Ayat Alquran tentang hubungan manusia dengan lingkungan

 

Ayat Alquran tentang hubungan manusia dengan lingkungan

Hubungan Manusia dengan Alam

Hubungan Manusia dan Alam adalah suatu hubungan yang saling keterkaitan dan saling membutuhkan. Namun, pertanyaannya sejauh mana hubungan saling membutuhkan tersebut? Seberapa besar alam membutuhkan kita dan Seberapa besar kita membutuhkan alam untuk menyokong kehidupan kita? Tentu saja jawabannya adalah kitalah yang lebih banyak membutuhkan alam dengan terus mengeksplorasinya untuk memenuhi kebutuhan kita. Sehingga timbul pertanyaan Sudahkah kita memanfaatkan alam dengan bijak?

Manusia adalah khalifah di muka bumi dan sebagai khalifah dia harus bertindak bijak dalam hubungannya dengan alam. Hubungan manusia dengan alam pada dasarnya didasarkan pada dua prinsip yaitu: pertama, kewajiban menggali dan mengelola alam dan segala kekayaannya dan kedua manusia sebagai pengelola alam tidak diperkenankan merusak lingkungan karena kerusakan lingkungan pada akhirnya akan merusak kehidupan umat manusia itu sendiri

Mengenai prinsip pertama, ALLAH berfirman dalam surat Hud ayat 61 :

۞ وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

" Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)".

Adapun prinsip yang kedua dinyatakan ALLAH melalui berbagai ayat didalam Al-Qur'an, diantaranya surat Al-A'raf ayat 56  :

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

" Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. "

Dengan demikan dapat dipahami bahwa dasar-dasar dalam melestarikan lingkungan dan memanfaatkan alam secara bijak untuk kepentingan umat manusia telah digariskan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu. Agama telah memberi motivasi kepada manusia untuk mewujudkan kedua hubungan itu dengan sebaik-baiknya

Manusia berfungsi sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam menjalankan kedua fungsinya tersebut manusia membutuhkan alam/ lingkungan sekitar baik lingkungan abiotik (seperti udara, air, tanah dan lain-lain) maupun lingkungan biotik (sesama manusia, hewan, tumbuhan dll). Manusia harus berinteraksi dengan alam/ lingkungan sekitar

Manusia saling berinteraksi dengan sesamanya karena manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan lingkungan sekitarnya. Dialam dunia, manusia diciptakan berpasang-pasangan: ada laki-laki dan ada perempuan, ada yang baik dan ada yang tidak baik, ada yang sabar dan ada yang tidak sabar dalam menghadapi masalah. Namun dengan perbedaan-perbedaan yang ada, kita tetap harus saling menghormati agar tercipta ketentraman hidup. Bayangkan bila manusia sudah tidak saling menghormati dengan segala kepentingan dan kesibukannya, tentu dunia ini akan semrawut oleh ulah manusia.

Hubungan antar sesama manusia yang saling menghormati, mencintai dan menyayangi dapat diterapkan pada berbagai situasi dan keadaan, misalnya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam kehidupan keluarga, misalnya : hubungan dengan suami/istri, hubungan dengan anak, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan saudara harus tetap harmonis dengan saling memelihara dan memanfaatkan dengan bijak. Sudahkah kita melakukannya?. Dalam kehidupan bermasyarakat, Sudahkah kita bersilaturahmi dengan tetangga karena tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita.

Hubungan manusia dengan hewan, cara kita sebagai manusia dalam menghormati hewan sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME adalah dengan cara menyayangi dan tidak menyiksa/ membunuhnya. Adapun bila kita ingin memanfaatkannya sebagai bahan pangan, ada adabnya tersendiri dengan cara menyembelihnya.

Ada sebagian manusia menyayangi hewan dengan cara memeliharanya. Hewan sendiri menurut jenisnya dikategorikan menjadi dua yaitu jinak dan tidak jinak. Kedua kategori sifat ini dapat dipelihara manusia. Hewan bermanfaat bagi manusia karena dapat bernilai ekonomis, dapat dimanfaatkan tenaganya (seperti: kuda, sapi dan kerbau), dan dapat dipakai sebagai sarana penambah kebutuhan untuk konsumsi manusia (seperti: ayam dapat diambil telur dan dagingnya)

Bila hewan disekitar kita, tidak kita sayangi maka dapat merugikan jiwa manusia itu sendiri, secara langsung ataupun tidak langsung hewan tersebut dapat menyerang atau membunuh kita. Karena kita hidup di dunia tidak hanya berdampingan dengan manusia saja tetapi dengan hewan juga

Hubungan manusia dengan tumbuhan. Manusia hidup berdampingan dengan tumbuhan. Dalam kehidupan tumbuhan berfungsi sebagai sumber pangan yang utama karena dialah satu-satunya makhluk yang dapat berfotosintesis, sebagai sumber oksigen yang kita perlukan untuk bernafas, sebagai pelindung dari teriknya panas matahari karena ia dapat membantu mengurangi pantulan sinar matahari dan sebagai sumber keindahan. Bayangkan bila dunia ini tanpa tumbuhan, tentu akan menjadi dunia yang panas dan gersang. Mengingat begitu pentingnya fungsi tumbuhan dalam kehidupan kita, sudah sewajarnya kita membina hubungan yang baik dengan tumbuhan dengan cara memelihara dan melestarikannya. Jangan membakar hutan karena hutan adalah paru-paru dunia. Hutan yang gundul dapat memicu terjadinya bencana banjir dan longsor yang dapat membahayakan manusia sendiri

Manusia juga hidup berdampingan dengan lingkungan sekitar seperti tanah, air dan udara. Semuanya harus kita sayangi karena bila tidak dapat menjadi sumber malapetaka bagi kita, misalnya : Jangan mencemari air dengan membuang sampah dan limbah ke sumber air karena dapat mengakibatkan banjir atau menjadi sumber penyakit.

Bentuk hubunganku dengan alam adalah hubungan yang saling membutuhkan. Sebagai contoh di halaman rumah belakang, keluarga kami memelihara ayam, burung dara dan ikan nila. Hewan ini sudah lama kami pelihara dengan cara menyediakan sangkar untuk ayam dan burung serta kolam untuk ikan. Kami menyayanginya dengan memberikan dia makan dan perlindungan berupa sangkar yang aman. Hewan ini pun mendatangkan manfaat yang besar bagi kami, selain manfaat ekonomis juga dapat menghilangkan stress ataupun kejenuhan.

Jadi intinya adalah kita harus hidup berdampingan dan bersifat simbiosis mutualisme. Sayangilah alam sekitar seperti kita menyayangi diri kita sendiri ataupun pasangan hidup kita. Syukurilah limpahan anugerah yang telah tuhan berikan melalui lingkungan sekitar kita dan jangan lupa berdo'a agar kita dapat menjadi ahli surga. Mari perbaiki diri dengan lebih mencintai lingkungan disekitar kita dengan cara sederhana dan dimulai dari diri kita sendiri !!

Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain. Manusia memiliki naluri untuk hidup berkelompok dan berinteraksi dengan orang lain. Karena pada dasarnya, setiap manusia memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri yang dapat dijadikan sebagai alat tukar menukar pemenuhan kebutuhan hidup.

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.

Selain itu, manusia diciptakan dari berbagai karakteristik, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal satu sama lain.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ﴿١٣﴾

Artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)

Selain saling mengenal, manusia juga sangat dianjurkan agar dapat menjalin hubungan yang baik antar sesamanya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat ayat 10-12:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴿١٠﴾

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴿١١﴾

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ﴿١٢﴾

Artinya:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Dalam menjalin hubungan baik sesama manusia, hendaknya sikap hormat-menghormati tidak dilupakan. Mengenai hal ini, Allah sudah memperingatkan dalam surah An-Nisa ayat 86:7

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا﴿٨٦﴾

Artinya:

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”

Sebagai makhluk sosial, manusia dapat saling berinteraksi menjalin hubungan yang baik saling menghormati dengan sesama, berkasih sayang sebagai fitrah diri manusia.

Interaksi manusia akan menghasilkan bentuk masyarakat yang luas. Alquran, sebagai kitab suci umat Islam, memberikan petunjuk mengenai ciri-ciri dan kualitas suatu masyarakat yang baik, wwalaupun semua itu memerlukan upaya penafsiran dan pengembangan pemikiran. Di samping itu Alquran juga memerintahkan kepada umat manusia untuk memikirkan pembentukan suatu masyarakat dengan kualitas-kualitas tertentu. Dengan begitu, menjadi sangat mungkin bagi umat Islam untuk membuat suatu gambaran masyarakat ideal berdasarkan petunjuk Alquran.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Alquran menunjuk arti masyarakat ideal, antara lain: Ummatun Wâhidah, Ummatun Wasathan, Khairu Ummah, Baldatun Thoyyibatun, Ummatun Muqtashidah. Berikut penjelasannya:

Ummatun Wâhidah

Bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat, ditegaskan dalam surah Al-Baqarah: 213.

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴿٢١٣﴾

Artinya:

“Manusia sejak dahulu adalah umat yang satu, selanjutnya Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab itu, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena keinginan yang tidak wajar (dengki) antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus.”

Dalam ayat ini secara tegas dikatakan bahwa manusia dari dahulu hingga kini merupakan satu umat. Allah Swt menciptakan mereka sebagai makhluk sosial yang saling berkaitan dan saling membutuhkan. Mereka sejak dahulu hingga kini baru dapat hidup jika bantu membantu sebagai satu umat, yakni kelompok yang memiliki persamaan dan keterikatan. Karena kodrat mereka demikian, tentu saja mereka harus berbeda-beda dalam profesi dan kecenderungan. Ini karena kepentingan mereka banyak, sehingga dengan perbedaan tersebut masing-masing dapat memenuhi kebutuhannya.

Ummatun Wasathan

Istilah lain yang juga mengandung makna masyarakat ideal adalah Ummatun Wasathan. Istilah ini antara lain tertuang dalam firman Allah Q.S. al-Baqarah: 143

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ﴿١٤٣﴾

Artinya:

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa kualifikasi umat yang baik adalah ummatun wasathan. Kata wasathan terdiri dari huruf wau, sîn dan tha’ yang bermakna dasar pertengahan atau moderat yang memang menunjuk pada pengertian adil. Al-Râghib mengartikan sebagai sesuatu yang berada di pertengahan yang kedua ujungnya pada posisi sama. Posisi prtengahan menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak memihak ke kiri dan ke kanan, yang dapat mengantar manusia berlaku adil. Posisi itu jugamenjadikannya dapat menyaksikan siapapun dan dimanapun. Allah menjadikan umat Islam pada posisi pertengahan agar menjadi saksi atas perbuatan manusia yakni umat yang lain.

Ummatun Muqtashidah

Ungkapan ummatun muqtashidah terulang hanya sekali dalam Al-Quran yaitu dalam surah Al-Maidah: 66

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ ۚ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ﴿٦٦﴾

Artinya:

“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan[. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”

Makna kelompok pertengahan (ummatun muqtashidah) dalam ayat di atas adalah segolongan kelompok yang berlaku pertengahan dalam melakukan agamanya, tidak berlebihan juga tidak melalaikan.

Khairu Ummah

Istilah khairu Ummah berrti umat terbaik atau umat unggul atau masyarakat ideal hanya sekali saja disebutkan diantara 64 kata ummah dalam Al-Quran yakni dalam surah Ali Imran: 110.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ﴿١١٠﴾

Artinya:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dalam ayat tersebut, dijelaskan kriteria-kriteria Khairu Ummah, yaitu menyuruh kepada ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

Baldatun Thoyyibah

Istilah ini tertuang dalam surah Saba’:15.

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ﴿١٥﴾

Artinya:

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”

Baldatun Thoyyibah berarti mengacu kepada tepat, bukan kepada kumpuln orang. Namun, Ali Nurdin, dalam bukunya Menelusuri Masyarakat Ideal dalam Alquran memasukkan ungkapan tersebut dalam istilah masyarakat ideal dengan faktor kebahasaan sebagai salah satu pertimbangan utama.

Alquran tidak menyatakan secara tegas tentang kriteria dan ambaran dari negeri yang baik (baldah thoyyibah), untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, kita bisa melihat kepada sejarah kerajaan Saba’. Poin-poin penting yang menyebabkan Saba’ disebut sebagai negeri yang baik, disamping faktor geografis (adanya bendungan ‘Arim) adalah, merakyatnya sikap musyawarah dan anti kekerasan.

Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah, sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴿٥٦﴾

Artinya:

“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada ku.”

Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang bentuk dan tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di tentukan oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual khusus, dan tidak bisa diubah-ubah sejak dulu hingga sekarang, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku’ dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT. Demikian pula cara melakukan thawaf dan sa’i dalam haji beserta lafal bacaannya telah ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya adalah permohonan ampun dan mohan pertolongan dari Allah swt.

Jenis ibadah yang kedua disebut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan.

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Artinya:

“Sesungguhnya salat itu pencegah perbuatan fahsya’ dan munkar.” (QS Al-Ankabut: 45)

Melalui ayat tersebut dapat diketahui bahwa ruh salat adalah ‘inna shalati wa-nusuki‘, salatku, ibadahku. Penyebutan salat dan nusuk dalam ayat tersebut bertujuan untuk membedakan bahwa salat itu adalah ibadah mahdhah, sementara nusuk adalah ibadah ghairu mahdhah. Para mufassir mengatakan kata nusuk tersebut diterjemahkan dengan insyithatu al-hayat, artinya segala aktivitas hidup kita. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri dari jalan, membantu orang yang kesusahan, mendidik anak, berusaha, bekerja, menjenguk orang sakit, memaafkan dan sebagainya. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena Allah SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT.

Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam (sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw.

Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya tentang perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri, larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih berat dari air. Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (āyah qur’āniyah) dan yang dituangkan dalam hukum alam (āyah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.

Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya. Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah). Berpegang teguh pada tali agama Allah, lebih tepatnya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Memegang tali agama Allah berarti kesetiaan melaksanakan semua ajaran agama dan mendakwahkannya. Selalu meningkatkan amal saleh, mengikatkan hati kepada Allah, serta ikhlas dalam beribadah.