Bagaimana cara menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan brainly

Perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan dan juga hari Raya di masyarakat kita sering kali terjadi. Sebagaimana yang dirilis dalam Merdeka Com (5/7/2013), bahwa Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan tahun ini bertepatan dengan hari Selasa 9 Juli 2013. Sementara itu pemerintah menetapkan hari Rabu, 10 Juli. Menurut Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, Ramadhan akan di-istikmalkan 30 hari. Biasanya, perbedaan penetapan awal Ramadhan ini akan berpengaruh juga pada penetapan jatuhnya hari Raya. Di sinilah yang kemudian menyebabkan saling berselisih antarmereka, karena menyangkut tradisi lebaran (halal-bihalal) yang mesti dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Jika jatuhnya lebaran ini tidak sama, maka akan menimbulkan perselisihan. Beberapa kali hal semacam ini telah terjadi. Lantas, bagaimana kita menyikapi problem tersebut?   Kenapa Berbeda? Acapkali orang menganggap pendapatnya sebagai satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah. Konsekuensi dari anggapan ini kemudian melebar sampai kepada claim kebenarannya (truth claim) terhadap persoalan agama. Padahal apa yang dianggap sebagai “agama” itu tidak lain adalah penafsiran terhadap agama itu sendiri. Kita memang sepakat bahwa agama (baca: Islam) memiliki kebenaran yang absolut, mutlak. Konsekuensi dari keyakinan ini kemudian kita wajib mengikuti ajaran agama tersebut. Hanya persoalannya, aspek manakah ajaran agama yang dianggap sebagai memiliki kebenaran mutlak? Seberapa banyak porsi ajaran absolut dalam agama itu? Kebanyakan ulama’ berpendapat, bahwa absolutisitas agama ada pada wilayah ijma’ ulama’, atau pada wilayah dalil muhkamat, seperti: tentang keesaan Tuhan, kebenaran al-Qur’an dan kebenaran perintah shalat dst. Sementara pada wilayah dalil musytarak dan mutasyabihat yang masih menjadi ikhtilaf ulama’ (karena perbedaan interpretasi), maka bersifat relatif. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa relativitas dimaksud adalah relativitas dalam konteks kebenaran, bukan dalam konteks salah dan keliru. Karena Tuhan memberikan jaminan kepada ulama’ atau mujtahid yang melakukan upaya istinbath hukum, yaitu jaminan kebenaran. Jika ijtihad para ulama’ itu benar (di sisi Allah Swt), maka akan mendapatkan dua pahala, jika ternyata keliru, maka akan mendapatkan satu pahala (Izajtahad al-hakim fa ashaba falahu ajrani wa iza akhtha’a  falahu ajrun wahid). Ini artinya, bahwa benar atau salah yang diikuti oleh pengikut sebuah mazhab atau mujtahid maka tidak akan mengurangi nilai pahalanya, sementara yang paling tahu kebenaran mazhab (aimmat al-mujtahidin) itu sendiri hanyalah Allah Swt. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi umat Islam untuk saling menyalahkan. Pertanyaannya, adakah ijma’ ulama’ itu? Dalam khazanah Ushul Fiqh, ijma’ ulama’ itu memang ada, hanya  porsinya sangat sedikit dan terbatas. Dengan demikian, yang perlu dipahami adalah, bahwa relativitas dalam ajaran agama itu sangat dominan. Al-Qur’an memang memberikan porsi “perbedaan pendapat”, porsi ber-ijtihad lebih banyak ketimbang porsi untuk ijma’. Apa hikmahnya? Supaya umat Islam kreatif dan dinamis dan dapat bermusyawarah, bersedia untuk berdialog dan saling memahami satu sama lain. Sebab kondisi dan setting sosial setiap kurun memiliki perbedaan sesuai dengan wilayah di mana mereka tinggal. Itulah yang kemudian melahirkan “warna-warni” Islam: ada Islam Arab, ada Islam Persi, Islam Indonesia dan seterusnya. Ada hukum Islam  ‘ala al-mazahib al-arba’ah, ada qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafi’I dan seterusnya. Inil pulalah  yang kemudian melahirkan pluralitas umat, termasuk jam a’ah-jama’ah dalam organisasi Islam dan pluralitas itu sendiri merupakan sunnatullahyang tidak dapat dihindari adanya.  Tetapi yang perlu dipahami, bahwa warna-warni Islam itu secara substansial tetap satu dalam bingkai Islam. Hanya sayang, selama ini  yang terjadi justru perbedaan itu dipahami sebagai sesuatu yang aneh sehingga melahirkan pertentangan dan permusuhan, bahkan sampai pada konflik yang memprihatinkan. Pertanyaan berikutnya, jika antarumat Islam saja sudah sedemikian rapuh persatuannya, apalagi antarumat beragama? Padahal Nabi sendiri menegaskan, bahwa ikhtilafu ummati rahmah, perbedaan yang ada pada umatku itu rahmat. Kita mesti belajar rukun harus dimulai dari dalam diri kita sendiri, bagaimana memahami perbedaan itu sebagai sebuah kekayaan dan hikmah, bukan pendangkalan dan musibah. Jika kita mampu menyikapi perbedaan dari yang kecil ini, khilafiyah atau ikhtilaf al-ulama’, maka persoalan kerukunan antarumat beragama akan mampu kita ciptakan. Kita akan terbiasa dengan keanekaragaman, kehidupan yang ragam dan plural, bahwa kenyataan itu tidak tunggal, tetapi banyak dan beragam.   Reorientasi Pendidikan Agama Para ulama’ sepakat bahwa sumber yang memiliki kebenaran yang mutlak adalah al-Qur’an dan Hadis mutawatir. Hanya yang perlu diketahui, bahwa dalam Hadis pun yang mono interpretatif itu amat sedikit jumlahnya. Bahkan Imam As-Syatibi berpendapat, bahwa hampir tidak ada satu teks keagamaan baik yang ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadis yang secara berdiri sendiri memiliki interpretasi tunggal, sehingga menjadikan ia absolut. Oleh sebab itu salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menciptakan toleransi mazhab ini adalah:  pertama, perlunya reorientasi pendidikan agama yang berwawasan toleransi, sejak dari pendidikan dasar sudah perlu diajarkan tentang realitas perbedaan pendapat, dan bagaimana menghargai perbedaan tersebut; kedua, perlunya upaya serius oleh setiap tokoh agama semisal NU dan Muhammadiyah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada masing-masing umat. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan yang melahirkan manusia dewasa dengan indikator: adanya sikap jujur, tenggang rasa, dan cinta-kasih antarsesama, bukan pendidikan yang hanya sekadar mengedepankan intelek, tetapi kemudian melahirkan manusia-manusia yang berwatak keras dan intoleran. Reorientasi pendidikan agama di atas sudah saatnya dimulai dari SD hingga perguruan tinggi dengan membenahi kurikulum kita selama ini. Dalam konteks ini, puasa Ramadhan seharusnya justru menjadi titik tolak kita untuk melatih mengendalikan diri, memahami perasaan orang lain (empati)  dan simpati, meneladani apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Karena pusat dari seluruh perbuatan manusia bertumpu pada hawa nafsunya. Ketika seseorang melakukan caci-maki, intoleransi dan segala macam tindak kesalahan lainnya, maka dia sedang dikalahkan oleh hawa nafsunya. Wallahu a’lam bisshawab.*     ________________ *Dr. M. Zainuddin, MA., dosen Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maliki Malang.

(Author)

BANGKAPOS.COM - Ramadan 1442 H sudah memasuki pertengahan, tersisa dua pekan lagi menuju hari raya.

Sebelum lebaran, jangan lupa mengeluarkan harta terbaik untuk zakat fitrah.

Kapan waktu terbaik membayar zakat fitrah?

Dilansir dari Islam.co, zakat boleh dikeluarkan pada awal atau hari menjelang hari raya Idul Fitri.

Menurut Imam Syaf'i boleh mengeluarkan zakat sejak permulaan bulan Ramadan.

Sedangkan menurut Imam Malik dan Ahmad mengeluarkan zakat fitrah boleh sehari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri.

Waktu wajib membayar zakat fitrah ialah ketika matahari terbenam pada malam Idul Fitri.

Waktu mubah membayar zakat terjadi ketika awal bulan hingga hari penghabisan Ramadan.

Waktu wajib membayar zakat yakni ketika matahari mulai terbenam di hari terakhir Ramadan.

Waktu sunnah membayar zakat ketika sesudah salah subuh sebelum salat Idul Fitri.

Waktu makruh membayar zakat ketika sesudah Idul Fitri dan sebelum terbenamnya matahari di Hari Raya.

Sementara waktu haram membayar ketika sudah terbenamnya matahari pada Hari Raya.

Demikian penjelasan waktu terbaik membayar zakat dari para ulama

Ilustrasi zakat fitrah (Kolase TribunStyle)

Niat zakat fitrah

Sebelum membayar zakat fitrah, tentu ada niat yang dianjurkan untuk diucapkan oleh umat Muslim.

Dikutip  dari zakat.or.id, berikut kumpulan niat zakat fitrah untuk diri sendiri maupun keluarga, selengkapnya :

1. zakat fitrah untuk Diri Sendiri

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri fardhu karena Allah Taala.”

2. zakat fitrah untuk Istri

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku fardhu karena Allah Taala.”

3. zakat fitrah untuk Anak Laki-laki

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an waladi fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku ……..(sebutkan nama), fardhu karena Allah Taala.”

4. zakat fitrah untuk Anak Perempuan

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an binti fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku ……..(sebutkan nama), fardhu karena Allah Taala.”

5. zakat fitrah untuk Diri Sendiri dan Seluruh Keluarga

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri anni wa an jami’i ma yalzimuniy nafaqatuhum syar’an fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku fardhu karena Allah Taala.”

6. Niat zakat fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an (……) fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk……..(sebutkan nama spesifik), fardhu karena Allah Taala.”

Baca juga: Awas Dua Waktu Ini, Bisa Membuat Zakat Fitrah Menjadi Makruh dan Haram, Nilainya Sedekah Biasa

Apa saja Syarat-syarat Zakat Fitrah?

Sebelum mengeluarkan zakat fitrah, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu syarat-syarat wajib zakat fitrah yaitu sebagai berikut:

Beragama Islam dan Merdeka,

Menemui dua waktu yaitu diantara bulan Ramadhan dan Syawal walaupun hanya sesaat,

Mempunyai harta yang lebih dari pada kebutuhannya sehari-hari untuk dirinya dan orang-orang di bawah tanggungan pada hari raya dan malamnya.

Persyaratan di atas merupakan syarat-syarat untuk orang yang wajib zakat fitrah.

Ada juga syarat tidak wajib zakat fitrah yaitu,

Orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada akhir Ramadhan,

Anak yang lahir selepas terbenam matahari pada akhir Ramadhan,

Orang yang baru memeluk agama Islam sesudah matahari terbenam pada akhir Ramadhan,

Tanggungan istri yang baru saja dinikahi selepas matahari terbenam pada akhir Ramadhan.

Kapan Zakat Fitrah Harus Dikeluarkan?

Jika Anda termasuk orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah, ada baiknya Sahabat Zakat mengeluarkannya pada waktu yang tepat.

“Telah menceritakan kepada kami [Muslim bin Amru bin Muslim Abu Amru Al Khaddza’ Al Madani] telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Nafi’ As Sha`igh] dari [Ibnu Abu Zannad] dari [Musa bin Uqbah] dari [Nafi’] dari [Ibnu Umar] bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membayar zakat fitrah sebelum berangkat (ke tempat shalat) pada hari raya idul fitri. Abu ‘Isa berkata, ini merupakan hadits hasan shahih gharib, atas dasar ini para ulama lebih menganjurkan untuk membayar zakat fitrah sebelum berangkat shalat.” (HR. Tirmidzi: 613)

Dari hadis tersebut, telah dikatakan bahwa zakat fitrah sebaiknya dilaksanakan sebelum sholat Idul Fitri.

Walaupun demikian, ada baiknya juga kita melaksanakan zakat fitrah kita sebelum hari raya supaya kewajiban kita terpenuhi lebih cepat.

Mengapa Sahabat perlu mengetahui waktu wajib zakat fitrah? Karena terlewat dari waktu tersebut maka Sahabat waktu haram untuk memberikan zakat fitrah.

Berikut uraian waktu zakat yang tepat untuk mengeluarkan zakat fitrah.

Waktu Harus: bermula dari awal bulan Ramadhan sampai akhir bulan Ramadhan.

Waktu Wajib: setelah matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.

Waktu Afdhal: setelah melaksanakan solat subuh pada hari akhir Ramadhan sampai sebelum mengerjakan sholat idul fitri.

Waktu Makruh: melaksanakan sholat idul fitri sehingga sebelum terbenam matahari.

Waktu Haram: setelah matahari terbenam pada hari raya Idul Fitri.

Baca juga: Bolehkah Bayar Zakat Fitrah Bagi Orang yang Sudah Meninggal Dunia, Apa Hukumnya? Begini Penjelasanya

Berapa Zakat Fitrah yang Harus Dikeluarkan?

Sahabat Zakat ingin mengeluarkan zakat fitrah sekarang? Setelah mengetahui syarat dan kapan untuk melaksanakan zakat fitrah, ada baiknya Sahabat juga mengetahui seberapa besar zakat fitrah yang harus dikeluarkan per-indivunya.

Zakat fitrah merupakan zakat yang harus dikeluarkan sebelum sholat idul fitri berlangsung. Jenis zakatnya yaitu sesuai dengan makanan pokok kita dan di Indonesia sendiri makanan pokoknya adalah beras.

Setiap balita hingga orang dewasa memiliki kewajiban membayar zakat sebesar 3,5 liter atau 2,5 kg beras.

Apabila Sahabat Zakat ingin menggantikannya dengan uang, Sahabat harus membayar sesuai dengan harga dari 2,5 beras tersebut.

Yang selanjutnya Sahabat bisa salurkan kepada  masjid terdekat atau kepada lembaga amil zakat yang terpercaya.

(*)

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Waktu Terbaik Bayar Zakat Fitrah, Serta Apa Saja Syaratnya Lengkap dengan Niat dan Doa, //bangka.tribunnews.com/2021/05/03/waktu-terbaik-bayar-zakat-fitrah-serta-apa-saja-syaratnya-lengkap-dengan-niat-dan-doa?page=4.

Editor: M Zulkodri

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA