PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (3)
DALAM mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN), Indonesia menganut sistem tarif tunggal. Saat ini tarif yang berlaku sebesar 10%. Hal ini diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN). Tarif PPN sebesar 10% tersebut diterapkan atas penyerahan-penyerahan sebagai berikut:
Adapun, UU PPN juga mengatur penyerahan yang dikenakan tarif PPN sebesar 0%, yang diterapkan atas penyerahan sebagai berikut:
Pengenaan tarif nol persen tersebut tidak berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Selain itu, UU PPN juga mengatur bahwa tarif normal PPN sebesar 10% dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kewenangan ini diberikan berdasarkan pertimbangann ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan ini dikemukakan pemerintah kepada DPR dalam rangka pembahasan dan penyusunan RAPBN. Dasar Pengenaan Pajak Selain urusan tarif, UU PPN juga mengatur mengenai dasar pengenaan pajak (DPP) untuk PPN. DPP adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitungan pajak yang terutang. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP tidak berwujud karena pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undanganyang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut UU PPN. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai DPP. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 75/PMK.03/ 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 121/PMK.03/2015 tentang Nilai Lain sebagai DPP, nilai lain ditetapkan sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan nilai lain atas perkiraan hasil rata-rata terkait penyerahan film cerita dan harga jual eceran terkait penyerahan produk tembakau diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Selain itu, dalam PMK-56/PMK.03/2015 sebagai perubahan kedua PMK-75/PMK.03/2010, disebutkan bahwa ada penyerahan yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan, antara lain yang berhubungan dengan:
Demikian penjelasan mengenai tarif dan DPP dalam PPN. Dalam artikel berikutnya akan diulas mengenai penghitungan, saat terutang, tempat terutang, serta penyetoran dan pelaporan PPN. Untuk materi mengenai PPN sebelumnya dapat dibaca di sini.*
Untuk lebih memahami tentang apa saja yang termasuk Objek Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disingkat PPN), silahkan disimak penjelasan seputar Objek PPN berikut ini. Objek PPN Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (Pasal 4 ayat (1) UU PPN)
Secara khusus PPN juga dikenakan atas:
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma. Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor BKP Berwujud, pengusaha yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP. Penyerahan Barang Kena Pajak
Yang dimaksud dengan "Perjanjian" meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha(leasing). Yang dimaksud dengan "pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing)" adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee). Yang dimaksud dengan "pedagang perantara" adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner. Yang dimaksud dengan "juru lelang" adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah. Yang dimaksud dengan "pemakaian sendiri" adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan dan station wagon, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan tidak termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak. Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan "pusat" adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan. Yang dimaksud dengan "cabang" antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya. Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-undang ini. Contoh: Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip Syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah :
Yang dimaksud dengan "makelar" adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antartempat pajak terutang. Yang dimaksud dengan "pemecahan usaha" adalah pemisahan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan dan station wagon, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan, tidak termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak. Ekspor Jasa Kena Pajak Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean. Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah:
TIDAK DIKENAI PPN Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi:
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:
Jasa pelayanan sosial meliputi:
Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel. Jasa keuangan meliputi:
Yang dimaksud dengan "jasa asuransi" adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi. Jasa keagamaan meliputi:
Jasa pendidikan meliputi:
Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. Jasa tenaga kerja meliputi:
Jasa perhotelan meliputi:
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan kartu Tanda Penduduk. Yang dimaksud dengan "jasa penyediaan tempat parkir" adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran. Yang dimaksud dengan "jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam" adalah jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Kegiatan Membangun Sendiri Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. PPN tersebut terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Bangunan di atas berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP untuk Kegiatan Membangun Sendiri adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan. Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak untuk Diperjualbelikan (Pasal 16D) PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c UU PPN. Dengan kata lain, penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dikenakan PPN dengan syarat :
Tarif yang berlaku adalah tarif umum PPN sebesar 10%. |