Gubernur Jakarta yang mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan oplet di Jakarta

Oplet merupakan sebuah istilah bagi mobil penumpang ukuran kecil yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Pada 1960-an dan 1970-an oplet menjadi kendaraan umum paling populer di Jakarta. Trayek yang paling banyak dilalui oplet adalah Jatinegara—Kota. Rutenya adalah Stasiun Jatinegara melewati Matraman Raya, Salemba Raya, Senen, Pasar Baru terus memutar di Harmoni. Setelah berdiri Terminal Kampung Melayu, keberadaan oplet lebih mendapat tempat. Trayek-trayek lain juga ada di beberapa wilayah, misalnya Kampung Melayu—Tanah Abang, Kota—Tanjung Priok, dan Tanah Abang—Kebayoran Lama.

Gubernur Jakarta yang mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan oplet di Jakarta

Mobil oplet (paling kanan) terlihat melewati Gedung Bank Tabungan Negara, Jakarta

Namun, karena Oplet di Jakarta dirasa semakin tua dan harus dipensiunkan dengan diganti angkutan jenis lain, Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo mengeluarkan sebuah kebijakan pada tahun 1979 untuk menghapus Oplet dari Ibu Kota untuk digantikan dengan angkutan yang lebih modern yang diberi nama "Mikrolet".

Nama oplet kembali terangkat ketika pada 1990-an RCTI menayangkan sinetron Si Doel Anak Sekolahan, dimana oplet menjadi ikon dalam serial tersebut, digunakan oleh pemeran utama Si Doel (Rano Karno) dan Mandra untuk mencari nafkah.[1]

Oplet merupakan salah satu moda transportasi darat yang cukup populer di Indonesia. Pada era 1960-an dan 1970-an, Oplet mencapai masa jayanya karena menjadi kendaraan umum paling populer di Jakarta sementara transportasi berbasis bus masih jarang. Konon kata Oplet berasal dari gabungan Opel Let atau Opel kecil walau ada juga yang mengatakan nama Oplet berasal dari nama Chevrolet sampai auto let.[2]

 

Morris Minor 1000 Traveller, mobil yang menjadi basis bagi kendaraan oplet

Oplet adalah kendaraan angkutan umum yang berasal dari mobil sedan Morris Traveller buatan Inggris dengan sebuah ban yang dimodifikasi. Selain itu mobil yang dijadikan oplet umumnya merupakan merek Austin sehingga orang Betawi lebih suka menyebut ostin, bukan oplet.[3]

 

Lampu sein oplet

Pabrik karoseri untuk memodifikasi oplet pada masa lalu terdapat di Meester Cornelis. Dalam modifikasinya bagian oplet dibagi 2, pertama untuk sopir dengan pintu samping dan penumpang 1 orang, kedua untuk penumpang di belakang.

Oplet adalah kendaraan umum yang memiliki satu pintu di bagian belakang. Pintu itu menjadi tempat masuk dan keluar penumpang. Di bagian depan juga ada pintu, yakni di bagian kanan dan kiri. Satu penumpang boleh duduk di samping sopir. Umumnya oplet memuat sekitar 10 orang. Uniknya, hampir seluruh badan oplet terbuat dari kayu. Begitu pun jendela. Untuk menutup dan membuka jendela, penumpang tinggal mengangkat atau menurunkannya. Jendela tidak terbuat dari kaca atau plastik, tetapi dari kayu dan semacam kulit sehingga tidak transparan. Tangki bensin ada di bagian dalam, persis di antara kaki-kaki penumpang.

Oplet memiliki lampu sein yang sangat unik, berada di luar sisi kanan dan kiri. Klakson oplet juga unik karena terdapat di bagian luar. Memakainya harus dipencet karena terbuat dari karet.

Oplet beroperasi di Jakarta sejak tahun 1930. Dahulu operasi oplet terbatas di Jakarta Timur dan Depok yakni daerah Kramat Jati, Cijantung, Cibubur dan Cilangkap juga Cisalak. Sejak tahun 1950-an dengan izin trayek resmi, oplet beroperasi di hampir seluruh wilayah Jakarta.

Tahun 1979 izin trayek tersebut dihapuskan dan kemudian digantikan fungsinya oleh Mikrolet, Metromini maupun Koperasi Wahana Kalpika (KWK). Hal ini dikarenakan faktor usia yang menjadi kendala kelangsungan Oplet di Jakarta. Oplet yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 1930-an di Jakarta, dirasa semakin tua dan harus dipensiunkan dengan diganti angkutan jenis lain.[4]

  1. ^ "Jasa Besar Oplet 'Si Doel' untuk Rano Karno, Begini Penampakannya Sekarang". Tribunnews.com. 2 Januari 2017. Diakses tanggal 29 Agustus 2017. 
  2. ^ "Sejarah Perkembangan Oplet di Jakarta". Mobilmotorlama.com. Mei 2017. Diakses tanggal 29 Agustus 2017. 
  3. ^ Nurbaya, Rohimat (30 September 2015). "Mengenang Oplet 'Si Doel', Transportasi Andalan Jakarta Tempo Dulu". Money.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-29. Diakses tanggal 12 Maret 2016. 
  4. ^ Mardani (20 September 2012). "Kisah Tjokropranolo menghapus Oplet dari Jakarta". Merdeka.com. Diakses tanggal 12 Maret 2013. 

  • Detail Oplet Diarsipkan 2017-08-29 di Wayback Machine. di Ensiklopedia Jakarta.go.id

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Oplet&oldid=21019209"

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin menghidupkan kembali moda transportasi becak di Jakarta. Anies menilai becak masih dibutuhkan di Ibu Kota. Untuk itu dia akan membuat rute khusus untuk becak.

Namun, di balik keinginan Anies itu tersimpang sejarah panjang perjalanan becak di Jakarta. Berikut sejarah perjalanan becak di Jakarta hingga akhirnya mulai dilarang beroperasi berdasarkan hasil riset Litbang Kompas dan data yang didapatkan Kompas.com.

1936: Becak mulai beroperasi di Jakarta tujuh tahun kemudian jumlah becak sudah mencapai 3.900 unit.

1951: Jumlah becak di Jakarta tercatat 25.000 yang dikemudikan oleh 75.000 orang dalam tiga shift.

1967: Saat DPRD-GR Jakarta mengesahkan perda tentang pola dasar dan rencana induk Jakarta 1965-1985, yang antara lain tidak mengakui becak sebagai kendaraan angkutan umum.

1970: Gubernur DKI Ali Sadikin, mengeluarkan instruksi melarang memproduksi dan memasukkan becak ke Jakarta, termasuk rayonisasi becak. Tahun tersebut jumlah becak diperkirakan 150.000 becak, yang dikemudikan 300.000 orang dalam dua shift. Tahun berikutnya Pemda menetapkan sejumlah jalan protokol dan jalan lintas ekonomi tidak boleh dilewati becak.

Gubernur Jakarta yang mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan oplet di Jakarta

Gubernur Jakarta yang mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan oplet di Jakarta
Lihat Foto

KOMPAS.com/Kurnia Sari Aziza

Ratusan tukang becak berdemo di depan Balai Kota dan mengantarkan surat galau kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Kamis (28/1/2016).

1972: DPRD DKI mengesahkan Perda no. 4/1972, menetapkan becak, sama dengan opelet, bukan jenis kendaraan yang layak untuk Jakarta. Saat itu becak berkurang dari 160.000 menjadi 38.000.

1988: Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto dalam instruksi No 201/1988, memerintahkan para pejabat di lima wilayah kota untuk melakukan penyuluhan terhadap pera pengusaha dan pengemudi becak dalam rangka penertiban becak di jalan sampai penghapusan seluruh becak dari Jakarta. Saat itu becak tercatat 22.856 becak.

1990: Pemda DKI memutuskan becak harus hilang dari Jakarta, Kesabaran selama 20 tahun untuk membiarkan becak tetap ada di jalanan dianggap sudah cukup sebagai tenggang rasa dari Pemda DKI.

Awal tahun 1990 becak yang masih tersisa di Jakarta, tercatat berjumlah sekitar 6.289 becak. Becak dilarang beroperasi di Ibu Kota sejak April 1990, ditetapkan melalui Perda No 11/1988.

24 Juni 1998: Gubernur DKI Sutiyoso menyatakan, Selama masa krisis ekonomi, angkutan umum yang disebut becak dibolehkan beroperasi di Ibu Kota. Bila situasi dan kondisi ekonomi sudah pulih kembali, maka larangan becak beroperasi di kawasan hukum Ibu Kota diberlakukan lagi.

25 Juni 1998: Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menginstruksikan kepada Wali Kota se-DKI Jakarta agar membina kehadiran becak selama resesi ekonomi, dengan cara memberi tempat operasi, supaya tidak mengganggu ketertiban umum. Lokasi beroperasinya becak, kata Sutiyoso, hanyalah di jalan-jalan lingkungan yang tidak dijangkau oleh kendaraan bermotor, dan roda empat.

Gubernur Jakarta yang mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan oplet di Jakarta

Gubernur Jakarta yang mengeluarkan kebijakan untuk menghapuskan oplet di Jakarta
Lihat Foto

Tribunnews.com/ Dennis Destryawan

Edi, salah satu tukang becak yang berunjuk rasa di depan Gedung Balai Kota Jakarta, Kamis (28/1/2016). Edi dan kawan-kawannya menolak tindakan Satpol PP mengangkut becak-becak mereka.

29 Juni 1998: Izin lisan yang diberikan Gubernur Sutiyoso yang membolehkan beroperasinya angkutan umum becak di Jakarta, ditarik kembali. Dengan demikian, becak dilarang beroperasi di wilayah hukum DKI Jakarta.

Meski usia izin lisan itu hanya sempat berlaku tujuh hari, namun jumlah becak yang masuk ke Jakarta sudah mencapai sekitar 1.500 buah.

10 Maret 1999: Sedikitnya 800 pengayuh becak dengan mengendarai 400 becak mendatangi Balaikota DKI Jakarta. Mereka yang berada di sana sejak pagi ingin bertemu Gubernur Sutiyoso untuk menyampaikan tuntutan agar becak diperbolehkan beroperasi di wilayah permukiman dan jalan nonprotokol Ibu Kota. Di samping itu, mereka juga meminta Pasal 18 Peraturan Daerah (Perda) No 18/1998 tentang pelarangan becak di Jakarta diubah.

15 April 1999: Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta menolak untuk mengubah Peraturan Daerah (Perda) DKI No 11/1988 tentang pelarangan becak beroperasi di Ibu Kota. Namun begitu, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tetap menawarkan alih profesi para pengemudi becak tersebut melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

9 November 1999: Sekitar 5.000 pengayuh becak, yang dipimpin Ketua Konsorsium Kemiskinan Kota, Wardah Hafidz berunjuk rasa ke Gedung DPRD DKI dan menuntut Perda No 11/1998 dicabut. Saat menerima perwakilan para pengayuh becak, Wakil Ketua DPRD DKI Tarmidi Suharjo menyatakan setuju untuk mencabut perda tersebut.

10 November 1999: Becak tetap dilarang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, sebab Peraturan Daerah (Perda) No 11/1998 masih berlaku. Pasal 18 Perda No 11/1998 melarang orang atau badan membuat, menjual, dan mengoperasikan becak di wilayah Ibu Kota tegas Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.

31 Januari 2000: Ratusan pengayuh becak yang dimotori Konsorsium Kemiskinan Kota, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dipimpin Wardah Hafidz, berunjuk rasa ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Mereka masih mengajukan tuntutan lama, yaitu pencabutan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum di Ibu Kota yang melarang becak beroperasi.

15 Februari 2000: Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dinyatakan bersih dari becak sejak diadakan operasi mulai Desember tahun 1999. Dari 6.649 becak yang tercatat beroperasi di Jakarta, sekarang tinggal 3.519 yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat.

"Pembersihan becak masih terus dijalankan terutama di beberapa kantung yang jadi konsentrasi angkutan tersebut," kata Kepala Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial DKI, Raya Siahaan.

17 Februari 2000: Sebanyak 139 koordinator pangkalan becak yang mewakili sekitar 5.000 tukang becak di wilayah DKI Jakarta (penggugat) melalui kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menggugat Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso (tergugat). Sutiyoso dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 11/1988 tentang Ketertiban Umum dalam Wilayah DKI Jakarta. Gugatan itu didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

28 Februari 2000: Koordinator Urban Poor Consortium (UPC) Wardah Hafidz bersama staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Daniel Panjaitan serta sebelas tukang becak, ditangkap dan dibawa ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya.

Penangkapan tersebut menyusul aksi unjuk rasa yang mereka lakukan sejak pagi di Istana Merdeka, Jakarta. Namun demikian, polisi tidak menahan mereka. Setelah dimintai keterangan oleh aparat Polda Metro Jaya, Wardah dan kawan-kawan dipulangkan.

31 Juli 2000: Ratusan tukang becak memekik kegirangan usai putusan sidang perkara gugatan tukang becak (penggugat) terhadap Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso (tergugat) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Ketua Majelis Hakim Manis Soejono dalam putusannya menyatakan, penggugat dapat melaksanakan pekerjaan sebagai penarik becak di jalan-jalan permukiman dan pasar.

1 Agustus 2000: Meskipun kalah melawan para pengayuh becak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gubernur DKI Sutiyoso terus merazia becak. Sutiyoso juga menolak memberikan ruang gerak atau tempat beroperasi bagi becak, sekalipun di kawasan terbatas.

6 November 2000:

Sekitar 400 warga yang menuntut penghapusan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban, melakukan unjuk rasa di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Warga yang terdiri dari para pemulung, pedagang kaki lima, tukang becak, dan anggota keluarganya itu, berunjuk rasa dibawa oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) Urban Poor Consortium (UPC) pimpinan Wardah Hafidz.

19 Juli 2001

Ribuan tukang becak, pedagang kaki lima, pengamen, dan pengemis, Kamis (19/7) siang melakukan unjuk rasa di Balaikota DKI Jakarta menuntut pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum.

13 Agustus 2001

Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta mengadakan operasi "penggarukan" becak secara serentak di lima wilayah DKI Jakarta.

2012-2017

Pemprov DKI Jakarta yang secara berturut-turut dipimpin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dan Djarot Saiful Hidayat tetap mengikuti aturan yang berlaku dengan melarang becak beroperasi di Jakarta.

Baca juga : Ahok Debat dengan Pendukungnya soal Larangan Becak di Jakarta

Jokowi yang beberapa tahun setelahnya terpilih menjadi presiden dikirimi surat oleh seorang tukang becak soal kekecawaan larangan becak beroperasi di Jakarta.

2018

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin kembali menghidupkan becak di Jakarta. Salah satu caranya dengan membuat rute khusus yang bisa dilalui moda transportasi tradisional itu.

Baca juga : Gubernur Anies Akan Buat Rute Khusus untuk Becak

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.