Berdasarkan artikel mengawal ketersediaan pangan nasional kelangkaan apa yang terjadi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyebaran pandemi Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran di dalam masyarakat mengenai ketersediaan pangan di Indonesia. Walaupun wabah Covid-19 masih dalam kategori tinggi, akan tetapi kegiatan produksi dan distribusi bahan pangan harus tetap berjalan di tengah pandemi ini.  Stabilisasi harga pangan pun selalu diupayakan pemerintah agar pasokan makanan cukup. Rayyane Mazaya Syifa Insani, Dosen Food Technology Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) mengatakan, pandemi ini berdampak besar pada ketahanan pangan.  Seperti yang telah dilansir oleh organisasi dunia seperti Food and Agriculture Organization (FAO), International Food Policy Research Institute (IFPRI) dan United Nation (UN), pandemi Covid-19 dapat memunculkan krisis pangan baru yang mempengaruhi ketahanan pangan suatu negara, terutama negara miskin dan berkembang. Baca Juga: KKP dorong produk perikanan hasil UMKM masuk pasar nasional “Pandemi ini menyebabkan gangguan sistem logistik global yang berdampak pada persoalan akses pangan. Di Indonesia sendiri, dan juga negara lain yang memiliki tingkat ekonomi serupa atau di bawah Indonesia, masalah akses pangan yang timbul umumnya dipengaruhi penghasilan masyarakat yang tidak memadai, bahkan sekedar untuk membeli pangan pokok. Banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19, menyumbang andil pada menurunnya ketahanan pangan sampai masyarakat harus bergantung pada bantuan pangan dari pemerintah” kata dia dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (27/7) Berdasarkan data yang dirilis oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, ada kenaikan harga pangan yang bergantung impor, misalnya gula yang terindikasi naik harga per Februari 2020 namun sudah menurun kembali per Juni 2020.  Kenaikan harga juga terjadi pada bawang merah dan bombai, namun saat ini sudah menurun kembali. Disamping itu, pandemi ini juga berdampak pada kehidupan petani di Indonesia. Editor: Anna Suci Perwitasari

  • Ketahanan Pangan
  • corona
  • Covid-19

Berdasarkan artikel mengawal ketersediaan pangan nasional kelangkaan apa yang terjadi

Berdasarkan artikel mengawal ketersediaan pangan nasional kelangkaan apa yang terjadi

PANGAN merupakan kebutuhan dasar. Pada praktiknya pemenuhan kebutuhan pangan diserahkan kepada masyarakat. Peran pemerintah lebih banyak kepada regulator sehingga tidak ada monopoli oleh pemerintahan. Dalam situasi demikian, bagaimana mewujudkan ketahanan  pangan dan menghindari rawan pangan?

Rawan pangan adalah situasi yang berbahaya. Kondisi itu ditandai oleh rendahnya ketersediaan kalori untuk konsumsi per kapita. Sangking pentingnya, kondisi rawan pangan membuat kasus penggulingan pemerintahan lebih mungkin terjadi, terutama di negara berpenghasilan tinggi (Reenock, Bernhard dan Sobek, 2007).

Dalam sejarah Indonesia, pada tahun 1997-1998 pernah terjadi keruntuhan politik dan ekonomi hingga menggerogoti ketahanan pangan Indonesia. Hal tersebut merupakan efek domino dari krisis ekonomi yang terjadi di Asia Tenggara dan Asia Timur sejak Juli 1997. Terjadi peningkatan inflasi dan pengangguran serta turunnya daya beli masyarakat sehingga semakin sedikit orang yang mampu mengakses makanan.

Selain krisis ekonomi, krisis pangan juga dapat terjadi karena kekeringan besar, terutama disebabkan oleh fenomena cuaca El Nino. Kekeringan ini secara substansial mengurangi produksi makanan, khususnya beras yang merupakan sumber makanan pokok. Faktor lainnya adalah  kurangnya input pertanian (seperti pupuk dan pestisida).

Bhaskoro (2012) menjelaskan bahwa konsepsi ketahanan ekonomi nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang dan serasi dalam seluruh aspek kehidupan berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wawasan Nusantara. Termasuk di dalamnya memajukan pertahanan keamanan yang didukung dari adanya upaya untuk memajukan pertahanan pangan.

Berdampak Strategis

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Kecukupan pangan merupakan hak azasi yang layak dipenuhi.

Berdasar kenyataan tersebut, masalah pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk di suatu wilayah mestinya menjadi sasaran utama kebijakan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Pertahanan pangan juga sangat penting karena mendukung pertahanan keamanan. Bukan hanya sebagai komoditi ekonomi, pangan merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Untuk itulah, ketahanan pangan mempunyai pengaruh yang penting terhadap keamanan.

Ancaman terhadap ketahanan pangan mengakibatkan Indonesia sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan. Oleh karena itu, dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pangan.

Masalah ketahanan pangan harus serius ditangani oleh pemerintah karena menanyangkut keberlangsungan negara dan kehidupan generasi penerus bangsa. Jika krisis pangan terjadi,  stabilitas negara akan terganggu.

