Dua faktor yang menentukan nilai dari PERSEDIAAN barang dagang adalah

PENILAIAN PERSEDIAAN dan PERHITUNGAN HARGA POKOK PENJUALAN A. Penilaian persediaan dan perhitungan harga pokok penjualan dengan metode FIFO Persediaan barang dagangan (merchandise inventory) adalah barangbarang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali. Perusahaan industri memiliki tiga jenis persediaan yaitu: 1. Persediaan bahan baku. 2. Persediaan barang dalam proses dan 3. Pesediaan barang jadi. Sedangkan pada perusahaan dagang hanya mempunyai satu persediaan yaitu persediaan barang dagangan. Di dalam neraca persediaan dilaporkan dalam kelompok aset lancar, karena persediaan diharapkan dapat diubah menjadi kas dalam waktu kurang satu tahun atau satu siklus akuntansi. Persediaan barang dagang merupakan bagian yang cukup berarti dari seluruh total aset yang dimiliki perusahaan juga transakasi yang berhubungan dengan persediaan merupakan aktivitas yang sering terjadi. Di samping itu persediaan akan dilaporkan pada dua laporan keuangan yaitu laporan laba rugi dan neraca. 1. Nilai Persediaan Barang Dagangan Nilai persediaan barang dagangan ditentukan oleh dua faktor yaitu kuantitas dan harga pokoknya. Persediaan adalah barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual PENILAIAN PERSEDIAAN dan PERHITUNGAN HARGA POKOK PENJUALAN 339 a. Kuantitas: Kuantitas persediaan barang dangang diperoleh melalui perhitungan secara fisik. b. Harga pokok: Yaitu harga untuk memperoleh persediaan barang dagangan tersebut, meliputi: harga beli dan biaya yang terjadi sampai persediaan tersebut siap dijual seperti biaya angkut, asuransi dan bea masuk dan potongan pembelian diperhitungkan ke harga pokok secara rata-rata. 2. Metode Penetapan Harga Pokok Persediaan Apabila hanya ada satu unit barang dagangan, maka harga perolehan tidak sulit untuk ditetapkan, akan tetapi kenyataannya dalam satu periode di dalam perusahaan ada beberapa unit barang dagangan bahkan beberapa jenis dan frekuensi pembelian dan penjualan cukup banyak maka akan mengalami kesulitan. Hal demikian ini akan berakibat perusahaan harus mencari caracara bagaimana harga perolehan tersebut dapat ditetapkan. Untuk menetapkan besarnya harga perolehan persediaan barang dagang, berikut ini metode yang biasa digunakan dalam penetapan harga pokok persediaan yaitu: a. Asumsi arus biaya: Metode dengan asumsi arus biaya menggunakan anggapan mengalirnya faktor-faktor biaya. Penggunaan ini karena unit-unit barang dagangan sulit untuk dipisahkan/ dibedakan satu sama lain. Metode asumsi arus biaya ada tiga, yaitu: 1) Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)/ First-In First- Out Metode masuk pertama keluar pertama beranggapan bahwa faktor-faktor biaya akan mengalir searah dengan urutan terjadinya biaya (masuk pertama keluar pertama). Metode ini terutama untuk barangbarang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Contoh: toko bahan makanan menyusun produk-produk susu dalam rak sesuai dengan tanggal kadaluwarsanya. Ilustrasi 4.1 menunjukkan penggunaan metode masuk pertama keluar pertama. 340 Ilustrasi 4.1: Metode Masuk Pertama Keluar Pertama 2) Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)/ Last-In First Out (LIFO): Metode masuk terakhir keluar pertama beranggapan bahwa arus biaya memiliki arah terbalik dengan urutan terjadinya biaya (masuk terakhir keluar pertama). Ilustrasi 4.2 menunjukkan penggunaan metode masuk terakhir keluar pertama. 