Bagaimana kedudukan TAP MPR pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan?

Daftar Pustaka

Ali, Z. (2009). Metode penelitian hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Arliman, S. L. (2016). Lembaga-lembaga negara di dalam undang-undang dasar negara republik Indonesia Tahun 1945, Yogyakarta: Deepublish.

Arliman, S. L. (2016). Lembaga-lembaga negara independen di dalam undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, Yogyakarta: Deepublish.

Asshiddiqie, J. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Asshiddiqie, J. (2010). Perihal undang-undang, Jakarta: Rajawali pers.

Astawa, I Gede P., & Na’a, S. (2008). Dinamika hukum dan ilmu perundang-undangan Di Indonesia, Bandung: P.T. Alumni.

Basri, S. (2011). Pengantar ilmu politik. Jakarta: Indie Book Corner.

Ekatjahjana, W. & Sudaryanto, T. (2001). Sumber hukum tata negara formal di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ibrahim, J. (2007). Teori dan metodologi penelitian hukum. Jakarta: UI Press

Indarti, M. F. (2007). Ilmu perundang-undangan. Yogyakarta: Kanisius.

Isra, S. (2010). Pergeseran fungsi legislasi: menguatnya model legislasi parlementer dalam sistem presidensial Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Mahfud, M.D. (2011). Politik hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia. (2011). Diakses di: http://mpr.go.id/files/pdf/2011/11/14/eksistensi-ketetapan-mpr-pasca-uu-no-12-tahun-2011-1321247847.pdf.

Manan, B. (2006). Konvensi ketatanegaraan. Yogyakarta: FH UII PRESS

Marzuki, P. M. (2005). Penelitian hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Nazriyah, R. (2007). MPR RI: Kajian terhadap produk hukum dan prospek di masa depan. Yogyakarta: FH UII PRESS.

Parlindungan, G. T. (2015). Pembagaian kekuasan dalam hukum. Jurnal Advokasi, 6 (2).

Ranggawidjaja, R. (2008). Pengantar ilmu perundang-undangan Indonesia, Bandung: Mandar Maju.

Republika. (2007, 16 Agustus). Republika.

Salman, O. & Susanto, A. F. Teori hukum, mengingat, mengumpulkan dan membuka kembali. Jakarta: Rafika Aditama Press.

Soehino. (2005). Hukum tata negara: Teknik perundang-undangan. Yogyakarta: Liberty.

Syarif, A. (1997). Perundang-undangan: Dasar, jenis dan teknik membuatnya. Jakarta: Rineka Cipta.

Yuliandri. (2010). Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik; gagasan pembentukan undang-undang berkelanjutan. Jakarta: Rajawali Pers

Sejak berlakunya UU No 12 tahun 2011 sebagai pengganti UU No 10 tahun 2004, perubahan tersebut nampak dari pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, yang sebelumnya di dalam UU No. 10 Tahun 2004, TAP MPR tidak lagi di cantumkan di dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan namun semenjak berlakunya UU No 12 tahun 2011 maka TAP MPR diposisikan di dalam derajat kedua setelah UUD NRI 1945 dan di atas Undang-undang. Munculnya pengaturan dalam Pasal 7 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 yang mengkategorikan bahwa TAP MPR merupakan bagian dari jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang bersifat regeling (mengikat secara umum) dan berada di bawah UUD NRI 1945 adalah akibat masih berlakunya beberapa TAP MPR yang hal tersebut di nyatakan di dalam TAP MPR No 1/MPR/2003. Dalam TAP MPR No 1/MPR/2003 ini mengelompokkan 139 TAP MPRS dan TAP MPR yang sudah ada ke dalam enam kelompok status baru sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Meskipun Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 mengkategorikan TAP MPR termasuk bagian dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi akan mempunyai kedudukan lebih tinggi maka TAP MPR secara teoritis akan lebih cocok setara dengan Undang-Undang, bukan setingkat di atas Undang-Undang. Karena keanggotaan MPR terdiri dari DPR dan DPD yang merupakan representatif dari rakyat, karena dipilih langsung oleh rakyat. Tetapi kemudian setelah berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, TAP MPR kembali dimasukkan dalam hierarki perundang-undangan yang secara otomatis dapat menjadi rujukan dalam pembentukan Undang-undang atau kemudian dapat menjadi alat uji jika bertentangan dengan TAP MPR. Implikasi yuridis yaitu status hukum dari TAP MPR itu sudah kuat karena di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, Pasal (7) butir a, sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan. Maka TAP MPR berada dibawah Undang-Undang Dasar dan berada diatas Undang-Undang, Perpu, atau Peraturan Perundang-undangan yang lainnya berarti TAP MPR harus dirujuk dalam pembuatan Undang-Undang.

Bagaimana kedudukan TAP MPR pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan?
Seminar Nasional MPR-RI, Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-undangan Indonesia.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau yang disingkat TAP MPR, merupakan salah satu wujud peraturan perundang-undangan yang sah dan legitimate berlaku di Negara Indonesia. Bahkan didalam hierarki peraturan perundang-undangan, TAP MPR memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan UU, Perpu, PP, Perpres dan Perda. Hal ini ditegaskan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka TAP MPR dapat dikatakan sebagai salah satu sumber hukum. Meskipun dalam Undang-undang sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, TAP MPR tidak dimasukkan dalam hierarki perundang-undang, bukan berarti keberadaan TAP MPR tidak diakui. Akan tetapi norma yang diatur dalam setiap TAP MPR sejak tahun 1966 hingga tahun 2002 tetap diakui sebagai sebuah produk hukum yang berlaku sepanjang tidak digantikan dengan Undang-undang formal yang ditetapkan setelahnya.

Dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hanya merupakan bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Namun demikian, dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan tersebut, tentu saja membawa implikasi atau akibat hukum yang membutuhkan penjelasan rasional, agar tidak menimbulkan tafsir hukum yang berbeda-beda.

Untuk itu, makalah singkat ini akan memfokuskan pada 2 (dua) pokok bahasan penting terkait keberadaan TAP MRP dalam sistem perundang-undangan Indonesia, yakni :

  1. Bagaimana Kedudukan TAP MPR pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?
  2. Apa implikasi dari diterbitkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap TAP MPR?

Untuk membaca versi lengkap makalah ini, silahkan download melalui link berikut ini : Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia.

 249,128 total views,  1 views today