Cara membuat panduan supervisi farmasi rumah sakit

Pedoman Pengelolaan Vaksin di Fasyankes Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016...

Cara membuat panduan supervisi farmasi rumah sakit

Buku Saku Infovaksin

Di tahapan awal, vaksinasi COVID-19 akan diperuntukkan bagi garda terdepan dengan risiko tinggi, yaitu tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik. Lalu secara bertahap akan diperluas seiring dengan ketersediaan vaksin dan izinnya, yaitu penerima ...

Cara membuat panduan supervisi farmasi rumah sakit

Farmakope Indonesia Edisi VI

Sehubungan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi, khususnya terkait dengan standardisasi, metode, dan prosedur...

Cara membuat panduan supervisi farmasi rumah sakit

Buku Pedoman Gema Cermat

Pedoman Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat Dokumen ini merupakan pedoman bagi Pembina GeMa CerMat di tingkat provinsi, kabupaten/kota, apoteker...

Wira Firmalinda, SKM, M.I.Kom | 19 Mei 2021 15:41:03 WIB | 736 kali dilihat.

Rabu (19/05/2021) – Bidang Keperawatan dan Kepala Instalasi Rawat Inap melakukan supervisi terkait pelaksanaan overan/hand over di Instalasi Rawat Inap RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. Supervisi dilakukan pada pukul 08.00 WIB di Ruang Rawat Inap Anggrek dan Gelatik. Kegiatan supervisi ini dipimpin oleh Kepala Sub Bidang Profesi dan Asuhan Keperawatan, Ns. Iva Fitri Wahyuni, S.Kep dan Kepala Instalasi Rawat Inap Ns. Firsti Andriani, S.Kep,. M.Kep dan Ns. Dwi Rahmi, SKM, S.Kep. Supervisi ini sendiri bertujuan untuk memastikan implementasi overan/hand over sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Supervisi ini diikuti oleh seluruh tim shift pagi dan shift malam Ruang Rawat Inap Anggrek dan Gelatik, dan juga diikuti oleh mahasiswa praktek klinik keperawatan. Setelah supervisi terkait pelaksanaan overan/hand over, kemudian dilanjutkan dengan supervisi pelaksanaan pre konfren, supervisi pelaksanaan ronde keperawatan, evaluasi dan pembuatan laporan. Dengan adanya supervisi ini tentu diharapkan overan/hand over di Instalasi Rawat Inap RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang dilakukan sesuai dengan standar Sasaran Keselamatan Pasien dalam Model Praktek Keperawatan Profesional.

Pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan di rumah sakit harus mampu menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau untuk memenuhi kebutuhan pasien

Pelayanan Kefarmasian meliputi

  1. pengelolaan sediaan farmasi,
  2. alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP), serta
  3. pelayanan farmasi klinik

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
  2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
  3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yangtidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit dirancang, diimplementasikan, dan dilakukan peningkatan mutu secara berkesinambungan terhadap proses-proses:

  1. pemilihan,
  2. perencanaan dan pengadaan,
  3. penyimpanan,
  4. pendistribusian,
  5. peresepan/permintaan obat/instruksi pengobatan,
  6. penyalinan (transcribing),
  7. penyiapan,
  8. pemberian dan
  9. pemantauan terapi obat.

Sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat dikelola untuk memenuhi kebutuhan pasien

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang meliputi:

  1. Perencanaan sistem pelayanan kefarmasian danpenggunaan obat.
  2. Pemilihan.
  3. Perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi dan BMHP.
  4. Penyimpanan.
  5. Pendistribusian.
  6. Peresepan/permintaan obat/instruksi pengobatan.
  7. Penyiapan (dispensing).
  8. Pemberian.
  9. Pemantauan terapi obat.

Kajian efektivitas sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat (minimal 1 kali setahun)

Pelaksanaan kajian melibatkan Komite/Tim Farmasi dan Terapi, Komite/ Tim Penyelenggara Mutu, serta unit kerja terkait

Rumah sakit harus menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan staf yang terlibat dalam pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, misalnya informasi tentang dosis, interaksi obat, efek samping obat, stabilitas dan kompatibilitas dalam bentuk cetak dan/atau elektronik.

Implementasi

  1. Rumah sakit telah menetapkan regulasi tentang sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk pengorganisasiannya
  2. Rumah sakit memiliki bukti seluruh apoteker memiliki izin dan kompeten, serta telah melakukan supervisi pelayanan kefarmasian dan memastikan kepatuhan
  3. Rumah sakit memiliki bukti kajian sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan
  4. Rumah sakit memiliki sumber informasi obat untuk semua staf

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan formularium yang digunakan untuk peresepan/permintaan obat/instruksi pengobatan

Formularium ini didasarkan atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi melakukan evaluasi terhadap formularium rumah sakit sekurang-kurangnya setahun sekali dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan biaya.

Rumah sakit merencanakan kebutuhan obat, dan BMHP dengan baik agar tidak terjadi kekosongan yang dapat menghambat pelayanan. Apabila terjadi kekosongan, maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan kepada profesional pemberi asuhan (PPA) serta saran substitusinya.

Implementasi :

  1. proses penyusunan formularium rumah sakit secara kolaboratif
  2. pemantauan kepatuhan terhadap formularium baik dari persediaan maupun penggunaannya.
  3. evaluasi terhadap formularium sekurang-kurangnya setahun sekali
  4. pelaksanaan dan evaluasi terhadap perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi, dan BMHP.
  5. pengadaan sediaan farmasi, dan BMHP melibatkan apoteker

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan regulasi penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP disimpan dengan benar dan aman

Rumah sakit mempunyai ruang penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP yang disesuaikan dengan kebutuhan, serta memperhatikan persyaratan penyimpanan dari produsen, kondisi sanitasi, suhu, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan memiliki system keamanan penyimpanan yang bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan produk serta keselamatan staf

Beberapa sediaan farmasi harus disimpan dengan cara khusus, yaitu:

  1. Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan sesuaisifat dan risiko bahan agar dapat mencegah staf dan lingkungan dari risiko terpapar bahan berbahaya dan beracun, atau mencegah terjadinya bahaya seperti kebakaran
  2. Narkotika dan psikotropika harus disimpan dengan cara yang dapat mencegah risiko kehilangan obat yang berpotensi disalahgunakan (drug abuse)
  3. Elektrolit konsentrat dan elektrolit dengan konsentrasi tertentu diatur penyimpanannya agar tidak salah dalam pengambilan
  4. Obat emergensi diatur penyimpanannya agar selalu siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Pengelolaan obat dan BMHP emergensi harus sama/seragam di seluruh rumah sakit dalam hal penyimpanan (termasuk tata letaknya), pemantauan dan pemeliharaannya

sediaan farmasi memiliki risiko khusus yang memerlukan ketentuan tersendiri dalam penyimpanan, pelabelan dan pengawasan penggunaannya, yaitu:

  1. Produk nutrisi parenteral dikelola sesuai stabilitas produk
  2. Obat/bahan radioaktif dikelola sesuai sifat dan bahan radioaktif
  3. Obat yang dibawa pasien
  4. Obat/BMHP dari program atau bantuan pemerintah/pihak lain dikelola
  5. Obat yang digunakan untuk penelitian dikelola

Obat dan zat kimia yang digunakan untuk peracikan obat harus diberi label yang memuat

  1. informasi nama,
  2. kadar/kekuatan,
  3. tanggal kedaluwarsa dan
  4. peringatan khusus untuk menghindari kesalahan dalam penyimpanan dan penggunaannya

regulasi rekonsiliasi obat.

Pasien yang dirawat di rumah sakit mungkin sebelum masuk rumah sakit sedang menggunakan obat baik obat resep maupun non resep.

Rekonsiliasi obat di rumah sakit adalah proses membandingkan daftar obat yang digunakan oleh pasien sebelum masuk rumah sakit dengan obat yang diresepkan pertama kali sejak pasien masuk, saat pindah antar unit pelayanan (transfer) di dalam rumah sakit dan sebelum pasien pulang.

Rekonsiliasi obat dimulai dengan menelusuri riwayat penggunaan obat pasien sebelum masuk rumah sakit, kemudian membandingkan daftar obat tersebut dengan obat yang baru diresepkan saat perawatan

Kajian sistematik membuktikan bahwa rekonsiliasi obat dapat menurunkan diskrepansi dan kejadian yang tidak diharapkan terkait penggunaan obat (adverse drug event).

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan regulasi peresepan/permintaan obat dan BMHP/instruksi pengobatan

Jenis kesalahan peresepan antara lain:

  1. resep yang tidak lengkap,
  2. ketidaktepatan obat,
  3. dosis,
  4. rute dan
  5. frekuensi pemberian.

Untuk menghindari keragaman dan mencegah kesalahan obat yang berdampak pada keselamatan pasien, maka rumah sakit menetapkan persyaratan bahwa semua resep/permintaan obat/instruksi pengobatan harus mencantumkan

  1. identitas pasien,
  2. nama obat,
  3. dosis,
  4. frekuensi pemberian,
  5. rute pemberian,
  6. nama dan
  7. tanda tangan dokter.

Persyaratan kelengkapan lain ditambahkan disesuaikan dengan jenis resep/permintaan obat/instruksi pengobatan, misalnya

  1. Penulisan nama dagang atau nama generik pada sediaan dengan zat aktif tunggal.
  2. Penulisan indikasi dan dosis maksimal sehari pada obat PRN (pro renata atau “jika perlu”).
  3. Penulisan berat badan dan/atau tinggi badan untuk pasien anak-anak, lansia, pasien yang mendapatkan kemoterapi, dan populasi khusus lainnya.
  4. Penulisan kecepatan pemberian infus di instruksi pengobatan.
  5. Penulisan instruksi khusus seperti: titrasi, tapering, rentang dosis.

Instruksi titrasi adalah instruksi pengobatan dimana dosis obat dinaikkan/diturunkan secara bertahap tergantung status klinis pasien.

Instruksi harus terdiri dari:

  1. dosis awal,
  2. dosis titrasi,
  3. parameter penilaian, dan
  4. titik akhir penggunaan

misalnya: infus nitrogliserin, dosis awal 5 mcg/menit. Naikkan dosis 5 mcg/menit setiap 5 menit jika nyeri dada menetap, jaga tekanan darah 110-140 mmHg

Instruksi tapering down/tapering off adalah instruksi pengobatan dimana dosis obat diturunkan secara bertahap sampai akhirnya dihentikan.

Cara ini dimaksudkan agar tidak terjadi efek yang tidak diharapkan akibat penghentian mendadak.

Contoh obat yang harus dilakukan tapering down/off:

pemakaian jangka panjang kortikosteroid, psikotropika. Instruksi harus rinci dituliskan tahapan penurunan dosis dan waktunya.

Instruksi rentang dosis adalah instruksi pengobatan dimana dosis obat dinyatakan dalam rentang,

misalnya morfin inj 2-4 mg IV tiap 3 jam jika nyeri. Dosis disesuaikan berdasarkan kebutuhan pasien

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses untuk menangani resep/ permintaan obat dan BMHP/instruksi pengobatan:

  1. Tidak lengkap, tidak benar dan tidak terbaca.
  2. NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) atau LASA (Look Alike Sound Alike).
  3. Jenis resep khusus seperti emergensi, cito, automatic stop order, tapering dan lainnya.
  4. Secara lisan atau melalui telepon, wajib dilakukan komunikasi efektif meliputi: tulis lengkap, baca ulang (read back), dan meminta konfirmasi kepada dokter yang memberikan resep/instruksi melalui telepon dan mencatat di rekam medik bahwa sudah dilakukan konfirmasi

Berlanjut

Reference :

Kepmenkes Nomor 1128 Tahun 2022

Kegiatan apa saja yg dilakukan dalam pengelolaan sedian farmasi di RS?

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

Sebutkan apa saja yg dilakukan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di RS?

Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

Permenkes No 58 Tahun 2014 Tentang apa?

Permenkes No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit [JDIH BPK RI]

Apa saja standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit?

(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar: a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan b. pelayanan farmasi klinik.