HADITS AHAD Hadits Masyhur Masyhur menurut bahasa adalah “nampak”. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir. Contohnya, sebuah hadits yang berbunyi (artinya) : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba. Akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi). Hadits masyhur ini juga disebut dengan nama Al-Mustafidh. Hadits masyhur di luar istilah tersebut dapat dibagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali; seperti :
Buku-buku yang berisi tentang kumpulan hadits masyhur, antara lain :
Hadits ‘Aziz ‘Aziz artinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. ‘Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya. Contohnya : Nabi shallallaahu bersabda : “Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga aku (Nabi) lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya, serta serta seluruh manusia” (HR. Bukhari dan Muslim; dengan sanad yang tidak sama). Keterangan : Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan Anas. Dan diriwayatkan pula oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhuma. Susunan sanad dari dua jalan tersebut adalah : Yang meriwayatkan dari Anas = Qatadah dan Abdul-‘Aziz bin Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah adalah Syu’bah dan Sa’id. Yang meriwayatkan dari Abdul-‘Aziz adalah Isma’il bin ‘Illiyah dan Abdul-Warits. Hadits Gharib Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan (thabaqah) periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib). Sebagian ulama’ lain menyebut hadits ini sebagai Al-Fard. Pembagian Hadits Gharib [Nudhatun-Nadhar halaman 28 dan Taisir Musthalah Al-Hadits halaman 28] Gharib Nisbi, disebut juga : AL-Fardun-Nisbi; yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya, bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut. Misalnya : Hadits Malik, dari Az-Zuhri (Ibnu Syihab), dari Anas radliyallaahu ‘anhu : “Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mesuk kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya”” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu. Ditulis oleh sahabat baik Abu Al Jauzaa
BincangSyariah.Com – Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalah Hadis menjelaskan, hadis gharib adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu perawi. Baik pada salah satu tingkatan perawinya saja, seperti hanya diriwayatkan oleh seroang sahabat. Atau semua mata rantainya hanya ada satu periwayat. Nama lain dari hadis gharib adalah hadis al-fardi (sendiri), menurut banyak ulama keduanya memiliki makna yang sama. Namun sebagian berpendapat keduanya berbeda. Dilihat dari bentuk ke-gharib-annya, hadis ini terbagi dalam dua bentuk;
Pertama, gharib mutlak ini yang disebut juga al-fard al-mutlak. Yaitu bilamana kesendirian riwayat terjadi sejak awal sanad. Maksudnya hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat. Contohnya; إنما الأعمال بالنيات Artinya; Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. (HR. Bukhari & Muslim) Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khathab hingga akhir mata rantai sanadnya. Kemudian hadis dengan sanad tunggal tersebut diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadis. Kedua, gharib nisbi atau al-fard al-nisbi. Yaitu jika kesendirian riwayat terjadi pada pertengahan mata rantai sanad. Maksudnya, pada mulanya banyak sahabat yang meriwayatkan dari Rasulullah, namun pada pertengahan sanad hanya diriwayatkan oleh seorang perawi. Kegharibannya berada di selain thabaqat sahabat. Contoh; عن أنس رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل مكة وعلى رأسه المغفر Dari Anas ra berkata, “Sesungguhnya Nabi saw memasuki Makah dan di atas kepalanya tutup kepala dari besi.” (HR. Bukhari & Muslim) Malik sendirian meriwayatkan hadis ini dari Zuhri yang meriwayatkan dari sejumlah sahabat. Pada gharib nisbi, ke-gharib-an riwayat terjadi pada perawi tertentu saja, atau diriwayatkan secara spesifik. Hadis yang termasuk gharib nisbi terdapat beberapa macam;
Berdasarkan matan dan sanadnya, para ulama juga membedakan hadis gharib menjadi dua macam; 1. gharib matan wa isnadan, yaitu; hadis yang matannya hanya diriwayatkan satu perawi. 2. gharib matan la isnadan, yaitu; hadis yang matannya diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, tapi hanya ada satu perawi yang meriwayatkan sanadnya dari seorang sahabat Adapun refensi yang didapati memuat banyak hadis gharib adalah kitab Musnad al-bazzar dan al-Mu’jam al-Awsath karangan Thabrani. Sedangkan kitab khusus hadis gharib yang terkenal adalah kitab Gharaib Maalik karangan Daruquthni dan al-Sunan allati Tafarrada bi kulli Sanah minha Ahli Baldah karangan Abu Dawud al-Sijidtani. |