Christabel, siswa SDK Penabur, Duren Sawit, mengerjakan tugas sekolah di rumahnya di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (27/3/2020). Ia menggunakan situs Google Classroom untuk menerima pelajaran dari gurunya yang juga mengajar dari rumah saat terjadinya wabah Covid-19. Warta Kota/Alex Suban - Jawaban Apa yang Kita Lakukan Jika Teman Sedang Kesulitan, Materi TVRI SD Kelas 1-3 Rabu 13 Mei 2020
TRIBUNNEWS.COM - Kunci jawaban untuk pertanyaan nomor 2 materi 'Chandra Oh Chandra' untuk siswa SD kelas 1-3 Rabu, 13 Mei 2020. Peserta Belajar dari Rumah diminta untuk menjawab soal-soal pertanyaan yang diberikan. Jawablah dengan mempelajari materi yang telah disampaikan dalam tayangan. Berikut pertanyaan nomor 2 yang diberikan dari materi Sahabat Pelangi: Chandra Oh Chandra
Berikut jawaban dari soal diatas, simak penjelasan berikut: 2. Kemudian sahabat-sahabatnya menemani Chandra ke rumah Om Yunus, karena tidak tega membiarkan Chandra pergi sendiri ke tempat baru. Menurut mereka ini adalah sebuah petualangan baru, karena harus mencari rumah melalui petunjuk peta. Teman-teman Chandra khawair apabila Chandra pergi sendirian ke tempat yang belum ia kenali, maka mereka membantu Chandra untuk menemukan dan mengantarkan barang ke rumah Om Yunus. Baca: Jawaban Apakah Bayangan Jajargenjang Hasil Refleksi akan Membentuk Bangun yang Berbeda? TVRI SMA Baca: Ali dan Budi Berteriak, Apa yang Terjadi? KUNCI Jawaban SD 4-6, Belajar dari Rumah TVRI, 12 Mei 2020 Selain bisa disaksikan di televisi, tayangan materi TVRI Belajar dari Rumah juga dapat diakses dalam live streaming berikut ini: 1. Link TVRI Klik >>> di sini 2. Link TVRI Klik >>> di sini
Ada event #KamisMenulis di grup penulis. Kali ini mengambil tema “mandiri”. Bukan nama sebuah institusi keuangan di negeri ini, namun sebuah kata sifat atau adjektiva yang bermakna “tidak bergantung pada orang lain”. Kali ini saya menyajikan dalam bentuk cerita pendek, lebih kurang 850-an kata. Cerpen anak (Cernak) kali ini mengupas satu di antara karakter profil pelajar Pancasila. Anda yang berkecimpung dalam dunia pendidikan guru penggerak sebagai CGP (Calon Guru Penggerak), CPP (Calon Pengajar Praktik), Kepala Sekolah Penggerak, dan pihak yang berkaitan dengan kebijakan Merdeka Belajar Episode Kelima, sangat familier dengan istilah profil pelajar Pancasila. Mari kita simak! ***Oleh: PakDSus Mama Ida adalah ibu dari seorang anak lelaki berusia sebelas tahun, Abimana. Mama Ida sangat sayang dengan anak semata wayangnya. Semua kebutuhan anaknya selalu dipenuhi. Kesulitan yang dialami Abi, panggilan Abimana, selalu dibantunya. Di rumah, hampir tidak pernah Abi meraut pensil atau mengisi botol air minum yang akan ia bawa sebagai bekal. Abi tinggal memakai pensil untuk menggambar atau menulis di buku tulisnya. Botol air minumnya tidak pernah ia isi sendiri. Mama Ida akan sigap mengisinya dengan air masak yang ia tampung di dispenser yang berada di ruang tengah rumahnya. Setiap pagi, Abi berangkat sekolah membonceng Mang Juri. Mang Juri adalah tukang ojek yang disewa keluarganya untuk mengantarkan Abi ke sekolah dan menjemputnya ketika pulang sekolah. Kecuali jika Mang Juri berhalangan atau sakit, Abi naik kendaraan umum. Angkutan Perkotaan yang biasa disebut “taksi” setiap hari melewati jalan depan sekolahnya. Usia Abi belum genap sebelas tahun. Ia duduk di kelas lima SD Merdeka. SD Merdeka seperti sekolah dasar lainnya. Memiliki enam kelas, masing-masing kelas satu rombongan belajar. Kecuali kelas satu. Tahun ini, kelas satu dijadikan dua rombongan belajar. Lima puluh dua orang siswa tidak mungkin dijadikan satu kelas. Beruntungnya, SD Merdeka masih memiliki satu lokal kelas yang masih kosong. Aturan yang DisepakatiYang membedakan SD Merdeka dengan sekolah lain adalah, aturan yang lazim disebut sebagai Tata Tertib Sekolah. Tata tertib sekolah tidak dibuat oleh kepala sekolah atau guru yang diberi tugas membuat draf, lalu disahkan dalam rapat. Peraturan sekolah dibuat dengan kesepakatan. Guru kelas dan tenaga kependidikan, Komite Sekolah, perwakilan orang tua, pengurus kelas empat sampai dengan enam, serta tokoh masyarakat sekitar diajak oleh kepala sekolah untuk menyusun aturan yang disepakati bersama. Setiap perwakilan memiliki hak suara untuk mengusulkan atau memberi pendapat. Akhirnya, peserta rapat menyepakati aturan yang harus dipatuhi bersama. Satu di antara kesepakatan adalah, orang tua dilarang mengantarkan barang-barang keperluan sekolah anaknya yang tertinggal, kecuali kacamata dan obat-obatan. Siswa SD Merdeka belajar mandiri, teliti, dan bertanggung jawab. Para siswa pun dilatih untuk bekerja sama dan bergotong royong, dan menghormati perbedaan. Abimana, mendengar penjelasan tentang kesepakatan yang menjadi aturan sekolah dari Bu Iis, guru kelasnya. Bu Iis, mensosialisasikan aturan yang menjadi kesepakatan sekaligus melatih siswa untuk mempraktikkan dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Suatu hari, Abimana agak kesiangan bangun. Ia kecapaian. Pada sore hari ia bersama teman-temannya bermain sepak bola. Setelah berpamitan kepada mamanya, ia menyambar tas ransel dan berlari menuju motor Mang Juri yang sudah menunggu. Beruntung ia tidak terlambat. Karena terburu-buru, kotak pensil Abi tertinggal. Mama Ida melihat kotak pensil anaknya tergeletak di meja belajar. Ia pun cemas. “Jangan-jangan Abi tidak bisa menulis nanti,” pikirnya. Segera ia mematut diri lalu menyusul anaknya ke sekolah. “Selamat pagi, Bu? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Ibu Rina, guru piket hari itu. “Saya mamanya Abimana, Bu. Kelas lima,” kata Mama Ida mengenalkan diri. “Iya, Bu? Ada apa? Kami lihat Abi tadi masuk ke kelas. Ia sehat-sehat saja. Suhu badannya normal,” kata Bu Rina. “Iya, Bu. Anak saya memang sehat. Saya datang ke sekolah mau mengantarkan ini,” jelas Mama Ida sambil menunjukkan kotak pensil Abimana yang tertinggal tadi. “Oh, kotak pensil abi tertinggal?” tanya Ibu Rina, “apakah Abi belum bercerita kepada Ibu?” “Cerita tentang apa ya, Bu?” tanya Mama Ida heran. “Begini, Bu. Sekolah kita sudah sepakat, bahwa jika ada barang atau peralatan sekolah yang ketinggalan, orang tua tidak boleh mengantarkannya ke sekolah,” jelas Bu Rina. “Kok bisa begitu, Bu? Terus, anak saya menulis pakai apa nanti?” tanya Mama Ida heran. Bu Rina tersenyum ramah dan menjelaskan. “Kita ingin anak-anak kita menjadi anak yang mandiri, Ibu. Mereka kita latih untuk teliti. Dengan begitu, kita berharap mereka menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Saya salut dengan kasih sayang Ibu sebagai orang tua. Namun, tanpa disadari, kita membiasakan anak-anak tergantung dengan orang lain. Biar saja ketinggalan, toh nanti Mama akan mengantarkan ke sekolah. Begitu,” jelas Bu Rina. Mama Ida mengangguk-angguk. “Biarkan anak-anak kita belajar bekerja dengan bertanggung jawab. O ya, Ibu. Sekolah kita menghargai setiap anak yang bekerja dengan baik, membantu teman-temannya, bergotong royong, dan mampu menolong dirinya sendiri. Jadi, Ibu tidak usah khawatir. Meskipun alat tulis Abi tidak terbawa, teman-teman di kelas akan saling membantu. Abi juga anak yang rajin lo, Bu. Ia juga baik hati. Ia suka meminjamkan barang-barang miliknya jika ada teman yang membutuhkan.” Mama Ida SadarIbu Rina menjelaskan panjang lebar perihal aturan di sekolah dan juga tentang Abimana. Mama Ida kembali mengangguk-angguk. Dalam hati ia merasa malu. Di rumah ia menganggap Abimana adalah anak yang perlu mendapat bantuan. Agar ia tidak repot mengurusi dirinya. Rupanya apa yang ia lakukan bertolak belakang dengan pembiasaan di sekolah anaknya. “Bagaimana, Ibu?” tanya Bu Rina “E … i … iya, Bu. Terima kasih dan mohon maaf. Jadi, kotak pensil ini …?” jawab Mama Ida terbata-bata. “Bawa saja. Meskipun Abi mengalami sedikit kesulitan, biarlah ia belajar mengatasinya. Pribadi yang mandiri itu mampu mengatasi kesulitan. Biarkan Abi dengan bimbingan guru kelasnya mengatasi kesulitannya. Terima kasih, Ibu. Mohon maaf jika Ibu merasa tidak nyaman. Semoga anak-anak kita menjadi anak yang mandir ya, Bu?” Bu Rina berkata lalu berdiri dan menyalami serta mempersilakan Mama Ida kembali ke rumah. Mama Ida pun berpamitan. Ia berjanji tidak akan terlalu cemas dan tidak lagi memperlakukan Abi sebagai anak yang tidak mampu berbuat. Musi Rawas, 10 Maret 2022
|