Bagaimana upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing industri

Dalam momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi saat ini, industri merupakan salah satu sektor produktif yang memainkan peran penting dalam mengakselerasi geraknya roda perekonomian. Pentingnya sektor industri tidak terlepas dari perannya sebagai leading sector yang mampu memacu pembangunan sektor lain, penyerap tenaga kerja dengan jangkauan yang luas, serta pemberi nilai tambah terhadap output yang dihasilkan.

Hingga saat ini, sektor industri menunjukkan optimisme yang kian meningkat terlihat dari pencapaian indeks PMI manufaktur Indonesia pada April 2022 sebesar 51,9 atau meningkat dari 51,3 pada Maret 2022. Hal tersebut menunjukkan terdapat peningkatan permintaan dan output baru pada tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan peningkatan lapangan kerja. Dengan peluang dan peran penting tersebut, Pemerintah kian melanjutkan dukungannya untuk mengembangkan sektor industri melalui berbagai kebijakan.

“Dalam strategi mendorong pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah Indonesia juga meningkatkan investasi di tingkat daerah dan mendorong perluasan industri melalui pembentukan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di tingkat daerah,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Salah satu wujud dukungan Pemerintah dalam pengembangan sektor industri dilakukan dengan membangun kawasan ekonomi strategis yang bertujuan untuk mendorong daya saing sektor industri dengan memberikan insentif kepada Kawasan Industri atau Kawasan Ekonomi Khusus, serta mendukung pembangunan infrastruktur di sekitar kawasan. Adapun pembangunan tersebut akan mengikuti kerangka berkelanjutan dan ramah lingkungan yang sejalan dengan kesepakatan bersama di tingkat global yang tercermin dalam 17 pilar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selain itu, Pemerintah juga mendorong terwujudnya Eco-Industrial Park (EIP) secara bertahap bagi seluruh industri di Indonesia. Penerapan EIP ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi bagi industri melalui minimalisasi dampak lingkungan serta mengubah paradigma ekonomi linier menjadi ekonomi sirkular dengan penerapan desain, perencanaan, implementasi infrastruktur yang berkelanjutan, serta penerapan konsep produksi yang bersih, pencegahan polusi, efisiensi energi, dan kolaborasi bisnis.

Selanjutnya, implementasi dari EIP tersebut akan dimulai dengan penyusunan kebijakan perluasan Kawasan Industri EIP dan penerapan konsep EIP pada Kawasan Industri dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya, mengurangi penggunaan energi tak terbarukan, dan membangun industri simbiosis dengan menggunakan limbah yang dihasilkan di daerah tersebut sebagai sumber daya mentah.

Selain berbagai upaya Pemerintah tersebut, sektor industri juga diuntungkan dengan adanya momentum Presidensi G-20 Indonesia. Hal ini menjadi sinyal positif bagi dunia industri, karena Presidensi G20 Indonesia mendukung industri yang inklusif dan berkelanjutan serta pemulihan ekonomi global dengan menerapkan prinsip Taman Industri Lingkungan untuk berkontribusi pada ketahanan proses produksi, mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, dan mengatasi guncangan di masa depan.

Dengan adanya Presidensi G20 Indonesia tersebut, juga menjadi  momentum besar bagi para pelaku usaha khususnya korporasi industri dan kawasan industri untuk berpartisipasi dalam memfasilitasi business matching sehingga akan mendorong ekosistem yang lebih kompetitif di pasar regional. Di sisi lain, Pemerintah juga turut mendukung pencapaian tersebut dengan berperan aktif dalam menarik minat investor guna meningkatkan nilai tambah industri dengan pemberian kemudahan izin bagi investor. Dengan berbagai peluang dan dukungan tersebut, sektor industri diharapkan mampu memanfaatkannya dengan baik dan berkembang pesat kedepannya.

Kawasan industri dan industri dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan daya saing usaha dan meningkatkan nilai tambah, mendorong kegiatan usaha dan menarik investasi. (dft/fsr)

Sumber: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4157/menko-airlangga-pemerintah-dorong-perluasan-industri-melalui-pembentukan-pusat-pusat-kegiatan-ekonomi-baru

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Oxford Business Group (OBG), firma riset dan penasehat global, baru saja merilis The Report: Indonesia 2020 yang merupakan laporan analisis tahunan mengenai perkembangan berbagai sektor di Indonesia.

Tahun ini, The Report: Indonesia 2020 mengulas upaya pemerintah Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 dan juga membahas rancangan Omnibus Law yang dicanangkan kepemerintahan Presiden Jokowi dalam rangka merampingkan perundangan dalam negeri, mengurangi kerumitan birokrasi, serta meningkatkan daya tarik investasi.

Laporan ini juga membahas upaya pemerintah melakukan reformasi hukum dan pengembangan sumber daya manusia dalam rangka menciptakan tenaga kerja yang siap bersaing di masa depan dari jumlah populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 260 juta jiwa.  Hal ini merupakan salah satu landasan kampanye Presiden Jokowi.

Potensi sumber daya manusia terlihat seiring dengan Indonesia yang semakin berkembang menjadi pusat teknologi dunia. Hal ini didukung oleh keberhasilan empat start-up unicorn dan satu decacorn serta semakin berkembangnya perusahaan lokal di wilayah Asia Tenggara.

Dengan semakin banyaknya penyedia layanan internasional yang memilih Jakarta sebagai tujuan untuk membangun pusat data cloud perdana di Asia Tenggara, laporan ini memetakan peluang perkembangan ekonomi digital Indonesia. Laporan ini juga membahas peran berbagai perusahaan besar di bidang teknologi dalam meningkatkan inklusi keuangan dengan menyediakan layanan pembayaran nontunai bagi masyarkat yang tidak memiliki rekening bank.

Indonesia juga memiliki fokus di sektor energi yang meliputi minyak, gas, batubara, dan energi terbarukan. Laporan ini juga membahas rencana pemerintah dalam meningkatkan aktivitas hulu, dengan ladang minyak dalam negeri yang semakin berkembang dan meningkatnya konsumsi energi.

Laporan Ini juga menyoroti rencana investasi Presiden Jokowi senilai $412 miliar untuk pengembangan infrastruktur transportasi, termasuk jalan raya, bandara, dan pelabuhan. Berbagai proyek prospektif ini dapat mengurangi biaya logistik dan menciptakan peluang kerja baru apabila anggaran yang diperlukan dapat dikeluarkan, seiring dengan pemulihan perekonomian dunia dari pandemi Covid-19.

Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia sangat bergantung pada komoditas ini untuk pendapatan ekspor. Sektor tersebut menyediakan lapangan kerja bagi kurang lebih sepertiga populasi tenaga kerja di Indonesia. OBG membahas upaya Indonesia yang semakin memprioritaskan sustainability (keberlanjutan) di masa depan. Laporan ini juga menganalisis peran teknologi dalam meningkatkan produksi di petani kecil.

The Report: Indonesia 2020 menghadirkan sudut pandang Presiden Joko Widodo dan menyediakan panduan terperinci berbagai sektor bagi para investor.

The Report: Indonesia 2020 menyajikan berbagai wawancara dengan berbagai tokoh terkemuka seperti: Menteri Keuangan Sri Mulyani; Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan; Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo; Co-CEO Gojek Kevin Aluwi; Co-Founder Bukalapak Muhamad Fajrin Rasyid; dan Founder Halodoc Jonathan Sudharta.

Oliver Cornock, Editor-in-Chief OBG mengatakan bahwa terjadinya pandemi Covid-19 tak diragukan lagi akan menjadi tantangan jangka pendek bagi Indonesia. Namun, apabila diiringi dengan program reformasi yang luas, Indonesia diharapkan akan tetap mampu mencapai tujuan pengembangannya sesuai dengan rencana.

“Meningkatnya kemampuan konsumen, pengaruh regional, serta pertumbuhan ekonomi dalam negeri di atas 5% selama lima tahun terkahir, Indonesia telah menjadi negara tujuan investasi yang menarik. Kami mengharapkan adanya berbagai upaya untuk meningkatkan iklim usaha melalui perubahan regulasi dan reformasi pajak untuk menghasilkan gelombang pemasukan baru seiring dengan surutnya dampak Covid-19, "ujar Oliver.

Patrick Cooke, OBG’s Regional Editor for Asia, menambahkan bahwa pandemi telah menyoroti sektor manufaktur Indonesia yang memiliki prospek untuk pengembangan lebih lanjut.

"Pandemi covid-19 telah mengganggu rantai pasokan internasional dan memunculkan berbagai tantangan, tetapi hal ini bisa jadi peluang bagi Indonesia karena memiliki pasar lokal yang cukup besa. Upaya pemerintah dalam memperbaiki UU Ketenagakerjaan dan mengatasi kekurangan infrastruktur transportasi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia pasti akan menari investor, "ujar Patrick.

The Report: Indonesia 2020 merupakan hasil dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh tim analis Oxford Business Group selama lebih dari 12 bulan. Laporan ini mengulas tren dan perkembangan di seluruh ekonomi, termasuk di bidang ekonomi makro, infrastruktur, perbankan, TIK, dan sektor-sektor utama lainnya.

The Report: Indonesia 2020 diproduksi bersama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM), PwC, dan firma hukum Lubis, Santosa & Maramis.

The Report: Indonesia 2020 akan tersedia dalam bentuk cetak maupun digital.

Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses dimana semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global sehingga hubungan suatu negara dengan negara lainnya menjadi semakin terbuka. Indonesia terlibat aktif dalam perdagangan bebas internasional dengan menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang menghasilkan pembentukan World Trade Organization (WTO) dan deklarasi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Tidak kalah pentingnya, Indonesia bersama negara-negara di kawasan ASEAN lainnya juga sepakat membentuk perdagangan bebas ASEAN, yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA). Pembentukan AFTA mengukuhkan terbentuknya pasar tunggal ASEAN yang tujuannya adalah untuk menciptakan pasar yang terintegrasi antar negara anggota ASEAN dan sasarannya adalah meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN sebagai product based dalam menghadapi persaingan di pasar dunia. Sejumlah langkah peningkatan daya saing dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap sektor industri prioritas yang dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar tunggal ASEAN, antara lain industri Makanan dan Minuman, industri Tekstil, industri Pakaian Jadi, industri Kulit dan Barang dari Kulit, industri Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia, industri Logam Dasar, industri Mesin dan Perlengkapannya serta industri Furnitur. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis daya saing sektor industri prioritas Indonesia di pasar ASEAN dan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing sektor industri prioritas Indonesia dalam menghadapi pasar ASEAN sebagai dasar menentukan strategi-strategi yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing sektor industri prioritas Indonesia. Metode yang digunakan meliputi Revealed Comparative Advantage (RCA) dan analisis data panel. Periode penelitian adalah pada tahun 2001-2013 dan variabelvariabel yang digunakan, antara lain harga ekspor, produktivitas tenaga kerja, penambahan modal tetap dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Berdasarkan perhitungan tingkat daya saing dengan menggunakan RCA, menunjukkan bahwa sektor industri prioritas Indonesia berdaya saing (RCA>1) di pasar ASEAN, kecuali industri Kimia dan Barang-barang dari Bahan Kimia, industri Mesin dan Perlengkapannya serta industri Furnitur. Hal tersebut mengartikan bahwa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif pada sebagian besar sektor industri prioritasnya, sehingga dapat digunakan untuk mendukung strategi pemerintah guna memperluas pasar industri nasional ke kawasan ASEAN. Sedangkan dari hasil analisis regresi data panel, menunjukkan bahwa harga ekspor merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing sektor industri prioritas Indonesia. Dalam hal ini, harga ekspor merupakan refleksi dari biaya produksi, dimana biaya produksi merupakan harga pembelian input oleh perusahaan eksportir untuk menghasilkan outputnya. Dengan demikian, tingginya biaya produksi menandakan bahwa harga pembelian input oleh perusahaan eksportir juga tinggi, sehingga harga ekspornya pun tinggi. Karena esensi daya saing adalah biaya yang relatif rendah, maka tingginya harga ekspor menunjukkan daya saingnya yang semakin menurun. Faktor yang berpengaruh lainnya adalah nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dan produktivitas tenaga kerja. Depresiasi Rupiah dapat mendorong pertumbuhan ekspor yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing. Sementara itu, adanya pengembangan SDM menjadikan kebijakan industri yang awalnya berbasis buruh murah dan sumber daya alam dapat dikembangkan menjadi industri berbasis produktivitas yang didukung oleh SDM berkualitas serta ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi. Di sisi lain, variabel penambahan modal tetap tidak berpengaruh terhadap daya saing sektor industri prioritas. Hal ini disebabkan karena dampak terhadap peningkatan daya saing dari adanya penambahan modal tetap pada tahun tertentu tidak langsung dirasakan pada tahun tersebut, melainkan akan dirasakan pada beberapa tahun ke depan. Dengan demikian, berdasarkan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode RCA dan regresi data panel, upaya peningkatan daya saing sektor industri prioritas Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah mengembangkan industri hulu dan industri antara berbasis sumber daya alam serta mengendalikan ekspor bahan mentah, mengembangkan SDM pelaku industri pada sektor industri prioritas Indonesia dengan pelatihan dan kegiatan inovasi, mengembangkan industri hilir serta peningkatan nilai tambah produk pada industri prioritas melalui kegiatan diversifikasi produk serta meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain di kawasan ASEAN melalui promosi sehingga dapat mendukung kegiatan diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk produk-produk yang dihasilkan oleh sektor industri prioritas Indonesia ke arah yang lebih prospektif.