/MPRS. Menempuh produk hukum ini, secara umum lembaga kepresidenan juga diatur, antara lain melalui:

Selain itu presiden sebagai mandataris MPR juga diberi kewenangan dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apapun guna menyelenggarakan pemerintahan, antara lain dengan:

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Indonesia 1998 dan Presiden Indonesia 1998-1999

Dengan landasan hukum tersebut lembaga kepresidenan, terutama presiden, menjadi lembaga tinggi yang “super power” dibanding lembaga tinggi lainnya.

Ada sebagian hal unik dan menarik untuk dicermati pada periode ini. Hal-hal tersebut antara lain, pertama, setelah MPRS terbentuk lembaga ini tidak langsung bersidang untuk menetapkan tokoh yang memangku posisi dalam lembaga kepresidenan yang baru. Kedua, pada tahun 1963 MPRS menetapkan ketentuan MPRS yang mengangkat presiden petahana sebagai presiden seumur hidup. Ketiga, munculnya posisi “Pejabat Presiden” ketika Presiden dimakzulkan pada tahun 1967. Keempat, penetapan “Pejabat Presiden” menjadi Presiden pada tahun 1968. Kelima, pengisian lembaga kepresidenan sesuai dengan konstitusi baru dilakukan pada tahun 1973, tiga belas tahun setelah MPR (MPRS) terbentuk. Keenam, pengucapan sumpah pelantikan presiden oleh wakil presiden tidak dilakukan di depan MPR atau DPR melainkan hanya di depan pimpinan MPR/DPR dan Mahkamah Agung saat presiden mundur dari posisinya pada tahun 1998. Sebenarnya sedang banyak hal lain yang menarik namun mengingat keterbatasan tempat maka hanya enam hal di atas yang dinyatakan.

Gelombang people power yang dikenal dengan “gerakan reformasi 1998” yang muncul pada tahun 1998 akibatnya juga mengakibatkan sistem ketatanegaraan berubah secara cepat. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan penuh dengan dicabutnya Ketentuan MPR No. V/MPR/1998[6] dengan Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998[7]. Dan periode republik IV yang telah berusia empat puluh tahun ini pun akibatnya sekitar satu setahun dari munculnya gelombang people power.

Periode 1999–2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

K. H. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia 1999-2001

Masa republik kelima yaitu periode transisi ketatanegaraan dampak proses perubahan konstitusi “UUD 1945” secara fundamental. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002. Periode ini muncul sebagai dampak dari gelombang people power yang dikenal dengan reformasi 1998. Oleh karena perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan dilakukan secara bertahap maka pembahasan periode ini dilakukan menurut tahapan perubahan konstitusi [8].

Pada tahun 1999 sebagai dampak perubahan I konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Posisi lembaga kepresidenan dibatasi hanya untuk dua kali masa posisi [pasal 7];
  2. Presiden dan wakil presiden dapat bersumpah di depan pimpinan MPR dan Mahkamah Agung jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)];
  3. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif dengan membentuk UU, melainkan hanya berwenang mengajukan RUU kepada parlemen dan ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (1) – (3)];
  4. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)];
  5. Presiden tidak dapat lagi memveto RUU dari parlemen, sebab klausul tersebut dihilangkan [pasal 21];
  6. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];
  7. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];
  8. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

Pada tahun 2000 sebagai dampak perubahan II konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

  1. Presiden hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari [pasal 20 (5)].

Pada tahun 2001 sebagai dampak perubahan III konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Pada tahun 2002 sebagai dampak perubahan IV konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

Sebagian hal yang menjadi catatan dalam periode republik V ini, antara lain, yaitu, pertama, untuk pertama kalinya presiden ditunjuk oleh MPR dari yang akan menjadi yang berjumlah lebih dari satu orang. Kedua, presiden membekukan parlemen dan berdampak dimakzulkannya presiden. Ketiga, presiden wajib menyampaikan laporan tahunan penyelenggaraan pemerintahan kepada MPR.

Sebenarnya periode transisi ini tidak akibatnya pada tahun 2002 melainkan pada tahun 2004. Namun karena acuannya yaitu konstitusi maka periode ini dicukupkan pada tahun 2002. Periode transisi selanjutnya dibahas pada anggota republik VI.

Sejak 2002

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Dr(HC), Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Indonesia 1999-2001 dan Presiden Indonesia 2001-2004

Masa republik keenam yaitu periode diberlakukannya konstitusi yang disahkan PPKI setelah mengalami proses perubahan ketatanegaraan yang fundamental yang tetap dinamakan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini dihitung mulai 10 Agustus 2002 sampai terjadinya perubahan yang fundamental terhadap konstitusi.

Dengan perubahan I-IV konstitusi selama masa republik V maka terjadi perubahan yang sangat fundamental dari anggota ketatanegaraan. Dan dapat dituturkan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, mendapatkan kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban yang baru menurut “konstitusi yang baru”.

Menurut konstitusi, lembaga kepresidenan bersifat personal dan terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [pasal 4 (2); 3 (2); 6; 6A; 7; 7A; 7B; 8; dan 9]. Lembaga ini ditunjuk secara langsung oleh rakyat dengan syarat dan atur cara tertentu [pasal 6 dan 6A] dengan masa posisi selama lima tahun dan hanya dibatasi untuk dua periode posisi [pasal 7]. Sebelum bertugasnya lembaga ini dilantik oleh MPR [pasal 3 (2)] dengan bersumpah di depan MPR atau DPR [pasal 9 (1)] atau pimpinan MPR dan pimpinan MA jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)].

Secara sistematika lembaga kepresidenan diatur secara terkonsentrasi pada bab III dari konstitusi. Namun demikian terdapat pengaturan lembaga kepresidenan di bab-bab yang lain dari konstitusi. Menurut konstitusi:

Periode transisi sedang mewarnai masa republik VI ini, setidaknya antara tahun 2002 – 2004. Berbagai peraturan konstitusi semu, yang bernama Ketentuan MPR, yang mengatur lembaga kepresidenan, secara bertahap dinyatakan tidak berjalan oleh lembaga pembuatnya sendiri, yaitu MPR, sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004. Selain itu anggaran peralihan pasal I dan II juga berjalan selama masa transisi ini. Dalam masa transisi ini pula dihasilkan peraturan UU yang mengatur pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung. Mulai tahun 2004, kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan diatur menempuh konstitusi, UU, PP, maupun Perpres. Namun, berlainan dengan lembaga negara lain yang diatur secara terkonsentrasi dalam sebuah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Perpres), peraturan mengenai lembaga kepresidenan tidak terdapat dalam satu UU melainkan tersebar dalam berbagai UU, PP, maupun Perpres. Sebagai catatan akhir, pada tahun 2004, pertama kalinya dalam sejarah, dipersiapkan pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung oleh rakyat.

Soekarno

Soekarno atau lebih umum disebut Bung Karno, yaitu tokoh presiden pertama dari Indonesia. Posisi pertama ini dimulai sejak 18 Agustus 1945. Bung Karno terpilih secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata. Beliau ditemani oleh wakil presiden Drs. Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Menurut anggaran yang ada pada saat itu kekuasaan presiden sangat agung. Seiring berlangsungnya waktu kekuasaan legislatif diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya pada bulan November pada tahun yang sama, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Kabinet Syahrir I. Namun demikian pada 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, Sukarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi adanya darurat[9]. Pada 29 Januari 1948 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil[10]. Wakil presiden Moh Hatta ditugasi untuk memimpin kabinet sehari-hari. Di sini dapat dikawal bahwa presiden dan wakil presiden melakukan pembagian kekuasaan. Sehingga wakil presiden tidak hanya duduk di bangku cadangan yang baru diturunkan ketika pemain utama cedera.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan gerakan militer menyerang ibukota Yogyakarta. Dalam peristiwa ini Sukarno dan Hatta ikut tertawan sehingga praktis pemerintahan lumpuh walau tidak selesai secara resmi. Namun sebelum tertawan, presiden dan wakilnya sempat mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan, dan mandat kepada Menteri Keuangan Mr. A. A. Maramis yang berada di India untuk membentuk pemerintahan pengasingan jika usaha Syafruddin membentuk pemerintahan gagal dilakukan. Syafruddin sukses membentuk pemerintahan darurat di Sumatera pada 22 Desember 1948. Namun Belanda lebih menentukan berunding dengan pemerintahan tertawan. Hal inilah yang menimbulkan adanya pemerintahan ganda. Sampai akibatnya pada 13 Juli 1949, setelah menempuh proses yang berliku, Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pada 16 Desember 1949 Sukarno terpilih sebagai presiden negara federasi Republik Indonesia Serikat[11]. Pada saat yang nyaris bersamaan Hatta terpilih sebagai perdana menteri negara federasi[12]. Konstitusi federal yang melarang rangkap posisi bagi kepala negara federal dan perdana menteri federal dengan posisi apapun, mengharuskan Sukarno dan Hatta untuk meletak posisi bersama-sama. Adanya ini diantisipasi dengan keluarnya UU No 7 Tahun 1949. Dalam UU ini diatur apabila presiden dan wakil presiden berhalangan secara bersama-sama maka ketua parlemen ditinggikan menjadi Pemangku Posisi Presiden. Akibatnya pada 27 Desember 1949 Sukarno selesai sebagai presiden dan menyerahkan posisi lembaga kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo.

Pada 27 Desember 1949 Sukarno memulai masa posisinya yang pertama sebagai presiden negara federal Indonesia. Tidak banyak yang terekam dalam posisi presiden federal ini yang sangat singkat ini. Sebuah persetujuan antara pemerintah federal RIS (yang bertindak atas namanya sendiri dan atas mandat penuh dari pemerintah negara anggota yang tersisa, pemerintah negara anggota Negara Indonesia Timur dan pemerintah negara anggota Negara Sumatera Timur) dan pemerintah negara anggota Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta) menentukan Sukarno sebagai presiden negara kesatuan yang akan dihasilkan dari penggabungan RIS dengan RI (Yogyakarta). Posisi presiden federal dipangku Sukarno sampai tanggal 15 Agustus 1950. Posisi ini dapat dihitung sebagai masa posisi kedua bagi Sukarno. Pada tanggal itu presiden federal memproklamasikan berdirinya negara kesatuan dihadapan sidang gabungan DPR dan Senat di Jakarta. Sore harinya Bung Karno terbang ke Yogyakarta untuk mencerai-beraikan pemerintah RI (Yogyakarta) dan menerima penyerahan kekuasaan dari Pemangku Posisi Presiden. Setelah kembali ke Jakarta pada hari yang sama Sukarno menerima penyerahan kekuasaan dari perdana menteri RIS.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

ISKS Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden Indonesia 1973-1978

Pada 15 Agustus 1950 Sukarno secara resmi telah menjadi presiden negara kesatuan yang pertama setelah menerima kekuasaan dari dua pemerintahan RIS dan RI (Yogyakarta). Posisi ini dapat dihitung sebagai posisi ketiga bagi Sukarno. Keesokan hari tanggal 16 Agustus 1950, Presiden melantik DPR Sementara Negara Kesatuan, hasil penggabungan dari DPR (RIS), Senat (RIS), Badan Pekerja KNI Pusat(RI-Yogyakarta), dan DPA (RI-Yogyakarta). Sesuai konstitusi, Sukarno mengangkat Hatta sebagai Wakil Presiden atas usulan dari DPR Sementara. Bagi Hatta posisi ini dapat dihitung sebagai masa posisi kedua. Sesuai konstitusi pula lembaga ini berulangkali membentuk kabinet. Sampai awal 1956 lembaga kepresidenan telah membentuk setidaknya enam kabinet dan menerima pengembalian mandat pemerintahan sebanyak lima kali. Pada akhir tahun 1956, tanggal 1 Desember 1956, Hatta mengundurkan diri dari posisi wakil presiden. Mulai saat itu, lembaga kepresidenan hanya “dihuni” oleh seorang presiden tanpa wakilnya. UUD Sementara tidak mengatur pemilihan wakil presiden dan menyerahkannya pada konstitusi yang akan disusun oleh Konstituante. Adanya yang kian genting menyebabkan Sukarno mengeluarkan SOB pada 1957[13]. Perlahan namun pasti kekuasaan Sukarno sebagai Penguasa Angkatan Perang meningkat. Puncaknya Sukarno mengeluarkan dekrit untuk memberlakukan kembali konstitusi yang pernah digunakan, UUD 1945, serta mencerai-beraikan konstituante yang tak kunjung habis menyusun konstitusi tetap.

Sukarno tetap menjabat presiden berdasar anggaran peralihan pasal II konstitusi yang disahkan PPKI. Demikian pula DPR Sementara negara kesatuan berubah fungsi menjadi DPR Peralihan[14] sampai diputuskan DPR yang baru menurut konstitusi. Posisi ini dapat dihitung sebagai posisi presiden peralihan atau dapat dihitung sebagai masa posisi keempat bagi Sukarno. Sementara itu, anggaran peralihan pasal III dan IV konstitusi sudah tidak dapat digunakan lagi. Presiden tidak ditemani oleh wakil presiden maupun Komite Nasional menyebabkan seluruh kekuasaan pemerintahan negara berpusat pada presiden. Tidak satu pun yang dapat bermain-main dengan kekuasaan presiden. DPR Peralihan pun dihentikan pada 24 Juni 1960 karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan Sukarno[15]. Sebagai gantinya Sukarno membentuk DPR Gotong Royong[16]. Sesuai Penpres No 14 tahun 1960, Presiden dapat membikin produk legislatif jika tidak terjadi kesepakatan dengan parlemen. Pada Desember 1960 Sukarno membentuk MPR Sementara untuk melaksanakan ketetapan dalam konstitusi. Peranan Sukarno semakin agung dengan mengeluarkan PP No 32/1964 yang mengandung DPR-GR yaitu pembantu Presiden/Pemimpin Agung Revolusi dalam anggota legislatif. Menempuh UU No 19 tahun 1964 Presiden diberi kewenangan untuk mencampuri keputusan peradilan.

MPRS bentukan Sukarno mengeluarkan sebuah produk konstitusi semu untuk menetapkan ide-ide Pemimpin Agung Revolusi dan akibatnya menetapkan Sukarno sebagai presiden definitif dengan masa posisi seumur hidup pada 1963 tanpa ditemani wakil presiden[17]. Lembaga ini juga memberi kekuasaan secara penuh pada Sukarno untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara[18]. Periode ini dapat dihitung sebagai masa posisi kelima bagi Sukarno. Pada periode ini Sukarno menggunakan gelar rangkap “Presiden/Pemimpin Agung Revolusi/Panglima Tertinggi/Mandataris MPRS” banyakan dari gelar yang diberikan konstitusi “Presiden”. Perubahan cuaca perpolitikan terjadi secara cepat pada tahun 1966-1968 sebagai dampak badai politik tahun 1965. Periode ini yaitu kondisi terburuk yang dialami sang proklamator. Pada tahun 1966 berbagai atribut masa kejayaan mulai diurai oleh MPRS. Mulai dari pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan pengangkatan pejabat presiden, pengertian mandataris MPR Sementara, Pemimpin Agung Revolusi, dan berpuncak pada peninjauan kembali pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Akibatnya pada 22 Februari 1967 Sukarno “menyerahkan kekuasaan” kepada pejabat presiden dan dilegalisasi dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, presiden Indonesia dimakzulkan untuk pertama kalinya secara resmi pada 12 Maret 1967[19].

Soeharto

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn. Umar Wirahadikusumah, Wakil Presiden Indonesia 1983-1988

Jenderal TNI Suharto atau yang erat diajak bercakap-cakap Pak Harto yaitu tokoh presiden kedua dari Republik Indonesia. Posisi pertamanya dimulai sejak 27 Maret 1968. Pak Harto ditinggikan oleh MPR Sementara dengan Ketentuan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketentuan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia. Beliau yaitu presiden kedua yang diputuskan oleh MPR Sementara. Dalam masa posisinya yang pertama ini suami Ibu Tien tidak ditemani oleh wakil presiden sebagaimana diatur menurut konstitusi. Sebagai mandataris MPR Sementara, secara teori, presiden yaitu pelaksana kebijakan lembaga tertinggi negara tersebut. Pak Harto menjalankan kewajibannya sebagai presiden sampai ada presiden definitif yang ditinggikan oleh MPR hasil pemilu.

Pada tahun 1973 pertanggung jawaban Jenderal TNI Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1971 diterima. Kemudian presiden dari kalangan militer yang pertama ini ditinggikan oleh lembaga yang sama sebagai presiden dari yang akan menjadi tunggal pada 24 Maret 1973[20]. Dalam masa posisinya yang kedua Pak Harto ditemani oleh wakil presiden, ISKS Hamengku Buwono IX, Sultan sekaligus Kepala Kawasan Istimewa Yogyakarta[21]. Pada masa-masa ini sampai sekitar 25 tahun mendatang kepemimpinan nasional berlangsung dengan urutan yang remeh disertai relatif tidak diwarnai kontroversi tentang tokoh maupun periodesasi posisi.

Pada tahun 1978 pertanggung jawaban Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1977 diterima. Pada bulan yang sama purnawiran jenderal ini kembali ditinggikan oleh MPR dari yang akan menjadi tunggal[22]. Dalam masa posisi yang ketiga kalinya, Pak Harto ditemani oleh Adam Malik sebagai wakil presiden[23]. Secara matematis, Suharto ditinggikan sehari lebih cepat dari jatah masa posisinya. Selanjutnya pada 1983, lagi-lagi pertanggung jawaban Pak Harto diterima. Bahkan MPR hasil pemilu 1982 memberinya gelar Bapak Pembangunan. Pada 11 Maret 1983, sang purnawirawan kembali ditinggikan oleh MPR untuk mendiami kursi kepresidenannya yang keempat dari yang akan menjadi tunggal[24]. Menurut hitung-hitungan angka beliau ditinggikan tiga belas hari lebih cepat dari masa posisinya yang seharusnya akibatnya pada 23 Maret 1983. Untuk pertama kalinya Pak Harto ditemani oleh purnawirawan militer, Jend TNI (Purn). Umar Wirahadikusumah, sebagai wakil presiden[25].

Tahun 1988, kembali pertanggung jawaban jenderal lahir desa Kemusuk diterima. Setelah genap lima tahun mendiami kursi kepresidenan, Jend (Purn). Suharto kembali dilantik oleh MPR hasil pemilu 1987 pada 11 Maret 1988[26]. Dalam masa posisi kelimanya bapak pembangunan ini ditemani wakil presiden dari kalangan militer, Letjend TNI (Purn). Sudarmono SH[27]. Tahun 1993, untuk ke sekian kalinya pertanggung jawaban sang presiden diterima. Pada 11 Maret 1993, setelah menggenapi masa posisinya, Jenderal TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto ditinggikan untuk mendiami posisi presiden keenam[28]. Lagi-lagi MPR hasil pemilu 1992 mengangkatnya dari yang akan menjadi tunggal. Kini beliau ditemani oleh mantan panglima militer, Jend TNI (Purn) Try Sutrisno, sebagai wakil presiden[29].

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Letjend TNI (Purn). Soedharmono, SH. Wakil Presiden Indonesia 1988-1993

Maret 1998, di tengah badai politik dan ekonomi, pidato pertanggung jawaban Pak Harto diterima oleh MPR. Tidak satupun yang menyangka ini yaitu terakhir kalinya beliau menyampaikan laporan pertanggung jawaban. Kurang sehari dari masa posisi yang seharusnya dijalani, pada tanggal 10 Maret 1998 Jenderal Agung TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto, ditinggikan dari yang akan menjadi tunggal untuk ketujuh kalinya oleh MPR hasil pemilu 1997[30]. Untuk kedua kalinya beliau ditemani oleh seorang sipil, Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden[31]. Berbagai tekanan harus dihadapi sang jenderal yang sudah berusia senja ini. Sebenarnya beliau bisa menggunakan kekuasaan penuh untuk menyingkirkan semua pengganggunya, namun hal itu tidak beliau lakukan. Pimpinan MPR/DPR pada waktu itu sempat memohon mundur sang presiden atau menggelar Sidang Istimewa MPR, sebuah sidang khusus yang dapat berujung pada pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada diri Sukarno. Dan akibatnya pada 21 Mei 1998 Soeharto mencetuskan mundur dari posisinya dampak gelombang people power “Gerakan Reformasi 1998”.

Baharuddin Jusuf Habibie

Baharuddin Jusuf Habibie yaitu tokoh presiden ketiga Republik Indonesia. Posisi pertamanya dimulai pada 21 Mei 1998. Habibi mengalihkan presiden sebelumnya yang mengundurkan diri. Naiknya presiden pertama dari luar Jawa ini menimbulkan sedikit kontroversi setidaknya dalam masalah prosedur formal pengangkatan sebagai presiden. Secara formal pengucapan sumpah kepresidenan dilakukan dihadapan parlemen. Namun, karena gedung parlemen direbut oleh pendukung people power yang menyebabkan para legistalor tidak dapat bersidang, pengucapan sumpah posisi kepresidenan hanya dilakukan oleh Pak Habibi di depan pimpinan MPR/DPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Sebagian bulan setelahnya MPR menggelar Sidang Istimewa. Namun majelis itu tidak memberikan suatu surat pengangkatan khusus sebagaimana pernah diberikan kepada dua presiden sebelumnya Sukarno (1963) dan Suharto ([[1968], 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998). Lembaga tertinggi negara tersebut hanya mengakui menempuh letak Habibi di dalam Ketentuan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Bahkan beliau tidak ditemani oleh wakil presiden.

Catatan yang diraih oleh presiden lahir Provinsi Sulawesi Selatan yaitu penyelenggaraan pemilu 1999 yang menghasilkan parlemen baru. Namun parlemen baru yang ditunjuk menempuh pemilu tersebut menolak pertanggung jawaban presiden setelah presiden diberi kesempatan untuk menggunakan hak jawab kepada parlemen[32]. Pada 19 Oktober 1999 Bacharuddin Yusuf Habibie mengakhiri tugasnya yang sangat singkat dengan mendampingi presiden terpilih mengucapkan sumpah kepresidenan dihadapan sidang umum MPR 1999.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Jend TNI Purn Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia 1993-1998

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yaitu Presiden ke-4 Indonesia. Masa posisinya dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999. Gus Dur yaitu presiden terakhir yang ditunjuk oleh MPR. Beliau ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Beliau mengalahkan rivalnya Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pemilihan yang dilakukan oleh MPR. Namun MPR menentukan rivalnya dalam pemilihan tersebut, Megawati, sebagai wakil presiden yang mendampinginya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena satu dan lain hal mengenai keterbatasan seperti yang sudah dimaklumi, Gus Dur menyerahkan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan sehari-hari pada wakil presiden. Penugasan ini diputuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari Presiden Republik Indonesia. Pendulum kekuasaan yang berpindah dari eksekutif ke legislatif mengakibatkan lembaga kepresidenan sepenuhnya tunduk pada parlemen. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Dua kali setelah menghadapi memorandum dari DPR, Gus Dur dihadapkan pada suatu pemakzulan. Langkahnya yang mengeluarkan maklumat pembekuan DPR dalam dekrit tidak membuahkan hasil. MPR yang tengah menggelar Sidang Istimewa langsung menolak dekrit itu dengan Ketentuan MPR Nomor I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001. Maklumat tersebut juga mengantarkan lebih cepat pada pemakzulannya oleh MPR pada saat itu juga. Abdurrahman Wahid menjadi presiden kedua yang dimakzulkan oleh MPR di tengah masa posisinya, berdasarkan Ketentuan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri yaitu Presiden ke-5 Indonesia. Posisi pertamanya dimulai 23 Juli 2001. Megawati mengalihkan Gus Dur karena posisinya sebagai wakil presiden. Beliau yaitu wakil presiden kedua yang mengalihkan presiden ketika selesai dalam masa posisinya. Megawati ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa posisinya kurang dari 5 tahun sebab beliau hanya mewarisi masa posisi Gus Dur. Presiden perempuan pertama Indonesia ini ditemani oleh Wakil Presiden Hamzah Haz yang memenangkan pemilihan wakil presiden oleh MPR dari rivalnya Susilo Bambang Yudhoyono. Hamzah oleh MPR ditinggikan sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Catatan dalam masa posisinya yaitu Pemilu Legislatif pada April 2004 serta Pemilu Presiden pada Juli 2004. Pada Pemilu Presiden 2004, Megawati harus mengakui keunggulan SBY setelah menempuh dua putaran pemilihan. Beliau mengakhiri masa posisi pertamanya pada 20 Oktober 2004, sehari lebih lama dari sisa masa posisi Gus Dur yang dilimpahkan kepadanya.

Susilo Bambang Yudhoyono

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2004–2009 dan 2009–2014

Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Presiden ke-6 Indonesia. Posisi pertamanya dimulai pada 20 Oktober 2004. Beliau bersama pasangannya Muhammad Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2004 yang yaitu pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali. Setelah mengakhiri masa posisinya yang pertama, SBY kembali mengucapkan sumpah posisi presiden untuk kedua kalinya di depan sidang MPR pada 20 Oktober 2009. Kali ini beliau ditemani oleh Boediono sebagai wakil presiden.

Pejabat sementara

Syafruddin Prawiranegara

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Syafruddin Prawiranegara, Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, 1948–1949

Syafruddin Prawiranegara yaitu Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Beliau dituding dengan radiogram yang mengandung mandat dari Presiden Soekarno yang saat itu memegang kekuasaan pemerintahan negara pada 18 Desember 1948. Oleh sebab Bukittinggi yang menjadi tempat letaknya juga diserang Belanda, radiogram itu tidak sampai pada waktunya. PDRI tidak bermarkas di satu tempat melainkan selalu berpindah. Bermula dari perkebunan teh di Halaban, Sumatera Barat beliau pergi ke Riau dan kembali lagi ke Sumatera Barat. Pada bulan Mei 1949, beliau membentuk perwakilan PDRI di pulau Jawa. Beliau berselisih mengerti dengan Soekarno karena mengirim utusan kepada Belanda dalam Akad Roem-Royen. Setelah menempuh berbagai proses berliku akibatnya Syafruddin mau mengembalikan mandat yang telah diberikan presiden kepada Hatta. Letak Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia sebagai kepala negara dan/atau kepala pemerintahan ataupun setidaknya setingkat pejabat presiden, patut secara de facto maupun de jure, sedang diperdebatkan apakah aci atau tidak.

Assaat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Assaat, Pemangku Posisi Presiden Indonesia 1949–1950

Assaat yaitu Pemangku Posisi Presiden Republik Indonesia. Posisinya dimulai pada 27 Desember 1949 saat Soekarno secara resmi menyerahkan posisi Presiden RI kepadanya. Assaat sebelumnya yaitu Ketua Badan Pekerja KNIP, parlemen Indonesia kala itu. Beliau menjabat sebagai pemangku posisi presiden karena UU No. 7 Tahun 1949 menentukan jika presiden dan wakil presiden secara bersama-sama tidak dapat melakukan kewajibannya maka Ketua DPR menjadi "Pemangku Posisi Presiden". Posisi tersebut diembannya sampai 15 Agustus 1950 saat beliau menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno sebagai Presiden RI (negara kesatuan) sesuai persetujuan RIS dan RI pada 19 Mei 1950.

Sartono

Sartono pernah menjabat sebagai Pejabat Presiden Indonesia. Belum banyak data yang dikenal mengenai tokoh ini. Satu-satunya ajar yang ada ialah Sartono menandatangani Lembaran Negara tahun 1958 nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 ,14, 15, 16, 17, dan 18, tertanggal antara 13 Januari 1958 – 17 Februari 1958, yang salah satunya yaitu UU No 8 tahun 1958 tentang penetapan UU Drt No 9 tahun 1954 tentang perubahan nama Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara (LN 1954 No 66) sebagai UU pada tanggal 17 Februari 1958. Untuk sementara anggaran tokoh ini diabaikan, dengan pengertian, setelah mendapat keterangan yang jelas mengenai letaknya, tokoh ini akan dibawa masuk[33].

Soeharto

Soeharto juga pernah menjadi Pejabat Presiden Indonesia. Posisinya dimulai pada 22 Februari 1967 walau surat pengangkatannya baru dikeluarkan pada 12 Maret 1967. Beliau menjadi pejabat presiden sebagai ketetapan dari Ketentuan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Atur Cara Pengangkatan Pejabat Presiden, setelah Soekarno dimakzulkan dengan Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Seharusnya Soeharto menjadi pejabat presiden sampai dengan adanya presiden yang ditunjuk oleh MPR baru dari hasil pemilihan umum. Namun pada 27 Maret 1968, karena adanya politik saat itu, beliau mengakhiri tugasnya sebagai pejabat presiden karena diputuskan sebagai presiden (penuh) oleh MPRS kala itu.

Polemik periode dan pejabat

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Periodisasi posisi lembaga kepresidenan sering menimbulkan polemik. Namun, sebelum masuk terlalu dalam, perlu dikawal dan diperhatikan sebagian hal yang boleh aci bersifat mendasar.

  1. Siapakah yang mendiami posisi lembaga kepresidenan. Apakah cukup presiden dan wakil presiden saja. Ataukah presiden dan wakil presiden serta pejabat presiden (atau sebutan lainnya).
  2. Apakah dapat diakui suatu pemerintahan ganda, dalam ciri utama pada saat yang sama terdapat dua lembaga kepresidenan.
  3. Apakah penentuan naik dan turunnya seorang tokoh dalam lembaga kepresidenan hanya berdasarkan anggaran dalam konstitusi. Atau berdasar konstitusi dan surat pengangkatan/pelantikan (atau sebutan lain). Ataukah lagi hanya berdasarkan pada ketokohan semata, dalam ciri utama satu tokoh dihitung satu masa posisi tanpa memedulikan berapa kali beliau menjabat.
  4. Perlukah suatu daftar resmi dari negara untuk tokoh yang mendiami lembaga kepresidenan beserta periodisasinya agar dapat dikenal secara pasti.

Sebagai ilustrasi, dapat dikawal pada kasus Presiden Filipina. Ilustrasi ini juga didasarkan pada sisi historis, sebab Supomo waktu menjelaskan UUD 1945 beliau membandingkan UUD Indonesia dengan Konstitusi Filipina[34]. Diosdado Pangan Macapagal yaitu Presiden Filipina urutan kesembilan sekaligus presiden kelima dari republik ketiga negara Filipina. Satu yang dapat dikawal disini bahwa beliau mendiami dua buah daftar dengan nomor urut yang berlainan. Presiden Macapagal pada 1962 mengubah perayaan resmi hari kemerdekaan dari 4 Juli (hari ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan Filipina pada 1946, hari yang juga menjadi peringatan kemerdekaan AS) menjadi 12 Juni (hari ketika Emilio Aguinaldo mengumumkan kemerdekaan dari Spanyol pada 1898). Keputusan ini sebagai keputusan hukum tentang waktu yang telah diputuskan sebelumnya. Beliau juga mengakui Jose P. Laurel yang menjadi Presiden Filipina oleh tentara pendudukan Jepang, sebagai presiden resmi negara itu. Sebelumnya Laurel tidak diakui oleh pemerintahan-pemerintahan Filipina setelah Perang Dunia II, karena dianggap tidak ada status hukum apapun namun mengakui dua presiden yang berada dalam pengasingan di Amerika. Di sini dapat dikawal bahwa pemerintahan pengasingan diakui dan pemerintahan ganda juga diakui. Lebih dari itu Macapagal menetapkan suatu keputusan resmi mengenai pengakuan tokoh yang menjabat dalam lembaga kepresidenan Filipina, Ng Pangulo Ng Pilipinas.

Periodisasi masa posisi maupun urutan tokoh yang duduk dalam lembaga kepresidenan sering menimbulkan ketidaksepakatan. Berikut akan diusahakan untuk memilah periodisasi dan urutan tokoh yang menjabat lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) sesuai kronologi tokoh saat memangku posisi untuk yang pertama kalinya.

Soekarno memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi presiden, antara lain:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik akhir keluarnya Supersemar, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 11 Maret 1966
  2. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 22 Februari 1967
  3. Jika RIS dihitung terpisah dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  4. Jika RIS dihitung terpisah dan masa PDRI dihitung terpisah dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 18 Desember 1948, 13 Juli 1949 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, dan 15 Agustus 1950 sampai 22 Februari 1967
  5. Jika RIS dihitung terpisah, masa PDRI dihitung ganda, dan naik turun posisi berdasarkan pada konstitusi dan ketentuan MPRS dengan titik akhir pemakzulan resmi dari MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950, 15 Agustus 1950 sampai 18 Mei 1963, dan 18 Mei 1963 sampai 22 Februari 1967

Mohammad Hatta memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi wakil presiden, yaitu:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan mengabaikan henti RIS maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 1 Desember 1956
  2. Jika henti RIS dihitung dan naik-turun posisi berdasarkan pada konstitusi maka masa posisinya yaitu sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 dan xx/xx/1950 sampai 1 Desember 1956.[35].

Syafruddin Prawiranegara memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi, yaitu:

  1. Jika posisi “Ketua Pemerintahan Darurat” diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal telegram yang dikirim lembaga kepresidenan dari Yogyakarta, maka masa posisinya yaitu sejak 18 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  2. Jika posisi "Ketua Pemerintahan Darurat" diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan dengan titik awal pembentukan PDRI di Sumatera Barat, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949
  3. Jika posisi “Ketua Pemerintahan Darurat” tidak diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan maka masa jabatannya: tidak diakui/tidak pernah ada.

Assaat memiliki 2 probabilitas periodisasi posisi, yaitu:

  1. Jika posisi “Pemangku Posisi Presiden diakui” diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan serta letak RI yang beribukota di Yogyakarta diakui berdiri sendiri (walau hanya negara bagian) selama periode RIS (memiliki ketatanegaraan yang berlainan dengan RIS), maka masa posisinya yaitu sejak 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950
  2. Jika posisi “Pemangku Posisi Presiden” tidak diakui bermarkas setara dengan posisi “Pejabat Presiden” dan letak “Pejabat Presiden” tidak diakui sebagai posisi dalam lembaga kepresidenan serta letak negara anggota RI yang beribukota di Yogyakarta tidak diakui berdiri sendiri selama periode RIS (telah lebur menjadi RI), maka masa posisinya tidak diakui.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia 2004-2009

Soeharto memiliki sebagian probabilitas periodisasi posisi, antara lain:

  1. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal keluarnya supersemar, maka masa posisinya yaitu sejak 11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998
  2. Jika seluruh masa posisi dihitung sebagai satu kesatuan dengan titik awal pengangkatan resmi sebagai pejabat presiden oleh MPRS, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 21 Mei 1998
  3. Jika naik turun posisi berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden dihitung, maka masa posisinya yaitu sejak 22 Februari 1967 sampai 27 Maret 1968, 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998
  4. Jika naik turun posisi berdasarkan UUD 1945 dan ketentuan MPR(S) serta masa Pejabat Presiden tidak dihitung, maka masa posisinya yaitu sejak 27 Maret 1968 sampai 24 Maret 1973, 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978, 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983, 11 Maret 1983 sampai 1988, 11 Maret 1988 sampai 1993, 11 Maret 1993 sampai 10 Maret 1998, dan 10 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998

Hamengkubuwana IX memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978.

Adam Malik memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 23 Maret 1978 sampai 11 Maret 1983.

Umar Wirahadikusumah memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1983 sampai 1988.

Sudharmono memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1988 sampai 1993.

Try Sutrisno memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 11 Maret 1993 sampai 1998.

Baharuddin Jusuf Habibie memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 11 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998.
  2. Sebagai presiden sejak 21 Mei 1998 sampai 19 Oktober 1999.

Abdurrahman Wahid memiliki 1 periode posisi presiden yaitu sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.

Megawati Soekarnoputri memiliki periode jabatan:

  1. Sebagai wakil presiden sejak 19 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001.
  2. Sebagai presiden sejak 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Hamzah Haz memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 26 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004.

Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 2 periode posisi presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009 dan sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Muhammad Jusuf Kalla memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2004 sampai 2009.

Boediono memiliki 1 periode posisi wakil presiden yaitu sejak 20 Oktober 2009 sampai saat ini.

Untuk mengetahui urutan tokoh atau urutan masa posisi lembaga kepresidenan yang ke berapakah sekarang yang menjabat maka tinggal merangkai masing-masing masa posisi tokoh. Perlu hati-hati dalam merangkai sebagian tokoh karena akan ada over lapping masa tugas dan tidak mungkin over lapping masa tugas. Di sini akan diberi dua contoh berlainan.

Contoh Pertama: Sukarno menurut versi (2), Suharto versi (2), Habibie (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Jaringan komputer yang dibentuk oleh departemen pertahanan amerika serikat pada tahun 1969 adalah

Prof. Dr. Boediono, Wakil Presiden Indonesia 2009-2014

Contoh Kedua: Soekarno menurut versi (5), Syafruddin (1), Assaat (1), Suharto versi (3), Habibi (2), Gus Dur, Mega (2), SBY.

Kedua contoh di atas menunjukkan sebuah perbedaan yang amat mencolok. Dan itu pun baru contoh dari dua versi.

Catatan kaki

  1. ^ dalam ciri utama bukan yaitu suatu kolektivitas
  2. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  3. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  4. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata Presiden
  5. ^ pasal-pasal yang secara tertulis menggunakan kata pemerintah bukan kata presiden, namun lazimnya tindakan pemerintah tersebut dilakukan oleh kepala negara
  6. ^ Ketentuan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  7. ^ Ketentuan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketentuan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
  8. ^ Sebagai acuan awal mulanya yaitu kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik IV. Dan sebagai acuan akibatnya yaitu kekuasaan, bangun dan letak, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan republik VI
  9. ^ Pengambil alihan kekuasaan pemerintahan negara dilakukan dengan Maklumat Presiden Tahun 1946 Nomor 1 dan Maklumat Presiden Tahun 1947 Nomor 6]]
  10. ^ Pembentukan Kabinet Presidensil yang dikenal dengan nama Kabinet Hatta I pada 29 Januari 1948 dilakukan dengan Maklumat Presiden 1948 No. 3 jo Maklumat Presiden 1948 No. 2. Selain itu pada 4 Agustus 1949 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil yang dikenal dengan Kabinet Hatta II dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1949
  11. ^ Sukarno dilantik menjadi Presiden RIS oleh Ketua Mahkamah Agung pada 17 Desember 1949 di Bangsal Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Beliau ditunjuk, dari yang akan menjadi tunggal, oleh Dewan Pemilihan Presiden RIS yang bersidang pada 15-16 Desember 1949
  12. ^ Hatta dilantik menjadi Perdana Menteri RIS pada 20 Desember 1949
  13. ^ SOB = Staat van Oorlog en Beleg (negara dalam adanya perang dan darurat). Pada 14 Maret 1957, satu setengah jam setelah Kabinet Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandat kepada presiden, Sukarno mengeluarkan dekrit Negara Dalam Adanya Darurat Perang. Kemudian pada 17 Desember 1957, beliau meningkatkan status bahaya menjadi Negara Dalam Adanya Perang. Status SOB baru dicabut pada 1 Mei 1963
  14. ^ mulai 22 Juli 1959
  15. ^ DPR Peralihan dihentikan Sukarno dengan Penetapan Presiden (Penpres) No 3 tahun 1960
  16. ^ Bangun DPR Gotong Royong (DPR-GR) diputuskan dengan Penpres No 4 tahun 1960
  17. ^ Ketentuan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Agung Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup
  18. ^ Ketentuan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Agung Haluan Negara dan Haluan Pembangunan
  19. ^ Ketentuan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ditetapkan/dikeluarkan oleh MPRS pada 12 Maret 1967 namun diberlakukan surut sampai 22 Februari 1967 untuk menghindari vacuum of power dalam negara
  20. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  21. ^ Sultan Yogyakarta ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  22. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  23. ^ Adam Malik ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  24. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  25. ^ Umar Wirahadikusumah ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  26. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  27. ^ Sudarmono ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  28. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  29. ^ Pak Try ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  30. ^ Pak Harto ditinggikan oleh MPR sebagai presiden dengan Ketentuan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
  31. ^ Pak Habibi ditinggikan oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketentuan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
  32. ^ Pidato pertanggung jawaban Habibi tidak diterima oleh MPR dengan Ketentuan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
  33. ^ Jika UU No 7 tahun 1949 sedang berjalan maka probabilitas agung Sartono yaitu ketua DPR kala itu
  34. ^ lihat penjelasan umum UUD 1945 dan risalah sidang BPUPKI/PPKI
  35. ^ Ada kesukaran mengenai tanggal pengangkatan Hatta karena belum ada data pasti. Menurut konstitusi wakil presiden ditinggikan dari yang akan menjadi yang diusulkan oleh DPR Sementara dan DPR Sementara baru dilantik pada 16 Agustus 1950 maka paling cepat Hatta ditinggikan dalam posisi wakil presiden pada hari yang sama

Referensi

Lihat pula


edunitas.com