Berikut yang bukan ciri-ciri historiogragi kolonial adalah …

HISTORIOGRAFI INDONESIA

Sejarah merupakan bagian yang tidak dapat kita hilangkan dalam hidup  kita dengan mempelajari sejarah kita dapat mengetahui apa saja yang terjadi pada masa lampau dan akan membuat kita mengetahui apa saja yang akan kita lakukan dimasa depan.

Penulisan sejarah di Indonesia akan membuat bangsa Indonesia mengetahui bagaimana sejarah bangsanya dulu. Penulisan sejarh di Indonesia ini meliputi tiga bagain yakni  penulisan masa tradisionla, kolonial dan nasionalis diman ada;am penulisan sejarah tersebut memiliki ciri-ciri dan karakter masing-masing dan tentu saja berbeda karena di buat pada masa yang berbeda.

Permasalahan yang diangkat dalam tema  ini yaitu bahwa agar kita tau sejarah penulisan padamasa tradisonal, kolonial dan nasional di Indonesia. selain itu banyak karya-karya yang di tulis oleh para pujangga keratin diantaranya babad tanah pasundan, babad parahiangan babad tanhah jawa, pararato dan masih banyak yang lainnya, serata penulisan sejarah masa colonial pada masa pendudukan belanda dan penulisan sejarah nasional yakni pada masa pasca kemerdekaan Indonesia. Untuk lebih jelas maka akan di paparkan tentang historiografi di Indonesia di bawah ini.

B. PEMBAHASAN

a. Pengertian Historiografi 

            Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history dan grafi.  Histori artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah [problem oriented] maupun yang tidak bersifat ilmiah [no problem oriented]. Problem oriented artinya karya sejarah ditulis bersifat ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan masalah [problem solving], yang tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan no problem oriented adalah karya tulis sejarah yang ditulis tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan ditulis secara naratif, juga tidak menggunakan metode penelitian.

            Sesuai dengan namanya, historiografi tradisional maka historiografi ini berasal dari masa tradisional yakni, masa kerajaan-kerajaan kuno. Penulisnya adalah para pujangga atau yang lainnya, yang merupakan pejabat dalam struktur birokrasi tradisional bertugas menyusun sejarah [babad dan hikayat].

Pada dasarnya buku sejarah yang sering kita lihat dan sering kita baca, baik itu yang ada di perpustakaan maupun di toko-toko buku, pada dasarnya itu historiografi. Buku-buku bacaan yang di dalamnya bukan kajian sejarah itu tidak termasuk kategori historiografi, karena tidak berkaitan dengan kejadian masa lampau. Jadi dengan demikian, suatu karya tulis bisa dikatakan historiografi apabila kajian di dalamnya mencerminkan kisah sejarah dari suatu kejadian sejarah.

Historiografi mulai ada dan dikenal oleh manusia pada dasarnya sejak manusia mengenal tulisan atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan, pada dasarnya mereka sudah tumbuh kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya sebagai manusia dalam keluarga dan hidup berbangsa bernegara.

Berikut ini kita akan mengenal sejarah tentang historiografi di indonesia

b. Historiografi tradisional

Historiografi tradisional adalah karya tulis sejarah yang dibuat oleh para pujangga dari suatu kerajaan, baik itu kerajaan yang bernafaskan Hindu/Budha maupun kerajaan/kesultanan yang bernafaskan Islam tempo dulu yang pernah berdiri di Nusantara Indonesia.

Seperti kita ketahui di Nusantara Indonesia, bahwa sejak awal bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah, diiringi pula dengan berdirinya kerajaan-kerajaan terutama yang dominan dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha. Contohnya di Kalimantan berdiri kerajaan Hindu Kutai, di Jawa Barat bediri kerajaan Tarumanegara,  Galuh Medang Kamulyan, Aditiawarman dan lain-lain. Di Jawa Tengah ada kerajaan Airlangga, Mataram Hindu, dan di Jawa Timur ada kerajaan Singosari, Blambangan,  dan lain-lain. Memasuki abad ke-7, di Nusantara Indonesia, bediri pula kerajaan-kerajaan yang lebih besar wilayah kekuasaannya seperti kerajaan Pajajaran, Galuh, Sunda, Sriwijaya, Majapahit, Mataram Hindu dan lain-lain.  Pada dasarnya di kerajaan-kerajaan tersebut ada khusus orang-orang yang ditugaskan oleh raja untuk menulis sejarah yaitu dengan gelar Pujangga [Sejarawan Keraton].

Karya-karya sejarah yang ditulis oleh para pujangga dari lingkungan keraton ini hasil karyanya biasa disebut Historigrafi Tradisional. Contoh karya sejarah yang berbentuk historiografi tradisional yang ditulis oleh para pujangga keraton dari kerajaan hindu/budha sebagai berikut :

1.      Babad Tanah Pasundan,

2.      Babad Parahiangan,

3.      Babad Tanah Jawa,

4.      Pararaton,

5.      Nagarakertagama,

6.      Babad Galuh,

7.      Babad Sriwijaya,   dan lain-lain.

Contoh babad Galuh,

Contoh tulisan Babad Galuh adalah koleksi naskah kuno dari Kraton Kasepuhan cirebon merupakan warisan karya budaya leluhur yang mempunyai nilai yang sangat tinggi baik dari sudut sejarah, sastra ataupun disiplin ilmu lainnya. Agar warisan ini tidak punah ditelan oleh zaman, maka purlu adanya penyelamatan isinya agar dapat diketahui dan dipelajari oleh generasi muda

PUPUH IDHANDHANGGULA

Ingkang rinipta carita puniki, sasi kalih tanggal kaping sanga, Senen Wage ing rangkepe, pengeting tahunipun, tahun Be kang hijrah Nabi, sewu rongatus ika, punjul wolung puluh, ing tahun Be Punika, among angsal wolulas dinten nenggih, wau ingkang kalampah.

Contoh pararaton

Serat Pararaton, atau Pararaton saja [bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"], adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam bahasa Sanskerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.

Pararaton diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, yaitu tokoh pendiri kerajaan Singhasari [1222–1292]. Selanjutnya hampir setengah kitab membahas bagaimana Ken Arok meniti perjalanan hidupnya, sampai ia menjadi raja pada tahun 1222. Penggambaran pada naskah bagian ini cenderung bersifat mitologis. Cerita kemudian dilanjutkan dengan bagian-bagian naratif pendek, yang diatur dalam urutan kronologis. Banyak kejadian yang tercatat di sini diberikan penanggalan. Mendekati bagian akhir, penjelasan mengenai sejarah menjadi semakin pendek dan bercampur dengan informasi mengenai silsilah berbagai anggota keluarga kerajaan Majapahit.

Penekanan atas pentingnya kisah Ken Arok bukan saja dinyatakan melalui panjangnya cerita, melainkan juga melalui judul alternatif yang ditawarkan dalam naskah ini, yaitu: "Serat Pararaton atawa Katuturanira Ken Angrok", atau "Kitab Raja-Raja atau Cerita Mengenai Ken Angrok". Mengingat tarikh yang tertua yang terdapat pada lembaran-lembaran naskah adalah 1522 Saka [atau 1600 Masehi], diperkirakan bahwa bagian terakhir dari teks naskah telah dituliskan antara tahun 1481 dan 1600, dimana kemungkinan besar lebih mendekati tahun pertama daripada tahun kedua

Sedangkan karya historiografi tradisional yang ditulis para pujangga dari kerajaan Islam diantaranya :

1.      Babad Cirebon yaitu karya dari Kerajaan Islam Cirebon,

2.      Babad  Banten yaitu karya dari Kerajaan Islam Banten,    

3.      Babad Dipenogoro yaitu karya yang mengisahkan kehidupan Pangeran Diponegoro,

4.      Babad Demak yaitu karya tulis dari Kerajaan Islam Demak, Babad Aceh dan lain-lain.

Contoh salah satu babad Diponegoro karya yang mengisahkan kehidupan pangeran Diponegoro, walaupun babad ini banyak menjadi perbincangan karena banyak tangan dalam penulisan ini dan belum diketahui secara pasti akan tetapi pangeran diponegoro ikut andil dalam penulisan tersebut.

Dari kisah perjalanan dan perjuangan Pangeran Diponegoro ada catatan menarik terkait penulisan Babad Diponegoro. Dalam buku-buku sejarah, karya Pangeran Diponegoro yang ditulis di tempat pembuangannya di Manado ini kerap disebutkan. Babad Diponegoro karya Pangeran Diponegoro adalah fakta sejarah yang  selesai. Namun, perlahan ada fakta sejarah lain yang coba diungkapkan soal siapa yang sebenarnya menulis Babad Diponegoro. Peter Carey menduga bahwa ipar  Pangeran Diponegoro bernama Tumenggung Dipowiyono yang menulis karya ini. Saat pembuangan, Tumenggung Dipowiyono turut ke Manado menyertai Pangeran Diponegoro.

Swantoro [2002] memaparkan bahwa sepertiga bagian dari Babad Diponegoro menceritakan sejarah Jawa dari jatuhnya Majapahit [1527] sampai Perjanjian Giyanti [1755]. Duapertiga lainnya memaparkan keadaaan Kasultanan Yogyakarta dan riwayat hidup Pangeran Diponegoro sendiri dari saat kelahirannya pada 1785 sampai ia diasingkan ke Manado pada 1830. Kisah perjalanan hidup ini dituangkan dalam tembang Macapat di mana Pangeran Diponegoro menampilkan diri sebagai “orang ketiga”. Masa penulisannya hampir sembilan bulan, 20 Mei 1832 sampai 3 Februari 1833, dan terdiri dari sekitar seribu folio tulisan tangan

            Terlepas apakah Pangeran Diponegoro menulis sendiri atau tidak, yang jelas Babad Diponegoro adalah karya dari Pangeran Diponegoro. Isi Babad Diponegoro adalah apa yang ada di pikiran Pangeran Diponegoro. Saat ini metode penulisan dengan menggunakan “tangan pihak lain” populer dengan istilah “ghost writer”. Bagi Hendra S, istilah ini justru yang harus dikoreksi. “Tangan lain yang menulis” tak layaklah disebut “siluman” atau hantu. Ke depan, metode penulisan seperti ini sekiranya dengan format: “pikiran siapa yang ditulis oleh siapa” atau “pemaparan lisan oleh….dan ditulis oleh…” atau bisa dicarikan format lebih cantik. Dalam dunia kepenulisan, menurut Hendra S, tak perlu “hantu-hantuan”. Begitu bukan

1.      Karakteristik Historiografi Tradisional

   Historiografi tradisional bila dibaca isinya sangat subjektif [menyanjung-nyanjung sang raja dan keluarga keraton/istana] dan  penulisannya dicampur aduk dengan mitos, legenda dan kekuatan magis [raja ditulis sebagai orang yang gagah sakti, bisa menghilang, tidak mempan senjata tajam dll] yang melingkupinya pada saat tersebut. Dengan fakta penulisannya yang demikian, seperti tertulis di atas, maka ketika kita membaca historiografi tradisional diperlukan kehati-hatian, ketelitian dalam memaknai setiap rangkaian kata yang menjadi kisah didalamnya. Adapun karakteristik dari historiografi tradisional adalah sebagai berikut :

a]      Historiografi tradisional ditulis bersifat istana/keraton sentries, artinya karya historiografi tradisional didalamnya banyak mengungkapkan sekitar kehidupan keluarga istana/keraton, dan ironisnya rakyat jelata tidak  mendapat tempat didalamnya, dengan alasan rakyat jelata dianggap a-historis.

b]      Historiografi tradisional ditulis bersifat Religio magis, artinya dalam historigrafi tradisional seorang raja ditulis sebagai manusia yang memiliki kelebihan secara batiniah, dianggap memiliki kekuatan energi ghoib. Tujuannya agar seorang raja mendapat apresiasi yang luar biasa di mata rakyatnya, sehingga rakyat takut, patuh, dan mau melaksanakan perintahnya. Rakyat akan memandang, bahwa seorang raja keberadaannya di muka bumi merupakan sebagai perwujudan atau perwakilan dari Tuhan.

c]      Historiografi tradisional ditulis bersifat regio sentrisme, artinya historiografi tradisional ditulis lebih menonjolkan regio [wilayah] kekuasaan suatu kerajaan. Sebagai contoh, ada historiografi tradisional dengan secara vulgar memakai judul dari nama wilayah kekuasaannya,seperti Babad Cirebon, Babad Bugis, Babad Banten dll. 

d]     Historiografi tradisional ditulis bersifat etnosentrisme, artinya dalam historiografi tradisional ditulis dengan penekanan pada penonjolan/egoisme terhadap suku bangsa dan budaya yang ada dalam wilayah kerajaan.

e]      Historiografi tradisional ditulis bersifat psiko-politis sentrisme, artinya historiografi tradisional ditulis oleh para pujangga sangat kental dengan muatan-muatan psikologis seorang raja, sehingga karya historiografi tradisional dijadikan sebagai alat politik oleh sang raja dalam rangka mempertahankan kekuasaannya. Tidak perlu terlampau heran kalau karya historiografi tradisional oleh masyarakat setempat dipandang sebagai kitab suci yang didalamnya penuh dengan fatwa para pujangga dalam pengabdiannya terhadap sang raja.

            Dalam batas-batas tertentu apakah historiografi tradisional bisa dijadikan untuk sumber penulisan sejarah? Jawabnya bisa. Sebab kendatipun dalam kandungan isi dan kisahnya tertulis nama daerah, nama orang dan tahun kejadian. Contoh dalam Babad Galuh, Banten, Cirebon dll, di sana tertulis nama raja atau para tokoh terkait lainnya, dan tentu saja nama wilayah/daerah dan tahun kejadian pun tertulis di dalamnya, kendati angka tahun ditulis dengan candera sengkala. Contoh, kerajaan Majapahit runtuh diungkapkan dengan kata-kata: “sirna ilang kertaning bhumi” artinya tahun 1478 M. Dengan demikian maka historiografi tradisional dalam batas-batas tertentu bisa dijadikan sumber untuk penulisan sejarah, dengan alasan ketiga faktor tersebut di atas. Untuk itu, menurut hemat penulis, karya-karya tulis dalam bentuk naskah, babad dan lain-lain yang dewasa ini ada di daerah dan dimiliki oleh tokoh-tokoh tertentu, perlu di-inventarisir, sebab bagaimanapun di dalamnya tersimpan bukti-bukti dan fakta-fakta yang sangat berharga sebagai sumber penulisan sejarah dewasa ini. Harapan penulis, seandainya di daerah di mana anda berdomisili ditemukan ada babad, naskah kuno [HT] dan lain-lain anda harus punya kepedulian untuk melestarikannya. Sebab bagi sejarawan itu bagaikan bongkahan emas yang tak ternilai harganya.

2.      Ciri-ciri Historiografi Tradisional di Indonesia

Historiografi ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan Ciri-ciri Historiografi Tradisional di Asia Tenggara.

Ciri-ciri yang sama :

a]      Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam hal geneologi, tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis.

b]      Tekanannya adalah pada gaya bercerita, bahan-bahan anekdot, dan penggunaan sejarah sebagai alat pengajaran agama.

c]      Bila karya-karya tersebut bersifat sekuler maka nampak adanya persamaan dalam hal perhatian pada kingship [konsep mengenai raja] serta tekanan diletakkan pada kontinuitas dan loyalitas yang ortodoks.

d]     Pertimbangan-pertimbangan kosmologis dan astrologis cenderung untuk menyampingkan keterangan-keterangan mengenai sebab-akibat dan ide kemajuan [progress]Perbedaan-perbedaan yang pokok :

e]      Agama telah memisahkan agama para sejarawan Indo-Islam dan konteks sosio-ekonomi agama Hindu. Agama juga memisahkan orang-orang Muangthai dan Kamboja dari tradisi historiografi Asia Timur dalam bentuk Vietnamnya. Agama juga memisahkan dunia Melayu-Jawa dari orang Muangthai dan Birma di satu pihak dan orang Filipina di lain pihak.

f]       Persaingan nasional mempengaruhi karya mengenai bangsa-bangsa yang bertetangga, umpamanya karya-karya orang Birma dan Muangthai.

g]      Perbedaan bahasa di Asia Tenggara sebelum menurunnya bahasa Pali sangat rumit, kebanyakan karya-karya itu tidak dapat dibaca di luar batas negara-negara itu sendiri.

h]      Kebijaksanaan raja-raja mengenai penulisan sejarah cukup beragam: karya-karya Islam dan Melayu diedarkan di kalangan umum, sedangkan karya-karya orang Muangthai, Birma serta Vietnam hanya untuk kepentingan pihak resmi.

3.      Ciri-Ciri Historiografi Tradisional menurut wilayah

Bagian Barat

Bagian Tengah

 Bagian Timur

Puisi atau Prosa

Puisi atau Prosa

Puisi

Etnosentris

Etnosentris

Etnosentris

Istana atau Raja sentris

Istana atau Raja sentris

Istana atau Raja sentris

Mitologi-Irasional

Mitologi-Irasional

Rasional

Melegitimasi kekuasaan

Melegitimasi kekuasaan

Melegitimasi kekuasaan

____

Kronogram/ Candrasangkala atau penanggalan

­­

____


Ramalan


Pengaruh Islam

Pengaruh Hindu-Budha

Pengaruh Islam

Keterangan:

a.       Bagian barat meliputi semenanjung Melayu dan pulau Sumatera

b.      Bagian Tengah meliputi pulau Jawa, Madura, Kalimantan dan Bali

c.       Bagian Timur meliputi pulau Sulawesi dan Maluku

Historiografi tradisional Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah.  Historiografi tradisional Indonesia dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Indonesia. Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan dilanjutkan oleh kerajaan Hindu-Budha di pulau Jawa. Persentuhan antara Nusantara khususnya pulau Jawa dengan India menyebabkan masuknya pengaruh Hindu-Budha mengawali masuknya Indonesia dalam babak sejarah, masuknya pengaruh India juga mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah. Meskipun Islam memiliki tempat yang dominan pada zaman kelanjutannya, namun pengaruh agama Hindu terutama sangat kental sekali terutama di daerah Jawa.

4.      Sejarawan dan karyanya

a]      Abduh, Muhammad. [Ketua Tim, dkk.], Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan [Jakarta: Dep.Dikbud, dir. Sej. dan Nilai Tradisional, Inventarisasi dan dok. Sej. Nasional, 1991/1982]. Buku ini mengulas mengenai perlawanan terhadap imperialis-kolonialis Eropa di Sulawesi Selatan. Rentang waktu mulai abad ke-18 hingga ke-20, ketika nasionalisme Indonesia tumbuh. Juga ditulis peran kerajaan-kerajaan dalam perlawanan terhadap Belanda, seperti Bone, Goa, Luwu dsb. Pada awal abad ke-20 semua kerajaan di Sulawesi Selatan bangkit melawan usaha perang pasifikasi yang dilancarkan oleh Hindia Belanda. Perlawanan berakhir 1917. Pergerakan nasional yang berkembang di pulau Jawa pengaruhnya sampai pula di Sulawesi Selatan.

b]      Abdullah, Taufik. Lahir 3 Januari 1936 di Bukittinggi, Sumatra Barat. Ia memperoleh sarjana dalam bidang sejarah dari Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada [UGM], Yogyakarta [1962], lalu ia melanjutkan ke Cornell University, Amerika Serikat dan memperoleh Ph.D dalam bidang Sejarah Asia Tenggara [1970] dengan disertasi “Schools and Politic: The Kaum Muda Movement in West Sumatera, 1927-1933” [1971]. Ia peneliti Ahli Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI]; Guru besar sejarah UGM, Yogyakarta; ia pernah menjadi Ketua LIPI [2000-2002]; Ketua umum Himpunan Untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial [HIPIIS]; sejak [1996-2003] menjadi Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia [MSI].

c]      Historiografi Kolonial

Historiografi Kolonial adalah karya  sejarah [tulisan sejarah] yang ditulis  pada masa pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia, yaitu sejak zaman VOC [1600] sampai masa Pemeritahan Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara pendudukan Jepang datang di Indonesia [1942]. Perlu ditambahkan, pemerintahan Hindia Belanda yang dikendalikan oleh para Gubernur Jenderal [GB] melalui para ahli begitu aktif menulis karya sejarah. Atau dengan kata lain, historiografi kolonial adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh para sejarawan kolonial ketika pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia.

Contoh dan penulis dari penulisan dari Historiografi kolonial sebagai berikut

a]      Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur.

b]      Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke.

c]      Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.

Inti cerita sejarah dari Historiografi Kolonial adalah bangsa Belanda, oleh sebab hanya Belandalah yang dipandang penting di Hindia Belanda. Hal ini jelas dari istilah Hindia Belanda atau Hindia Nederlan yaitu daerah Hindia [Indonesia] yang “dimiliki” oleh Belanda. Bangsa Belanda sebagai “pemilik” memandang diri pribadinya sebagai yang dipertuan dan sebagai bangsa yang termulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar “bumi putera” atau orang negeri. Kita tidak dipandang sebagai suatu bangsa, tetapi hanya sebagai sejenis manusia yang berguna bagi Belanda.

Perhatikan  penggalan kutipan kisah sejarah di bawah ini yang ditulis oleh sejarawan kolonial dalam Historiografi Kolonial yang sangat menyudutkan bangsa Indonesia dan mengagung-agungkan bangsa Belanda:“Pada tahun 1653 ada seorang raja di Tanah Goa yang bernama Sultan Hasanudin. Adapun raja itu tiada mengindahkan Kompeni; orang Maluku yang durhaka kepada Kompeni dibantunya; tambahan lagi diperanginya Sultan Buton yang bersahabat dengan Belanda”.“Sultan Agung Tirtayasa itu cerdik lagi bijaksana dan tetap hatinya, rukun Islam dikerjakannya dengan sungguh-sungguh, tetapi kelakuannya kerapkali bengis dan hatinya tiada lurus; se-umur hidupnya Sultan itu dengki kepada Kompeni; niatnya hendak meramaikan Banten serta membinasakan Betawi”.“Jikalau kita bandingkan hal orang kecil pada zaman dahulu dengan zaman yang sekarang, nyatalah bahwa sekarang lebih senang dan selamat daripada ketika kuasa Raja-raja tiada berhingga; Raja itu kerapkali menganiaya anak buahnya, karena tiada undang-undang, hanya hawa nafsu raja”.

     1.  Karakteristik Historiografi Kolonial

Historiografi Kolonial karakteristiknya bersifat Belanda Sentrisme atau Neerlando Sentrismus artinya sejarah Indonesia di tulis dari sudut pandang kepentingan orang-orang Belanda yang sedang berkuasa [menjajah] di Nusantara Indonesia saat itu. Dengan demikian, dalam historiografi kolonial peran orang-orang Belanda dalam panggung sejarah ditulis secara berlebihan, dan penduduk bumi putra peran kesejarahannya ditulis/diungkapkan hanya sedikit saja. Bahkan warga penduduk bumi putera oleh Belanda dipandang sebagai non-faktor dalam sejarah. Sebagai contoh, dalam sejarah perekonomian dan politik pada masa kolonial, orang-orang Belanda ditulis sebagai manusia-manusia unggul yang bisa mengendalikan sector usaha ekonomi dan politik di Nusantara Indonesia. Orang-orang Belanda dianggap sebagai manusia paling sempurna, paling super dalam berbagai aktivitas kehidupan di Nusantara Indonesia. Sehingga peran mereka ditulis dalam Historiografi Kolonial bisa menghabiskan halaman berlembar-lembar. Sungguh sangat ironis, sedangkan peran rakyat pribumi sebagai pemilik negeri Nusantara Indonesia ditulis sangat sederhana dan dituangkan dalam halaman tulisan yang sangat minim. Sejarawan kolonial menganggap, bahwa rakyat pribumi dianggap sebagai manusia non-faktor dalam sejarah. Perhatikan secara seksama sipat cerita sejarah Indonesia yang dilukiskan oleh penulis Belanda bernama Dr. F.W. Stafel yang bisa dilihat dari jumlah halaman buku pegangan Sejarah Hindia Belanda sebagai berikut:

1.      Zaman Purbakala dan Hindu ditulis                                         25 halaman

2.      Penyiaran Islam dan bangsa Portugis di Indonesia                  8   halaman

3.      VOC [kongsi dagang Belanda]                                                152 halaman

4.      Pemerintah Belanda                                                                  150 halaman

                                                                                    Jumlah =   335 halaman

     Alhasil dapat ditegaskan, bahwa cerita sejarah Indonesia yang ditulis sebelum tahun 1942 pada dasarnya bukan Sejarah Indonesia, tetapi sejarah Belanda di Indonesia.                    

Dalam historiografi kolonial, tokoh-tokoh seperti Imam Bonjol, Dipanegara, Sultan Agung, Sukarno, Hatta, Wahidin, Bung Tomo dan tokoh pejuang lainnya dipandang sebagai penghianat dan sebagai pemberontak. Padahal kalau menurut kita, tokoh-tokoh seperti tersebut termaksud di atas  adalah sebagai pahlawan nasional yang telah berjuang demi kepentingan rakyat Indonesia.

Bagaimanapun keberadaan Historiografi Kolonial ini sangat membahayakan, terutama kalau karya tersebut dibaca oleh anak didik kita yang ada di jenjang pendidikan Sekolah Dasar [SD] dan sederajat; Sekolah Menengah Pertama [SMP] dan sederajat; Sekolah Menengah Atas [SMA] dan sederajat. Mengapa Historiografi Kolonial dikatakan membahayakan? Karena wawasan pemahaman kesejarahan mereka [anak didik] dipandang masih dangkal. Tidaklah berlebihan kalau mereka  akan menganggap, bahwa pejabat-pejabat kolonial itu sebagai pahlawannya, dan para pejuang bumi putra dipandang sebagai pemberontak, pengecut. Padahal mereka sebagai pejuang yang memperjuangkan hak-hak rakyat. Ringkasnya, dalam Historiografi Kolonial, fakta-fakta kesejarahan yang terkait dengan rakyat bumi putra atau elite bumi putra, dengan sengaja diputar balikan, tujuannya guna menyudutkan posisi warga penduduk bumi putra, dan dibalik itu semua pihak kolonial Belanda mengambil keuntungan-keuntungan psikologis, ekonomis, dan politis. Tapi jangan salah, warga pribumi yang suka menjilat kepada Belanda, mereka mendapat tempat dalam sejarah, dan secara finansial mereka hidup diuntungkan dalam berbagai kesempatan.

Timbul suatu pertanyaan, apakah historigrafi kolonial bisa dijadikan sumber untuk penulisan sejarah nasional dewasa ini? Jawabnya bisa. Alasannya, karena Historigrafi Kolonial di dalamnya kaya dengan fakta-fakta kesejarahan yang terjadi di bumi Nusantara Indonesia.

d]     Historiografi Nasional

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir.Sukarno dan Drs.Muhammad Hatta atas nama rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sebagai konsekuensi logis dari proklamasi kemerdekaan ini, maka lahirlah suatu negara yang merdeka dan berdaulat yang kemudian diberi nama Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI].

Setelah NKRI terbentuk, maka tumbuh suatu keinginan dari rakyat Indonesia untuk menulis sejarahnya sendiri sebagai pengganti dari Historiografi Kolonil. Karya-karya sejarah yang ditulis oleh sejarawan-sejarawan Indonesia di masa kemerdekaan dewasa ini [1945-2011], biasa disebut sebagai Historiografi Nasional. Historiografi Nasional adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh sejarawan-sejarawan Indonesia yang di dalamnya [kandungan isi ceritanya/kisahnya] banyak mengungkapkan sisi-sisi kehidupan rakyat Indoneia sepanjang masa yang diungkapkan dari sudut kepentingan pembangunan bangsa Indonesia itu sendiri

Historiografi Indonesia Modern dimulai pada tanggal 14-18 Desember 1957, ketika itu kementrian pendidikan mengadakan Seminar Nasional Sejarah yang pertama di Yogyakarta untuk merancang sejarah nasional yang resmi. Pembangunan nasional adalah salah satu tema utama pada tahun 1950-an dan penulisan sejarah nasional adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses ini. Seminar itu membicarakan tentang usaha penulisan sejarah nasional yang berpandangan Indonesia sentris. Sejarah nasional diharapkan menjadi alat pemersatu dengan memberikan penjelasan tentang keberadaaan bangsa Indonesia melalui jejak sejarahnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan demikian tentu objektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan karena yang menulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya adalah orang Indonesia asli.

Pada saat Seminar Nasional Sejarah yang pertama muncul perselisihan pendapat antara Muhammad Yamin dan Soedjatmoko. Yamin berpendapat bahwa penelitian ilmiah seharusnya mengarah pada interpretasi nasionalis yang dapat berguna untuk memperkuat kesadaran nasional. Sodjatmoko berpendapat nasionalisme mengesampingkan pendekatan ilmiah murni, karena itu ia menjunjung tinggi tanggung jawab perorangan dan semacam universalisme abstrak. Soedjatmoko kalah suara dikarenakan pendekatannya tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tahun 1950-an, saat rakyat di Indonesia didorong untuk menjadi orang Indonesia.

Para sejarawan baru membangun sejarah nasioanl mereka diatas basis kolonial. Meskipun demikian asal usul Indonesia tetap dipancang kuat–kuat pada masa imperialisme Majapahit yang berpusat di Jawa. Kaum intelektual seperti Muhammad Hatta, Takdir Alisjahbana, dan para pemuka politik diluar Jawa menentang imperialism Majapahit baru yang terpusat di Jawa. Roeslan Abdul Gani mengemukakan sejarah yang diilhami Marxisme yang menunjukan antithesis antara kekuatan terang dan kekuatan gelap pada akhirnya membuahkan kebebasan bagi rakyat jelata, sementara Hatta menekankan bahwa historiografi sejati Indonesia berkaitan dengan wujudnya manusia pancasila.

Menjelang akhir tahun 1950-an upaya untuk membentuk lembaga–lembaga demokrasi dan otonomi daerah mengalami kegagalan akibat nasionalisme otoriter Soekarno. Indonesia masih menjadi negara tanpa sejarah karena niat konstituante 1957 untuk menulis sejarah nasional yang baru tidak terwujud. Menurut Pramodya Anata Toer yang mempunyai pandangan sama dengan Yamin dan lain–lain beranggapan bahwa meskipun historiografi Indonesia sebaiknya menggunakan metode modern penulisan sejarah yang berkembang di barat, tetapi historiografi Indonesia harus membedakan diri dari yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia. Sementara itu disisi lain, para wakil militer juga ikut serta menulis ulang sejarah nasional dan memasukannya ke dalam mata pelajaran sejarah. Nugroho Notosusanto pada tahun 1970-an berhasil melakukan militerisasi historiografi Indonesia terutama menyoroti peranan militer dalam menjaga keselamatan Negara

     Ciri-ciri historiografi Indonesia Nasional:

1]      Mengingat adanya character and nation-building.

2]       Indonesia sentris.

3]       Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.

4]     

 Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, mereka yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan syarat-syarat

ilmiah

.

Contoh historiografi, antara lain sebagai berikut.

1.       Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme,
editor Sartono Kartodirdjo.

2.      Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI, editor Sartono
Kartodirdjo.

3.      Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh.
Ali.

4.       Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya
A.H. Nasution, dan masih banyak lagi
.

C. KESIMPULAN

Dari penjelasan dapat di simpulkan bahwa histtoriografi di Indonesia itu di bagi menjadi tiga yakni historiografi tradisional, kolonial dan nasional. Historiografi tradisional adalah karya tulis sejarah yang dibuat oleh para pujangga dari suatu kerajaan, baik itu kerajaan yang bernafaskan Hindu/Budha maupun kerajaan/kesultanan yang bernafaskan Islam tempo dulu yang pernah berdiri di Nusantara Indonesia. Contoh karya sejarah yang berbentuk historiografi tradisional yang ditulis oleh para pujangga keraton dari kerajaan hindu/budha sebagai berikut : Babad Tanah Pasundan, Babad Parahiangan, dll.

Historiografi Kolonoal adalah historiografi yang di tulis pada masa pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia, yaitu sejak zaman VOC [1600] sampai masa Pemeritahan Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara pendudukan Jepang datang di Indonesia [1942]. Contoh karya historiografi kolonial yang paling popular adalah sebuah buku yang ditulis oleh Raffles dengan judul HISTORY Of JAVA. Karya lainnya adalah karya-karya yang ditulis H.J. de Graaf dengan judul: Geschiedenis van Indonesia [Sejarah Indonesia].

Historiografi Nasional adalh historiografi yang di tulus setelah kemerdekaan Indonesia Sejarah Perlawanan-Perlawanan terhadap kolonialisme dan Imperialisme,
editor Sartono Kartodirdjo dll.

.

DAFTAR PUSTAKA

Widja, I Gede, “Sejarah lokal suatu Persepektif dalam Pengajaran Sejarah”. Jakarta : Depdikbud 1989

 Minggu. 30-03-2014, 10 : 12

Rabu. 05-05-2014, 22 : 56

Kamis.06-05-2014, 21 : 46

Kamis. 06-05-2014, 21: 57

 Poseidon.2013.Historiografi Indonesia. //poseidon04.blogspot.com/2013/05/historiografi-indonesia.html

Page 2

Video yang berhubungan