Dampaknya kekurangan pangan dirasakan langsung karena dapat memicu kelaparan, kemiskinan, dan kurangnya gizi pada generasi muda. Generasi muda menjadi kekurangan gizi sehingga tidak dapat tumbuh optimal. Padahal generasi muda adalah calon pemimpin bangsa. Mereka menentukan kemajuan dan ketahanan negara.

Perubahan Regulasi

Penetapan UU Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan pada kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintah antar susunan pemerintah. Konsekuensi logisnya, daerah akan mempunyai prioritas urusan pemerintahan sesuai karakter daerah dan kebutuhan masyarakat setempat.

Pembagian urusan pemerintahan konkruen antara pusat dan daerah dibagi menjadi dua, yakni urusan pilihan dan wajib. Urusan pemerintahan yang bersifat wajib harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Urusan pemeritahan wajib meliputi dua hal yaitu urusan wajib yang terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar. Bidang pangan termasuk dalam urusan pemerintah wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah bidang pangan, pemerintah daerah perlu memetakan prioritas urusan untuk membagi kewenangan dengan pemerintah pusat. Pembagian kewenangan bidang urusan pangan bertujuan untuk memastikan setiap pelayanan dalam bidang pangan mampu menjangkau seluruh pihak yang harus dilayani serta menciptakan organisasi yang ideal, efisien dan efektif.

Mengingat urusan pemerintahan bidang pangan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah, maka seharusnya pelaksana urusan bidang pangan dilakukan oleh fungsi inti (operating core).

Dalam hal ini dinas yang melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pembantu kepala daerah dalam melaksanakan fungsi mengatur dan mengurus urusan pemerintahan bidang pangan. Tugas urusan pemerintahan bidang pangan yakni membantu gubernur melaksanakan urusan pemerintahan  di bidang ketahanan pangan dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah Provinsi.

– Prof Dr Sucihatiningsih DWP, profesor ekonomi pertanian Fakultas Ekonomi (FE) Unnes

Rabu, 13 April 2022 18:58 WIB


Krisis global menuntut kita mempersiapkan langkah antisipatif terhadap setiap dampak yang mungkin terjadi terkait keamanan dan stabilitas pangan dalam negeri.

"Masalah pangan yang kita hadapi adalah bagian dari masalah global yang juga dihadapi oleh negara-negara lain di dunia. Karena itu kita memerlukan langkah-langkah antisipasi agar kita memiliki ketahanan pangan yang lebih baik," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Mengantisipasi Ancaman Krisis Pangan Dampak Perang Ukraina-Rusia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/4).

Diskusi yang dimoderatori Dr. Radityo Fajar Arianto, MBA (Direktur Sparklabs Universitas Pelita Harapan) itu, menghadirkan Dr. Bayu Krisnamurti (Wakil Menteri Pertanian 2009- 2011 dan Wakil Menteri Perdagangan 2011 – 2014), Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc (Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian, Universitas Lampung) dan MG Westri Kekalih Susilowati, S.E, M.E.(Dosen Program Studi Manajemen FEB Unika Soegijapranata Semarang) sebagai narasumber.

Hadir pula Martin Manurung, S.E., M.A (Wakil Ketua Komisi VI DPR RI) dan Drs. Luthfi A. Mutty, M.Si (Pelaku Usaha Tani / Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, para pemangku kepentingan harus belajar dari berbagai konflik global saat ini dengan terus berupaya memperkuat sumber daya yang kita miliki agar mampu memberi jaminan ketahanan pangan, setidaknya selama pemulihan untuk bangkit dari pandemi.

Ketahanan pangan, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, merupakan keadaan ketika semua orang memiliki akses sosial dan ekonomi terhadap kecukupan pangan yang bergizi untuk hidup produktif dan sehat.

Pada tahun 2020, ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejumlah badan dunia menganalisa secara komprehensif tentang ancaman serta indikasi kerawanan pangan dan malnutrisi secara global berdasarkan refleksi mendalam atas situasi pandemi yang menggerogoti setiap aspek kehidupan.

Berdasarkan catatan Badan Pangan Dunia (FAO), ujarnya, kondisi itu diperparah dengan terjadinya konflik Rusia-Ukraina sehingga  menyebabkan kenaikan 17,1% harga komoditas biji-bijian dunia, termasuk barley, gandum dan jagung.

Karena, tambah Rerie, krisis yang terjadi di dunia sering kali mengganggu stabilitas komoditas pangan dunia, akibat terjadinya lonjakan intervensi perdagangan dan pembatasan ekspor pangan.

Kondisi itu, tambahnya, harus segera diantisipasi dengan berbagai langkah strategis yang terukur, lewat kolaborasi yang baik antara para pemangku kepentingan dan masyarakat, agar negeri ini mampu mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik.

Wakil Menteri Pertanian 2009- 2011, Bayu Krisnamurti mengungkapkan, inflasi Indonesia Januari 2022 hingga Maret 2022 sudah tercatat 2,4%. Angka tersebut, menurut Bayu, sudah melampaui angka inflasi Indonesia pada 2019 pra  pandemi yang tercatat 2,27%.

Bayu menyarankan agar kita harus bersiap menghadapi inflasi Indonesia melebihi angka perkiraan pemerintah yang sebesar 3 +/-1% atau berkisar 4%.

Harga-harga komoditas dunia seperti gandum, sapi bakalan, gula, kedelai dan CPO,  jelas Bayu, naik tajam. Hal itu, disebabkan pasokan komoditas merespon lambat terhadap pemulihan dari pandemi di beberapa negara.

Jadi, menurut Bayu, kondisi harga-harga komoditas dunia saat ini memang sedang tidak baik-baik saja dan berdampak global, termasuk Indonesia.

Senada dengan Bayu, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Dwi Andreas Santosa mengungkapkan dampak harga komoditas dunia sangat mempengaruhi kondisi pasokan pangan Indonesia.

Kondisi saat ini, ujar Dwi, FAO food price indeks dunia sudah  mencapai 152 atau lebih tinggi daripada food price indeks saat terjadi perang Arab-Israel pada 1973-1975 yang sebesar 137.

Dwi memperkirakan tahun ini akan terjadi krisis pangan dunia dan kemungkinan akan panjang. Menghadapi kondisi itu, ujar Dwi, Indonesia akan kesulitan menghadapinya, karena angka ketahanan pangan Indonesia terus memburuk pada tiga tahun terakhir.

Dwi berharap berbagai upaya meningkatkan ketahanan pangan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat harus terus dilakukan, untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Sejumlah terobosan anak bangsa, ujar Dwi, dalam menghasilkan bibit unggul tanaman pangan, produksi pupuk dan sejumlah inovasi lainnya harus mendapatkan dukungan yang memadai demi kemandirian pasokan pangan nasional.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian, Universitas Lampung, Bustanul Arifin mengungkapkan kondisi harga-harga komoditas dunia saat ini dipengaruhi faktor geopolitik, perubahan iklim dan pandemi.

Menurut Bustanul, kondisi yang menyebabkan gejolak harga pangan itu harus diantisipasi secara menyeluruh.

Untuk jangka pendek, ujarnya, pemberian bantuan langsung tunai dan sejenisnya harus dilakukan secara efektif, jangan sampai terjadi kebocoran.

Selain itu, tambah Bustanul, upaya dalam jangka menengah bisa dilakukan lewat pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai pasokan yang mampu meningkatkan nilai pangan dan untuk jangka panjang dengan memperkenalkan teknologi pangan yang lebih adaptif terhadap perubahan.

Dosen Program Studi Manajemen FEB Unika Soegijapranata Semarang, MG Westri Kekalih Susilowati berpendapat permasalahan pangan itu mencakup aspek produksi, distribusi dan konsumsi masyarakat.

Karena masalah pangan, jelas Westri, sangat dipengaruhi alih fungsi lahan dan degradasi lahan di sisi produksi, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya status ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi dan pada akhirnya berpengaruh pada ketersediaan pangan.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Martin Manurung berpendapat setiap komoditas memiliki kerakteristik yang khas, sehingga perlakuan terhadap setiap komoditas harus berbeda untuk upaya perbaikan.

Martin juga mendesak pemerintah harus secara ketat mengawal harga-harga komoditas di tengah harga komoditas global yang bergejolak.

Menurut dia, upaya pengawalan harga komoditas pernah dilakukan pemerintah dan berhasil mengendalikan harga beberapa tahun lalu. "Saya kira pemerintah bisa menerapkan strategi yang sama untuk mengendalikan harga komoditas kali ini," ujar Martin.

Kolaborasi antara instansi dan lembaga serta pemerintah pusat dan daerah, tegas Martin, harus diperbaiki sehingga upaya untuk mengatasi gejolak harga komoditas di tanah air bisa berjalan dengan baik.

Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Luthfi A. Mutty berpendapat masalah pangan yang kita hadapi saat ini adalah dampak dari masalah global.

Meski begitu, menurut Luthfi, kondisi itu harus dihadapi dengan berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Karena, tambahnya, kelembagaan petani di tanah air saat ini terbilang lemah. Kelompok tani tidak lagi jadi tujuan untuk dibina. Banyak penyuluh pertanian, jelas Luthfi, beralih dari tenaga fungsional menjadi tenaga struktutal.

Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang begitu besar di sektor ketersediaan pangan yang harus segera diselesaikan.

Cadangan beras dalam negeri yang hanya tersedia untuk 1-2 bulan misalnya, ujar Saur, harus bisa ditingkatkan. Demikian pula produksi pangan nasional yang tidak mampu mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.

Pemberdayaan petani dari sisi kemampuan dan kreativitas juga harus menjadi kepedulian bersama agar mampu mendorong produktivitas pangan nasional. ***


Dr. LESTARI MOERDIJAT S.S., M.M.