Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin

Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin

Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Foto: pexels

Saat ini proyek-proyek yang mendapat subsidi dari pemerintah di Inggris untuk mempoduksi energi telah diatur untuk mengurangin penggunaan bahan bakar fosil karena subsidi ini termasuk kedalam subsidi negatif. Untuk itu, penggunaan pembangkit listrik tenaga angin menjadi solusi karena akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan akan menekan biaya tagihan. Selain itu, biaya pengoperasian dan pemasangan proyek energi surya dan angin juga telah turun.

Proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai yang baru saja disetuji oleh Eropa memiliki kemungkinan untuk menjadi pembangkit listrik termurah untuk di produksi. Proyek pembangkit listrik ini lebih hemat karena akan menurunkan tagihan listrik bagi konsumen listrik. Penggunaan pembangkit listrik tenaga angin akan dimulai pada pertengahan 2020.

Baca juga: Subak, Sistem Pertanian Berkelanjutan di Bali

Peneliti utama dari Imperial’s Center for Environmental Policy, Malte Jansen mengatakan, tenaga angin lepas pantai sangat murah untuk diproduksi dan akan melemahkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Analisis ini difokuskan pada pemeriksaan serangkaian lelang pemerintah untuk ladang angin lepas pantai yang berlangsung antara Februari 2015 hingga September 2019.

Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin

Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Foto: pexels

Peneliti lainnya dari Imperial’s Center for Enevironmental Policy, Steffell mengatakan bahwa ladang angin ini memenuhi target pemerintah dalam menghasilkan 30 persen kebutuhan energi Inggris dari angin lepas pantai pada tahun 2030. Angin lepas pantai sangat penting dalam membantu Inggris untuk menjangkau emisi nol-bersih dengan keunggulan lainnya yakni berupa pengurangan tagihan konsumen.

Baca juga: Perahu Bertenaga Surya

Alasan lain harga angin lepas pantai turun begitu cepat termasuk untuk membangun turbin di laut karena kemajuan teknologi semakin besar. Selain itu, semakin besar sebuah turbin maka semakin banyak energi angin yang dapat dimanfaatkan. Sektor angin lepas pantai juga telah menciptakan ratusan ribu pekerjaan dan banyaknya keterampilan serta keahlian yang berkembang.

Upaya selanjutnya adalah memanfaatkan keberhasilan dari pembangkit listrik tenaga angin untuk mengembangkan proyek lainnya seperti memproduksi bahan bakar hidrogen hijau dengan menggunakan tenaga angin. Bahan bakar hidrogen hijau menjadi hal penting dalam dekarbonisasi karena dapat menggantikan gas alam yang digunakan untuk pemanas rumah dan bensin.

Penulis: Mega Anisa

Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin

Bisnis.com, JAKARTA - Polusi gas rumah kaca global dilaporkan meningkat untuk tahun kedua. Hal ini menempatkan dunia pada jalur untuk peningkatan lebih lanjut hingga 2040 kecuali pemerintah negara-negara dunia mengambil tindakan radikal.

Temuan dalam laporan tahunan Badan Energi Internasional (IEA) menggambarkan prospek yang suram bagi upaya pengendalian perubahan iklim dan menandai kemunduran bagi gerakan lingkungan yang semakin vokal.

“Pertumbuhan ekonomi yang kuat, permintaan listrik yang melonjak, dan peningkatan efisiensi yang lebih lambat berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dioksida sebesar 1,9 persen dari energi pada tahun 2018,” papar IEA dalam sebuah laporan yang dirilis Rabu (13/11/2019), seperti dilansir melalui Bloomberg.

Baca Juga : Perdagangan Karbon untuk Tekan Emisi Segera Terealisasi

Tingkat emisi dikatakan harus mulai turun segera untuk membawa dunia sejalan dengan ambisi dalam Perjanjian Paris yang membatasi kenaikan suhu hingga jauh di bawah 2 derajat Celsius (3,6 derajat Fahrenheit) sejak revolusi industri.

Alih-alih, skenario yang paling mungkin dari IEA menunjukkan tujuan net-zero emission tidak akan tercapai hingga setidaknya tahun 2070, atau 20 tahun melewati batas waktu yang disarankan oleh para ilmuwan iklim.

Ini menjadi indikasi lain bahwa upaya untuk mengalihkan dunia dari bahan bakar yang paling berpolusi bergerak terlalu lambat untuk berdampak besar pada pelestarian lingkungan.

Meski industri tenaga angin dan solar berkembang pesat, kehausan negara berkembang akan energi juga mengangkat konsumsi batu bara dan bahan bakar fosil lainnya sehingga mendorong lebih banyak polusi ke atmosfer.

Laporan itu juga menutup gagasan bahwa polusi dapat telah mencapai puncaknya. Setelah mendatar dari tahun 2014 hingga 2016, emisi karbon naik pada 2017 dan meningkat tahun lalu, menurut data terbaru tentang gas rumah kaca yang telah disusun IEA.

Protes di seluruh dunia atas kelambanan pemerintah dan kurangnya urgensi pada perubahan iklim telah mendorong langkah anggota-anggota parlemen untuk menetapkan target net-zero emission, terutama di Eropa.

Mereka berambisi untuk menyeimbangkan pertumbuhan di negara berkembang dan menyebarkan teknologi yang menyerap polusi yang tidak dapat dihindari.

Meski tindakan itu telah memengaruhi imajinasi publik di negara-negara barat, negara-negara di Asia dan Afrika terus melancarkan bahan bakar yang paling kotor sekalipun untuk memperkuat pertumbuhan mereka.

Negara-negara berkembang telah mengerahkan lebih banyak pembangkit batu bara bahkan ketika negara-negara industri berupaya menghapus bahan bakar ini.

Permintaan batu bara global naik untuk tahun kedua secara berturut-turut pada tahun 2018. Tiga perempatnya datang dari wilayah Asia Pasifik.

“Jika kebijakan batu bara global tetap tidak berubah, maka permintaan akan terus berkembang selama dua dekade,” jelas IEA.

Menurut IEA, diperlukan langkah pengurangan yang cepat dalam emisi guna menjaga agar kenaikan suhu tidak melampaui batas 2 derajat. Jika polusi mencapai puncaknya, akan ada kemungkinan 66 persen untuk mempertahankan kenaikan rata-rata global di bawah 1,8 derajat.

“Itu akan membutuhkan fokus yang luar biasa untuk menurunkan emisi global," pujar Fatih Birol, direktur eksekutif IEA.

Dalam skenario yang paling ambisius, IEA mengantisipasi dunia dapat mencapai target net-zero emission pada 2070, sekitar dua dekade setelah waktu yang diidentifikasi oleh para ilmuwan PBB sebagai sesuatu yang konsisten dengan menghindari dampak terburuk dari pemanasan global.

"Ada yang salah dengan sistem ketika investasi ke bahan bakar fosil terus berlanjut meskipun, menurut Perjanjian Paris, bahan bakar itu seharusnya dihapuskan pada tahun 2050,” tutur Mette Kahlin McVeigh, direktur Program Iklim di kelompok riset asal Swedia Fores.

“Entah kebijakan politik telah terlalu lemah atau dunia tidak meyakini bahwa hal itu perlu diubah,” sambung McVeigh.

IEA menegaskan kembali perlunya upaya carbon capture, usage and storage (teknik yang dapat digunakan dalam pengurangan karbon), untuk memainkan perannya dalam menurunkan emisi.

Pemerintah negara-negara dan industri telah semakin vokal tentang perlunya teknologi yang menghisap karbon dioksida dari cerobong asap. Beberapa di antaranya mengumumkan studi kelayakan dan uji coba yang bertujuan memulai proyek skala besar dalam satu dekade.

IEA melihat bisnis ini menangkap 2,8 miliar ton karbon per tahun pada 2050, dibandingkan dengan 0,7 miliar ton per tahun pada 2030.

“Ini menjadi seruan untuk koalisi besar yang meliputi pemerintah, investor, perusahaan dan semua pihak yang berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim,” pungkas Birol.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :


Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam

Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin

Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin

Bagaimana kaitan meningkatnya bahan bakar fosil terhadap nilai tenaga angin