Berikut ini yang bukan merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kelebihan lemak dalam tubuh adalah

Penyakit jantung koroner disebabkan oleh kerusakan pada arteri koroner. Kerusakan tersebut terutama disebabkan oleh penumpukan ateroma di dinding arteri. Ateroma adalah senyawa yang terdiri dari kolesterol dan zat sisa hasil metabolisme tubuh.

Ateroma yang terus menumpuk dapat menyebabkan dinding arteri menyempit sehingga aliran darah ke jantung menjadi terhambat. Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis.

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko aterosklerosis, yaitu:

Rokok

Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin dan karbon monoksida di dalam asap rokok dapat memacu jantung bekerja lebih cepat sehingga membebani kerja jantung. Kedua senyawa tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah.

Di samping itu, senyawa lain pada rokok juga dapat merusak dinding pembuluh jantung dan menyebabkan penyempitan.

Diabetes

Kadar gula darah tinggi bisa menyebabkan dinding pembuluh darah menebal dan menghambat aliran darah. Penderita diabetes juga diketahui dua kali lipat lebih berisiko terserang penyakit jantung koroner.

Trombosis

Trombosis adalah bekuan darah yang dapat terbentuk di pembuluh darah vena atau arteri. Bila terbentuk di arteri koroner, bekuan darah ini akan menghambat aliran darah ke jantung sehingga meningkatkan risiko serangan jantung.

Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi membuat jantung harus bekerja lebih keras. Jika tidak terkendali, hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah menebal dan menyempit sehingga menghambat aliran darah.

Kolesterol tinggi

Kadar kolesterol yang tinggi (hiperkolesterolemia) dapat meningkatkan risiko aterosklerosis. Kolesterol tinggi bisa terjadi akibat kadar kolesterol jahat (LDL) yang berlebihan, atau kadar kolesterol baik (HDL) yang rendah.

Obesitas

Obesitas terjadi akibat penumpukan lemak dalam tubuh, yang bila dibiarkan dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung koroner. Seseorang bisa dikatakan menderita obesitas jika memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30.

Kurang aktivitas fisik

Kurang berolahraga atau aktivitas fisik bisa menyebabkan plak menumpuk di arteri. Plak yang makin menumpuk dan menyumbat arteri jantung dapat menyebabkan serangan jantung. Sementara jika penyumbatan terjadi di arteri ke otak, penderita dapat terserang stroke.

Pola makan tidak sehat

Risiko penyakit jantung koroner bisa meningkat akibat pola makan yang tidak sehat, seperti terlalu banyak mengonsumsi makanan dengan kadar gula atau garam tinggi, atau makanan yang mengandung kadar lemak jenuh dan lemak trans yang tinggi.

Riwayat kesehatan keluarga

Risiko penyakit jantung koroner lebih tinggi pada seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung. Risiko akan makin tinggi bila:

  • Memiliki ayah atau saudara laki-laki yang terdiagnosis penyakit jantung sebelum usia 55 tahun
  • Memiliki ibu atau saudara perempuan yang terserang penyakit jantung sebelum usia 65 tahun

Jenis kelamin

Penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita. Namun, risiko terserang penyakit ini akan meningkat pada wanita yang memasuki masa menopause.

Usia

Makin tua usia seseorang, makin tinggi risikonya terserang penyakit jantung koroner. Penyakit ini lebih sering menimpa pria usia lebih dari 45 tahun dan wanita lebih dari 55 tahun.

Sleep apnea

Sleep apnea bisa menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun secara tiba-tiba. Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan darah meningkat dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

Stres

Penelitian menunjukkan bahwa stres yang tidak dikelola dengan baik berpotensi menyebabkan penyakit jantung koroner. Stres juga bisa memicu faktor risiko lain, seperti merokok atau mengonsumsi makanan tinggi gula secara berlebihan.

Alkohol

Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dapat merusak otot jantung dan memperburuk kondisi orang yang memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner, seperti hipertensi dan obesitas.

Preeklamsia

Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan kadar protein tinggi dalam urine. Kondisi ini meningkatkan risiko gangguan pada jantung, termasuk penyakit jantung koroner.

Tahukah kamu tak semua lemak itu adalah musuh bagi tubuhmu? Yup, karena ternyata ada beberapa jenis lemak, dan tak semuanya buruk lho. Ada yang namanya lemak baik, ada pula lemak jahat. Apa bedanya? Lemak baik memberikan energi bagi tubuh kita, sedangkan lemak jahat membuat tubuh kita memproduksi kolesterol jahat, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Ingin tahu lebih lanjut perbedaan kedua lemak yang terkandung dalam makanan yang kamu konsumsi sehari-hari beserta manfaatnya? Yuk, simak penjelasan dari dr. Vienna Rossimarina, SpJP, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah berikut ini.

1. Lemak Baik

Lemak baik biasanya dikenal dengan sebutan lemak tak jenuh. Datang dalam dua bentuk: tunggal dan ganda, termasuk omega-3 dan omega-6, lemak ini juga dikenal sebagai asam lemak esensial. Cara kerja lemak tak jenuh dalam tubuh adalah dengan membantu menjaga arteri tetap bersih. Lemak ini membantu menghasilkan kolesterol baik (HDL) dan bergerak di sekitar tubuh sekaligus mengurangi kadar kolesterol jahat (LDL), yang dapat membantu mengurangi risiko penyakit jantung.

"Makanan berlemak yang baik untuk kesehatan jantung adalah yang mengandung lemak tidak jenuh (unsaturated fat). Sumber makanan tersebut antara lain minyak zaitun, minyak jagung, alpukat, kacang-kacangan, biji-bijian, dan ikan yang mengandung omega-3 tinggi (salmon, haring, kembung, tuna, sarden)," jelas dr. Vienna. Diet dengan lemak tak jenuh dapat membantu menghindari masalah jantung di kemudian hari.

2. Lemak Jahat

Lemak jahat biasa disebut lemak jenuh dan lemak trans. Dampak konsumsi lemak jahat adalah meningkatnya kolesterol jahat (HDL), dan dapat mengurangi kolesterol baik (LDL) di tubuh. Kedua jenis lemak inilah yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung di kemudian hari.

Jenis makanan dengan kandungan lemak jenuh yg relatif tinggi, di antaranya terdapat pada makanan yang digoreng dengan minyak berlebih (gorengan), lemak dari daging merah dan margarine. Sedangkan lemak trans bisa kamu temui dalam produk kue dan biskuit, makanan cepat saji, beberapa margarin, makanan ringan seperti keripik.

Jumlah Asupan Lemak yang Aman

Manfaat lemak sebagai salah satu zat gizi nyatanya juga turut andil buat kamu konsumsi sehari-hari untuk kesehatan tubuh. Kendati demikian, kamu harus pintar-pintar memilih jenis lemak yang dikonsumsi ya. Kandungan lemak baik dalam makanan tetap harus jadi prioritas agar manfaatnya benar-benar terasa di tubuhmu.

Kebutuhan kalori sendiri harus dihitung berdasarkan tinggi badan dan aktivitas fisik yang dilakukan.

Lemak dan Penyakit Jantung

Bagi kamu yang memiliki penyakit jantung, maka disarankan untuk memilih makanan yang mengandung lemak tak jenuh tinggi, ketimbang lemak jenuh dan lemak trans. Rutin mengonsumsi lemak baik sesuai anjuran justru dapat menurunkan risiko penyakit jantung atau serangan jantung.

Selain konsumsi ikan laut kaya omega-3, alpukat, kacang-kacangan, dan  rutin minum susu yang rendah lemak jenuh dan rendah kolesterol, yang merupakan bagian dari pola makan sehat yang mendukung kesehatan jantung.

Namun demikian, pilihan jenis susu juga perlu diperhatikan. Seperti susu Anlene Gold Plus yang memiliki formula Beatplus dapat membantu menjaga kesehatan jantungmu. Anlene Gold Plus ini juga dilengkapi kombinasi zat gizi unik dengan kandungan serat tinggi (oat dan inulin), kalium, vitamin (B9) dan B12, serta tidak mengandung gula tambahan, rendah lemak jenuh, rendah kolesterol dan memiliki kandungan indeks glikemik rendah.

Dengan penjabaran di atas, diharapkan kamu bisa mengenal lebih dalam perbedaan antara lemak baik dan jahat dan mana yang terbaik untuk dikonsumsi sehari-hari. Jika kamu berada dalam kondisi kesehatan khusus, maka konsultasi dengan dokter atau ahli nutrisi sebelum mengonsumsi makanan berlemak tinggi adalah langkah yang bijak.

tim | CNN Indonesia

Jumat, 11 Oct 2019 14:24 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Obesitas memang bukan penyakit. Namun, kondisi kelebihan berat badan ini merupakan pintu masuk berbagai penyakit. Obesitas dan diet yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular.Obesitas merupakan kondisi saat seseorang memiliki penumpukan lemak yang berlebihan. Obesitas ditandai dengan kondisi fisik gemuk yang berlebih, lingkar pinggang, serta indeks massa tubuh (BMI) di atas 30.Kelebihan berat badan ini memiliki sejumlah komplikasi kesehatan yang serius. Obesitas menyebabkan ketegangan pada tulang dan organ. Kondisi ini juga menimbulkan perubahan hormon dan metabolisme tubuh sehingga meningkatkan peradangan. Berikut 10 penyakit yang mengintai orang dengan obesitas, dikutip dari situs kesehatan Health Line.

1. Diabetes tipe 2

Obesitas meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Diabetes terjadi saat gula darah meningkat. Biasanya, dipicu oleh diet yang tidak sehat seperti banyak gula, garam, dan lemak.Studi menunjukkan jika orang dengan obesitas menurunkan berat badan 5-7 persen dari berat badan dan berolahraga secara teratur, maka dapat mencegah diabetes tipe 2.

2. Penyakit jantung

Penyakit jantung lebih banyak terjadi pada orang dengan obesitas. Pasalnya, timbunan lemak menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung.Arteri yang menyempit akibat timbunan lemak dan darah yang menggumpal meningkatkan tekanan darah, kolesterol, dan gula darah. Semua keadaan itu meningkatkan risiko penyakit jantung.

3. Stroke

Stroke terjadi ketika suplai darah ke otak terputus. Stroke menyebabkan kerusakan pada otak sehingga dapat menimbulkan kecacatan seperti gangguan bicara, otot melemah, dan kemampuan berpikir.Studi menunjukkan  obesitas meningkatkan risiko stroke hingga 64 persen.

4. Gangguan tidur

Obesitas juga meningkat gangguan tidur sleep apnea, yaitu berhenti bernapas saat tidur. Hal ini terjadi karena orang dengan obesitas memiliki banyak lemak di leher sehingga mengganggu jalannya pernapasan saat tidur dan lebih rentan mendengkur.
5. Tekanan darah tinggiJaringan lemak yang lebih banyak membuat jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah dan meningkatkan jumlah darah yang bersirkulasi.Peningkatan jumlah darah yang bersirkulasi itu memberi tekanan ekstra pada dinding arteri. Tekanan ini dikenal tekanan darah tinggi atau hipertensi. Jika dibiarkan, tekanan darah tinggi ini dapat merusak jantung dan arteri.

6. Penyakit liver

Orang dengan obesitas lebih berisiko terkena penyakit liver atau dikenal juga dengan penyakit hati berlemak. Penyakit ini terjadi ketika lemak menumpuk di jati dan menyebabkan tumbuhnya jaringan parut.Penyakit ini sering kali tak menimbulkan gejala, tapi berujung pada kegagalan hati atau liver. Penyakit ini dapat dicegah dengan menurunkan berat badan, diet yang sehat, olahraga, dan tidak mengonsumsi alkohol.

7. Gallbladder

Penyakit gallbladder atau batu empedu adalah penyakit yang menyerang kantong empedu, organ yang berfungsi untuk mencerna lemak.Orang dengan obesitas lebih berisiko terkena penyakit ini lantaran lemak kerap menumpuk dan kolesterol berkembang menjadi batu empedu.Melangsingkan tubuh dengan diet yang tinggi serat dapat mencegah penyakit batu empedu.

8. Kanker

Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker tertentu termasuk kanker payudara, usus besar, kantong empedu, pankreas, ginjal, prostat, leher rahim, dan ovarium.Studi pada 2012 menunjukkan 28 ribu kasus kanker pada pria dan 72 ribu pada wanita di AS berkaitan dengan obesitas.
9. Komplikasi kehamilanPerempuan yang hamil dengan kelebihan berat badan lebih dapat mengalami resistansi insulin, gula darah tinggi, dan tekanan darah tinggi.Kondisi ini dapat meningkatkan komplikasi selama kehamilan seperti diabetes gestational, preeklampsia, operasi sesar gumpalan darah besar, bayi lahir prematur, keguguran, dan bahkan bayi lahir mati.

10. Depresi

Penelitian menunjukkan korelasi kuat antara obesitas dengan gangguan depresi. Orang dengan obesitas kerap merasa kurang percaya diri sehingga berkontribusi besar terhadap stres dan depresi.

Perlu diketahui, bukan berarti orang dengan obesitas akan mengalami penyakit-penyakit ini. Namun, orang yang kelebihan berat badan lebih berisiko mengalami satu atau lebih penyakit-penyakit tersebut dibandingkan orang yang lebih langsing. (chs/chs)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA