Asas yang menghendaki supaya anggaran itu disusun menurut jumlah bulat atau bruto dari belanja

A. PENYUSUNAN ANGGARAN

1. Pengertian Anggaran

Menurut Sony Yuwono dkk (2005), anggaran adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya salam satuan uang (perencanaan keuangan) untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi. Anggaran biasanya dibuat dalam jangka penduk (kurang dari satu tahun), jangka menengah (2-3 tahun), dan jangka panjang (lebih dari 3 tahun).

   Penganggaran (budgeting) adalah proses penerjemahan rencana aktivitas ke dalam rencana keuangan (budget). Pengendalian dan pertanggungjawaban anggaran masuk ke dalam siklus anggaran.

   Menurut Mundandar (1986), yang dimaksud business budget atau budget (anggaran) adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi keseluruhan kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (satuan), moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.

Dari pengertian di atas, nudget atau anggaran mempunyai empat unsure, yaitu:

a.    Budget ialah suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan di waktu yang akan datang.

b.   Budget meliputi kegiatan perusahaan, yaitu mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagian-bagian yang ada dalam perusahaan.

c.    Budget dinyatakan dalam unit moneter, yaitu unit kesatuan yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam.

d.   Budget jangka waktu tertentu yang akan datang, yang menunjukkan bahwa budget berlakunya untuk masa yang akan datang.

Budget mempunyai tiga kegunaan pokok, yaitu:

a.      Sebagai pedoman kerja

Budget berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arahan sekaligus memberikan target target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan yang akan datang.

b.      Sebagai alat pengawasan kerja

Budget berfungsi sebagai alat untuk mengkoordinasikan kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang dan bekerja sama dengan baik, menuju sasaran yang telah ditetapkan.

c.       Sebagai alat evaluasi kerja

Budget berfungsi sebagai alat ukur dan alat pembanding untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan nanti.

2. Fungsi Anggaran dan Belanja

a.    Fungsi perencanaan, dengan penganggaran akan memaksa manajemen untuk merencanakan masa depan.

b.   Fungsi koordinasi dan komunikasi, penganggaran akan membuat antar bidangberkoordinasi dan berkomunikasi.

c.    Fungsi motivasi,

d.   Fungsi penendalian dan evaluasi, anggaran yang sudah disetujui merupakan komitmen dari manajemen untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.

e.    Fungsi pembelajaran, sebagai alat untuk mendidik para manajer untuk mengenal cara kerja secara rinci untuk dipertanggungjawabkan.

3. Tipe, Sifat, dan Asas Anggaran Belanja

a.      Tipe Anggaran Belanja

1)        Tipe Legislatif

Anggaran belanja disusun oleh panitia badan perundang-undangan berdasarkan permohonan-permohonan dana dari cabang eskekutif.

2)        Tipe Dewan atau Komisi

Tipe ini masih digunakan pada pemerintah, dimana disusun oleh pegawai administrasi dan legislatif bersama-sama.

3)        Tipe Eksekutif

Biasanya departemen atau biro keuangan mengadakan pembicaraan-pembicaraan dari semua badan eksekutif, kemudian menyiapkan suatu dokumen menyeluruh untuk diajukan oleh eksekutif kepada badan pembuat undang-undang pada pembukaan siding.

b.      Sifat Anggaran Belanja

1)        Bertanggung jawab dan bulat

Artinya, keseluruhan program keuangan harus berkumpul menjadi satu, diringkaskan, dinilai, dan diputuskan di sebuah tempat oleh orang atau badan yang diserahi tugas itu.

2)        Fleksibelitas

Keleluasaaan dalam memilih yang sewajarnya dalam menyusun anggaran.

3)        Dapat dipercaya

Yakni penjelasan-penjelasan tentang perkiraan-perkiraan anggaran belanja harus cukup diteliti, terperinci, dan kuat untuk menimbulkan penilaian sepatutnya.

4)        Terjamin

Adanya jaminan bahwa program keuangan yang disetuji ini akan dijalankan secara mantap.

c.       Asas Anggaran Belanja

1)        Asas Universalitas

Anggaran itu disusun menurut jumlah bulat atau bruto dari belanja dan pendapatan.

2)        Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki bahwa belanja yang dilakukan dapat ditutup dengan pendapatan-pendapatan uang yang akan diterima sehingga tidak defisit.

3)        Asas Perinci Anggaran

Asas ini menghendaki bahwa anggaran harus terperinci susunannya.

Terdapat 4 macam asas perincian, yaitu:

a)      Pemerinciaan menurut fungsinya

Angka-angka dalam anggaran harus dirincikan menurut fungsi-fungsi yang ada di dalam organisasi.

b)     Pemerincian menurut organisasinya

Anggaran harus memuat bagian-bagian organisasi yang akan menggunakan anggaran.

c)      Pemerincian menurut objeknya

Anggaran harus dirincikan menurut objek yang dapat berupa tenaga, benda, atau alat perlengkapan yang akan dibiayai.

d)     Program budget atau performance budget

Asas ini muncul dikarenakan ketiga asas perincian di atas. Perbedaan dengan ketiga asas lain, yaitu terletak pada teknik metode dan cara berfikir (Pariata Westra, 1980).

4. Penyusunan, Revisi, dan Penetapan Anggaran

a.   Penyusunan Anggaran

Penyusunan anggaran merupakan proses akuntansi sekaligus proses manajemen. Dari segi proses akuntansi, penyusunan anggaran merupakan studi terhadap mekanisme, prosedur untuk merakit data, dan membentuk anggaran. Dari segi proses manajemen, penyusunan anggaran merupakan proses penetapan peran tiap manajer dalam melaksanakan program atau bagian dari program.

Dalam rangka manajemen, maka anggaran itu juga dapat digunakan sebagai alat koordinasi dan control, secara umum, berlaku dua system jangka waktu berlakunya anggaran, ,yaitu;

1)       Financial year system (kas Stelsel)

Belanja dan pendapatan uang yang diperhitungkan ialah yang benar-benar terjadi pada suatu tahun anggaran.

2)       Limited Budget Year System

Belanja dan pendapatan uang yang diperhitungkan ialah yang terjadi pada penambahan enam bulan pada suatu tahun anggaran.

Penganggaran itu adalah proses yang berkelanjutan dan anggaran itu merupakan produk dari keseluruhan perbuatan yang disebut penggaran. Dalam proses penganggaran, terdapat tingkatan-tingkatan yang disebut siklus anggaran. Pada umumnya, dikenal tiga tingkatan perbuatan dalam proses penganggaran, yaitu;

1)       Persiapan penyusunan usul anggaran

2)       Penetapan usul anggaran

3)       Pelaksanaan anggaran.

Langkah-langkah dalam penyusunan anggaran ialah sebagai berikut;;

1)       Menerbitkan pedoman, prosedur, dan formulir-formulir untuk penyusunan anggaran.

2)       Mengkoordinasikan dan menerbitkan setiap asumsi dasar yang dikeluarkan kantor pusat untuk digunakan dalam penyusunan anggaran.

3)       Menjamin bahwa informasi dikomunikasikan secara wajar di anatara unit-unit organisasi yang saling berhubungan.

4)       Membantu pusat-pusat pertanggungjawaban di dalam penyusunan anggaran.

5)       Menganalisis usulan anggaran dan membuat rekomendasi.

6)       Menganalisis laporan prestasi sesungguhnya dibandingkan anggarannya, menginterprestasikan hasil-hasilnya dan menyiapkan laporan ringkas untuk manajemen puncak.

7)       Mengadministrasikan proses penyesuaian anggaran selama tahun yang bersangkutan.

8)       Mengkoordinasikan dan secara fungsional mengendalikan pekerjaan departemen anggaran hingga di tingkat bawah.

b.   Revisi Anggaran

Jika kondisi sesungguhnya ternyata berbeda dengan yang diasumsikan , sangat mungkin untuk dilakukan revisi anggaran. Revisi anggaran dapat dilaksanakan dengan salah satu dari dua macam prosedur berikut;

1)       Dilakukan secara sistematis, misalnya setiap triwulan, semester, dan sebagainya.

2)       Hanya dilakukan jika kondisi yang mendasari penyusunan anggaran menyimpang dari yang diasumsikan semula.

c.    Penetapan Anggaran

Pada Negara, penetapan anggaran Negara umumnya dilakukan oleh Badan Legislatif (DPR). Pembuatan usul anggaran umumnya oleh Badan Eksekutif (Pemerintah). Namun, DPR diikutsertakan atau berwenang menetapkan anggaran karena ini anggaran itu akan menyangkut kepentingan rakyat.

Pada perusahaan, anggaran ditetapkan oleh  pemegang saham atau Dewan Komisaris (sebagai wakil dari pemegang saham). Pada koperasi di Indonesia, umumnya penetapan anggaran dilakukan oleh anggota koperasi dalam rapat.

B. PELAKSANAAN ANGGARAN

Setelah anggaran itu ditetapkan dan telah tiba waktunya tahun anggaran satu tahun dinas berlaku, maka anggaran itu mulai dilaksanakan. Pada pemerintahan pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengang diterbitkannya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan  kepada satuan-satuan kerja sebagai pedoman anggaran pada kementrian/lembaga.

Seperti pada pemerintahan pusat, Pemerintah daerah pun ditempuh cara yang sama dengan sedikit tambahan prosedur. Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Jika DIPA bagi kementrian/lembaga sudah dijadikan dokumen untuk segera melaksanakan anggaran pemerintah pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan. Setelah DIPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Atas pelaksanaan  kegiatan oleh satuan kerja, ada dua system yang terkait dengan pelaksanaan anggaran, yaitu system penerimaan dan system pembayaran.

1.        System Penerimaan (Pendapatan)

Seluruh penerimaan Negara/daerah harus disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah dam tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan pemungutan (Asas Bruto).

a.        Sumber Pendapatan Daerah

Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan  Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah telah menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah sebagai berikut;

1)   Pendapatan asli daerah (PAD)

a)        Pajak daerah

b)       Retribusi daerah

c)        Bagian laba pengelolaan asset daerah yang dipisahkan

d)       Lain-lain PAD yang sah

2)   Transfer pemerintah pusat

a)        Bagi hasil pajak

b)       Bagi hasil sumber daya alam

c)        Dana alokasi umum

d)       Dana alokasi khusus

e)        Dana otonom khusus

f)         Dana penyesuaian

3)   Transfer pemerintah provinsi

a)        Bagi hasil pajak

b)       Bagi hasil sumber daya alam

c)        Bagi hasil lainnya

4)   Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

b.        Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah

1)   Perluasan Basis Penerimaan

a)        Mengidentifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib pajak/retribusi baru.

b)       Mengevaluasi tarif pajak/retribusi

c)        Meningkatkan basis data objek pajak/retribusi

d)       Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas pajak/retribusi.

2)   Pengendalian atas Kebocoran Pendapatan, caranya yaitu;

a)        Melakukan audit, baik rutin maupun insidentil

b)       Memperbaiki system akuntansi penerimaan daerah

c)        Memberikan penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat pajak dan hukuman (sanksi) yang berat bagi yang tidak mematuhinya.

d)       Meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan pendapatan.

3)   Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak, caranya;

a)        Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih mudah dan sederhana

b)       Mengurangi biaya pemungutan pendapatan

c)        Menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, seperti bank, kantor pos, koperasi dan pihak ketiga lainnya untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam membayar pajak.

4)   Transparansi dan Akuntabilitas, syaratnya yaitu;;

a)        Adanya dukungan teknologi informasi untuk membangun system informasi manajemen pendapatan daerah.

b)       Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai.

c)        Tidak adanya korupsi sistematik di lingkungan pengelola pendapatan daerah,

c.         Manajemen Pendapatan Asli Daerah

Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi keuangan adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiscal terhadap pemerintahan pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola PAD. Semakin tinggi kemampuan daerah menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah.

Pasca reformasi, pemerintah terus berupaya untuk menggali dan meningkatkan PAD sesuai dengan dinamika pembangunan melalui peraturan perundangan mengenai pajak daerah. UU baru tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah melalui UU No 28 tahun 2009.

d.        Manajemen Pajak untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota

1)       Manajemen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

2)       Manajemen pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)

3)       Manajemen pajak hotel dan restoran

4)       Manajemen pajak hiburan

5)       Manajemen pajak reklame

6)       Manajemen pajak penerangan jalan (Pajak listrik)

7)       Manajemen pajak parker

8)       Manajemen retribusi daerah

9)       Manajemen perushanaan daerah

10)   Manajemen lain-lain PAD yang sah.

e.        Manajemen Dana Perimbangan

Beberapa pemda masih mendapatkan dana penyesuaian dan otonomi khusus. Dari beberapa jenis dana perimbangan tersebut, dapat dipilah antara jenis dana perimbangan yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan daerah. Dana bagi hasil merupakan jenis dana perimbangan  yang dapat dikendalikan oleh pemda (dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya).

Sementara itu dana alokasi khusus pemda hingga tingkat tertentu masih dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya tergantung pusat.

2.        System Pembayaran

a.        Pengertian Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana. Belanja daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh  pembayarannya kembali oleh daerah.

b.        Macam Macam Belanja Daerah

1)       Belanja pegawai

Kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat dan pensiunan serta honorer yang menjadi tanggungan lingkungan pemerintah.

2)       Belanja barang

Pengeluaran untuk pembelian barang dan atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi  barang dan jasa. Belanja barang digunakan untuk;

a)        Belanja barang operasional

b)       Belanja barang non-ooperasional

c)        Belanja barang badan layanan umum (BLU)

d)       Belanja barang untuk masyarakat.

3)       Belanja modal

Pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan atau menambah nilai asset tetap atau lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

4)       Belanja bunga utang

Pembayaran kewajiban atas penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang telah dihitung.

5)       Belanja subsidi

Belanja subsidi merupakan belanja pemerintah pusat  dalam bentuk transfer uang/barang kepada pemerintah Negara lain, organisasi internasional dan pemerintah daerah yang bersifat sukarela, tidak wajib, tidak mengikat, tidak perlu dibayar kembali.

6)       Belanja bantuan sosial

7)       Belanja lain-lain

c.         Kebijakan Belanja Daerah dan Manajemen Belanja Daerah

Kebijakan belanja terkait dengan bagaimana melaksanakan anggaran untuk membiayai aktivitas secara ekonomis, efisien dan efektif. Kebijakan belanja daerah ditentukan pada tahap perencanaan anggaran, sedangkan manajemen belanja daerah pada tahap implementasi anggaran. Pada dasarnya, manajemen belanja daerah akan menyesuaikan kebijakan belanja yang diambil pemda.

Arah kebijakan Anggaran banyak dipengaruhi kebijakan ekonomi akan diambil pemerintah daerah. Pada prinsipnya, kunci kebijakan ekonomi secara klasik bertujuan pada tiga hal, yaitu;

1)       Pertumbuhan ekonomi

2)       Pemerataan ekonomi

3)       Stabilitas ekonomi

Dengan prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran, belanja harus harus menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang optimal untuk kepentingan masyarakat. Ini bermakna bahwa setiap pos pengeluaran belanja daerah harus dapat diukur kinerjanya.

Pengalamanan pengelolaan keuangan pemerintah daerah dalam program efisiensi pengeluaran daerah di masa lalu sering mengalami hambatan karena beberapa sebab, yaitu;

a)      Pengeluaran tidak berorientasi pada kepentingan produk

b)     Pengeluaran tidak berorientas pada kinerja

c)      Pengeluaran berorientasi pada jangka pendek

d)     Pemerintah daerah tidak proaktif dan hanya bersifat reaktif untuk melenyapkan sumber pemborosan keauangan daerah.

e)      Tidak adanya pengetahuan yang memadai mengenai sifat-sifat biaya.

Dari pengalaman masa lalu, dapat diambil kesimpulan bahwa perlu pendekatan strategis dalam pengelolaan pengeluaran daerah. Pendekatan strategis dalam pengurangan biaya  (manajemen strategi biaya) memiliki ciri-ciri sebagai berikut;

a)    Berjangka panjang

b)    Berdasarkan budaya perbaikan

c)     Berfokus kepada pelayanan masyarakat

d)    Pemerintah daerah harus bersifat proaktif

e)    Keseriusan manajemen puncak

Penuruna biaya pemda dapat dilakukan melalui perencanaan dan pengendalian aktivitas, yaitu dengan cara;

a)        Pilihan aktivitas

b)       Pengurangan aktivitas

c)        Penghilangan aktivitas dan fungsi yang tidak menambahkan nilai bagi kesejahteraan masyarakat dan justru membebani masyarakat.

d.        Prinsip Manajemen Belanja Daerah

1)       Perencanaan belanja

Belanja daerah yang tercermin dalam APBD harus terencana dengan baik. Perencanaan belanja  yang baik ditandai dengan adanya koherensi perencanaan dengan dokumen perencanaan daerah. Adanya standar satuan harga untuk menentukan kewajaran belanja suatu program, adanya analisis standar belanja dan rendahnya tingkat kesenjangan belanja.

2)       Pengendalian belanja

Setiap pengeluaran harus dapat dilacak prosesnya, mulai dari adanya kelengkapan dokumen anggaran, orientasi dari pejabat yang berwenang, hingga adanya bukti transaksi yang valid. Anggaran belanja seharusnya dilakukan tepat waktu, tidak mengubah prioritas program, mengganggu proses program dan digunakan sesuai peruntukkannya.

3)       Akuntabilitas belanja

Setiap belanja daerah harus dapat dipertanggungjawabkan dan dilaporkan kepada public, baik langsung maupun melalui DPRD. Akuntabilitas public atas belanja daerah setidaknya meliputi, akuntabilitas hukum, financial, program, dan manajerial.

4)       Audit belanja

Audit belanja daerah mengandung arti bahwa setiap pengeluaran belanja yang mengakibatkan beban APBD harus dapat diverifikasi atau diaudit, baik kelengkapan dokumen, tidak ada mark up pengadaan barang, tidak ada bukti belanja yang fiktif, tidak ada penitipan anggaran ke bidang yang lain, dan tidak ada ketidakwajaran dalam proses pengadaan barang/jasa.

C. PEMERIKSAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN

1.   Pemriksaan Pelaksanaan Anggaran

Dalam pelaksanaan anggaran, diperlukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang disajikan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Pemeriksaan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka pemberian pernyataan pendapat (opini) tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

Hasil setiap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan disajikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Selanjutnya, LHP disampaikan kepada DPR/DPRD/DPD sesuai kewenangannya, kecuali yang memuat rahasia Negara dan kepada pemerintah. LHP selambat-lambatnya disampaikan kepada legislative 2 (dua) bulan setelah diterimanya laporan keuangan dari pemerintah.

Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini  yang merupakan pernyataan professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan. Criteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut;

a.    Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan

b.   Kecukupan pengungkatan

c.    Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

d.   Efektivitas system pengendalian intern

Pemberian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini yang diberikan pemeriksa, yaitu;

a.    Wajar tanpa pengecualian

b.   Wajar dengan pengecualian

c.    Tidak wajar

d.   Menolak pemberian opini.

2.   Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran

Pemerintah daerah wajib memperatnggungjawabkan pelaksanaan APBD baik dalam bentuk laporan keuangan (financial accountability) maupun laporan kinerja (performance accountability).  Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai Peraturan Pemerintah No 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Laporan Kinerja disusun sesuai dengan Peraturan  Pemerintah yang mengatur tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Laporan keuangan yang disampaikan kepada DPRD setidaknya terdiri dari;

a.        Laporan Realisasi Anggaran

b.        Neraca

c.         Laporan Arus Kas

d.        Catatan Atas Laporan Keuangan

Latihan

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar dan tepat!

1.        Sebutkan fungsi dari anggaran!

2.        Jelaskan sifat anggaran belanja!

3.        Sebutkan sumber pendapatan Negara yang berasal dari penerimaan perpajakan!

4.        Apa yang Ananda ketahui tentang belanja pegawai?

5.        Jelaskan tentang manajemen belanja pegawai!