3) Biaya Rata-Rata (Average Cost): Metode biaya rata-rata beranggapan bahwa arus biaya adalah rata-rata dari biaya yang terjadi. Ilustrasi 4.3 menunjukkan penggunaan metode biaya rata-rata. Januari ‘06 Pembelian Membeli10 Barang X Rp.320.000,- Dijual 3 dengan Harga Pokok Rp. 320.000,-/kotak Sisa 7 Barang X Rp.320.000,- Februari ‘06 Dijual 5 dengan Harga Pokok Rp. 320.000,-/kotak Sisa 2 Barang X Rp. 320.000,- Sisa 5 Barang X Rp. 340.000,- Maret ‘06 Pembelian Membeli 8 Barang X Rp. 360.000,- Dijual 6 dengan perinician 2 dari Harga Pokok Rp. 320.000,-/kotak dan 4 dari Harga Pokok Rp. 340.000,- /kotak Sisa 1 Barang X Rp. 340.000,- Sisa 8 Barang X Rp. 360.000,- Pembelian Membeli 5 Barang X Rp. 340.000,- 341 Ilustrasi 4.2: Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama b. Metode Identifikasi Khusus Metode ini biasa digunakan untuk perusahaan dagang yang mempunyai persediaan yang mudah dikenali atau diidentifikasikan untuk setiap jenis barang dagangnya. Barang yang dibeli harus diberi identitas secara jelas, sehingga perhitungan di gudang akan mudah. Contoh: toko sepatu, dealer sepeda motor, mobil, sepeda. Januari ‘06 Pembelian Membeli 10 Barang X Rp. 320.000,- Dijual 3 dengan Harga Pokok Rp. 320.000,-/kotak Sisa 7 Barang X Rp. 320.000,- Februari ‘06 Dijual 5 dengan Harga Pokok Rp. 340.000,-/kotak Sisa 7 Barang X Rp. 320.000,- Maret ‘06 Pembelian Membeli 8 Barang X Rp. 360.000,- Dijual 6 dengan Harga Pokok Rp. 360.000,-/kotak Sisa 7 Barang X Rp. 320.000,- Sisa 2 Barang X Rp. 360.000,- Pembelian Membeli 5 Barang X Rp. 340.000,- 342 Ilustrasi 4.3: Metode Biaya Rata-rata 3. Perhitungan Penentuan dan Pencatatan Persediaan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikut ini contoh mengenai persediaan barang dagangan dan pembelian pembelian dan penjualan dari suatu perusahaan. Contoh: selama bulan Januari 2006 perusahaan dagang Trisno Purnomo melakukan transaksi yang berkaitan dengan persediaan barang dagangan sebagai berikut: Januari ‘06 Pembelian Membeli 10 Barang X Rp. 320.000,- Dijual 3 dengan Harga Pokok Rp. 320.000,-/kotak Februari ‘06 Dijual 5 dengan Harga Pokok Rp. 330.000,-/kotak Sisa 7 Barang X Rp. 330.000,- Maret ‘06 Pembelian Membeli 8 Barang X Rp. 360.000,- Dijual 6 dengan Harga Pokok Rp. 345.000,-/kotak Sisa 9 Barang X Rp. 345.000,- Pembelian Membeli 5 Barang X Rp. 340.000,- 343 Tanggal Keterangan Unit Harga Beli/ Unit Total Biaya 2006 1 Persediaan 200 Rp. 2.500,- Rp. 500.000,- Januari 10 Pembelian 400 “ 3.000,- “ 1.200.000,- 25 Pembelian 300 “‘ 3.500,- “ 1.050.000,- 30 Pembelian 100 “ 4.000,- “ 400.000,- Tersedia untuk dijual 1.000 Rp. 3.150.000,- a. Metode FIFO (Fisik) Perusahaan Trisno Purnomo dalam penetapan persediaan menggunakan metode FIFO dan pencatatannya menggunakan metode fisik. Perusahaan melakukan perhitungan fisik barang dagangan pada tanggal 31 Januari 2006 sebesar 300 unit. Karena barang dagangan yang siap dijual sebesar 1.000 unit dan sisa barang dagangan pada tanggal 31 Januari 2006 sebesar 300 unit, maka yang terjual adalah 700 unit. Nilai persediaan barang dagangan dan harga pokok penjualan barang dagangan sebagai berikut: Nilai persedian barang dagangan 31 Januari 2006 (barang dagangan yang belum terjual sebesar 300 unit) adalah: 25 Januari 200 unit @ Rp. 3.500,- = Rp. 700.000,- 30 Januari 100 unit @ Rp. 4.000,- = Rp. 400.000,- + 300 unit Rp. 1.100.000,- Penggunaan metode masuk pertama berasumsi bahwa barang yang masuk (pembelian) pertama harus keluar (dijual) pertama, dengan demikian persediaan barang dagangan akhir adalah sisa dari barang yang telah terjual. Sehingga, nilai persediaan barang dagangan pada tanggal 31 Januari 2006 sebanyak 300 unit sebesar Rp. 1.100.000,-. Hal ini berasal dari sisa penjulan dari barang dagangan yang dibeli tanggal 25 Januari 2006 sebanyak 200 unit @ Rp. 3.500,- dan barang yang dibeli tanggal 30 Januari 2006, yaitu sebanyak 100 unit @ Rp. 4.000,-. Sedangkan harga pokok penjualan barang dagangan (barang dagangan yang sudah terjual sebanyak 700 unit) ditentukan sebagai berikut : Fifo yaitu pembelian pertama harus dijual dahulu Barang yang terjual akan membentuk Harga Pokok Penjualan 344 1 Januari 200 unit @ Rp. 2.500,- = Rp. 500.000,- 10Januari 400 unit @ Rp. 3.000,- = Rp. 1.200.000,- 25Januari 100 unit @ Rp. 3.500,- = Rp. 350.000,- 700 Rp. 2.050.000,- Dengan demikian, harga pokok penjualan dari barang dagang dapat ditentukan sebagai berikut: = (+) (-) Dengan cara di atas, maka harga pokok penjualan sebesar: HPP = Rp. 500.000,- + Rp. 2.650.000,- - Rp. 1.100.000,- = Rp. 2.050.000,- Karena yang masuk (pembelian) pertama harus keluar (dijual) pertama maka barang yang dijual 700 unit, berasal dari barang dagangan siap dijual dikurang persediaan barang dagangan akhir atau sebesar (1.000 unit – 300 unit = 700 unit),maka barang dagangan yang dijual adalah: 1. persediaan awal 1 Januari 2006 200 unit @ 2.500, 2. pembelian 10 Januari 2006 400 unit @ Rp 3.000 3. pembelian 25 Januari sebesar 100 unit @ Rp 3.500 b. Metode FIFO (Perpetual) Apabila perusahaan menggunkan metode pencatatan secara perpetual dan mutasi barang dagangan (pembelian dan penjualan) dicatat dengan rapi, maka perhitungan fisik tidak begitu diperlukan. Saldo barang dagangan setiap saat bisa diketahui di dalam kartu persediaan. Harga Pokok Penjualan Persediaan Awal Pembelian Bersih Persediaan Akhir 345 Dalam kasus perusahaan Abadi di atas untuk memberi gambaran dari metode pencatatan perpetual data yang dibutuhkan adalah tanggal dan unit yang terjual. Selama bulan Januari 2006 terjadi penjualan 700 unit dengan harga jual Rp. 4.500,- per unit sebagai berikut: Tanggal 15 Januari terjual 400 unit Tanggal 28 Januari terjual 300 unit Berikut ini kartu persediaan untuk bulan Januari 2006 Kartu Persediaan: Barang AA PEMBELIAN PENJUALAN SISA Tanggal Kuantitas Harga per unit Harga total Kuantitas Harga per unit Harga total Kuantitas Harga per unit Harga total 1 Januari 200 2.500 500.000 200 2.500 500.000 10 400 3.000 1.200.000 200 400 2.500 3.000 500.000 1.200.000 15 200 200 2.500 3.000 500.000 600.000 200 3.000 600.000 25 300 3.500 1.050.000 200 300 3.000 3.500 600.000 1.050.000 28 200 100 3.000 3.500 600.000 350.000 200 3.500 700.000 30 100 4.000 400.000 200 100 3.500 4.000 700.000 400.000 HPP Persediaan akhir Penetapan persediaan barang dagangan akhir dengan metode FIFO dan dicatat dengan metode fisik maupun metode perpetual sama yaitu sebesar Rp. 1.100.000,-, dengan demikian harga pokok penjualan juga sama yaitu sebesar Rp. 2.050.000,-. Hal demikian ini tidak akan sama untuk metode LIFO dan Biaya Rata-rata. Apabila selama bulan Januari semua pembelian dilakukan secara tunai dan penjualan dilakukan secara kredit, maka ayat jurnal untuk metode FIFO - fisik sebagai berikut: Jurnal umum Hal: Tanggal Keterangan Reff Debit Kredit Januari 10 Pembelian barang dagangan 1.200.000 Kas 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000) 15 Piutang dagang 1.800.000 Penjualan 1.800.000 (400 x Rp 4.500 = Rp1.800.000) 25 Pembelian barang dagangan 1.050.000 Kas 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000 346 28 Piutang dagang 1.350.000 Penjualan 1.350.000 (300 x Rp 4.500 = Rp1.350.000) 30 Pembelian barang dagangan 400.000 Kas 400.000 (100 x Rp 4.000 = Rp 400.000 Sedangkan ayat jurnal dengan menggunakan metode FIFO – perpetual sebagai berikut: Jurnal umum Hal: Tanggal Keterangan Reff Debit Kredit Januari 10 Persediaan Barang Dagangan 1.200.000 Kas 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000 15 Piutang Dagang 1.800.000 Penjualan 1.800.000 (400 x Rp 4.500 = Rp1.800.000) Harga Pokok Penjualan 1.100.000 Persediaan Barang Dagangan 1.100.000 (200 x Rp 2.500 = Rp 500.000) (200 x Rp 3.000 = Rp 600.000) 25 Persediaan Barang Dagangan 1.050.000 Kas 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000) 28 Piutang Dagang 1.350.000 Penjualan 1.350.000 (300 x Rp 4.500 = Rp1.350.000) Harga Pokok Penjualan 950.000 Persediaan Barang Dagangan 950.000 (200 x Rp 3.000 = Rp 600.000) (100 x Rp 3.500 = Rp 350.000) 30 Persediaan Barang Dagangan 400.000 Kas 400.000 (100 x Rp 4.000 = Rp 400.000) 347 B. Menentukan Nilai Persediaan dan Harga Pokok Penjualan dengan Metode LIFO 1. Metode LIFO (Fisik) Apabila perusahaan Trisno Purnomo dalam penetapan persediaan menggunakan metode LIFO dan pencatatan menggunakan metode fisik, dan jika berdasarkan hasil perhitungan fisik barang dagangan pada tanggal 31 Januari 2006 sebesar 300 unit. Karena barang dagangan yang siap dijual sebesar 1.000 unit dan sisa barang dagangan pada tanggal 31 Januari 2006 sebesar 300 unit, maka yang terjual adalah sebanyak 700 unit. Nilai persediaan barang dagangan dan harga pokok penjualan barang dagangan sebagai berikut: Nilai persediaan barang dagangan 31 Januari 2006 (barang dagangan yang belum terjual sebesar 300 unit) adalah: 1 Januari 200 unit @ Rp. 2.500,- = Rp. 500.000,- 10 Januari 100 unit @ Rp. 3.000,- = Rp. 300.000,- + 300 Rp. 800.000,- Karena yang masuk (pembelian ) pertama harus keluar (dijual) terakhir maka persediaan barang dagangan akhir adalah sisa dari penjualan.Dengan demikian maka nilai persediaan barang dagangan pada tanggal 31 Januari 2006 sebanyak 300 unit sebesar Rp. 800.000,-. Hal ini berasal dari sisa penjulan dari barang dagangan saldo awal tanggal 1 Januari 2006 sebanyak 200 unit @ Rp. 2.500,- dan pembelian tanggal 10 Januari 2006 sebanyak 100 unit @ Rp. 3.000,-. Sedangkan harga pokok penjualan sebesar 700 unit terdiri dari harga perolehan yang berasal dari pembelian sebagai berikut: 30 Januari sebanyak 100 unit @ Rp. 4.000,- = Rp. 400.000,- 25 Januari sebanyak 300 unit @ Rp. 3.500,- = “ 1.050.000,- 10 Februari sebanyak 300 unit @ Rp. 3.000,- = “ 900.000,- 700 unit Rp. 2.350.000,- 2. Metode LIFO (Perpetual) Apabila perusahaan menggunkan metode pencatatan secara perpetual dan mutasi barang dagangan (pembelian dan penjualan) dicatat dengan rapi, maka perhitungan fisik tidak begitu diperlukan. Saldo barang dagangan setiap saat bisa diketahui di dalam kartu persediaan. LIFO Fisik 348 Dalam kasus perusahaan Abadi di atas untuk memberi gambaran dari metode pencatatan perpetual data yang dibutuhkan adalah tanggal dan unit yang terjual. Selama bulan Januari 2006 terjadi penjualan 700 unit dengan harga jual Rp.4.500,- per unit sebagai berikut: Tanggal 15 Januari terjual 400 unit Tanggal 28 Januari terjual 300 unit Berikut ini kartu persediaan untuk bulan Januari 2006: Kartu Persediaan: Barang AA PEMBELIAN PENJUALAN SISA Tanggal Kuantitas Harga per unit Harga total Kuantitas Harga per unit Harga total Kuantitas Harga per unit Harga total 1 Januari 200 2.500 500.000 200 2.500 500.000 10 400 3.000 1.200.000 200 400 2.500 3.000 500.000 1.200.000 15 400 3.000 1.200.000 200 2.500 500.000 25 300 3.500 1.050.000 200 300 2.500 3.500 500.000 1.050.000 28 300 3500 1.050.000 200 2.500 500.000 30 100 4.000 400.000 200 100 2.500 4.000 500.000 400.000 HPP Persediaan akhir Penetapan persediaan barang dagangan akhir dengan metode LIFO dan dicatat dengan metode perpetual sebesar Rp. 900.000,- dan harga pokok penjualan sebesar Rp. 2.250.000,- Apabila selama bulan Januari semua pembelian dilakukan secara tunai dan penjualan dilakukan secara kredit, maka ayat jurnal untuk metode LIFO - fisik sebagai berikut: (dalam rupiah) Jurnal umum Hal: Tanggal Keterangan Reff Debit Kredit Januari 10 Pembelian barang dagangan 1.200.000 Kas 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000) 15 Piutang dagang 1.800.000 Penjualan 1.800.000 (400 x Rp 4.500 = Rp1.800.000) 25 Pembelian barang dagangan 1.050.000 Kas 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000 349 28 Piutang dagang 1.350.000 Penjualan 1.350.000 (300 x Rp 4.500 = Rp1.350.000) 30 Pembelian barang dagangan 400.000 Kas 400.000 (100 x Rp 4.000 = Rp 400.000 Sedangkan ayat jurnal dengan menggunakan metode LIFO – perpetual sebagai berikut: (dalam rupiah) Jurnal Umum Hal: Tanggal Keterangan Reff Debit Kredit Januari 10 Persediaan Barang Dagangan 1.200.000 Kas 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000 15 Piutang Dagang 1.800.000 Penjualan 1.800.000 (400 x Rp 4.500 = Rp1.800.000) Harga Pokok Penjualan 1.200.000 Persediaan Barang Dagangan 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000) 25 Persediaan Barang Dagangan 1.050.000 Kas 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000) 28 Piutang Dagang 1.350.000 Penjualan 1.350.000 (300 x Rp 4.500 = Rp1.350.000) Harga Pokok Penjualan 1.050.000 Persediaan Barang Dagangan 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000) 30 Persediaan Barang Dagangan 400.000 Kas 400.000 (100 x Rp 4.000 = Rp 400.000) 350 C. Menentukan Nilai Persediaan dan Perhitungan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Biaya Rata-Rata Menurut metode ini kuantitas persediaan yang ada dinilai berdasarkan rata-rata dari harga pembelian per unit barang dagangan tersebut. Pada kasus perusahaan Trisno Purnomo persediaan dan perhitungan harga pokok penjualan dapat ditentukan sebagai berikut: Tanggal Keterangan Unit Harga Beli/ unit Total Biaya 2006 1 Persediaan 200 Rp. 2.500,- Rp. 500.000,- Januari 10 Pembelian 400 “ 3.000,- “ 1.200.000,- 25 Pembelian 300 “ 3.500,- “ 1.050.000,- 30 Pembelian 100 “ 4.000,- “ 400.000,- Tersedia untuk dijual 1.000 Rp. 3.150.000,- Harga Rata-Rata per unit = Total biaya unit = Rp. 3.150.000,- : 1.000 = Rp. 3.150,- per unit. Nilai persediaan akhir adalah: 300 unit x Rp. 3.150,- = Rp. 945.000,- Harga pokok penjualan adalah: 700 unit x Rp. 3.150,- = Rp. 2.205.000,- Berikut adalah kartu persediaan dengan menggunakan metode biaya rata-rata – perpetual: Kartu Persediaan: Barang AA PEMBELIAN PENJUALAN SISA Tanggal Kuantitas Harga per unit Harga total Kuantitas Harga per unit Harga total Kuantitas Harga per unit Harga total 1 Januari 200 2.500 500.000 200 2.500 500.000 10 400 3.000 1.200.000 600 2.833,3 1.700.000 15 400 2.833,3 1.133.320 200 2.833,3 566.660 25 300 3.500 1.050.000 500 3.233,32 1.116.600 28 300 3.233,32 969.996 200 3.233.32 646.664 30 100 4.000 400.000 300 3.488,9 1.046.664 HPP Persediaan akhir Pada metode biaya rata-rata untuk menentukan harga per unit adalah jumlah rupiah yang ada di saldo pada tanggal tertentu ditambah Metode biaya rata-rata 351 dengan total rupiah pembelian dibagi dengan unit yang ada pada kolom saldo dan unit pembelian. Dengan demikian nilai persediaan barang dagangan dengan metode biaya rata-rata - perpetual adalah Rp. 1.046.664,- dan harga pokok penjualan sebesar Rp. 2.103.316,-. Apabila selama bulan Januari 2006, semua pembelian dilakukan secara tunai dan penjualan dilakukan secara kredit, maka ayat jurnal untuk metode biaya rata-rata - fisik sebagai berikut: (dalam rupiah) Jurnal umum Hal: Tanggal Keterangan Reff Debit Kredit Januari 10 Pembelian barang dagangan 1.200.000 Kas 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000) 15 Piutang dagang 1.800.000 Penjualan 1.800.000 (400 x Rp 4.500 = Rp1.800.000) 25 Pembelian barang dagangan 1.050.000 Kas 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000 28 Piutang dagang 1.350.000 Penjualan 1.350.000 (300 x Rp 4.500 = Rp1.350.000) 30 Pembelian barang dagangan 400.000 Kas 400.000 (100 x Rp 4.000 = Rp 400.000 Sedangkan ayat jurnal dengan menggunakan metode biaya ratarata - perpetual sebagaimana dalam halaman berikut. D. Menentukan Nilai Persediaan dan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Identifikasi Khusus. Metode ini digunakan dengan cara memisahkan setiap barang berdasarkan kelompok-kelompok pembeliannya dan setiap kelompok diberi kartu-kartu yang menyebut jumlah dan harganya. Dengan cara ini setiap penjualan barang dapat langsung diketahui harga pokoknya. 352 (dalam rupiah) Jurnal umum Hal: Tanggal Keterangan Reff Debit Kredit Januari 10 Persediaan Barang Dagangan 1.200.000 Kas 1.200.000 (400 x Rp 3.000 = Rp 1.200.000 15 Piutang Dagang 1.800.000 Penjualan 1.800.000 (400 x Rp 4.500 = Rp1.800.000) Harga Pokok Penjualan 1.133.320 Persediaan Barang Dagangan 1.133.320 (400 x Rp 2.833,3 = Rp 1.133.320) 25 Persediaan Barang Dagangan 1.050.000 Kas 1.050.000 (300 x Rp 3.500 = Rp 1.050.000) 28 Piutang Dagang 1.350.000 Penjualan 1.350.000 (300 x Rp 4.500 = Rp1.350.000) Harga Pokok Penjualan 969.996 Persediaan Barang Dagangan 969.996 (300 x Rp 3.233,32 = Rp 969.996) 30 Persediaan Barang Dagangan 400.000 Kas 400.000 (100 x Rp 4.000 = Rp 400.000)

353

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA