Iffah adalah kesucian diri dan dijauhkan dari hal-hal yang

Iffah adalah kesucian diri dan dijauhkan dari hal-hal yang

Bismillahirrahmanirrahim,

Kita mungkin pernah mendengar nama Afif, Afifah, Ifah, atau Iffah.

Nama-nama itu berasal dari kosakata bahasa Arab ‘afîf (عَفَيف) atau ‘afîfah (عَفَيفة) yang akar katanya ‘affa (عَفَّ) – ع ف ف. Salah satu makna dasar kata kerja itu adalah ‘tidak mau mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak pantas’. ‘Iffah juga dapat dikatakan berarti kehormatan diri, karena orang yang tidak mau mengatakan atau melakukan sesuatu yang pantas adalah orang yang menjaga kehormatan dirinya. ‘Iffah juga sering diartikan menahan diri dari meminta (meminta-minta) kepada orang lain. Dalam al-Akhlâq al-Islâmiyyah wa Ususuhâ (Akhlak dan Dasar-dasarnya) yang ditulis oleh Abdul Rahman al-Maidani, disebutkan bahwa ‘iffah adalah menjauhi hal-hal yang dapat mencederai marwah dan rasa malu.

Baca juga: Syukron [Katsiron] atau Jazakallah [Khairan]? (Arti, Makna, dan Penggunaan)

Al-Quran memerintahkan kita untuk memiliki sifat ‘iffah.

Ketika kita diamanatkan untuk memegang harta anak yatim, misalnya, kita harus menjaga kehormatan diri kita dengan tidak memakan harta mereka. Jangan karena merasa berjasa memelihara harta itu, lalu kita merasa berhak untuk memakannya. Mari kita baca makna firman Allah swt. berikut: Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya. Jangan kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka bolehlah ia makan harta itu  menurut cara yang baik. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas. (QS al-Nisa’ [4]: 6).

Ketika kita adalah orang yang belum berkeluarga, misalnya lagi, kita juga diperintahkan untuk memiliki ‘iffah, menjaga kehormatan diri. Caranya dengan tidak melakukan hal-hal yang mendekati zina, apalagi zina itu sendiri. Orang dewasa yang belum menikah pada umumnya punya keinginan merasakan nikmatnya bersuami istri, nikmatnya bercinta, nikmatnya berhubungan badan, tetapi itu dilarang kecuali melalui proses pernikahan yang benar. Nah, meski keinginan itu ada dan bersifat naluriah, orang yang belum menikah tetap diminta untuk menjaga kehormatan dirinya. Ini dapat kita baca pada makna firman Allah swt. berikut: Orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)-nya sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. (QS al-Nur [24]: 33).

Baca juga: Maksud Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

Contoh lain lagi, perempuan tua yang sudah memasuki masa menopause mendapat keringanan untuk berpakaian tidak serapat perempuan yang belum memasuki masa menopause. Artinya, ia boleh saja tidak berhijab atau berbaju lengan pendek karen hal itu sangat kecil kemungkinannya untuk membuat laki-laki tertarik kepadanya. Walaupun begitu, perempuan menopause tetap dianjurkan untuk menjaga kehormatannya, tetap diminta bersifat ‘iffah. Mari kita baca firman Allah swt. yang maknanya sebagai berikut: Para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak lagi berhasrat menikah, tidak ada dosa bagi mereka menanggalkan pakaian (luar) dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan. Akan tetapi, memelihara kehormatan (tetap mengenakan pakaian luar) lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS al-Nur [24]: 60).

Begitu juga dengan orang yang miskin. Meski kebutuhan akan bantuan orang lain jelas nyata diperlukan oleh orang miskin, ia adalah orang yang terhormat di sisi Allah jika ia menjaga kehormatan dirinya dengan tidak mudah-mudah meminta apalagi meminta-minta. Bentuk penghormatan agama kepada orang yang seperti itu adalah dengan menyuruh orang-orang mampu memperhatikan dan bersedekah kepadanya. Allah swt. berfirman yang maknanya: (Apa pun yang kamu infakkan) diperuntukkan bagi orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah dan mereka tidak dapat berusaha di bumi. Orang yang tidak mengetahuinya mengira bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara diri dari mengemis. Engkau (Nabi Muhammad) mengetahui mereka dari ciri-cirinya (karena) mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Mahatahu tentang itu. (QS al-Baqarah [2]: 273).

Baca juga: Semut Pun Hati-hati

Krisis seperti yang kita alami sekarang banyak mengubah keadaan masyarakat. Ekonomi tidak bergerak, banyak orang merasa cemas, toko dan rumah makan tidak beroperasi secara offline, banyak karyawan dirumahkan, pekerja harian mengalami penurunan pendapatan, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang berpotensi menjadi miskin atau bahkan benar-benar jatuh miskin.

Nah, jika kita mengerti sifat ‘iffah yang diuraikan di atas, sesulit apa pun keadaan yang kita hadapi, kita sebaiknya tetap menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta. Bahwa pemerintah dan orang-orang mampu, secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga sosial, berkewajiban membantu kita yang terdampak langsung, itu iya. Tetapi, sekali lagi, keadaan seperti ini tidak menjadi alasan bagi kita untu meminta, apalagi meminta-minta.

Wallahu a’lam.

(Muhammad Arifin)

Senin, 17 Agustus 2020 - 20:25 WIB

Salah satu sifat iffah ini adalah memiliki rasa malu, karena sifat malu ini akan membuat perempuan menjadi terhormat dan dimuliakan. Foto ilustrasi/ist

Berhati-hatilah dengan fitnah akhir zaman, salah satunya adalah fitnah syahwat. Sebab fitnah syahwat adalah fitnah yang berkaitan dengan hawa nafsu, harta dan perempuan.

Karena itu, bagi seorang muslimah, menjaga diri dan kehormatan itu sangatlah penting. Namun, yang kita lihat fenomenanya saat ini, banyak di antara mereka, yang tidak lagi menjaga iffah sebagai perempuan muslimah .

Iffah secara bahasa yaitu menahan. Sedangkan secara istilah, menahan diri sepenuhnya dari hal-hal yang Allah Subhanahu wa ta'ala telah haramkan. Hakikat muslimah adalah menutup auratnya, menjaga kehormatannya, menjaga kesucian dirinya dan lain sebagainya.

Banyak dalil yang memerintahkan perempuan untuk menjaga 'iffah' nya ini. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلۡيَسۡتَعۡفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغۡنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ

Minggu, 28 Juni 2020 - 17:11 WIB

Seorang muslimah yang cerdas adalah yang mampu menjaga kesucian dan kemuliaan dirinya. foto ilustrasi/ist

Seorang muslimah yang cerdas adalah yang mampu menjaga kesucian dan kemuliaan dirinya. Muslimah harus memiliki izzah dan iffah. Izzah adalah kesucian atau kemuliaan, sebuah harga diri dan kehormatan perempuan sebagai seorang muslimah . Sedangkan iffah adalah menahan atau cara menjaga kesucian dan kemuliaan tersebut.

Secara istilah, menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dan bagaimana seorang muslimah dapat menjaga kesucian dirinya dengan menjadikan malu sebagai pakaian mereka. Izzah juga merupakan kehormatan sebagai seorang muslimah . Sedangkan dengan iffah maka seorang muslimah dapat menjaga kesucian dirinya dengan menjadikan malu sebagai pakaian mereka. Malu adalah sebagian dari iman dan malu adalah akhlak islam. (Baca juga : Tiga Perkara yang Dapat Mengangkat Derajat )

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;

“Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan Nabi-Nabi terdahulu adalah, “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu” (HR Bukhari).

Dengan begitu, izzah dan iffah adalah akhlak yang tinggi, mulia, dan dicintai oleh Allah Ta'ala. Bahkan akhlak ini merupakan sifat hamba-hamba Allah Ta'ala yang saleh, yang senantiasa memuji keagungan Allah Ta'ala takut akan siksa, azab, dan murka-Nya, serta selalu mencari keridhaan dan pahala-Nya.

Iffah adalah kesucian diri dan dijauhkan dari hal-hal yang

"'Iffah" Menjaga Kesucian Diri dan Jiwa

Oleh H. Zulhamdi M. Saad, Lc

''Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (''iffah diri)-nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.'' (QS An Nuur: 33).

Seorang salafusholih yang bergelar Al-Miski karena tubuhnya yang wangi, Abu Bakar Al-Miski pernah ditanya, "Kami selalu mencium aroma wangi ketika bertemu dengan anda, apa rahasianya?"

Al-Miski menjawab, “Demi Allah, aku tidak pernah memakai wewangian seumur hidupku. Adapun sebab tubuhku selalu wangi adalah; dulu ada seorang wanita yang menggodaku, hingga ia mampu mengajakku ke dalam rumahnya lalu mengunci pintunya, kemudian ia memaksaku agar aku mau melayani nafsunya, sehingga aku rasakan dunia terasa begitu sempit saat itu.

Maka aku berkata kepadanya; aku ingin membersihkan diriku dulu. Lalu ia menyuruh pembantunya mengantarkanku ke kamar kecil. Ketika aku berada di sana, akupun langsung mengambil kotoran yang berada di dalam kamar kecil itu dan melumurkannya ke seluruh tubuhku, kemudian aku kembali menemui wanita tersebut dengan tubuh yang berlumuran kotoran dan sangat bau. Ketika ia melihatku, iapun terkejut dan menyuruh pembantunya untuk mengusirku dari rumahnya.

Aku segera pulang,  kemudian mandi dan membersihkan diriku. Ketika aku tidur di malam harinya, aku bermimpi ada seseorang yang berkata kepadaku; Engkau telah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh siapapun, sungguh kami akan mengharumkan tubuhmu di dunia dan di akhirat. Ketika aku bangun maka aroma wangi menyelimuti diriku dan hal itu berlangsung sampai saat ini.” (Kitab Al-Jaza’ min Jinsil ‘Amal,  Al-‘Affani,)

Secara bahasa 'iffah adalah menahan dan menjaga. Adapun secara istilah; menahan diri dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian seorang yang 'afif adalah orang yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya menginginkannya.

Di dalam Al Qur’an, disebutkan lafazh "Isti'faf" maksudnya adalah: “Permintaan untuk menjaga diri dari sebab-sebab kerusakan, menjauhkan diri dari perbuatan zina dan fitnah wanita.” Hal tersebut sebagaimana firman Allah Swt: "Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian diri sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya." (QS. An Nuur: 33)

Termasuk dalam makna 'iffah adalah menahan diri dari meminta-minta kepada manusia.  Allah Swt berfirman:"Orang yang tidak tahu menyangka mereka itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena mereka ta’affuf ." (QS. Al Baqarah: 273)

Dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu mengabarkan bahwa orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-minta kepada Rasullah Saw. Tidak ada seorang pun dari mereka yang minta kepada Rasulullah Saw melainkan beliau berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau. Rasulullah Saw pun bersabda kepada mereka:

"Apa yang ada padaku dari kebaikan tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta, maka Allah akan memelihara dan menjaganya dan siapa yang bersabar dari meminta-minta, maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”(HR. Bukhori dan Muslim)

Itulah dua makna dari 'iffah, yaitu menahan dan menjaga diri dari syahwat kemaluan, dan menahan diri dari syahwat perut dengan cara meminta-meminta.           

'Iffah merupakan  akhlaq paling tinggi dan dicintai Allah Swt. Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan-keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa. Dari sifat 'iffah inilah akan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana'ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji lainnya.

Ketika sifat 'iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, maka akan membawa pengaruh negative dalam diri seseorang tersebut, dikhawatirkan akal sehatnya akan tertutup oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram.

Dengan memiliki sifat' iffah seorang yang sudah dewasa akan mampu menahan dirinya daridorongan syahwat, mengambil hak orang lain dan sebagainya. Namun ketika sifat itu sudah tidak dimiliki lagi maka secara otomatis pula tidak ada lagi daya tahan dalam dirinya. Sehingga pada saat sekarang ini sifat 'iffah itu semakin mulai memudar dan menghilang dari masyarakat, kita sering mendapati perilaku mengumbar syahwat dan perzinahan semakin sulit untuk untuk dibendung.

Oleh sebab itulah,'iffah pada diri manusia merupakan sifat potensial yang harus dididik,  ditanamkan serta dilatih secara sungguh-sungguh dalam diri manusia, sehingga bisa menjadi benteng dalam menjaga kemuliaan eksistensi dirinya.

Pentingnya sifat'Iffah ini ditanamkan dalam diri seorang muslim karena ia merupakan perintah agama yang banyak memberikan kebaikan serta keutamaan bagi seseorang yang memilikinya, diantara beberapa keutamaan itu adalah:

Pertama: Meraih pahala yang besar di akherat

Allah Swt berfirman:"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan dirinya, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang." (QS. Al A'la: 14-15)

"Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya". (QS. Al Furqon: 75)

Dari Abu Musa Al-Asy'ari ra, Rasulullah Saw bersabda: "Siapa yang menjaga lisan dan  antara kakinya akan masuk surga." (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Kedua: Mendapatkan ketenangan hati dan kenikmatan besar di dunia

Dengan menahan diri dari mengikuti syahwat perut dan syahwat kemaluan karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan kenikmatan yang lebih lezat dan abadi dari pada merasakan kenikmatan sesaat yang membahayakan dirinya sendiri, yaitu berupa ketenangan hati, rasa bahagia dan keluasan rezeki. Salafushalih berkata: "Demi Allah, lezatnya 'Iffah itu lebih besar dari lezatnya dosa."  

Ketiga: Memberi jalan keluar dari kesukaran dan kesulitan

Allah Swt berfirman: "Siapa yang bertaqwa kepada Allah, Ia akan memberikan jalan keluar."  (QS. At Talaq: 2)

Suatu hari, di tengah para sahabatnya, Rasulullah saw menceritakan kisah tiga yang tertutup batu besar dalam sebuah gua dan tidak dapat keluar dari dalamnya, sampai akhirnya setiap orang dari mereka bertawassul dengan amal sholehnya masing-masing.

Salah seorang dari mereka berdo’a seraya menceritakan: "Ya Allah saya memiliki seorang sepupu wanita, dan saya sangat mencintainya, sebagaimana layaknya seorang laki-laki mencintai seorang wanita. Akupun merayunya agar ia mau menyerahkan dirinya kepadaku, ia menolaknya kecuali bila aku mampu memberikan kepadanya uang seratus dinar.

Maka akupun bekerja untuk mendapatkan uang sebesar itu, setelah aku mendapatkannya aku langsung memberikan uang tersebut kepadanya. Ketika aku telah barada diantara dua kakinya, ia berkata; Wahai hamba Allah takutlah kamu kepada Allah! Jangan engkau singkap penutup itu kecuali dengan jalan yang benarnya, akupun langsung beranjak darinya dan meninggalkan uang seratus dinar tersebut untuknya. Ya Allah, Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukannya karena-Mu, maka bukakanlah pintu gua tersebut untuk kami. Maka bergeserlah sedikit pintu gua tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bagaimana cara menanamkan dan mendididik sifat 'iffah dalam diri seorang muslim sehingga mampu membentengi dirinya dan kuat terhadap godaan yang dihadapi? Diantara caranya adalah:

Pertama: Membekali diri dengan ketaqwaan kepada Allah

 Ini merupakan asas paling fundamental dalam menanamkan 'iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah perisai seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oleh ajaran agama Islam.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutif sebuah riwayat bahwa, Umar ra pernah bertanya kepada sahabatnya Ubai bin Ka'ab tentang taqwa, lalu Umar ra balik ditanya: "Apakah engkau pernah melalui jalan berduri?"  Umar menjawab: "Ya, saya pernah melaluinya." Kemudian Umar ditanya lagi, "Apa yang engkau lakukan?" Umar menjawab, "Saya akan berjalan dengan sangat hati-hati sekali sehingga tidak terkena duri itu." Kemudian dikatakan padanya: "Itulah taqwa".

Seorang yang membekali dirinya dengan taqwa, akan berhati-hati dalam setiap langkahnya, sehingga dia aman dan terhindar dari duri syahwat dan ranjau-ranjau maksiat.

Kedua: Membentengi diri dengan rasa malu

Malu adalah adalah sifat yang mulia dan terpuji. Bahkan malu itu bagian dari iman yang merupakan pedoman muslim dan penegak hidupnya. Dengan rasa malu, seseorang akan terhindar dari berbagai perbuatan yang keji, tidak pantas, mengandung dosa dan kemaksiatan. Sifat malu yang menghiasi diri seorang muslim akan membuatnya menjadi bertambah indah dan menawan.  

Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: "Tidaklah sifat malu berada pada sesuatu kecuali ia akan menghiasinya, dan tidaklah sifat fahsy (keji dan buas) berada pada sesuatu kecuali akan memperburuknya." (KitabAdabul Mufrad, bab Malu, dishahihkan oleh Al bani)

Ketiga:  Menundukkan pandangan atau ghadhul bashar

Dalam hadits disebutkan bahwa pandangan merupakan panah-panah Iblis. Apabila seseorang tidak mewaspadainya, ia akan membawa dan menyeretnya ke dalam kubangan syahwat. Ia akan menyusup ke dalam hati lalu membuat gelap, kemudian akan melahirkan berbagai angan-angan dan khayalan, hingga hati menjadi keruh dan kotor, lalu bangkitlah keinginan untuk mewujudkannya,  pada akhirnya jasad mengikuti keinginan hatinya untuk bermaksiat.

Oleh karenanya Allah Swt menghubungkan antara ghadhul bashar dengan menjaga kemaluan. Sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

Keempat: Menjauhi tempat-tempat yang menimbulkan fitnah

Salah satu manifestasi dari kesucian dan kebersihan diri adalah dengan menghindari tempat-tempat yang akan mendatangkan fitnah dan kerusakan baginya.

Dalam surat Yusuf digambarkan sebuah sikap yang diambil oleh Nabi Yusuf as saat digoda, yaitu dengan berlari keluar menuju pintu yang telah dikunci rapat oleh Zulaikhah, sebagaimana firman Allah:

"Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu". (QS. Yusuf: 24-25)

Rasulullah bersabda: "Tidaklah seorang laki-laki dan perempuan berduaan, kecuali setan yang ketiganya." (HR. Bukhori)

Kelima: Memperbanyak membaca doa

Diantara doa yang diajarkan Rasulullah untuk memiliki sifat iffah adalah:

اللَّهُمَّإِنِّيأَسْأَلُكَاْلهُدَىوَالتُّقَى،وَاْلعَفَافَوَاْلغِنَى

"Ya Allah aku mohon kepadamu petunjuk, taqwa, Iffah dan kekayaan."

Wallahu a'lam bishowab.