Dua alat yang tidak diboleh digunakan untuk menyembelih hewan adalah

Pecihitam.org – Dalam tulisan sebelumnya (Baca: Ketentuan Menyembelih Hewan dalam Islam) telah disampaikan bahwa alat yang dapat digunakan untuk menyembelih hewan dan berburu hewan terbagi kedalam tiga bagian, yaitu:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.
DONASI SEKARANG

Pertama, alat tertentu yang tajam/yang dapat melukai yang terbuat dari besi, seperti pedang, pisau, anak panah, tombak, atau terbuat dari peluru, tembaga, emas, kayu yang betul-betul dapat melukai, rotan yang dapat melukai, kaca dan batu.

Sementara, kuku dan tulang tidak dapat dipergunakan sebagai alat untuk menyembelih hewan atau berburu, baik tulang manusia maupun selainnya.

Andai kata seseorang menggunakan salah satu dari keduanya untuk menyembelih dan berhasil, maka daging sembelihannya dihukumi sebagai bangkai dan haram dimakan.

Lantas bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa menyembelih hewan dengan menggunakan tulang hewan yang halal dimakan adalah sah?

Ini adalah pendapat yang syadz dan dhaif, sebagaimana dituturkan oleh Imam Nawawi dalam Raudhatuththaalibin juz 3 halaman 243, yaitu:

ﻭﻓﻲ ﻭﺟﻪ: ﺃﻥ ﻋﻈﻢ اﻟﻤﺄﻛﻮﻝ ﺗﺤﺼﻞ اﻟﺬﻛﺎﺓ ﺑﻪ، ﻭﻫﻮ ﺷﺎﺫ ﺿﻌﻴﻒ. ﻭﻟﻮ ﺭﻛﺐ ﻋﻈﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺳﻬﻢ، ﻭﺟﻌﻠﻪ ﻧﺼﻼ ﻟﻪ، ﻓﻘﺘﻞ ﺑﻪ ﺻﻴﺪا، ﻟﻢ ﻳﺤﻞ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺸﻬﻮﺭ.

Baca Juga: Mengapa Kita Menggunakan Awalan Sayyidina dan Maulana Untuk Nama Rasulullah SAW?

Artinya: Menurut satu pendapat, sesungguhnya menyembelih dengan menggunakan tulang hewan yang halal dimakan adalah sah/hasil. Ini adalah pendapat yang syadz dan lemah. Seandainya tulang tersebut difungsikan sebagai anak panah lalu memetakannya pada busur kemudian mengarahkannya pada hewan buruan lantas hewan tersebut mati karenanya, maka hewan tersebut tidak halal dimakan menurut pendapat yang masyhur.

Imam Nawawi melanjutkan ungkapannya dalam Raudhatuthathaalibin, sebagai berikut:

اﻟﻘﺴﻢ اﻟﺜﺎﻧﻲ: اﻵﻻﺕ اﻟﻤﺜﻘﻼﺕ، ﺇﺫا ﺃﺛﺮﺕ ﺑﺜﻘﻠﻬﺎ ﺩﻗﺎ ﺃﻭ ﺧﻨﻘﺎ، ﻟﻢ ﻳﺤﻞ اﻟﺤﻴﻮاﻥ، ﻭﻛﺬا اﻟﻤﺤﺪﺩ ﺇﺫا ﻗﺘﻞ ﺑﺜﻘﻠﻪ، ﺑﻞ ﻻ ﺑﺪ ﻣﻦ اﻟﺠﺮﺡ

Artinya: Bagian kedua, alat-alat yang memiliki timbangan berat dengan cara memukulkan/membenturkannya atau mencekikkannya pada hewan, maka hewan tersebut tidak halal dimakan. Begitupun alat tajam yang dapat melukai, apabila alat tersebut dipergunakan dengan cara memukul atau mencekiknya, maka hewan tersebut tidak halal dimakan. Jika penggunaannya dengan cara menyembelihnya, maka halal dimakan.

Dalam menjelaskannya, Imam Nawawi menyebutkan beberapa contoh kasus mengenai ini, yaitu:

ﻓﻴﺤﺮﻡ اﻟﻄﻴﺮ ﺇﺫا ﻣﺎﺕ ﺑﺒﻨﺪﻗﺔ ﺭﻣﻲ ﺑﻬﺎ، ﺧﺪﺷﺘﻪ، ﺃﻡ ﻻ، ﻗﻄﻌﺖ ﺭﺃﺳﻪ، ﺃﻡ ﻻ. ﻭﻟﻮ ﻭﻗﻊ ﺻﻴﺪ ﻓﻲ ﺑﺌﺮ ﻣﺤﻔﻮﺭﺓ ﻟﻪ، ﻓﻤﺎﺕ ﺑﺎﻻﻧﺼﺪاﻡ، ﺃﻭ اﻟﺨﻨﻖ ﺑﺄﺣﺒﻮﻟﺔ ﻣﻨﺼﻮﺑﺔ ﻟﻪ، ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﺭﺃﺱ اﻟﺤﺒﻞ ﺑﻴﺪﻩ، ﻓﺠﺮﻩ ﻭﻣﺎﺕ اﻟﺼﻴﺪ، ﺃﻭ ﻣﺎﺕ ﺑﺴﻬﻢ ﻻ ﻧﺼﻞ ﻓﻴﻪ ﻭﻻ ﺣﺪ ﻟﻪ، ﺃﻭ ﺑﺜﻘﻞ اﻟﺴﻴﻒ، ﺃﻭ ﻣﺎﺕ اﻟﻄﻴﺮ اﻟﻀﻌﻴﻒ ﺑﺈﺻﺎﺑﺔ ﻋﺮﺽ اﻟﺴﻬﻢ، ﺃﻭ ﻗﺘﻞ ﺑﺴﻮﻁ، ﺃﻭ ﻋﺼﺎ، ﻓﻜﻠﻪ ﺣﺮاﻡ.

Baca Juga: Asbabun Nuzul Surat al Waqiah Lengkap dengan Kandungan Isinya

Artinya: Apabila seekor burung mati disebabkan karena dilemparkan bunduq (sejenis buah-buahan yang sangat keras yang biasa digunakan untuk berburu), baik membuat burung tersebut terkoyak atau tidak, kepalanya terputus atau tidak, maka yang demikian haram dimakan. Berikutnya, apabila hewan buruan jatuh ke sumur kemudian mati karena terbentur, tercekik atau karena terjerat perangkap atau mencekiknya dengan sejenis tali dan hewan tersebut mati maka yang demikian haram memakannya.

Termasuk hewan yang matinya haram dimakan apabila disebabkan karena busur yang tidak memiliki anak panah (dipukul), atau karena beratnya pedang atau matinya burung lemah karena terkena bagian busur, atau karena dicambuk atau dipukul dengan tongkat.

Dari ibarah di atas dapat diketahui bahwa yang menjadi penekanan adalah alat untuk menyembelihnya, bukan penyembelih atau kondisi terbunuhnya hewan tersebut. Apabila tersembelihnya hewan tersebut disebabkan karena alat dan cara yang diperbolehkan, maka sah dan halal dimakan.

Baca Juga: Mengkritik Pendapat Ustadz Sugi Nur Raharja Tentang Gelar Ulama

Selanjutnya, Imam Nawawi menjelaskan bagian ketiga dalam alat yang dapat digunakan untuk menyembelih hewan, yaitu:

اﻟﻘﺴﻢ اﻟﺜﺎﻟﺚ: اﻟﺠﻮاﺭﺡ، ﻓﻴﺠﻮﺯ اﻻﺻﻄﻴﺎﺩ ﺑﺠﻮاﺭﺡ اﻟﺴﺒﺎﻉ، ﻛﺎﻟﻜﻠﺐ، ﻭاﻟﻔﻬﺪ، ﻭاﻟﻨﻤﺮ، ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ. ﻭﺑﺠﻮاﺭﺡ اﻟﻄﻴﺮ، كالشاﻫﻴﻦ

Artinya: Bagian ketiga adalah binatang buas. Berburu diperbolehkan menggunakan hewan buas, seperti anjing, harimau, macan tutul dan lainnya. Boleh juga menggunakan binatang buas dari jenis burung-burungan, seperti burung elang dan lainnya. (Disarikan dari kitab Raudhatuththaalibin juz 3 halaman 243-246)

Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

  • Author
  • Recent Posts

Dua alat yang tidak diboleh digunakan untuk menyembelih hewan adalah

Latest posts by Azis Arifin (see all)

  • Pembubaran FPI dan Nasib Masa Depan Indonesia - 08/01/2021
  • Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya, Kamu Harus Tahu - 25/10/2020
  • Kritik Imam al Ghazali Terhadap Pemikiran Para Filsuf (Part 2) - 11/10/2020

MADANINEWS.ID, JAKARTA – Mayoritas Masyarakat Muslim di Indonesia akan mulai melaksanakan hari Raya Idul Adha pada esok, Rabu (22/08). Salah satu rangkaian ibadah yang dilaksanakan pada hari raya idul Adha adalah penyembelihan hewan kurban.

Saat penyembelihan hewan kurban tersebut, hendaknya kaum muslimin memperhatikan adab dan rukun-rukun penyembelihan termasuk status kehalalan daging kurban yang disembelih.

Hewan Kurban yang disembelih berstatus halal, apabila terpenuhi persyaratan sebagai berikut: syarat penyembelih, syarat alat untuk menyembelih, dan syarat untuk hewan yang disembelih.

Pertama, syarat penyembelih, ada 4:

1. Berakal dan sudah tamyiz

Seorang penyembelih harus sadar dengan perbuatannya. Karena itu, sembelihan orang gila dan anak kecil tidak dianggap, sampai dia sembuh dan anak kecil mencapai usia tamyiz. Seorang anak dikatakan mencapai usia tamyiz ketika dia bisa membedakan mana yang bahaya dan mana yang bermanfaat bagi manusia. Umumnya anak menginjak fase tamyiz ketika dia sudah berusia 7 tahun.

2. Penganut agama samawi
Yang dimaksud penganut agama samawi adalah kaum muslim dan ahli kitab (yahudi atau nasrani). Sembelihan orang musyrik, seperti orang hindu atau orang yang murtad, seperti orang yang tidak pernah salat, hukumnya haram dimakan. Karena orang murtad, telah keluar dari Islam.

3. Tidak sedang ihram
Orang yang sedang ihram, dilarang untuk menyembelih.

4. Adanya niat untuk dimakan dan membaca basmalah dengan lisan Orang yang menyembelih tapi untuk main-main atau untuk penelitian, tidak boleh dimakan dagingnya. Demikian pula menyembelih tanpa menyebut nama Allah, hukumnya haram.

Allah berfirman

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..

“janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al An’am: 121)

Bacaan bismillah hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafii hukumnya sunah.

Kedua, syarat alat untuk menyembelih:

1. Tajam dan bisa memotong.
2. Selain kuku dan gigi. Masuk dalam syarat ini adalah alat menyembelih tidak boleh terbuat dari tulang.

Ketiga, syarat hewan yang disembelih:

1. Termasuk hewan yang halal disembelih. Hewan yang haram tidak bisa menjadi halal dengan disembelih.
2. Terpotong bagian leher yang harus dipotong dalam kondisi menyembelih normal. Tidak boleh menyembelih di selain bagian leher, kecuali dalam kondisi darurat.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Shalatul idain karya Syekh Sa’id Al Qahthani):

  • Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
  • Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
  • Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Sebagian ulama berpendapat bahwa sembelihannya halal. Ini merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكل، ليس السن والظفر

“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku. (HR. Al Bukhari & Muslim).

Disadur dari: Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 15372 dan Ahkam al-‘Idain karya Sa’d bin Wahf al-Qahtani.

Hal-hal yang dianjurkan ketika menyembelih:

1. Dianjurkan bagi orang yang berkurban untuk menyembelih kurbannya sendiri (tanpa diwakilkan). Meskipun jika penyembelihannya diwakilkan maka kurbannya sah.
Syekh Ali bin hasan Al-Halabi mengatakan, Saya tidak mengetahui adanya perselisihan di antara ulama dalam masalah ini (anjuran menyembelih sendiri dan boleh juga diwakilkan). (Ahkam Al idain, hal. 32). Apabila pemilik kurban tidak bisa menyembelih sendiri maka dianjurkan untuk ikut menyaksikan penyembelihannya.

2. Hewannya dibaringkan ke lambung kiri, orang yang menyembelih meletakkan kakinya di lehernya agar bisa menekan hewan sehingga tidak banyak bergerak.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan beliau letakkan kaki beliau di atas leher hewan. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

3. Membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Misalnya dengan membaca: bismillahi Allahu akbar…

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya sendiri, beliau baca basmalah dan bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

4. Menyebut nama sahibul kurban ketika menyembelih

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, “Bismillah Wallaahu akbar, kurban ini atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.” (HR. Abu Daud, At Tirmudzi, dan disahihkan Al-Albani).

Demikian pula dibolehkan setelah membaca bismillah Allahu Akbar, diikuti salah satu diantara bacaan berikut,

hadza minka wa laka (HR. Abu Dawud 2795) atau hadza minka wa laka ’anni (jika disembelih sendiri) atau ’an fulan (nama shohibul kurban), jika yang menyembelih orang lain. (Tata Cara Kurban Tuntunan Nabi, hal. 92).

5. Berdoa agar Allah menerima kurbannya

Doa ini bisa dibaca setelah rangkaian bacaan di atas. Doa agar kurban diterima, “Allahumma taqabbal minni” jika menyembelih sendiri atau “Allahumma taqabbal min fulan” (nama shohibul kurban), jika yang menyembelih orang lain.

Catatan:

1. Wanita dibolehkan untuk menyembelih hewan. Status sembelihan wanita adalah sah dan halal. Dalilnya adalah

أَنَّ جَارِيَةً لِكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ كَانَتْ تَرْعَى غَنَمًا بِسَلْعٍ فَأُصِيبَتْ شَاةٌ مِنْهَا فَأَدْرَكَتْهَا فَذَبَحَتْهَا بِحَجَرٍ فَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كُلُوهَا

“Bahwa seorang budak perempuan milik Ka’ab bin Malik pernah menggembalakan kambing-kambing di Sala’ [nama tempat]. Lalu seekor kambing di antaranya terkena sesuatu, lalu budak menyembelih kambing itu dengan batu. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai hal itu dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Makanlah kambing itu.” (HR. Bukhari, no 5081)

2. Wajib memperlakukan hewan dengan baik ketika menyembelih. Dengan melakukan cara penyembelihan yang paling mudah dan paling cepat mematikan.
Dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).

Bolehkah membaca shalawat ketika menyembelih?

Tidak boleh membaca shalawat ketika hendak menyembelih, dengan beberapa alasan, di antaranya:
Tidak terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salawat ketika menyembelih. Sementara beribadah tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah.

Bisa jadi ketika membaca salawat pada saat menyembelih, muncul keinginan untuk bertawasul dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih. Dikhawatirkan ini akan mengantarkan kepada kesyirikan.
Bisa jadi pula dengan membaca salawat, seseorang membayangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih, sehingga sembelihannya tidak murni untuk Allah.
(Syarhul Mumti’ 7:492).