Hadits Tentang Shalat Berjamaah Dan latinnya

Imam Syafii menjabarkan keutamaan sholat berjamaah dalam Al-Umm

REPUBLIKA

Imam Syafii menjabarkan keutamaan sholat berjamaah dalam Al-Umm. Sholat berjamaah (Ilustrasi)

Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu imam mazhab terkemuka, Imam Syafii, menjabarkan pandangannya terkait hukum serta keutamaan sholat berjamaah. Hal itu sebagaimana diungkapkan beliau dalam kitab Al-Umm.

Baca Juga

Yang dimaksud dengan sholat berjamaah menurut Imam Syafii adalah ketika beberapa orang yang melaksanakan sholat dipimpin imam. Ketika salah seorang dari sekumpulan orang memimpin sholat mereka, maka itulah yang disebut dengan berjamaah.

Dalam kitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Republika Penerbit itu dijelaskan, sholah berjamaah memang memiliki keutamaan dibandingkan sholat secara sendiri-sendiri. 

Hal ini mengacu pada hadits Rasulullah SAW:

صلاةُ الجماعةِ تَفضُلُ على صلاةِ الفذِّ بسَبعٍ وعِشرينَ دَرجةً

“Sholatul-jama’ati tafdhulu ala sholatil-faddzi bisab’in wa ‘isyrina darajatan.”  Yang artinya: “Sholat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada sholat sendirian,”. Hadits ini berkadar shahih dan diriwayatkan dengan jalur sanad yang terpercaya oleh Imam Bukhari.

Dalam hal ini, Imam Syafii berpendapat bahwa apabila ada tiga orang atau lebih dan jika seseorang dari mereka dapat menjadi imam, maka itu disebut sebagai jamaah. Namun demikian, jika hanya terdapat dua orang saja, maka salah satu di antara keduanya dapat menjadi imam dan lainnya makmum. Itu tetap bisa dikatakan berjamaah.

Semakin besar jumlah jamaah yang dipimpin seorang imam, maka itu lebih mustajab dan lebih dekat dengan yang lebih utama (afdholu) menurut Imam Syafii.

Di sisi lain beliau mengemukakan ketertarikannya tentang sholat berjamaah. Imam Syafii mengatakan tidak suka bagi siapapun yang meninggalkan sholat jamaah meskipun sholat jamaahnya hanya dihadiri anggota keluarga dan hanya di rumah saja.

Imam Syafii mengatakan ketidaksukaan bagi orang yang meninggalkan sholat jamaah itu berdasarkan hadits Rasulullah SAW berbunyi: “Sholat berjamaah itu lebih utama daripada sholat sendirian,”. 

Namun demikian, sebagaimana Rasulullah SAW, Imam Syafii, juga berpendapat bahwa bukan berarti orang yang sholat sendirian sholatnya tidak sah.

Sebagaimana disebutkan tadi tentang kesukaan Imam Syafii terkait sholat berjamaah, beliau juga menetapkan pandangannya bagi orang yang memiliki uzur dan boleh meninggalkan sholat berjamaah. Imam Syafii menetapkan rukhsoh (keringanan) bagi orang sakit untuk tidak sholat berjamaah.

Alasannya mengacu pada hadits Rasulullah SAW. Yakni ketika Rasulullah jatuh sakit, beliau tidak melakukan sholat berjamaah bersama orang-orang selama beberapa hari. Sebagaimana pula (rukhshoh diberikan) kepada mereka yang ketakutan, berada dalam perjalanan, ditinggal mati seseorang yang memimpin (sholat)-nya, atau disebabkan demi perbaikan sesuatu yang dikhawatirkan akan terlewat kesempatan untuk memperbaikinya.

Namun demikian Imam Syafii tidak menetapkan adanya rukhshoh bagi seseorang untuk meninggalkan sholat berjamaah kecuali disebabkan uzur tertentu. Adapun yang dimaksud dengan uzur adalah berbagai macam uzur adalah hal-hal yang disebutkan sebagaimana di atas. Uzur juga bisa meliputi karena ketiduran, menjaga harta yang dikhawatirkan akan hilang, hingga harus pergi mencari barang yang hilang yang sangat diharapkan kembali.

Uzur meninggalkan sholat berjamaah ini berlandaskan hadis Rasulullah SAW. Imam Syafii berkata: “Malik mengabari kami, dari Nafi’ dari Ibnu Umar, bahwa dia mengumandangkan adzan pada suatu malam yang sangat dingin berangin. Dia lalu berseru: ketahuilah, sholatlah kalian di atas kendaraan!”.

Dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan muadzin jika malam sangat dingin dan hujan untuk berseru: ketahuilah, sholatlah kalian di atas kendaraan!”.

Hadits Tentang Shalat Berjamaah Dan latinnya

Hadits Tentang Shalat Berjamaah Dan latinnya
Ilustrasi - Keutamaan Shalat Berjamaah

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Iksan Fauzi

SURYA.CO.ID - Umat Islam dianjurkan melaksanakan ibadah shalat secara berjamaah.

Anjuran shalat berjamaah ini, khususnya saat melaksanakan Shalat Fardhu atau shalat lima waktu.

Anjuran shalat berjamaah merupakan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW, karena memiliki hanyak keutamaan atau pahala.

Berikut ini beberapa keutamaan Shalat Berjamaah menurut hadist, mengutip tulisan Ustadz Abdul Somad berjudul "99 Tanya Jawab Sholat":

Baca juga: Apa Hukum Membaca Al Fatihah dalam Shalat? Berikut Penjelasan Ulama

Baca juga: Ingin Melaksanakan Puasa Syawal Sekaligus Qadha Ramadan? Harus Baca Niat Sebelum Fajar

1. Pahala berlipat

Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis:

.» صَلاَةُ اتصَْمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَدِّ بِسَبْعٍ وَعِ نَ دَرَجَةً «: عَنِ ابْنِ عُمَ أَ لَّا ف رَسُوؿَ الللَّاوِ -صلى الله عليو وسلم- قَاؿَ

Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Shalat berjamaah lebih baik daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh tingkatan”. (HR. Muslim).

2. Dijauhkan dari setan

Halaman selanjutnya arrow_forward

Dalil-Dalil tentang Kewajiban Shalat Berjamaah

Setelah mengetahui berbagai keutamaan shalat berjamaah, bisa jadi seseorang menganggapnya hanya sekedar sunnah. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini akan disebutkan rincian dalil yang menunjukkan bahwa shalat berjamaah di masjid hukumnya wajib bagi kaum lelaki.

Perintah Allah Ta’ala untuk ruku’ bersama-sama dengan orang yang ruku’
Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ


”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah : 43)

Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’” adalah “shalatlah bersama-sama dengan orang-orang yang shalat” (yaitu dengan berjamaah, pent.).

Al-Qadhi Al-Baidhawi rahimahullah berkata, ”Maksudnya adalah dengan shalat berjamaah.”

Perintah untuk shalat jamaah dalam keadaan tidak aman

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

”Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu raka’at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka bersamamu dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An-Nisaa’ : 102)

Jika Allah memerintahkan shalat jamaah dalam keadaan ketakutan (yaitu ketika berperang, pent.), maka lebih-lebih lagi dalam keadaan aman.

Ibnul Munzir rahimahullah berkata, ”Ketika Allah Ta’ala memerintahkan shalat berjamaah dalam keadaan ketakutan, maka hal itu menunjukkan bahwa hal itu lebih wajib lagi ketika dalam keadaan aman.”

Larangan untuk keluar dari masjid setelah adzan dikumandangkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَسْمَعُ النِّدَاءَ فِي مَسْجِدِي هَذَا ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ، إِلَّا لِحَاجَةٍ، ثُمَّ لَا يَرْجِعُ إِلَيْهِ إِلَّا مُنَافِقٌ


”Tidaklah seseorang mendengar azan di masjidku ini kemudian keluar dari masjid karena ada keperluan dan tidak kembali, kecuali seorang munafik.” (Al-Haitsami berkata tentang hadits ini, ”Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al-Ausath, dan para perawinya adalah para perawi yang digunakan dalam kitab shahih.)

