Balita yang baru belajar mengucapkan kata Ma merupakan contoh dari proses sosialisasi pada tahap

Balita yang baru belajar mengucapkan kata Ma merupakan contoh dari proses sosialisasi pada tahap

Saat anak masih berusia 2 tahun dan sering mengatakan, “Itu punyaku,” jangan dimarahi karena menganggap ia tak mau berbagi dengan teman sepermainannya. Belum tentu seperti itu, lho, Ma, karena anak-anak di usia itu ternyata memang belum memahami apa itu berbagi. Begitu pula ketika ia masih suka merebut mainan adiknya, dan membuat Mama uring-uringan, menganggap ia tak bisa menjadi kakak yang baik. Belum tentu juga hal itu disebabkan ia tak sayang kepada adiknya. Bisa jadi, ia memang belum memiliki keterampilan sosial empati di usianya tersebut. Oleh karena itu, pahami dahulu tahapan perkembangan sosial anak sesuai usia. Lalu, maksimalkan potensi yang ia miliki. Membimbing keterampilan sosial anak sesuai tahapan usianya terbukti lebih efektif mengasah sisi positif kepribadian dirinya. Tentu saja, hal itu lebih baik ketimbang sekadar menggunakan subjektivitas Anda dalam mendidik. Berikut ini adalah kemampuan sosial anak sesuai perkembangan usianya.

1 TAHUN


Di usia ini, anak sudah mengembangkan banyak kemampuan sosial, Ma. Kendati belum banyak mengucapkan kata-kata, mereka sudah memiliki dasar kemampuan sosial yang dapat menunjang pergaulannya kelak, antara lain:

  • Berinteraksi dengan orang lain. Pernahkah anak mengulurkan mainannya kepada Mama? Saat itu sebenarnya anak mencoba berinteraksi dengan orang lain di dekatnya. Menurut Dr. Heather Wittenberg, Psy.D, psikolog perilaku di Behavioral Health Services of Maui, Hawaii, Amerika Serikat, “Di usia 1 tahun, anak sudah mampu berinteraksi, namun belum memahami konteks sosial yang rumit, seperti berbagi. Jadi, jangan berharap terlalu banyak. Misal, meminta ia berbagi dengan anak lain.”
  • Mengungkapkan keinginan.  Menurut Maria Kalpidou, Ph.D., profesor psikologi dari Assumption College- Worcester, Massachusetts, Amerika Serikat, kendati belum fasih mengucapkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan maksud hatinya, anak berusia satu tahun sebenarnya sudah bisa memahami dasar berkomunikasi, yakni mengungkapkan keinginannya kepada orang lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua sering berinteraksi dengan anak agar bisa memahami apa yang ia ungkapkan, sehingga anak pun menjadi semakin terpacu mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi.
  • Mengenali orang-orang sekitar. Saat disapa oleh kakek dan neneknya, si mbak, atau tetangga yang kerap mengajak berinteraksi, ia akan tersenyum atau menatap lekat-lekat untuk menunjukkan bahwa ia nyaman melihat orang-orang yang memang sudah ia kenal. Namun, ketika ada orang baru yang mengajaknya bercanda, sontak ia menangis karena takut terhadap orang asing. Ini merupakan salah satu kemampuan sosial anak, yakni mengenali dan mengamati orang lain.

2 TAHUN
Anak mulai memiliki kemampuan untuk mengaitkan dirinya dengan hal-hal di sekitarnya. Pada usia ini, anak sudah dapat:

  • Merasakan kebersamaan. Saat diajak bermain secara paralel dengan anak lain, ia sudah dapat merasakan kebersamaan, kendati ia tidak selalu bermain bersama anak-anak lain.
  • Menuntut kepemilikan dan teritori.  Saat anak berebut mainan dengan teman sebayanya, dan mengatakan, “Ini punyaku,” berarti ia sudah mulai memahami soal kepemilikan dan menuntut pengakuan orang lain atas dirinya. “Tetapi hal ini sebenarnya adalah refleksi pemikiran egosentris karena perilaku itu disetir oleh keinginannya,” ujar Dr. Kalpidou. Sebagai orang tua, Anda perlu menjadi role model dengan menunjukkan contoh cara berbagi bersama pasangan Anda, sehingga anak pun akan memiliki referensi tindakan sosial yang baik.
  • Mengembangkan hubungan dengan lebih banyak orang.  Jika di usia satu tahun anak mampu berinteraksi dengan satu hingga dua orang yang ada di hadapannya, di usia dua tahun, ia sudah mulai mampu berinteraksi dengan lebih dari satu orang yang ada di hadapannya. Misalnya, saat Mama mengajak anak ke supermarket, dan terlibat perbincangan dengan orang lain, anak sudah bisa memerhatikan orang yang mengajak Mama berbicara. ”Pada usia ini anak sudah lebih nyaman dengan kehadiran orang lain. Kendati beberapa anak masih sulit bertemu orang asing, jangan melabel mereka sebagai ‘pemalu’. Yang terjadi sebenarnya, mereka hanya sedikit lambat beradaptasi sehingga butuh lebih banyak waktu untuk berkenalan,” ujar Dr. Wittenberg.

3 TAHUN
Di usia ini, anak mulai menjajal berteman dengan anak-anak yang lain. Tak perlu heran, ya, Ma, anak di usia ini memang sudah mampu...

  • Mengingat dan membutuhkan teman. Anak mulai bermain dengan teman sepermainan yang disukai. “Oleh karena itu, beri anak lebih banyak kesempatan bersama teman sebayanya, dan bimbing ia mengatasi situasi sosial tertentu. Misalnya, beri aturan bermain bersama dan bergantian,” ujar Dr. Wittenberg.
  • Berimajinasi.  Anak sudah bisa berimajinasi dan melakukan permainan yang melibatkan imajinasi, seperti bermain peran, bongkar pasang baju, dan sejenisnya.
  • Berempati.  Saat berusia 3 tahun, anak mulai memahami berbagai emosi yang berbeda  dari orang tuanya. Melihat Mama menangis, tertawa, atau terpekik takut saat menonton acara televisi, ia pun belajar mengartikan perasaannya sendiri, juga perasaan orang lain. Hal ini menjadi dasar anak mengembangkan kemampuan berempati. Kendati dalam praktiknya, anak masih sulit berbagi di usia ini. (foto: 123rf)



tirto.id - Sosialisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Sebab, sosialisasi mencakup seluruh proses mempelajari nilai-nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan berbagai teknik yang ada di masyarakat atau menyangkut kebudayaan.

Mengutip penjelasan dalam buku Sosiologi dan Antropologi Pendidikan (2017:102), Peter L. Berger dan Luckman membagi sosialisasi dalam 2 tahap yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.

Apa itu sosialisasi primer?

Dalam studi sosiologi, pengertian sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dijalani oleh individu dalam suatu lembaga masyarakat. Adapun lembaga masyarakat yang dimaksud adalah keluarga.

Dalam buku Sosiologi karya Subadi (2008: 21), sosialisasi primer berlangsung saat anak belum mulai masuk ke sekolah, berkisar usia 1-5 tahun.

Ketika masih berusia 1-5 tahun, individu belajar menjadi anggota masyarakat melalui keluarganya. Secara bertahap, ia mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar anggota keluarga.

Dalam tahap ini, anak sebagai seorang individu, mulai diperkenalkan kepada nilai-nilai yang dianut serta aturan-aturan yang ada di keluarga. Anak juga mulai berinteraksi dengan budaya tradisi yang ada dalam keluarga.

Karena itu, peran orang tua dan orang-orang terdekat dalam keluarga sangat penting karena anak mulai melakukan pola interaksi terbatas di dalamnya.

Warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya akan sangat menentukan warna kepribadian anak.

Dengan demikian, keluarga sebagai agen sosialisasi primer merupakan faktor yang sangat penting untuk menyiapkan seorang individu sebelum memasuki kehidupan bermasyarakat sesungguhnya.

Lantas, apa itu sosialisasi sekunder dan hubungannya dengan sosialisasi primer?

Sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi lanjutan usai individu menjalani tahapan sosialisasi primer. Sosialisasi sekunder memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu di masyarakat di luar lingkup keluarganya.

Dalam buku Pengantar Sosiologi Pendidikan karya Damsar (2011:67), sosialisasi sekunder dikenal juga sebagai resosialisasi atau sosialisasi kembali.

Resosialisasi merupakan suatu proses buat mempelajari norma, nilai, sikap, dan perilaku baru agar sesuai dengan situasi baru pula yang dihadapi oleh individu. Maka, di tahap ini, proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus).

Dalam tahap sosialisasi sekunder, yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group atau kelompok teman sebaya, lembaga pekerjaan, hingga lingukungan lain yang lingkupnya lebih luas dari keluarga.

Perbedaan Sosialisasi Primer dan Sekunder

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui beberapa perbedaan sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Perbedaan kedua jenis sosialisasi itu bisa dilihat dari tiga aspek sebagai berikut:

1. Tahapan Sosialisasi

Sosialisasi primer merupakan tahapan sosialisasi yang pertama bagi seorang individu. Sedangkan sosialisasi sekunder ialah tahapan lanjutan yang dialami oleh seorang individu setelah ia menjalani sosialisasi primer.

2. Waktu Sosialisasi

Sosialisasi primer berlangsung saat individu masih berusia 1-5 tahun. Interaksi yang terjalin masih di seputar lingkup keluarga, dan belum mulai masuk ke lingkungan yang lebih luas, seperi lembaga pendidikan. Sedangkan sosialisasi sekunder berlangsung saat individu telah berada di luar lingkup lingkungan keluarga.

3. Agen Sosialisasi

Agen sosialisasi pada tahapan sosialisasi primer adalah keluarga. Sedangkan agen sosialisasi pada sosialisasi sekunder ialah lembaga pendidikan, peer group atau kelompok teman sebaya, lembaga pekerjaan, dan lingukungan lain yang lingkupnya lebih luas dari keluarga.

Baca juga:

  • Apa Itu Sosialisasi Primer dan Fungsi-Fungsinya
  • Apa Itu Sosialisasi Sekunder & Contohnya di Kehidupan Masyarakat
  • Mengenal Proses Sosialisasi: Tujuan, Jenis-jenis, dan Tahapannya
  • Fungsi Sosialisasi dalam Keluarga untuk Pembentukan Kepribadian

Baca juga artikel terkait SOSIALISASI atau tulisan menarik lainnya Shulfi Ana Helmi
(tirto.id - shu/add)


Penulis: Shulfi Ana Helmi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Shulfi Ana Helmi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates