Apakah doa bisa meringankan siksa kubur?

Bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenarnya. Yang berarti menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan kemampuan, dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan takwa, nikmat akan senantiasa bertambah, kesengsaraan akan sirna, kesulitan akan dimudahkan jalan keluarnya, rezeki akan datang dari arah yang tiada disangka-sangka. Dengan takwa, semua urusan akan terasa mudah, pahala akan dilipat gandakan, dan dosa-dosa akan dihapuskan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat ath-Thalaq/65 ayat 2, 3, 4 dan 5:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ

Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka.

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memudahkan baginya dalam urusannya.  

 وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.  

Ketahuilah, semua yang terjadi di alam ini telah ada ketetapannya. Tidak ada satu perkara pun yang bergeser dan menyimpang dari apa yang telah diketetapkan Allah Azza wa Jalla . Allah telah menetapkan takdir seluruh makhluk, semenjak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Allah telah menetapkan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. [HR Muslim].

Dalam kaitan ini, maka  wajib bagi seluruh manusia untuk beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk. Allahlah yang  telah membagi rezeki, menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji hamba-Nya, menentukan apakah seorang hamba tersebut termasuk yang bahagia atau sengsara ketika di dunia. Allah juga telah menetapkan ajal seseorang, dan memastikan pula tempat tinggalnya di akhirat kelak, surga ataukah neraka. Semua yang terjadi adalah berdasarkan iradah-Nya, kehendak Allah.

Kemudian, sebagaimana yang kita rasakan, manusia hidup di dunia ini, tak pernah lepas dari kesusahan, kesengsaraan dan kesedihan.  Ini semua merupakan ujian yang selalu datang silih berganti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

Dan sungguh akan Kami berikan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. [al Baqarah/2:155].

Hikmah yang bisa diambil dengan adanya berbagai cobaan ini, ialah untuk membedakan antara orang yang benar dan orang yang dusta dalam pengakuannya terhadap keimanan kepada Allah. Allah berfirman:

اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ ٢وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِيْنَ  

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang yang benar, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [al Ankabut/29:2-3].

Dengan adanya cobaan, maka seseorang akan mengetahui tentang dirinya dan hakikat keimanannya. Seseorang tidak bisa mengaku telah benar-benar beriman kepada Allah, sebelum datang ujian kepada dirinya dan ia pun mampu untuk bertahan dengan kesabaran.

Baca Juga  U j i a n

Ibnul Jauzi berkata,”Barangsiapa yang menginginkan selalu mendapatkan kekekalan dan kesejahteraan tanpa merasakan cobaan, maka dia belum memahami hakikat hidup dan penghambaan diri kepada Allah“.

Begitu pula dengan seorang mukmin. Dia pun mendapatkan ujian, dan tidak lain kecuali sebagai tarbiyah, bukan sebagai siksa. Allah Azza wa Jalla memberikan ujian, baik dalam keadaan suka maupun duka.

ۖوَبَلَوْنٰهُمْ بِالْحَسَنٰتِ وَالسَّيِّاٰتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). [al A’raf/7:168].

Sesuatu yang kita benci terkadang membawa kebaikan, dan sesuatu yang kita sukai terkadang berujung dengan kesengsaraan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita dalam firman-Nya:

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. [al Baqarah/2:216].

Setelah memahami, bahwa dunia ini penuh ujian, maka marilah kita mempersiapkan diri sebelum cobaan itu benar-benar datang. Yaitu dengan mempertebal keimanan kepada Allah. Sehingga saat menghadapi cobaan, kita tidak berkeluh-kesah, dan semua akan terasa ringan. Kita harus yakin, ujian atau musibah itu pasti ada akhirnya. Jangan sampai musibah tersebut membuat kita menjadi gelap mata, sehingga mulut mengeluarkan perkataan yang dapat membinasakan. Atau jangan sampai perbuatan kita membuat diri menjadi binasa. Ringankanlah setiap beban dengan selalu mengingat pahala dan ridha yang dijanjikan Allah Azza wa Jalla . Ingatlah, orang-orang yang sabar dalam menghadapi musibah, ia dijanjikan oleh Allah dengan pahala yang besar, bahkan akan dilipat gandakan dengan yang lebih besar lagi. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

اُولٰۤىِٕكَ يُؤْتَوْنَ اَجْرَهُمْ مَّرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوْا

Mereka diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka. [al Qashash/28:54].

Dengan cobaan ini pun, derajat seseorang akan terangkat. Pahalanya akan ditambah, dan dosa-dosanya akan dihapuskan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang orang paling berat cobaannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ

Para nabi, kemudian orang terbaik lalu yang baik. Seseorang akan diberi cobaan sesuai dangan (kadar) dinnya (agamanya). Jika agamanya kuat, maka cobaan akan berat. Namun bila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan dinnya. Cobaan itu akan senantiasa ada pada diri seorang mukmin, sehingga dirinya dibiarkan berjalan di muka bumi dengan tidak memiliki dosa.

Cobaan itu memang berat dan menyesakkan, sehingga tidak setiap orang mampu menghadapinya. Lihatlah, bagaimana berat dan sedihnya Nabi Adam ketika dikeluarkan dari surga untuk menempati dunia. Padahal beliau telah lama tinggal di surga dan sudah merasakan berbagai kenikmatan. Begitu juga Nabi Ibrahim. Yaitu tatkala beliau dibakar api oleh kaumnya, serta ketika disuruh menyembelih anak semata wayang yang paling beliau kasihi. Lihatlah Nabi Ayyub, ketika mendapat cobaan sakit sampai sekian tahun. Ingatlah Nabi Yunus, ketika barada dalam perut ikan. Ingatlah Nabi Yusuf, ketika difitnah dan dimasukkan penjara sampai sekian tahun. Begitu pula dengan nabi-nabi lainnya, mereka sangat dimusuhi dan dilecehkan kaumnya. Begitu pula yang dialami Nabi Muhammad n ketika berdakwah di tengah-tengah kaum jahiliyyah kafir Quraisy. Maka benarlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Baca Juga  Janganlah Berbuat Kerusakan Di Muka Bumi

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan bagi dirinya, maka orang tersebut akan diberi cobaan. [HR Bukhari].

Jika kita ditimpa cobaan, maka tetaplah bersabar. Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Semua cobaan pasti ada akhirnya, dan pasti ada jalan keluarnya. Putus asa bukanlah sifat seorang mukmin. Kenapa kita harus meratapi satu atau dua cobaan, kemudian melalaikan nikmat-nikmat Allah lainnya yang begitu banyak jumlahnya? Cobalah hitung, berapa banyak nikmat yang telah kita peroleh, sejak kita lahir sampai sekarang ini? Dengan selalu berdoa, Allah pasti mendengar dan pasti akan mengabulkan permintaan kita, yaitu dengan meringankan atau menghilangkan cobaan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاِنْ يَّمْسَسْكَ اللّٰهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهٗٓ اِلَّا هُوَ ۗوَاِنْ يَّمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ 

Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.  [al An’am/6:17].

Lihatlah usaha para suri tauladan kita, yaitu para nabi ketika mereka mendapatkan cobaan dari Allah. Sebagai contoh, yaitu Nabi Ayyub. Ketika anaknya meninggal dunia satu persatu, dan beliau pun menderita sakit yang sangat parah, beliau tidak putus asa. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkannya dalam al Qur`an:

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ اَنْفُسُكُمْ اَمْرًاۗ فَصَبْرٌ جَمِيْلٌ ۗعَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّأْتِيَنِيْ بِهِمْ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Ya’qub berkata: “Hanya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [Yusuf/12:83].

Keadaan dan nasib seseorang suatu saat pasti ada perubahan. Seorang yang berbahagia, ialah orang yang senantiasa mampu menjaga ketakwaannya kepada Allah, meskipun ia sedang didera berbagai musibah. Maka, marilah kita menjaga ketakwaan kepada Allah dalam setiap kondisi. Tidak ada kesempitan, kecuali pasti ada keluasannya. Tidak ada rasa sakit, kecuali pasti ada kesembuhannya. Tidak ada kefaqiran, kecuali ada kekayaan. Dan begitulah seterusnya.

Akhirnya, marilah kita renungkan perkataan Nabi Dawud bin Sulaiman. Beliau berkata,”Yang menjadi dasar ketakwaan seseorang ada tiga, (1) memperbagus tawakal terhadap apa yang belum didapat, (2) memperbagus ridha dari apa yang telah didapat, dan (3) memperbagus sabar dari apa yang terlewatkan.”

Wallahu a’lam bish-Shawab.

(Ditulis oleh Ustadz Abu Ziyad Agus Santoso, berdasarkan khutbah Jum’at, yang berjudul  as Sabru ‘ala Aqdarillah, oleh Syaikh ‘Abdul Muhsin al Qasim, di Masjid Nabawi, Madinah, 5 Muharram 1422 M)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]