tirto.id - Islam masuk ke Indonesia diyakini melalui perantaraan para pedagang muslim yang pelayarannya melintasi berbagai pulau di Nusantara. Mereka berasal dari berbagai wilayah, tak hanya Arab.Pada abad 5 masehi, perdagangan dan pelayaran antarbenua sudah ramai. Para pedagang muslim yang singgah di Indonesia tidak hanya berdagang semata, tetapi juga turut mendakwahkan ajaran Islam. Meski begitu, sejarah awal masuknya Islam ke nusantara begitu kompleks sehingga memunculkan banyak teori. Sejumlah teori itu memuat penjelasan dari mana Islam masuk ke Indonesia. 1. Teori Persia Salah satu teori menyebutkan bahwa Islam masuk Indonesia dibawa oleh orang-orang dari Persia, termasuk pengikut Syiah, pada awalnya. Teori ini dinamakan Teori Persia. Mengutip Modul Sejarah Indonesia Kelas X terbitan dari Kemdikbud, pencetus dan pendukung Teori Persia adalah Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat. Keduanya meyakini orang-orang Persia sudah masuk Indonesia di abad 7 masehi. Bukti pendukung sebagai penguat teori ini adalah:
2. Teori Gujarat Teori Gujarat menyatakan masuknya Islam ke nusantara berasal dari kedatangan kaum saudagar dari Gujarat (India) lewat Selat Malaka. Mereka melakukan kontak dengan masyarakat lokal di bagian barat Nusantara yang kemudian memunculkan Kesultanan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Bukti yang ditemukan salah satunya makam Malik As-Saleh (marah Situ) dengan angka 1297. Dia adalah pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Ada kemiripan antara nisan makam itu dengan corak batu nisan di Gujarat. Bukti lain dengan alasan serupa yaitu ditemukan pada nisan milik pendakwah Walisongo, Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419), dan nisan di pesisir utara Sumatera bertulis 17 Dzulhijjah 831 H atau 27 September 1428. Para tokoh pendukung teori Gujarat adalah G.W.J Drewes yang dikembangkan Snouck Hurgronje, J. Pijnapel, W.F. Stutterheim, J.P. Moquette, dan Sucipto Wirjosuparto.3. Teori Cina Menurut Teori Cina, Islam masuk nusantara bersamaan dengan migrasi orang-orang Cina menuju Asia Tenggara pada abad 9 masehi. Mereka banyak yang masuk ke wilayah Sumatera, terutama bagian selatan Palembang, di tahun 879. Sementara itu, Islam di Cina sudah berkembang sejak masa Dinasti Tang (618-905 masehi) yang dirintis oleh Saad bin Abi Waqqash pada masa Kekhalifahan Utsman bin Affan. Karena itu, ketika terjadi migrasi penduduk dari Cina ke Asia Tenggara pada Abad 9, banyak muslim dari daratan itu turut bermukim di nusantara dan menyebarkan agama Islam. Bukti pendukungnya antara lain banyak orang Islam keturunan Cina yang memiliki pengaruh besar di Kesultanan Demak. Bukti lainnya, Raden Patah, pendiri kesultanan tersebut, merupakan putra dari seorang muslimah asli Cina. Raden Patah memiliki nama Cina, Jin Bun. Selain itu, ada masjid tua beraksitektur China di Jawa.Teori China ini didukung oleh sejumlah ahli, di antaranya Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby.4. Teori Arab Pendukung Teori Arab adalah J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Dalam teori ini dikemukakan bahwa Islam masuk Nusantara dibawa orang-orang Timur Tengah. Penyebarannya sudah terjadi sejak abad 7 Masehi.Bukti pendukung teori Arab yang dijelaskan Buya Hamka dalam buku Sejarah Umat Islam (1997) yaitu, ditemukannya naskah kuno yang menyebut bang Arab telah bermukim di sekitar Pantai Barat Sumatera pada tahun 625 M. Selain itu, ditemukan pula nisan kuno bertuliskan Syekh Rukunuddin di tempat itu bertahun 672 M. Sementara itu, T.W. Arnold memberi dukungan atas bukti dari Buya Hamka. Arnold mengatakan jika kaum saudagar Arab cukup dominan untuk melakukan perdagangan di Nusantara.5. Teori India 6. Teori Bangladesh Dikenal pula dengan teori Benggali, teori Bangladesh dikemukakan oleh S. Q. Fatimi. Teori tersebut menunjukkan sejumlah bukti bahwa Islam masuk ke Nusantara dari Benggali.Alasannya, banyak tokoh terkemuka di Samudera Pasai adalah orang-orang keturunan Benggali. Di teori ini, Islam diyakini mulau berkembang di Nusantara sejak abad ke-11 M.Fatimi menilai anggapat yang mengaitkan seluruh batu nisan di Pasai, termasuk makam Maulana Malik al-Saleh, dengan Gujarat adalah keliru. Penelitiannya menyimpulkan bahwa bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan di Gujarat maupun daerah lain di Indonesia. Batu-batu nisan itu justru lebih mirip dengan batu nisan di kawasan Benggali.Namun, teori ini mengabaikan fakta bahwa ada perbedaan mazhab fikih yang dianut kaum muslimNusantara (Syafi’i) dan umat Islam di Bengal (Hanafi). KOMPAS.com – Ajaran Islam mulai masuk ke Nusantara melalui perjalanan panjang, salah satunya lewat jalur perdagangan. Adapun teori masuknya Islam memiliki banyak versi. Ada yang meyakini Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7, ada pula yang mengatakan pada abad ke-13. Namun, di balik perbedaan pendapat tersebut, ada tiga teori paling umum tentang masuknya Islam ke Nusantara, yaitu Teori Gujarat atau India, Teori Persia, dan Teori Mekkah. Baca juga: Teori Masuknya Islam di Nusantara Teori GujaratTeori masuknya Islam ke Nusantara yang pertama adalah Teori Gujarat (India). Menurut Teori Gujarat, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dengan dibawa oleh para pedagang Gujarat. Pada waktu itu, para pedagang Gujarat datang dari Selat Malaka dan kemudian membangun hubungan dagang dengan orang-orang lokal di bagian barat Nusantara. Salah satu bukti pendukung Teori Gujarat adalah ditemukannya makam Malik As-Saleh 1297, yang dikatakan mirip dengan batu nisan di Gujarat. Adapun tokoh yang mengemukakan Teori Gujarat adalah seorang asal Belanda bernama Snouck Hurgronje. Hurgrone berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui orang India, bukan Arab. Ia juga menyatakan ada beberapa persamaan unsur-unsur Islam antara di Nusantara dan India. Baca juga: Kelebihan dan Kelemahan Teori Gujarat Selanjutnya ada teori Persia yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dengan dibawa oleh para pedagang Persia. Dua tokoh yang mencetus teori Persia adalah Husein Djajadiningrat dan Umar Amir Husein. Djajadiningrat bependapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam yang ada di Indonesia memiliki beberapa persamaan dengan Persia. Contohnya, seni kaligrafi yang berpahat batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Lalu, ada juga budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatera Barat yang konon serupa dengan ritual yang dilakukan di Persia setiap tanggal 10 Muharram. Kendati demikian, aliran agama Islam yang dianut di Persia berbeda dengan Indonesia. Aliran Islam di Persia adalah Syiah, sedangkan di Indonesia sebagian besar masyarakat Muslim menganut aliran Sunni. Dengan demikian, teori Persia ini dianggap kurang relevan dengan fakta-fakta yang ada. Baca juga: Kelebihan dan Kelemahan Teori Persia Teori MekkahTeori terakhir adalah teori Mekkah yang menyatakan bahwa perkampungan Islam sudah ada sejak abad ke-7 di pantai barat Sumatera. Pendapat ini juga didukung dengan bukti berita dari China pada zaman Dinasti Tang tahun 674 M, bahwa orang-orang Arab sudah mendirikan perkampungan Muslim di pantai barat Sumatera. Kemudian, disebutkan juga bahwa pada masa Sriwijaya abad ke-8, kerajaan ini sudah mulai mengalami perkembangan kekuasaan dan banyak pedagang Muslim yang singgah di sana. Salah satu tokoh yang mendukung teori Mekkah adalah Hamka. Selain Hamka, seorang orientalis asal Inggris, TW Arnold, juga mendukung teori Mekkah yang menyatakan bahwa bangsa Arab merupakan bangsa yang dominan dalam perdagangan di Nusantara. Referensi:
|