Tidak adanya keringanan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meninggalkan shalat jamaah

Terdapat dalam banyak hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan keringanan bagi ‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu untuk meninggalkan shalat jamaah meskipun terdapat halangan-halangan berikut ini:

– Buta.

– Tidak adanya seseorang yang menuntunnya ke masjid.

– Rumahnya jauh dari masjid.

– Terdapat kebun kurma antara rumahnya dan masjid.

– Terdapat banyak binatang buas dan binatang pengganggu lain di Madinah.

– Umurnya yang sudah tua dan tulang-tulangnya tidak lagi sekuat dulu ketika muda.

Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu. Beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ، وَلِي قَائِدٌ لَا يُلَائِمُنِي فَهَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي؟


”Wahai Rasulullah, sesunguhnya aku adalah seorang yang buta, rumahku jauh dari masjid, dan penuntunku itu tidak cocok denganku, maka apakah aku mempunyai keringanan untuk shalat di rumah saja?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ


”Apakah engkau mendengar adzan?”

‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu anhu menjawab, ”Ya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً


”Aku tidak mendapatkan keringanan bagimu.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang sahih)

Dalam hadits yang lain dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ


”Wahai Rasulullah, sesungguhnya terdapat banyak binatang buas dan binatang pengganggu di kota Madinah.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَتَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ؟ فَحَيَّ هَلًا


”Bukankah engkau mendengar ‘hayya ‘ala shalaat, hayya ‘alal falaah’? (suara adzan, pent.) Maka segeralah datang!” (HR. Abu Dawud)

Jika orang yang memiliki enam halangan ini saja tidak mendapat keringanan (untuk meninggalkan shalat jamaah di masjid, pent.), maka bagaimana lagi dengan orang yang terbebas dari halangan-halangan tersebut?

Orang yang meninggalkan shalat jamaah tanpa ada uzur, maka shalatnya tidak sempurna

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَلَا صَلَاةَ لَهُ، إِلَّا مِنْ عُذْرٍ


”Barangsiapa yang mendengar adzan kemudian tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali bagi orang-orang yang mempunyai udzur.” (HR. Ibnu Majah)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata,

لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد


”Tidak ada shalat bagi tetangga masjid kecuali jika melaksanakan shalat di dalam masjid.”

Ditanyakan kepada beliau, ”Wahai amirul mukminin, siapakah tetangga masjid itu?”


Beliau radhiyallahu ‘anhu menjawab,

من سمع النداء


”Yaitu orang-orang yang mendengar adzan.”

Meninggalkan shalat jamaah termasuk tanda-tanda kemunafikan


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلْمُنَافِقِينَ عَلَامَاتٍ يُعْرَفُونَ بِهَا: تَحِيَّتُهُمْ لَعْنَةٌ، وَطَعَامُهُمْ نُهْبَةٌ، وَغَنِيمَتُهُمْ غُلُولٌ، وَلَا يَقْرَبُونَ الْمَسَاجِدَ إِلَّا هَجْرًا، وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا دَبْرًا، مُسْتَكْبِرِينَ، لَا يَأْلَفُونَ وَلَا يُؤْلَفُونَ، خُشُبٌ بِاللَّيْلِ، صُخُبٌ بِالنَّهَارِ


”Sesungguhnya orang-orang munafik itu memiliki beberapa tanda. Penghormatan mereka adalah laknat, makanan mereka berasal dari hasil rampasan, dan ghanimah (harta rampasan perang) mereka berasal dari pengkhianatan. Mereka menjauhi masjid. Serta tidaklah mereka menunaikan shalat melainkan di akhir waktu karena penuh rasa sombong. Hati mereka tidak melunak dan tidak bisa dibuat lunak. Tidur di malam hari dan berteriak-teriak di siang hari.” (HR. Ahmad. Syaikh Ahmad Syakir berkata,”Sanadnya hasan”)

Yang dimaksud dengan “tidur di malam hari” (khusyubun bil lail) adalah adalah tidur dan tidak mengerjakan shalat di malam hari.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنَ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا


”Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik melebihi shalat subuh dan isya’. Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat dalam kedua shalat tersebut, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari)

Setan akan menguasai suatu kampung yang tidak ditegakkan shalat jamaah di dalamnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ، فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

”Tidaklah ada tiga orang yang berada di suatu kampung atau pedalaman yang shalat berjamaah tidak ditegakkan di dalamnya, kecuali setan akan menguasai mereka. Maka hendaklah kalian senantiasa melaksanakan shalat berjamaah karena serigala itu hanya memakan kambing yang sendirian.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i,)

Akibat yang buruk bagi orang yang meninggalkan shalat jamaah

Termasuk yang menunjukkan wajibnya shalat jamaah adalah firman Allah Ta’ala,

يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ


”Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (QS. Al-Qalam : 42-43)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika menafsirkan ayat ini, ”Mereka adalah orang-orang yang mendengar adzan untuk shalat, namun mereka tidak memenuhi panggilannya.”

Ka’ab Al-Ahbaar radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Demi Allah, tidaklah ayat ini diturunkan kecuali tentang orang-orang yang meningalkan shalat jamaah.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجَمَاعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ

”Hendaklah orang-orang itu menghentikan tindakan mereka meninggalkan shalat jamaah. Atau Allah akan mengunci mati hati-hati mereka kemudian mereka akan termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang lalai.” (HR. Ibnu Majah)

Dan tidaklah diancam dengan ancaman tersebut kecuali karena meninggalkan kewajiban.

Keinginan Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat jamaah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ المُؤَذِّنَ، فَيُقِيمَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ، ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ، فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لاَ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ بَعْدُ

”Sungguh aku ingin memerintahkan muazin untuk mengumandangkan iqamah. Setelah iqamah aku perintahkan seseorang untuk menjadi imam. Setelah itu aku akan mengambil api untuk membakar orang-orang yang tidak mengerjakan shalat (jamaah).” (HR. Bukhari)

Jangan salah paham, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin membakar rumah mereka karena mereka melaksanakan shalat, namun di rumah, bukan karena mereka tidak shalat sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Al-Albani. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَتِي فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ، ثُمَّ آتِيَ قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي بُيُوتِهِمْ لَيْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهَا عَلَيْهِمْ”Sungguh aku memiliki keinginan untuk memerintahkan para pembantuku agar mereka mengumpulkan satu ikat kayu bakar, kemudian aku akan mendatangi orang-orang yang shalat di rumah-rumah mereka padahal mereka tidak mempunyai udzur, dan aku akan membakar rumah-rumah mereka itu.”

Seandainya shalat berjamaah itu tidak wajib, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mempunyai keinginan seperti itu.

Ancaman yang keras dari Allah Ta’ala dengan neraka

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ؛ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ؛ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ

”Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al Maa’uun : 4-6)

Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata, ”Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”

Sedangkan orang yang meninggalkan shalat jamaah, kebanyakan mereka mengakhirkan shalat dari waktunya karena tidur atau sibuk dengan urusan dunia. Hal tersebut diperkuat dengan firman Allah Ta’ala,

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

”Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui ghay.” (QS. Maryan : 59)

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini, ”Mereka meninggalkan masjid dan sibuk dengan pekerjaannya.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa yang dimaksud dengan ghay dalam ayat tersebut adalah lembah yang dalam di neraka jahannam dengan makanan yang menjijikkan.

Orang yang meninggalkan shalat jamaah disamakan dan dikumpulkan bersama-sama dengan pemimpin kaum kafir pada hari kiamat

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari menjelaskan tentang shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

”Barangsiapa yang menjaga shalat akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan pada hari kiamat. Barangsiapa yang tidak menjaganya, maka tidak akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Pada hari kiamat nanti mereka akan bersama dengan Hamman, Qarun, Fir’aun, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad dengan sanad yang jayyid dan Thabrani)

Dan sudah kita ketahui bersama bahwa meninggalkan shalat jamaah termasuk tidak menjaga shalat.


Sumber :  https://muslim.or.id/43229-keutamaan-dan-kewajiban-shalat-berjamaah-bag-4.html