Bagaimana keterkaitan antara Asesmen Kompetensi Minimum dengan kecakapan abad 21


Program pembelajaran yang dirancang untuk membantu para Guru/Kepala Sekolah/Pengawas SD, SMP, SMA/SMK, Guru/Kepala Sekolah SDLB, SMPLB, SMALB, dan PKBM sederajat dalam memahami tujuan, konsep dan bentuk pelaksanaan Asesmen Nasional, serta dapat menganalisis contoh asesmen literasi membaca dan numerasi pada Asesmen Kompetensi Minimum.

Bagaimana keterkaitan antara Asesmen Kompetensi Minimum dengan kecakapan abad 21

        Hasil PISA membuktikan kemampuan belajar siswa pada pendidikan dasar dan menengah kurang memadai. Pada tahun 2018, sekitar 70% siswa memiliki kompetensi literasi membaca di bawah minimum. Sama halnya dengan keterampilan matematika dan sains, 71% siswa berada di bawah kompetensi minimum untuk matematika dan 60% siswa di bawah kompetensi minimum untuk keterampilan sains. Skor PISA Indonesia stagnan dalam 10-15 tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang konsisten dengan peringkat hasil PISA yang terendah. 

    Menanggapi kondisi tersebut, reformasi asesmen diperlukan guna mendorong peningkatan kualitas pembelajaran. Pemetaan mutu pendidikan secara menyeluruh dibutuhkan. Asesmen Nasional (AN) resmi diterapkan 2021 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Ujian Nasional (UN) sudah tidak lagi diberlakukan. Kebijakan ini ditetapkan berdasarkan hasil koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan sejumlah dinas dan lembaga terkait.

    Dalam hal ini, AN diterapkan untuk mengevaluasi kinerja dan mutu sistem pendidikan. Nantinya, hasil Asesmen Nasional tidak memiliki konsekuensi apapun pada pencapaian proses belajar siswa namun memberikan umpan balik untuk tindak lanjut pembelajaran dan kompetensi siswa. Kebijakan terkait penerapan Asesmen Nasional (AN) ini telah disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anda dapat mendengarkan penjelasannya lebih detail dengan menyaksikan video yang disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. 

    Peningkatan mutu sistem pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian siswa dalam menguasai materi pelajaran dan nilai ujian akhir, apapun sebutannya. Keberhasilan sistem pendidikan lebih difokuskan pada pencapaian kompetensi siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Terlebih pada era transformasi pendidikan abad ke-21, dimana arus perubahan menuntut siswa menguasai berbagai kecakapan hidup yang esensial untuk menghadapi berbagai tantangan abad ke-21 dimana siswa memiliki kecakapan belajar dan berinovasi, kecakapan menggunakan teknologi informasi, kecakapan hidup untuk bekerja dan berkontribusi pada masyarakat.

    Asesmen Nasional diberlakukan sebagai alat ukur untuk mengetahui ketercapaian kompetensi yang harus dikuasai siswa. Asesmen Nasional tidak hanya memotret hasil belajar kognitif siswa, sebagaimana yang terjadi dalam Ujian Nasional namun juga memotret hasil belajar sosial emosional. Termasuk di dalamnya sikap, nilai, keyakinan, serta perilaku yang dapat memprediksi tindakan dan kinerja siswa di berbagai konteks yang relevan. Selain tuntutan kecakapan abad 21, profil pelajar Pancasila juga menjadi rujukan pencapaian karakter bagi seluruh siswa di Indonesia. Bahkan profil pelajar pancasila ini sudah merangkum serangkaian kecakapan hidup abad 21. 

Karakter pelajar Pancasila yang ingin dicapai oleh siswa yaitu:

  1. Beriman dan bertakwa kepada TYME serta berakhlak mulia.
  2. Berkebhinekaan global
  3. Mandiri
  4. Bernalar kritis 
  5. Kreatif
  6. Gotong royong

untuk rincian profil bisa di klik : Pelajar Pancasila

    Penting bagi guru dan siswa untuk mengadopsi proses pembelajaran yang berfokus pada pengembangan kompetensi. Pencapaian kompetensi siswa dapat diukur dari pemahaman konsep, dan keterampilan menerapkan konsep dalam berbagai konteks. Dengan demikian, siswa tidak hanya menguasai konten semata, tetapi lebih menguasai pemahaman secara mendalam terhadap konsep yang dapat diterapkan di berbagai konteks kehidupan. Hal ini yang diharapkan sebagai peningkatan hasil pembelajaran siswa. Capaian kompetensi siswa secara holistik inilah yang ingin dievaluasi melalui Asesmen Nasional.

Bagaimana keterkaitan antara Asesmen Kompetensi Minimum dengan kecakapan abad 21

Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar siswa yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. 

Mutu diukur dengan menggunakan 3 instrumen :

  1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur kompetensi mendasar literasi membaca dan numerasi siswa. 
  2. Survei Karakter yang mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter siswa
  3. Survei Lingkungan Belajar yang mengukur kualitas berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di kelas maupun di tingkat sekolah.

Mengapa harus Literasi dan Numerasi 

  • Literasi membaca dan numerasi adalah DUA KOMPETENSI MINIMUM bagi siswa untuk belajar sepanjang hayat & dapat berkontribusi kepada masyarakat
  • Menurut studi nasional & internasinal, tingkat literasi siswa Indonesia masih rendah
  • Pendidikan bertujuan mengembangkan potensi siswa secara utuh
  • Asesmen nasional mendorong mengembangkan sikap, values, dan perilaku yang mencerminkan Pancasila

  • Tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum
  • Tidak membedakan peminatan
  • Siswa mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama
  • Keunikan konteks beragam materi kurikulum lintas mapel dan peminatan (ragam stimulus)
  • Penguasaan terhadap 2 kompetensi (literasi dan numerasi)
  • Dilakukan agar sesuai dengan standar internasional spt PISA
  • AKM dilaksanakan secara adaptif
  • Tidak ada kisi-kisi
  • Keberhasilan AKM tidak melalui proses drilling soal-soal

Kurikulum, Asesmen dan Pembelajaran 

Apa sebenarnya peran asesmen dalam peningkatan kualitas pembelajaran murid? Apa keterkaitan antara asesmen, kurikulum dan pembelajaran dalam menyediakan pengalaman belajar murid yang berkualitas?

Bagaimana keterkaitan antara Asesmen Kompetensi Minimum dengan kecakapan abad 21

Asesmen seringkali dipersepsikan sebagai upaya menentukan nilai murid. Tidak heran apabila banyak dari kita yang berusaha keras melakukan upaya agar nilai murid kita setinggi mungkin. Nilai murid menjadi sasaran kinerja. 

Padahal peran asesmen yang pertama dan utama bukan lah menentukan nilai murid. Peran pertama dan utama asesmen harus dilihat sebagai bagian dari proses pembelajaran yang utuh. Kerangka yang sering digunakan adalah segitiga belajar yang mengkaitkan antara asesmen, kurikulum dan pembelajaran. 

Segitiga belajar membantu kita tidak melihat asesmen, kurikulum dan pembelajaran sebagai aspek yang berdiri sendiri. Guru dan pemimpin sekolah dapat melakukan penyelarasan antar 3 aspek yang menentukan pengalaman belajar murid. 

Makna masing-masing segi adalah sebagai berikut:

Seperangkat kompetensi yang penting dikuasai murid dengan menggunakan cara belajar dan asesmen tertentu. Pengembangan kurikulum, selain mengacu pada tantangan dunia nyata, hendaknya mengacu pada hasil asesmen dan refleksi praktik pembelajaran. 
Serangkaian aktivitas yang dirancang dan dilakukan di ruang kelas berdasarkan kompetensi awal murid yang diketahui dari hasil asesmen dan untuk mencapai sasaran kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Pembelajaran memadukan informasi dari asesmen dengan informasi dari kurikulum. Keseimbangan antara paduan tersebut yang akan menghasilkan pembelajaran yang optimal. 

Proses mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan sejumlah informasi yang terkait pencapaian kondisi murid dan penguasaan suatu kompetensi tertentu. Asesmen diagnosis: asesmen di awal untuk merancang strategi pembelajaran. Asesmen formatif: asesmen sepanjang proses belajar untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian pembelajaran. Asesmen sumatif: asesmen di akhir untuk menentukan level penguasaan kompetensi oleh murid. Pemahaman terhadap segitiga belajar akan membawa kita pada kebutuhan membaca laporan Asesmen Kompetensi Minimum dan menggunakannya untuk perbaikan kualitas pembelajaran.