Bagaimana kondisi alam di daerah pantai dan dataran rendah

tirto.id - Masyarakat pesisir yang hidup di daerah pantai umumnya menggantungkan hidup pada sumber daya kelautan, baik dari sisi perikanan, pertanian, ataupun objek wisatanya. Meskipun tidak semua penduduk pesisir menjadi nelayan, namun kondisi alam dan iklim daerah pantai juga berkontribusi membentuk kebudayaan masyarakat setempat.

Daerah pantai, secara definitif adalah wilayah perbatasan antara daratan dan lautan. Sementara itu, pesisir adalah wilayah antara batas tertinggi saat air laut pasang hingga batas terendah saat air laut surut

Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 54.716 km. Untuk pengaturan pantainya, terdapat UU No. 27 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Manfaat Pantai bagi Kehidupan Manusia

Dilansir dari laman Kemendikbud, daerah pantai dapat dimanfaatkan sedemikian rupa untuk kesejahteraan masyarakat pesisir. Manfaat pantai secara garis besar adalah sebagai berikut:

  • Areal tambak pertanian garam;
  • Daerah pertanian pasang surut;
  • Wilayah perkebunan kelapa dan pisang;
  • Objek pariwisata;
  • Daerah pengembangan industri kerajinan rakyat bercorak khas daerah pantai, dan lain sebagainya.

Karakteristik Masyarakat Pesisir

Secara umum, masyarakat yang tinggal di daerah pantai pesisir bekerja sebagai nelayan. Kendati tidak semua orang yang tinggal di dekat pantai bermata pencaharian sebagai nelayan, namun kawasan pesisir telah membentuk memiliki identitas kebudayaan khas yang dipengaruhi kondisi alam dan iklim yang berdekatan dengan laut.

Berikut ini sejumlah karakteristik masyarakat pesisir sebagaimana dijelaskan dalam "Kebudayaan Masyarakat Nelayan" yang ditulis Antropolog Universitas Jember Kusnadi.

1. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin

Masyarakat pesisir yang terbiasa hidup dalam tempaan alam laut memiliki sudut pandang pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin (the division of labor by sex). Kendati merupakan suatu konstruksi sistem gender, namun bagi masyarakat pesisir, pekerjaan yang terkait dengan "laut" merupakan ranah laki-laki, sementara pekerjaan "darat" merupakan ranah kerja perempuan.

Karena anatomi tubuh laki-laki yang dianggap lebih kuat dari perempuan, pekerjaan menangkap ikan, mendayung perahu, menyelam, memasang jala, dan aktivitas perikanan berisiko tinggi membutuhkan kemampuan fisik tangguh sehingga dibebankan ke laki-laki.

Sementara itu, pekerjaan perempuan cenderung di ranah domestik, seperti aktivitas sosial-budaya dan ekonomi, mengurus anak, memasak, dan lain sebagainya.

Dampak pembagian kerja ini menjadikan perempuan lebih berkuasa di aktivitas ekonomi pesisir. Kaum hawa mendominasi urusan ekonomi rumah tangga dan sering kali menjadi penentu keputusan penting dalam keluarga.

2. Sikap komunal tinggi

Dalam masyarakat pesisir tradisional, kadang kala terjadi badai ataupun musibah laut lainnya. Untuk bertahan hidup, masyarakat pesisir harus saling tolong menolong satu sama lain. Karena itulah, masyarakat pesisir memiliki rasa solidaritas tinggi untuk mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.

Selain itu, mereka juga sangat benci penindasan dan memiliki sikap kolektif tinggi, siap membantu rekannya yang dalam keadaan terjepit.

3. Pola eksploitasi sumber daya kelautan

Masyarakat pesisir umumnya menganut pandangan bahwa sumber daya perikanan dan kelautan bersifat terbuka sehingga siapa pun boleh memanfaatkannya.

Karena itulah, banyak dari masyarakat pesisir yang bermata pencaharian sebagai nelayan mengeksploitasi terus menerus sumber daya laut tak kenal batas, bahkan sampai ada yang merusak ekosistem pesisir, seperti menebangi hutan bakau, mengambil terumbu karang dan pasir laut berlebihan.

Kendati demikian, ada juga yang mengambil sumber daya kelautan sekaligus melakukan tindakan konservasi, namun jumlahnya tidak banyak. Contohnya, komunitas adat sasi di Maluku, ondoafi di Papua, bati di Ternate, dan sebagainya.

4. Sikap sosial sehari-hari

Karena tempaan alam pesisir yang keras, umumnya masyarakat pesisir memiliki etos kerja tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup supaya bisa makmur. Mereka juga kompetitif dengan mengandalkan kemampuan diri untuk mencapai keberhasilan.

Selain itu, masyarakat pesisir juga memiliki kemampuan adaptasi dan bertahan hidup tinggi, memiliki jiwa komunal yang tinggi, menjunjung tinggi solidaritas sosial dalam menghadapi ancaman bersama, serta saling bantu ketika tetangganya mengalami musibah.

Dari sisi kepribadiannya, masyarakat pesisir umumnya temperamental dan memiliki harga diri tinggi. Kekurangannya, jika mencapai suatu keberhasilan, ia mudah bergaya hidup konsumtif dan memamerkan harta benda sebagai bentuk keberhasilan atas usaha keras yang ia lakukan.

Baca juga:

  • Apa Itu Ekosistem Pantai dan Manfaatnya Bagi Kehidupan?
  • Nelayan Lamongan Mengeluh ke Jokowi soal Pendangkalan Pelabuhan
  • Tradisi Bau Nyale di Pantai Seger Mandalika

Baca juga artikel terkait DAERAH PESISIR atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/)


Penulis: Abdul Hadi

Kontributor: Abdul Hadi
Fotografer: Alexander Haryanto

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

tirto.id - Kondisi alam dan iklim berpengaruh pada berbagai hal yang terjadi di dataran tinggi dan dataran rendah.

Kondisi alam dan iklim sangat memengaruhi kehidupan penduduk. Keadaan geografis tersebut di dataran rendah dan dataran tinggi cukup memengaruhi berbagai sisi seperti mata pencaharian, pola makan, sampai ke tata pakaian. Termasuk, jenis masalah lingkungan yang dihadapinya pun berlainan.

Baca juga: Apa Saja Perbedaan Waktu Siang dan Malam?

Pengaruh Kondisi Alam dan Iklim di Dataran Rendah

Dataran rendah merupakan daerah datar dengan ketinggian yang hampir sama di semua areanya. Adanya dataran rendah membuat kegiatan manusia sehari-hari menjadi gampang dilakukan. Jenis kegiatannya cenderung lebih dinamis.

Pada dataran rendah, banyak orang melakukan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, hingga industri. Bahkan, tidak jarang sentra bisnis mudah ditemukan di daerah ini. Mata pencaharian penduduk juga beragam mulai dari berdagang, menjadi pegawai, dan sebagainya.

Dikutip dari buku Antara Aku dan Indonesia (Kemdikbud 2017), saat masuk musim hujan, sebagian masyarakat mengolah lahan pertanian. Di daerah ini sangat menggantungkan musim untuk bercocok tanam karena lebih sedikitnya air.

Dari sisi berpakaian, umumnya masyarakat memakai pakaian yang lebih tipis. Suhu udara di dataran rendah lebih sering panas seperti halnya di daerah pantai. Rumah pun didesain dengan lebih banyak ventilasi untuk menurunkan suhu tinggi dan memakai genting tanah.

Sementara itu, dataran rendah juga lebih kerap bermasalah dengan banjir. Penyebabnya banyak lahan yang diubah menjadi pemukiman yang membuat area resapan air berkurang drastis.

Masalah sosial yang kerap menjangkiti dataran rendah antara lain pengangguran, polusi, dan penyakit masyarakat lain. Dan, di Indonesia, rata-rata pusat aktivitas penduduk terdapat di dataran rendah dibandingkan pantai atau dataran tinggi.

Baca juga: Apa Bedanya Pasang Surut Air Laut Purnama dan Perbani?

Pengaruh Kondisi Alam dan Iklim di Dataran Tinggi

Berbeda dengan dataran tinggi, wilayah ini adalah daerah yang memiliki sistem pegunungan tersusun memanjang dan masih aktif. Tanahnya cenderung subur, memiliki udara sejuk, air masih melimpah pada kondisi hutan yang terjaga, hingga alamnya indah.

Di balik lebatnya hutan di dataran tinggi, memiliki fungsi sebagai penangkap air hujan (catchment area). Air ini berguna mencukupi kebutuhan di wilayahnya dan sekaligus mencegah bencana banjir di daerah bawah dari dataran tinggi tersebut.

Hutan juga berguna untuk menahan erosi. Alam di dataran tinggi sering pula dijadikan tujuan wisata dan sekaligus tempat perlindungan flora fauna seperti cagar alam atau suaka margasatwa.

Melihat kondisi alam dan iklim yang ada, maka dengan curah hujan tinggi maupun suhu dingin, pola makan dan cara berpakaiannya berbeda dengan masyarakat dataran rendah. Masyarakat cenderung memilih makanan yang dapat menghangatkan badan. Berpakaian pun memiliki yang lebih tertutup dan tebal.

Sementara itu, bangunan di dataran tinggi memiliki sedikit ventilasi dan atap dari seng. Penggunaan seng untuk menyerap panas matahari sehingga lebih hangat saat berada di dalam rumah.

Pola rumah di dataran tinggi umumnya menyebar mengikuti lereng. Mereka hidup berkelompok terutama di daerah yang lahannya subur dan cenderung datar. Meski demikian, pekerjaan masyarakat di dataran tinggi tidak melulu menjadi petani.

Jenis pekerjaan di dataran tinggi selain petani antara lain buruh, pedagang hasil bumi, jasa pariwisata, peternak, hingga pengrajin. Potensi bisnis di daerah tersebut cukup beragam. Misalnya, adanya perkebunan dan keadaan alam yang memikat, menjadi magnet untuk pengembangan sektor pariwisata.

Baca juga: Apa Bedanya Pasang Surut Air Laut Purnama dan Perbani?

Baca juga artikel terkait IKLIM atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/ibn)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Ibnu Azis
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates