Tabel 7.1 Ciri-Ciri Seni Peran Teater Rakyat dan Teater Istana No. Seni Peran Teater Tradisional Rakyat Istana 1 Tidak ada naskah tertulis, lakon disampaikan dalam bentuk bagal, bedrip atau garis besar cerita saja bersumber cerita daerah setempat, Ada naskah baku atau naskah tertulis bersumber cerita ramayana, mahabarata dan cerita panji (kebsaran raja-raja). 2 Seni peran dilakukan bergaya komikal, gaya realistik, gaya agung serta bersifat spontan tanpa latihan karena masing-masing pemain sudah mengetahui jalan cerita dan sering diulang-ulang. Pembagian peran untuk masing-masing pemain bersifat multi peran yang sudah terbina lama, alami dan cenderung memiliki multi peran dapat: menari, menyanyi, melawak, memainkan musik dan bermain drama. Seni peran dilakukan gaya agung dengan persiapan latihan yang matang dan mapan. Pembagian peran untuk masing-masing pemain bersifat tipe casting atau penokohan yang sudah dibagi dengan jelas, pasti, dan terbina sebagai: penari, penyanyi, pelawak dan bermain drama. 3 Seni peran lebih mengutamakan isi seni (nilai pesan) dan mengusung fungsi terkait adat istiadat dan unsur hiburan dari pada mengedepankan keindahan bentuk seni (estetis). Oleh karena itu tidak heran bahwa kecenderung seni peran dalam pementasan teater tradisional rakyat unsur-unsur seni didalamnya bersifat tidak baku, banyak pengulangan, sederhana, bersahaja, dan spontan. Seni peran lebih mengedepankan seni adiluhung yang baku (isi seni dan nilai seni) dan mengusung fungsi terkait kebesaran raja, upacara dan hiburan. Oleh karena itu tidak heran bahwa kecenderung seni peran dalam pementasan teater tradisional istana unsur- unsur seni didalamnya bersifat baku dan terorganisir dengan baik. 160 Kelas X SMA / MA / SMK / MAK
April 12, 2018
Teater daerah disebut juga teater etnis karena diciptakan oleh suku bangsa untuk memenuhi keperluan mereka akan upacara, seni, dan hiburan. Di Indonesia, terdapat banyak sekali teater etnis. Di Sumatra, dapat dijumpai randai, dermuluk, mak yong, dan mendu. Di Jawa Barat, terdapat ubrug, topeng banjet, longser, sintren, manoreh, ronggeng gunung, dan topeng blantek. Sementara itu, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ada ludruk, ketoprak, jemblung, ketoprak ongkek, srandul, ande-ande lumut, dadung awuk, wayang topeng, ketek ogleng, jatilan, reog, dan wayang wong. Adapun di Pulau Bali terdapat arja, calon arang, gambuh, topeng prembon, dan cepung. Lenong, blantek, dan topeng betawi merupakan teater rakyat dari Jakarta.
Menurut Saini Kosim, dari sifat-sifatnya dan latar belakang perkembangannya teater etnis dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu teater upacara istana, teater rakyat, dan teater keagamaan. Berikut ini dapat kamu perhatikan ketiga kelompok teater tersebut.
Teater istana memiliki kekhasan tersendiri karena mengungkapkan tata nilai kaum bangsawan. Teater kelompok ini sangat dipengaruhi oleh susila, tata krama, dan kesantunan pendukungnya. Cerita teater istana biasanya bertemakan kebijaksanaan dan kezaliman raja, keperwiraan atau kepengecutan pangeran, para ksatria, dan sebagainya. Perlengkapan yang digunakan tentu saja alat-alat yang berhubungan erat dengan tugas hidup kasta ksatria, yaitu memerintah dan berperang. Sementara itu, cara berperan pemain cenderung dibakukan, mengikuti tata krama dan kesantunan para bangsawan. Salah satu contoh terater istana adalah Gambuh Di Bali, dikenal jenis teater istana bernama gambuh. Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-16. Bahasa yang digunakan dalam gambuh yaitu bahasa Bali kuno yang terasa sangat sukar untuk dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya pun sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau gambuh menjadi sumber dari tari-tarian Bali yang ada sekarang. Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa. Pementasan gambuh diiringi suling yang suaranya sangat rendah. Suling ini dimainkan dengan teknik pengaturan napas yang sangat sukar. Selain itu, dalam gamelan pengiring gambuh, yang sering disebut gamelan “pegambuhan”, suling mendapat tempat yang khusus. Gambuh mengandung kesamaan dengan opera pada teater Barat karena unsur musik dan nyanyian mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu, para penari harus mampu menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang lanang atau disebut kendang pemimpin. Dia bertugas memberi aba-aba pada penari dan penabuh.
2. Teater Rakyat
Arja merupakan jenis teater tradisional dari Bali yang bersifat kerakyatan. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tarian dan nyanyian. Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur tariannya dan lebih menekankan pada nyanyiannya. Nyanyian yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengah dan Bali halus yang disusun dalam tembang macapat.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memerhatikan bahasa. Bahasa yang digunakannya yaitu bahasa Jawa dengan berbagai tingkatannya. Tingkatan bahasa Jawa yang digunakan yaitu bahasa Jawa Biasa (sehari-hari), bahasa Jawa Krama (untuk yang lebih tinggi), dan bahasa Jawa Krama Inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi). Penggunaan bahasa dalam ketoprak tidak hanya memerhatikan penggunaan tingkatan bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu, muncullah bahasa ketoprak, yakni bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesifik.
3. Teater Upacara Keagamaan
Wayang kulit Jawa pada awal perkembangannya sangat bersifat keagamaan yang dipimpin oleh seorang dalang yang merangkap sebagai shaman atau dukun sebelum pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Jawa. Selain itu, penggunaan perlengkapan keagamaan, seperti genta, air suci, sesajen, dupa, dan gunungan menunjukkan eratnya hubungan teater kelompok ini dengan agama dan upacara keagamaan. Baca juga: Related Posts : |